Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik


dimana pasien diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh
tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah hiperglikemia (Smeltzer
dan Bare, 2008). Hiperglikemia pada DM akibat kekurangan hormon insulin absolute
ataupun relative. Absolut artinya DM yang disebabkan tidak adanya insuli, sedangkan relatif
bila jumlah inuslin cukup, tetapi daya kerja insulin kurang. Diabetes Melitus terbagi 2 jenis
yaitu DM tipe 2 terjadi 90% dari penderita DM yang disebabkan oleh resistensi insulin.
Diabetes merupakan penyakit yang dapat menyebabkan masalah yang serius dan
prevalensinya meningkat secara cepat (Lewis, et al., 2011). Diabetes mellitus telah
dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi diseluruh dunia oleh World Health Organization
(WHO) dengan jumlah pasien didunia mencapai 347 juta jiwa. Prevalensi diabetes di seluruh
dunia diperkirakan tahun 2011 adalah 366 juta dan diproyeksikan meningkat 552 juta orang
pada 2030.

Pada awal perjalanan penyakit DM, individu tidak menyadarinya, hal ini disebabkan
tidak adanya gejala tetapi baru dirasakan setelah terjadinya komplikasi lanjut pada organ
tubuh. Komplikasi yang dapat muncul pada penderita DM yaitu komplikasi akut,
makrovaskuler, dan mikrovaskuler (Abougalambou, Hassali, Sulaiman, 2011). Ulkus diabetik
merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang
disebabkan karena adanya neuropati dan gangguan vaskular di daerah kaki (The American
Podiatric Medical Association Diabetes (APMA, 2006). Ulkus atau gangren diabetik
merupakan komplikasi kronik yang banyak diderita oleh pasien diabetes. Ulkus diabetik
memberi dampak luar biasa kepada penderitanya, selain amputasi, infeksi yang terjadi
seringkali mengharuskan penderitaya dirawat inap dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan komplikasi DM lainnya, sehingga biaya perawatan yang dibutuhkan lebih besar
dan penderita ulkus mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
DM tanpa ulkus diabetik (Suastika, K, 2005). Penderita DM akibat ulkus, yang mengalami
amputasi sebesar 85% dalam jangka waktu 5 tahun (Sieggreen, 2006; Tayyar, 2007). Dampak
amputasi ini akan membuat seseorang menjadi depresi, cemas, ada reaksi penolakan, berduka
bahkan perasaan ingin bunuh diri (Nasional Institute for Health and Clinical Excellence/
NHS, 2012). Untuk itu perlunya pengelolaan yang baik terhadap ulkus kaki.

Pengelolaan ulkus kaki dengan cara pengkajian atau evaluasi kaki, menjaga atau
menghilangkan tekanan pada area ulkus, managemen luka, managemen infeksi, managemen
iskemia, managemen medical dan pembedahan (Frygberk, et al, 2006). Pengelolaan fase akut
ulkus meliputi mengoptimalkan suplay darah, reseksi jaringan nekrotik/infeksi atau drainage
pus, koreksi/perbaikan tulang, sendi, dan tendon yang abnormal, dressing luka yang tepat,
debridement kalus, non-weight bearing dan gunakan kruk (Departement of Health,
Goverment of Western Australia, 2010). Pengkajian kaki dilakukan untuk mendapatkan
informasi dengan anamnesa dan melakukan pemeriksaan untuk menentukan etiologi dan
faktor risiko ulkus kaki DM (Delmes, 2006). Esensi dari pengkajian ini untuk mencegah
ulkus kaki atau ulkus kaki berulang, untuk itu perlunya mengetahui faktor risiko ulkus atau
ulkus kaki berulang. Fakor lain yang mempengaruhi kejadian ulkus kaki meliputi riwayat
DM > 10 tahun, laki-laki, perokok, kadar glukosa darah yang jelek, gangguan penglihatan,
polineuropati (neuropati sensorik, otonom, motorik), trauma kaki (Boulton, Armstrong,
Albert, Frykberg, Herman, Kirkman, et al., 2008; Nyamu, Otien, Amayo, Mcligeyo, 2003;
Sieggreen, 2006).
II. STATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. S
Usia : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pliken 5/4 Kembaran
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk RSMS : 18 September 2017, melalui Poli Interna RSMS
Tanggal periksa : 23 September 2017
No. CM : 00-83-65-01

