Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama
selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomi.
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa adanya kesehatan yang baik maka tidak akan ada
masyarakat yang produktif. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan
merupakan suatu hal yang bernilai sangat insentif. Nilai investasinya terletak
pada tersedianya sumber daya yang senantiasa “siap pakai” dan terhindar dari
ancaman penyakit. Di Indonesia sendiri tak bisa dipungkiri bahwa trend
pembangunan kesehatan bergulir mengikuti pola rezim penguasa. Ketika
pemerintah negeri ini hanya memandang sebelah mata pada pembangunan
kesehatan, maka kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat akan menjadi
sangat memprihatinkan.
Salah satu sub sistem kesehatan nasional adalah subsistem pembiayaan
kesehatan. Jika ditinjau dari dari defenisi sehat, sebagaimana yang dimaksud oleh
WHO, maka pembiayaan pembangunan perumahan dan atau pembiayaan
pengadaan pangan, yang karena juga memiliki dampak terhadap derajat
kesehatan, seharusnya turut pula diperhitungkan. Pada akhir akhir ini, dengan
makin kompleksnya pelayanan kesehatan serta makin langkanya sumber dana

1
yang tersedia, maka perhatian terhadap sub sistem pembiayaan kesehatan makin
meningkat. Pembahasan tentang subsistem pembiayaan kesehatan ini tercakup
dalam suatu cabang ilmu khusus yang dikenal dengan nama ekonomi kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1. jelaskan fungsi sistem pembiayaan kesehatan dalam kesehatan ?
2. Jelaskan sumber pembiayaan kesehatan Nasional ?
3. Jelaskan macam-macam sistem pembiayaan kesehatan nasional?
4. Jelaskan syarat pokok pembiayaan kesehatan ?
5. Jelaskan fungsi sistem pembiayaan kesehatan ?
6. Jelaskan Masalah Pokok Pembiayaan Kesehatan dan Upaya Penyelesainnya
7. Jelaskan pengertian tarif rasional ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui fungsi sistem kesehatan dalam kesehatan
2. Untuk mengetahui sumber pembiayaan kesehatan Nasional
3. Untuk mengetahui macam-macam sistem pembiayaan nasional
4. Untuk mengetahui syarat pokok pembiayaan kesehatan
5. Untuk mengetahui fungsi sistem pembiayaan kesehatan
6. Untuk mengetahui masalah pokok pembiayaan kesehatan dan upaya
penyelesainnya
7. Untuk mengetahui pengertian dari tarif rasional

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembiayaan Kesehatan


Kesehatan ialah besarnya dana yang harus di sediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Azrul Azwar :
1996) Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang
mengatur tentang besarnya alokasi dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Helda : 2011)
Sedangkan,
Sub sistem Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangan secara
terpadu dan saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. (Ana Faiza : 2013) Dari beberapa pendapat mengenai
Pembiayaan Kesehatan diatas, terlihat bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari
beberapa sudut, yaitu :
1) Penyedia Pelayanan Kesehatan Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut
penyedia pelayanan (Health Provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.Dengan pengertian yang seperti
ini tampak bahwa kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan
utama pemerintah dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan.
2) Pemakai Jasa Pelayanan Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut pemakai jalan
pelayanan (Health Consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Berbeda dengan pengertian pertama, maka
biaya kesehatan di sini menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan.

3
Dalam batas-batas tertentu, pemerintah juga turut mempersoalkannya, yakni dalam
rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
yang membutuhkannya
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami
bahwa pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan
kesehatan (health provider ) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (health
consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih
menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya
kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, pengertian biaya
kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai dengan terdapatnya perbedaan pengertian
yang seperti ini, tentu mudah diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung
sebagai biaya kesehatan tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan
penyedia pelayanan kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih
menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost ) serta seluruh biaya
operasional (operational cost ) yang harus disediakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih
menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket ) untuk dapat
memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh seluruh
pemakai jasa pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi penyedia
pelayan kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh
penyedia pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti penyelenggaraan upaya
kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit). Tetapi apabila sebaliknya,
maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami kerugian
(loss).
Perhitungan total biaya kesehatan satu negara sangat tergantung dari besarnya
dana yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak tersebut. Hanya saja, karena pada
umumnya pihak penyedia pelayanan kesehatan terutama yang diselenggrakan oleh