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal Mawar, tanggal 23 September 2017.
1. Keluhan utama
Jari kelingking kaki kiri bengkak menghitam.
2. Keluhan tambahan
Demam dan menggigil sejak 3 hari sebelum masuk RSMS.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik penyakit dalam RSMS dengan DM. Keluhan pasien
saat itu adalah jari kelingking kaki kiri bengkak dan menghitam sejak 1 minggu SMRS.
Di daerah yang bengkak tersebut, jika dipegang masih terasa namun tidak terasa sakit.
Pasien juga mengeluhkan demam, menggigil, kebas pada kedua telapak kaki, mual,
muntah, nyeri pada paha kiri, lidah terasa asin, sulit BAB, mudah lelah, dan badan
terasa lemas. Pasien riwayat DM sudah 5 tahun ini. Sebelumnya pasien juga mengalami
ulkus pedis kaki kiri di dekat mata kaki dan sudah dilakukan debridemen 1 tahun yang
lalu. Pasien rutin menggunakan insulin sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga rutin
kontrol di Puskesmas Kembaran untuk cek gula darah dan hipertensi.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : (+) ulkus pedis sinistra
b. Riwayat darah tinggi : (+)
c. Riwayat penyakit gula : (+)
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal
h. Riwayat sakit tenggorokan : disangkal
i. Riwayat konsumsi obat-obatan : (+) insulin
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : (+) orang tua
c. Riwayat penyakit gula : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien adalah seorang ibu dari 3 orang anak. Pasien tinggal bersama suami, kedua
orang anak, dan 1 menantu di lingkungan yang padat penduduk. Hubungan
antarapasien dengan keluarga dan tetangga baik.
b. Home
Pasien tinggal di rumah pedesaan. Rumah terdiri dari 3 kamar dan dihuni oleh 5
orang. Kamar mandi dan jamban di dalam rumah. Atapnya memakai genteng dan
lantai dari ubin.
c. Occupational
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
d. Personal habit
Pasien tidak memiliki kebiasan merokok dan minum kopi.
e. Drugs and Diet
Pasien hingga saat ini sedang rutin pengobatan insulin. Pola makan pasien teratur,
sehari 2-3 kali.
f. Biaya pengobatan
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah. Sumber
pembiayaan kesehatan menggunakan BPJS PBI.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Mawar, tanggal 8 September 2017
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
b. Nadi : 85 ×/menit reguler, isi cukup
c. Pernapasan : 18 ×/menit, reguler
d. Suhu : 36,7 °C
4. Tinggi badan : 155 cm
5. Berat badan : 62 kg
6. Status gizi (IMT) : 25,8 (overweight)
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam dengan sedikit uban, tidak rontok dan terdistribusi merata.
3) Mata
Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata
kering (-), refleks cahaya (+/+) normal, pupil isokor diameter 3 mm/3mm.
4) Telinga
Discharge (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)

6) Mulut
Bibir kering (-), bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2 cm
c. Pemeriksaan thorax
Paru
Inspeksi : dinding dada tampak simetris dan tidak tampak ketertinggalan gerak
antara hemithorax kanan dan kiri. Kelainan bentuk dada (-), retraksi
intercostalis (-).
Palpasi : Apex vokal fremitus sinistra = dextra
Basal vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Apex suara dasar vesikuler +/+
Basal suara dasar vesikuler +/+
RBK -/-, RBH -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V 3 jari lateral LMCS
p.parasternal (-) p.epigastrium (-).
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V 3 jari lateral LMCS, kuat angkat (+)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI 3 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar, distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok costo vertebrae (-/-
)
Palpasi : supel, nyeri tekan(-), undulasi (-)
Hepar : tidak ada pembesaran
Lien : schuffner +0

e. Pemeriksaan ekstremitas
Pada kaki kiri tertutup kassa post debridemen ulkus pedis
Tabel 2.1 Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Ekstremitas
Pemeriksaan superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning (ikterik) - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep + + + +
Patela + + + +
Reflek patologis
Reflek babinsky - - - -
Sensoris D=S D=S D=S D=S

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2.2. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan 18/9/17 10.14 Nilai normal
Hemoglobin 11,3 L 11,2 – 17,3 g/dL
Leukosit 18680 H 2800 – 10600 U/L
Hematokrit 34 L 40 – 52 %
Eritrosit 4,2 juta 4,4 – 5,9 juta/uL
Trombosit 194000 150000 – 440000/uL
Total Protein 6,68 6,4 – 8,2 g/dL
Albumin 2,64 L 3,4 – 5 g/dL
Globulin 4,04 H 2,7 – 3,2 g/dL
SGOT 14 L 15 – 37 U/L
SGPT 9L 14 – 59 U/L
Ureum 50,9 H 14,98 – 38,52 mg/dL
Kreatinin 1,18 H 0,7 – 1,3 mg/dL
GDS 382 H <=200 mg/dL
Natrium 136 134 – 146 mmol/L
Kalium 4,1 3,4 – 4,5 mmol/L
Klorida 106 96 – 108 mmol/L

Tabel 2.3. Pemeriksaan Gula darah


Tanggal Kadar Gula Darah
18/09/2017 GDS = 280 mg/dL
19/09/2017 GDS = 189 mg/dL
21/09/2017 GDP = 103 mg/dL
22/09/2017 GDP = 100 mg/dL
23/09/2017 GDP = 162 mg/dL

2. Pemeriksaan EKG
Gambar 2.1. Pemeriksaan EKG

3. Rontgen Pedis Sinistra

Gambar 2.5. Rontgen Pedis Sinistra


Kesan :
- Tak tampak gambaran osteomielitis pada ossa pedis kiri yang tervisualisasi
- Calcaneus spur kiri
E. Diagnosis Kerja
Ulkus DM pedis sinistra

F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
b. Inj ceftriaxon 1 gr/12 jam iv
c. Inj metronidazole 500 mg/8 jam iv
d. Inj mecobalamin 1 amp/24 jam iv
e. Inj novorapid 3 x 6 U SC
f. Inj Lavemir 12 U SC
g. Inf PCT 3 x 1 gr

2. Non Farmakologi
a. Istirahat, dianjurkan tirah baring.
b. Diet DM dan hipertensi.
c. Debridemen amputasi jari kelingking kaki kiri.
d. Perawatan luka.
e. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit, prognosis
penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.

G. Prognosis
Ad fungsional : dubia ad malam
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
III. TINJAUAN PUSTAKA

`A. Definisi
Ulkus diabetes melitus adalah salah satu komplikasi yang paling signifikan, penyakit
tersebut didefinisikan sebagai kaki yang mengalami ulserasi terkait dengan adanya neuropati
dan atau penyakit arteri perifer pada anggota tubuh bagian bawah pasien penderita diabetes
(Doupis & Alexiadou, 2012).

B. Epidemiologi
Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,
diperkirakan 16 juta orang Amerika diketahui menderita diabetes, dan jutaan lainnya
dianggap berisiko. Ulkus diabetes melitus mengakibatkan peningkatan rawat inap
dibandingkan komplikasi diabetes lainnya. Dari seluruh pasien diabetes, 15% mengalami
ulkus diabetes dan 12-24% individu dengan ulkus diabetes memerlukan amputasi, diabetes
adalah penyebab utama amputasi ekstremitas nontraumatik di Amerika Serikat (Rowe, 2017).
Prevalensi ulkus diabetes pada populasi diabetes adalah 4-10%, kondisinya lebih sering pada
pasien yang lebih tua (Doupis & Alexiadou, 2012).

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang
atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsestrasi pada kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya
penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya
luka yang sukar sembuh (Price, 2005). infeksi sering merupakan komplikasi
yangmenyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati.