4
ihak swasta tidak ingin mengalami kerugian, dan karena itu setiap pengeluaran
telah diperhitungkan terhadap jasa pelayanan yang akan diselenggarakan, maka
perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih banyak didasarkan pada jumlah
dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan kesehatan saja.
Di samping itu, karena di setiap negara selalu ditemukan peranan pemerintah,
maka dalam memperhitungkan jumlah dana yang beredar di sektor pemerintah.
Tetapi karena pada upaya kesehatan pemerintah selalu ditemukan adanya subsidi,
maka cara perhitungan yang dipergunakan tidaklah sama. Total biaya kesehatan
dari sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh
para pemakai jasa, dan karena itu merupakan pendapatan (income) pemerintah,
melainkan dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah (expenses) untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Dari uraian ini menjadi jelaslah untuk dapat menghitung besarnya total biaya
kesehatan yang berlaku di suatu negara, ada dua pedoman yang dipakai. Pertama,
besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan untuk sektor
swasta. Kedua, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan
kesehatan untuk sektor pemerintah. Total biaya kesehatan adalah hasil dari
penjumlahan dari kedua pengeluaran tersebut.
B. Sumber Pembiayaan Kesehatan Nasional
Telah kita ketahui bersama bahwa sumber pembiayaan untuk penyediaan
fasilitas-fasilitas kesehatan melibatkan dua pihak utama yaitu pemerintah (public)
dan swasta (private). Kini masih diperdebatkan apakah kesehatan itu sebenarnya
barang public atau private mengingat bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan yang
dipegang oleh pihak swasta (private) cenderung bersifat komersil. Di sebagian
besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas
kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit
swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh
pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Hal ini tentunya
akan menjadi kendala terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.

5
Tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-
fasilitas kesehatan swasta tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian
besar masyarakat Indonesia yang tergolong menengah ke bawah.
Sebelum desentralisasi alokasi anggaran kesehatan dilakukan
oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model negosiasi ke provinsi-
provinsi. Ketika sifat big-bang kebijakan desentralisasi mengenai sektor kesehatan,
tiba-tiba menjadi alokasi anggaran pembangunan yang disebut dana alokasi umum
(DAU). Dan yang mengejutkan bahwa anggaran kesehatan eksplisit tidak
dimasukan di dalam formula DAU. Akibatnya, dinas kesehatan berjuang
mendapatkan anggaran untuk sektor kesehatan sendiri. Pemerintah di sektor
kesehatan harus merencanakan dan menganggarkan program kesehatan,
dan bersaing untuk mendapatkan dana dengan sektor lain.
Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara lain.
Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh
pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan
disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum
baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
Anggaran yang bersumber dari pemerintah ini dibagi juga menjadi :
a. Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM
dan ABT
b. Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)
c. Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau kota
(PAD ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan DAK
kabupaten atau kota
d. Keuntungan badan usaha milik daerah

6
e. Penjualan aset dan obligasi daerah
f. Hutang pemerintah daerah
2. Bersumber dari anggaran masyarakat
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan
agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan
maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan
penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan
atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.
Contohnya CSR atau Corporate Social Reponsibility) dan pengeluaran rumah
tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem asuransi.
Dana yang bersumber dari swasta antara lain :
a. Perusahaan swasta
b. Lembaga swadaya masyarakat
c. Dana kemanusiaan (charity)
8. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-
penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya
oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari
luar negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO
kepada negara-negara berkembang (termasuk Indonesia).
9. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat
mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan
kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung
sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi.
Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan
yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan. Dengan ikut sertanya
masyarakat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka ditemukan pelayanan

7
kesehatan swasta. Selanjutnya dengan diikutsertakannya masyarakat membiayai
pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan tidaklah cuma-
cuma.
Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang
dimanfaatkannya. Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang
mengikutsertakan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak
ditemukan satu negara pun yang pemerintah sepenuhnya tidak ikut serta. Pada
negara yang peranan swastanya sangat dominan pun peranan pemerintah tetap
ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya kesehatan masyarakat, dan
ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang menyangkut kepentingan
masyarakat yang kurang mampu.
C. Macam-macam Sistem Pembiayaan Kesehatan Nasional
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem
yaitu:
1. Fee for Service ( Out of Pocket ) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem
pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu
membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah
sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan,
semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem
pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health
Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih
bergantung pada system Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti
sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah
terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
memanfaatkan hubungan Agency Relationship, dimana PPK mendapat imbalan
berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang
besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang
ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang

8
ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong
untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan
imbalan jasa yang lebih banyak.
2. Insurance Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan
oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat.
Sistem health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose
Related Group (DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran
untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan
per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu.
Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan
oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran
di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unicost)
tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM
(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Sistem kedua yaitu DRG
(Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system kapitasi di atas. Pada
system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami
pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis
tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah
dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan
pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK. Kelemahan dari system
Health Insurance adalah dapat terjadinya underutilization dimana dapat terjadi
penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung
dalam system ini, maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik
kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya
pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu
tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan
multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kearah preventif dan
promotif kesehatan.