D. Patofisiologi
Faktor penyebab utama terjadinya ulkus kaki diabetikum yaitu neuropati
perifer dan penyakit iskemik pembuluh darah perifer. Percobaan untuk mengethaui
terjadinya ulkus dilakukan uji in vitro pada binatang yang diinduksi hiperglikemia.
Beberapa jalur mekanisme aksi yang dianut adalah mekanisme jalur polyol. Dalam
perkembangan neuropati diabetikum, keadaan hiperglikemia memicu peningkatan
enzim aldose reductase dan sorbitol dehydrogenase. Keadaan tersebut membuat
glukosa intraseluler mengalami konversi menjadi sorbitol dan fruktosa.
Akumulasi gula yang terlalu banyak pada arteri perifer menyebabkan
penurunan sintesis sel saraf myoinositol. Keadaan konversi glukosa intraseluler yang
terus menerus menyebabkan penurunan penyimpanan NADPH (Nicotinamide
Adenine Dinucleotide Phosphate) yang berfungsi sebagai zat detoksifikasi untuk
reactive oxygen species dan sintesis nitro oksida sebagai agen vasodilator. Kedaan
tersebut yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan pembuluh darah perifer
mengalami konstriksi sehingga timbul iskemik yang dapat menjadikan sel-sel saraf
rusak dan mati akibat keadaan iskemik yang cukup lama. Keadaan hiperglikemia dan
tingginya reactive oxygen species (ROS) juga menjadi faktor langsung proses glikasi
yang abnormal pada protein sel saraf sehingga menyebabkan disfungsi sel saraf dan
iskemik. (Clayton & Elasy, 2009).
Neuropati diabetikum yang terjadi bermanifestasi pada gangguan saraf
motorik, sensorik, dan autonom. Kerusakan yang terjadi pada inervasi intrinsik otot-
otot kaki menjadikan ketidakseimbangan antara fleksi dan ekstensi pada persarafan
kaki yang terkena neuropati. Hal itu menyebabkan terjadinya struktur deformitas pada
tulang, kulit, dan terjadilah ulkus. Dampak saraf autonom menyebabkan kulit pada
penderita ulkus kaki diabetikum terasa kering dan menjadi tempat yang baik untuk
berkembangnya infeksi dengan kelembapan yang kurang. Dampak selanjutnya terjadi
pada sistem saraf sensorik. Sistem perasa sensasi nyeri hilang karena terjadinya
neuropati. Saat terjadi trauma, baik tajam maupun tumpul, akan tidak terasa adanya
gesekan atau perlukaan. Perlukaan itulah yang menjadi awal terjadinya ulkus (Clayton
& Elasy, 2009).
Peripheral Artery Disease menjadi faktor yang berkontribusi terhadap
terjadinya ulkus kaki diabetikum sebesar 50%. Keadaan hiperglikemia merusak fungsi
endotel dan otot polos arteri sehingga arteri mengalami vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat neuropati perifer tersebut. Keadaan hiperglikemik
menimbulkan peningkatan Tromboxane A2 sebagai vasokonstriktor dan agregasi
platelet yang menyebabkan peningkatan hiperkoagulabilitas plasma. Selain keadaan
tersebut, hipertensi, suka merokok, dan hiperkolesterolemia menjadi sesuatu yang
penting dan sering terjadi pada pasien DM yang mengakibatkan terjadinya peripheral
artery disease (Clayton & Elasy, 2009).
E. Diagnosis
i. Anamnesis
Penilaian yang baik harus mencakup durasi diabetes, gejala penyakit vaskular
neuropati dan perifer, ulkus sebelumnya atau amputasi dan komplikasi diabetes
lainnya seperti retinopati atau nefropati (Singh dkk, 2013).
ii. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada kaki meliputi kulit kering, fisura, kelainan bentuk dan kelenturan.
Selain itu, ulserasi, penonjolan vena dan lesi kuku harus diperhatikan. Peningkatan
suhu dikaki mungkin memberikan kesan peradangan sedangkan penurunan suhu
mengindikasikan iskemia (Singh dkk, 2013).
iii. Pemeriksaan Ulkus
Saat menilai ulkus perlu tentukan kedalaman dan ada atau tidak saluran sinus, lokasi,
ukuran, bentuk, adanya jaringan granulasi serta dasar dan tepi ulkus (Singh dkk,
2013).
iv. Pemeriksaan Neurologis
Tes khusus untuk penilaian neurologis meliputi tes termoregulattori keringat, tes
refleks akson sudomotor kuantitatif, kesan silikon, Sympathetic Skin Response (SSR),
dan pengujian refleks akson langsung dan tidak langsung secara kuantitatif. Tes ini
dapat digunakan dalam berbagai kombinasi untuk melokalisasi lesi disfungsi otonom
baik pra-ganglionik maupun pasca-ganglionik (Singh dkk, 2013).
v. Laboratorium
Prosedur standar meliputi pengukura kadar glukosa dan keton pada darah dan urin,
penilaian lain yaitu pemeriksaan darah lengkap, kadar urea, elektrolit dan kreatinin
harus dipantau secara teratur (Singh dkk, 2013).
vi. Pencitraan
Dalam kasus kaki diabetik sulit untuk menilai kedalaman ulkus terutama bila ada
nanah dan kelopak yang menutupi. Pemeriksaan sinar X sangat membantu untuk
menentukan kedalaman ulserasi kaki dan untuk menilai adanya infeksi tulang atau
neuroartropati di sistem saraf. Radiogarfi dapat menentukan adanya erosi tulang,
fraktur, subluksasi/dislokasi beberapa persendian dan osteosklerotik (Singh dkk,
2013).