9
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem
kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan
sistem pembayaran berdasarkan layanan ( Fee for Service) yang selama ini
berlaku. Hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia. Tentu saja
karena masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi
yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa
terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih
banyak memilah peserta asuransi dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi
dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi.
Untuk mencapai terjadinya pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang
bersifat wajib dimana penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan
membantu mereka yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai
kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam
pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem
kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem
pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan
aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi
dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat
terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di
Indonesia
D. Syarat Pokok Pembiayaan Kesehatan
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni
1.Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang
cukup. Yang dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua

10
upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin
memanfaatkannya.
2. Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang
tersedia tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan
penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
3. Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak
mendapat pengaturan yang optimal, niscaya akan banyak menimbulkan masalah,
yang jika berkelanjutan akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kesehatan.
Untuk dapat melaksanakan syarat-syarat pokok tersebut maka perlu dilakukan
beberapa hal, yakni :
1) Peningkatan Efektifitas
Peningkatan efektifitas dilakukan dengan mengubah penyebaran atau alokasi
penggunaan sumber dana. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki, maka
alokasi tersebut lebih diutamakan pada upaya kesehatan yang menghasilkan
dampak yang lebih besar, misalnya mengutamakan upaya pencegahan, bukan
pengobatan penyakit.
2) Peningkatan Efisiensi
Peningkatan efisiensi dilakukan dengan memperkenalkan berbagai
mekanisme pengawasan dan pengendalian. Mekanisme yang dimaksud untuk
peningkatan efisiensi antara lain:
a. Standar minimal pelayanan. Tujuannya adalah menghindari pemborosan.
Pada dasarnya ada dua macam standar minimal yang sering dipergunakan
yakni:
1) Standar minimal sarana, misalnya standar minimal rumah sakit dan standar
minimal laboratorium.

11
2) Standar minimal tindakan, misalnya tata cara pengobatan dan perawatan
penderita, dan daftar obat-obat esensial.
b. Kerjasama. Bentuk lain yang diperkenalkan untuk meningkatkan efisiensi
ialah memperkenalkan konsep kerjasama antar berbagai sarana pelayanan
kesehatan. Terdapat dua bentuk kerjasama yang dapat dilakukan yakni:
a) Kerjasama institusi, misalnya sepakat secara bersama-sama membeli
peralatan kedokteran yang mahal dan jarang dipergunakan. Dengan
pembelian dan pemakaian bersama ini dapat dihematkan dana yang
tersedia serta dapat pula dihindari penggunaan peralatan yang rendah.
Dengan demikian efisiensi juga akan meningkat.
b) Kerjasama sistem, misalnya sistem rujukan, yakni adanya hubungan
kerjasama timbal balik antara satu sarana kesehatan dengan sarana
kesehatan lainnya.
E. Fungsi Sistem Pembiayaan Kesehatan
Fungsi pembiayaan kesehatan antara lain :
1. Penggalian dana
a. Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Sumber dana
untuk UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah,
melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman serta berbagai
sumber lainnya. Sumber dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah
swasta serta masyarakat. Sumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan
prinsip public-private patnership yang didukung dengan pemberian insentif,
misalnya keringanan pajak untuk setiap dana yang disumbangkan. Sumber dana
dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri guna membiayai
upaya kesehatan masyarakat, misalnya dalam bentuk dana sehat atau dilakukan
secara pasif yakni menambahkan aspek kesehatan dalam rencana pengeluaran
dari dana yang sudah terkumpul di masyarakat, contohnya dana sosial
keagamaan.