Terdapat beberapa klasifikasi untuk menentukan ulkus diabetes berdasarkan ukuran,


kedalaman, lokasi, adanya infeksi dan iskemia. Klasifikasi yang paling sering digunakan
yaitu klasifikasi Meggit-Wagner yaitu (Doupis & Alexiadou, 2012):
Grade 0 : lesi epitelisasi komplit pre atau post ulseratif
Grade 1 : lesi superfisial terbatas pada dermis
Grade 2 : Ulkus mengenai lapisan subcutis, tendon/tulang tanpa adanya
osteomielitis/pembentukan abses
Grade 3 : Ulkus dalam dengan osteomielitis/pembentukan abses
Grade 4 : Gangren lokal pada ujung kaki
Grade 5 : Gangren kaki extensif

F. Penatalaksanaan
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan kaki diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan kulit)
dan pencegahan kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus/gangren diabetik) (Kartika, 2017).

Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu dilakukan
setiap saat. Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan
pemeriksaan dini setiap ada luka pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat.
Deformitas (stadium 2 dan 5) perlu sepatu/ alas kaki khusus agar meratakan penyebaran
tekanan pada kaki.

Pencegahan Sekunder
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama multidisipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan baik dan dikelola bersama, meliputi:

a. Wound control

b. Microbiological control-infection control

c. Mechanical control-pressure control

d. Educational control

Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian aterosklerosis (jantung, otak), obat seperti
aspirin yang dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk kaki DM. Namun, sampai
saat ini belum ada bukti kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pembuluh darah kaki penyandang DM.
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau kondisi klaudikasio intermitten
hebat, maka tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan, diperlukan
pemeriksaan arteriografi. Untuk oklusi panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.
Untuk oklusi pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular. Pada keadaan sumbatan akut
dapat dilakukan tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi
daerah distal dapat diperbaiki, sehingga pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Terapi
hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi
jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi adjuvan. Masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.