12
b. Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) berasal dari
masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat rentan
dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah melalui
mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
2. Pengalokasian dana
a. Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal dari pemerintah
untuk UKM dan UKP dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja baik pusat maupun daerah sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15%
dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya.
b. Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat untuk UKM
dilaksanakan berdasarkan asas gotong royong sesuai dengan kemampuan.
Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan dalam program jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib dan atau sukarela.
3. Pembelanjaan
a. Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-private patnership digunakan
untuk membiayai UKM.
b. Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari Dana Sehat dan Dana Sosial
Keagamaan digunakan untuk membiayai UKM dan UKP.
c. Pembelajaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan kesehatan
keluarga miskin dilaksanakan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib.
Fungsi pembiayaan kesehatan dalam sistem kesehatan merupakan sebuah
fungsi penting dalam sebuah sistem kesehatan, dalam fungsi pembiayaan
kesehatan ada 3 fungsi penting yang berperan yaitu: revenue
collection, pooling dan purchasing. Pada artikel kali ini akan dijelaskan teori
ideal fungsi pembiayaan kesehatan dari sebuah sistem dengan skema asuransi
kesehatan social (social health insurance)
1. Revenue Collection
Revenue collection atau sumber pembiayaan dapat didefinisikan sebagai proses
dimana sebuah sistem kesehatan menerima uang baik dari rumah tangga,

13
perusahaan, pemerintah dan organisasi lainnya, dalam hal ini termasuk donor. Hal
ini tidak hanya terkait dengan menjamin ketersediaan sumber daya (dana), namun
juga bagaimana target dari aksesibilitas keuangan universal dari pelayanan
kesehatan tercapai. Hal ini karena cara pendapatan (revenue) dikumpulkan
mempengaruhi aksesibilitas keuangan. Masalah desain utama pada pengumpulan
pendapatan adalah cakupan populasi dan metode pembiayaan. (Norman & Weber,
2009)
Berikut Komponen Metode Pembiayaan:
a) Level dan Jenis Pendanaan
Jenis Pendanaan harus menghasilkan sumber dana yang memadai dan
berkelanjutan, sehingga sistem pembiayaan dapat beroperasi dengan efektif.
b) Progresivitas dan solidaritas
Pilar Penting dari sistem pembiayaan kesehatan terutama bagi skema social
health insurance yaitu pada aspek progresivitas dan solidaritas, aspek ini
berkaitan dengan kontribusi berdasarkan kemampuan membayar (Ability to
pay) masyarakat/peserta, dan hal ini dapat dicapai dengan sistem pembayaran
berdasarkan income/pendapatan, bukan berdasarkan premi flat yang regresif.
c) Risk Protection
Untuk meningkatkan dalam sistem pembiayaan kesehatan, harus memastikan
metode pembiayaan yang memiliki perlindungan finansial yang memadai
terhadap biaya pelayanan kesehatan.
Tingkat prepayment harus tinggi dan jumlah rumah tangga yang mengalami
pengeluaran kesehatan katastrofik harus mendekati nol (0).
d) Cakupan Populasi
Jika suatu Negara telah memilih sistem Social Health Insurance dalam
mencapai universal health coverage. Isu permasalahannya terletak pada
bagaimana cakupan populasi pada asuransi kesehatan sosial tersebut. Kenaikan
persentase cakupan yang lebih besar akan terjadi seiring dengan berjalannya

14
waktu dengan semakin baik kinerja pelayanan dan terciptanya kesetaraan
(equity) dalam pelayanan kesehatan.
2. Pooling (sharing the risk)
Pooling atau penyebaran risiko merupakan akumulasi dan manajemen sumber
pendanaan untuk membatasi pembayaran oleh individu pada pelayanan kesehatan.
Diharapkan dengan adanya mekanisme pooling yang baik dan luas sehingga
individu tidak lagi menanggung risiko mereka sendiri.
Pooling risk, perlindungan keuangan dan kesehatan pooling risk merupakan
kontribusi yang dikumpulkan agar biaya perawatan kesehatan dimiliki oleh semua
(ditanggung bersama) dan tidak di tanggung oleh individu pada saat mereka jatuh
sakit. Hal ini memerlukan solidaritas di dalam masyarakat (World Bank, 2006).
Definisi lain bahwa pooling merupakan kontribusi yang digunakan untuk
membeli atau menyediakan intervensi kesehatan yang tepat dan efektif (WHO,
2005). Dalam Peta Jalan Menuju JKN (2012), risk pooling (kegotong-royongan )
adalah upaya bersama agar semua penduduk berkontribusi (membayar iuran/
pajak) agar terkumpul (pool ) dana untuk membiayai pengobatan siapa saja yang
sakit. Definisi pooling Risk memang sering tidak jelas. Memastikan perlindungan
finansial berarti bahwa tidak ada rumah tangga yang harus memberikan kontribusi
pada program kesehatan sehingga yang bersangkutan akan jatuh ke dalam dan
tidak bisa mengatasi kemiskinan ( ILO / STEP 2002). Mencapai tingkat
perlindungan yang memadai membutuhkan pooling yang mampu melakukan
penyatuan terbesar dari risiko kesehatan dalam suatu populasi , sehingga
memfasilitasi redistribusi antara individu yang beresiko tinggi dan individu yang
berisiko rendah. Prinsip equity juga mensyarakatkan agar dalam proses pooling
tersebut ada masyarakat yang berpenghasilan tinggiyang masuk namun
mempunyai status kesehatan yang cukup.
Dalam sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia fungsi pooling risk dapat
melibatkan kementerian kesehatan atau pelayanan kesehatan nasional, organisasi
jaminan sosial, asuransi kesehatan swasta sukarela, dan asuransi kesehatan

15
berbasis masyarakat (seperti Jamkesda atau yang lainnya). Pooling risk dilakukan
oleh Pemerintah pada APBD Daerah dan APBN Pusat untuk pelayanan kesehatan.
DI dalam proses penyusunan APBN dan APBD pooling risk dapat ditetapkan
untuk membantu masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan mempunyai
kemampuan membayar rendah melalui perencanaan yang rasional.
Sementara itu pooling di BPJS Kesehatan ada kemungkinan tidak
memberikan komposisi yang baik. Peserta non-PBI yang mandiri ada
kemungkinan berasal dari kelompok masyarakat yangsudah sakit atau cenderung
sakit. Sementara yang sehat cenderung tidak masuk atau mempunyai asuransi
kesehatan sendiri di luar BPJS. Hal ini dapat disebut sebagai contoh dari proses
adverse selection. Sementara itu pooling the risk untuk pelayanan kesehan di
badan asuransi swasta cenderung hanya untuk mereka yang mampu dan sehat.
Keadaan ini yang perlu diperhatikan.
3. Purchasing
Purchasing merupakan sebuah proses dimana kontribusi yang telah
dikumpulkan digunakan untuk membayar penyedia pelayanan kesehatan
berdasarkan satu set pelayanan kesehatan yang diberikan. Purchasing bisa secara
pasif atau strategik, pembelian pasif hanya mengikuti anggaran yang telah
ditentukan atau membayar tagihan ketika tagihan diberikan. Pembelian strategik
lebih menjadi pilihan, karena melibatkan pencarian yang terus menerus untuk
mendapatkan metode pembelian dan penyedia pelayanan kesehatan terbaik.
Masalah desain utama dalam pembelian adalah pada paket manfaat, organisasi
penyedia jasa, mekanisme pembayaran penyedia pelayanan dan efisiensi
operasional/administrasi. (Norman & Weber, 2009).
Purchasing didefinisikan sebagai kontribusi yang digunakan untuk membeli atau
menyediakan intervensi kesehatan yang tepat dan efektif (WHO, 2005). Pembelian
di sini terkadang disebut sisi suply pada pendanaan meliputi beberapa perjanjian
yang digunakan oleh pembeli layanan kesehatan untuk membayar kepada