Wound Control
Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka
harus secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement adekuat.
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan
tempat untuk bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan debridement. Debridement yang baik
dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan
sangat mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangren. Debridement dapat dilakukan
dengan beberapa metode seperti mekanikal, surgikal, enzimatik, autolisis, dan biokemis.
Cara paling efektif adalah dengan metode autolysis debridement. Autolysis debridement
adalah cara peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan
luka harus lembap. Pada keadaan lembap, enzim proteolitik secara selektif akan melepas
jaringan nekrosis, sehingga mudah lepas dengan sendirinya atau dibantu secara surgikal
atau mekanikal. Pilihan lain dengan menggunakan maggot. Saat ini terdapat banyak macam
dressing (pembalut) yang dapat dimanfaatkan sesuai keadaan luka dan letak luka. Dressing
mengandung komponen zat penyerap, seperti carbonated dressing, alginate dressing akan
bermanfaat pada luka yang masih produktif. Hydrophilic fiber dressing atau silver
impregnated dressing bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi.

Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
cairan normal saline sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai bagian dari dressing.
Berbagai cara debridement non-surgikal seperti preparat enzim dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik. Jika luka sudah lebih baik dan tidak
terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing dapat dipertahankan beberapa hari.
Untuk kesembuhan luka kronik seperti luka kaki diabetes, suasana kondusif sekitar
luka harus dipertahankan. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka
tidak akan beranjak ke proses selanjutnya. Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai
kasa yang dibasahi dengan normal saline. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat
dimanfaatkan untuk wound control, seperti: dermagrafi, apligraft, growth factor, protease
inhibitor, dan sebagainya, untuk mempercepat kesembuhan luka. Terapi hiperbarik
oksigen efikasinya masih minimal.

Microbiological Control
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan infeksi
bakteri multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan hasil biakan
kuman dan resistensinya. Lini pertama antibiotik spectrum luas, mencakup kuman gram
negatif dan positif (misalnya sefalosporin), dikombinasi dengan obat terhadap kuman
anaerob (misalnya metronidazole.

Pressure Control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight bearing), luka selalu
mendapat tekanan, sehingga tidak akan sempat menyembuh, apalagi bila terletak di plantar
seperti pada kaki Charcot. Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan
pada luka seperti:

a. Dekompresi ulkus/gangren dengan insisi abses

b. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection,
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.

Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia


(Perkeni, 2015), penanganan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera mungkin.
Komponen penting dalam pengelolaan ulkus diabetik adalah:
i. Kendali metabolik
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian kadar
glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin dan sebagainya.
ii. Kendali vaskular
Perbaikan asupan vaskular (dengan operasi atau angioplasti) biasanya dibutuhkan
pada keadaan ulkus iskemik.
iii. Kendali infeksi
Jika terlihat adanya tanda infeksi harus diberikan pengobatan infeksi secara
agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil usap namun tidak
terdapat tada klinis, bukan merupakan infeksi)
iv. Kendali luka
Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan lokal pada
luka, termasuk kontrol infeksi dengan konsep TIME:
T : Tissue debridement
I : Inflammation and Infection Control
M : Moisture balance
E : Epithelial edge advancement
v. Kendali tekanan
Mengurangi tekanan pada kaki, karena tekanan yang berulang dapat menyebabkan
ulkus sehingga harus dihindari. Mengurangi tekanan merupakan hal sangat
penting yang dilakukan pada ulkus neuropatik . Pembuangan kalus dan memakai
sepatu dengan ukuran yang sesuai dapat mengurangi tekanan.
vi. Penyuluhan
Penyuluhan yang baik yaitu seluruh pasien denga diabetes perlu diberikan edukasi
mengenai perawatan kaki secara mandiri.

G. Prognosis
Prognosis ulkus pedis pada pasien DM sangat tergantung dari usia, karena semakin
tua usia penderita DM semakin mudah untuk mengalami komplikasi lebih lanjut pada kaki
dan tungkainya. Selain usia, faktor-faktor seperti lamanya menderita DM, infeksi berat,
derajat kualitas sirkulasi juga mempengaruhi pilihan penatalaksanaan dan penyembuhan luka.
Pasien dengan ulkus yang sudah disertai jaringan nekrotik, memerlukan amputasi sehingga
dapat mencegah penyebaran dari ulkus itu sendiri. Prognosis dari pasien paska amputasi
adalah sebanyak 14,3% pasien meninggal setahun setelah amputasi dan 37% meninggal 37%
setelah amputasi (Sudoyo, 2009).

H. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi akut dan kronik yang dijelaskan
sebagai berikut (Depkes RI, 2005):
1. Akut
a. Ketoasidosis diabetikum
b. Hiperosmolar non ketotik
c. Hipoglikemia
2. Kronik
a. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah perifer
Pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati
Pembuluh darah kapiler retina
Pembuluh darah kapiler ginjal
Neuropati
c. Lain lain :
Kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetikum
Disfungsi ereksi

KESIMPULAN
1. Pasien Ny. S 48 tahun diagnosis Ulkus Diabetikum dan riwayat DM. Pasien
dinyatakan menderita Ulkus Diabetikum berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
2. Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi yang paling signifikan, penyakit
tersebut didefinisikan sebagai kaki yang mengalami ulserasi terkait dengan adanya
neuropati dan atau penyakit arteri perifer pada anggota tubuh bagian bawah pasien
penderita diabetes.
3. Faktor risiko dari Ulkus diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
4. Tujuan pengobatan Ulkus Diabetikum adalah penutupan luka dan pencegahan
amputasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abougalambou, S.S.I, Hassali, M.A., Sulaiman, S.A.S, Abougalambou, A.S.


(2011). Prevalence of Vasculer complication among type 2 Diabetes
Mellitus Outpatient at Teaching Hospital in Malaysia. J Diabetes &
Metabolism. 12, 1, 1000115
Boulton, A. J. M., Armstrong, D.G, Albert, S.F., Frygberg, R.G., Heman, R.,
Kirkman, M.S... Wukich. (2008). Comprehemsive Foot Examination and
Risk Assesment. American Diabetes Association: Diabetes care. 31, 1, S
143-145, September
Clayton, W. & Elasy, T.W. 2009. A Review of Pathophysiology, Classification,
and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Diabetes.
27(2): 52-58.
Depkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia.
Doupis, J & Alexiadou, K 2012, ‘Management of DiabeticFoot Ulcers’ Diabetes
Ther, Vol. 3, no. 4
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3508111/

Frygberk, R. G., Armstrong, D.G., Driver, V.R, Gurini, J. M., Kravitzs, S.R...
Vanore, J.V. (2006). Diabetic Foot Disorders A Clinical Practice
Giudelines. The Journal of Foot and Ankle Surgery. 45, 5, an official
Publication of the American Collage of Foot and Ankle Surgeons

Lewis, L.S., Drksen, S.r., Heitkemper, M.M, Bucher, L., Camera, I.M., (2001).
Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical
Problem. Vol 1. (8th ed). Elsivier Mosby

Nasional Diabetes Programme Clinical Strategy and Programmers Directorate.


(2011). Model of care for the diabetic foot. National Diabetes Programme
Working Group Health Service Executive

Perkeni 2015, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di


Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta
http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf

18
Price, Sylvia A..2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
4. Jakarta: EGC.
Rowe, LP 2017, Diabetic Ulcers, diakses pada 24 September 2017,
http://emedicine.medscape.com/article/460282-overview

Smeltzer S. C. & Bare, B.G. (2008). Brunner & Sudarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott-Raven Publishers

Sieggreen, M.Y. (2006). Set Up Care for Foot Diabetic. Nursing Management.
June, www.nursingmanagemen.com. Tanggal akses 25 September 2017

Singh, S, Pai, DR & Yunhui, C 2013, ‘Diabetic Foot Ulcer – Diagnostic and
Management’ Clinical Research on Foot and Ankle, Vol. 1, no. 3
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.934.2568&rep=
rep1&type=pdf

Suastika, K. Diabetik Foot: A Major Medical, Social and Economic Problem In


Patient With Diabetes. The Indonesian Journal of Internal Medicine 2005;
37 (4)
Sudoyo, A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing
The American Podiatric Medical Association Diabetes (APMA), 2006. Diabetic
Wound Care: Your Pediatric Physician Talks About Diabetik Wound Care,
What Is A Diabetik Foot Ulcer

19

Anda mungkin juga menyukai