16
penyedia pelayanan kesehatan (World Bank, 2006). Perjanjian ini bisa terdiri dari
berbagai macam jenisnya.
Beberapa penyedia layanan kesehatan milik pemerintah dan organisasi sosial
memberikan pelayanan kesehatan kepada pegawai publik dengan model
pembayarannya bisa dilakukan secara langsung maupun kontrak perjanjian dari
penyedia swasta ataupun milik pemerintah.
Belanja layanan kesehatan (purchasing of services) harus dilakukan secermat
dan sehemat mungkin agar Dana Amanat mencukupi dan tidak terjadi pemborosan
(optimal resources) . Semakin luas (komprehensif ) manfaat jaminan kesehatan
semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk efisiensi belanja layanan kesehatan,
cara-cara pembayaran/pembelian layanan kesehatan dari fasilitas kesehatan publik
maupun swasta harus diatur agar tidak terjadi pemborosan atau belanja layanan
yang tidak perlu (moral hazard atau fraud ).
Dalam konteks ini, UU SJSN telah merumuskan cara-cara pembayaran yang
efisien (prospektif seperti kapitasi, budget dan berbasis diagnosis) yang bervariasi
di berbagai wilayah untuk menggambarkan perbedaan biaya hidup atau harga
barang-barang dan tenaga kesehatan (Peta JKN, 2012). Peningkatan efisiensi (baik
secara teknis dan alokatif) dari pengaturan pembelian memberikan nilai yang lebih
baik. Oleh karena itu penting menyediakan cara untuk memperoleh tambahan
"pembiayaan" dalam sistem kesehatan (Hensher 2001).
Dalam konteks pembelian ini yang meliputi paket manfaat, daftar tarif,
kontrak provider, akreditasi, mekanisme pembayaran ke pengguna, mekanisme
klaim, sistem pencegahan fraud, dan lain sebagainya, terlihat ada potensi masalah.
Ketidak merataan pelayanan kesehatan dan adanya pembagian Regional 1 sampai
Regional V dalam pelaksanaan INA-CBG sudah menunjukkan bahwa walaupun
ada dana dari pemerintah, terdapat keterbatasan manfaat. Hal ini dapat mengancam
tercapainya universal coverage.

17
F. Masalah Pokok Pembiayaan Kesehatan dan Upaya Penyelesainnya
Jika diperhatikan syarat pokok pembiayaan kesehatan sebagaimana
dikemukakan di atas, segera terlihat bahwa untuk memenuhinya tidaklah semudah
yang diperkirakan. Sebagai akibat makin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan dan juga karena telah dipergunakarmya berbagai peralatan
canggih, menyebabkan pelayanan kesehatan semakin bertambah komplek.
Kesemuanya ini disatu pihak memang mendatangkan banyak keuntungan yakni
makin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, namun di pihak lain temyata
juga mendatangkan banyak masalah. Adapun berbagai masalah tersebut jika
ditinjau dari sudut pembiayaan kesehatan secara sederhana dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Kurangnya dana yang tersedia
Di banyak negara terutama di negara yang sedang berkembang, dana yang
disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tidaklah memadai.
Rendahnya alokasi anggaran ini kait berkait dengan masih kurangnya
kesadaran pengambil keputusan akan pentingnya arti kesehatan. Kebanyakan
dari pengambilan keputusan menganggap pelayanan kesehatan tidak bersifat
produktif melainkan bersifat konsumtif dan karena itu kurang diprioritaskan.
Kita dapat mengambil contoh di Indonesia misalnya, jumlah dana yang
disediakan hanya berkisar antara 2 – 3% dari total anggaran belanja dalam
setahun.
2) Penyebaran dana yang tidak sesuai
Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana yang tidak sesuai, karena
kebanyakan justru beredar di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari
penyebaran penduduk, terutama di negara yang sedang berkembang,
kebanyakan penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan.
3) Pemanfaatan dana yang tidak tepat
Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan salah satu masalah yang
dihadapi dalam pembiayaan kesehatan ini. Adalah mengejutkan bahwa di

18
banyak negara tenyata biaya pelayanan kedokterannya jauh lebih tinggi dari
pada pelayanan kesehatan masyarakat. Padahal semua pihak telah mengetahui
bahwa pelayanan kedokteran dipandang kurang efektif dari pada pelayanan
kesehatan masyarakat.
4) Pengelolaan dana yang belum sempurna
Seandainya dana yang tersedia amat terbatas, penyebaran dan pemanfaatannya
belum begitu sempuma, namun jika apa yang dimiliki tersebut dapat dikelola
dengan baik, dalam batas-batas tertentu tujuan dari pelayanan kesehatan masih
dapat dicapai. Sayangnya kehendak yang seperti ini sulit diwujudkan.
Penyebab utamanya ialah karena pengelolaannya memang belum sempurna,
yang kait berkait tidak hanya dengan pengetahuan dan keterampilan yang
masih terbatas, tetapi juga ada kaitannya dengan sikap mental para pengelola.
5) Biaya kesehatan yang makin meningkat
Masalah lain yang dihadapi oleh pembiayaan kesehatan ialah makin
meningkatnya biaya pelayanan kesehatan itu sendiri. Banyak penyebab yang
berperanan di sini, beberapa yang terpenting adalah (Cambridge Research
Institute, 1976; Sorkin, 1975 dan Feldstein, 1988):
a. Tingkat inflasi. Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh
tingkat inflasi yang terjadi di masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga di
masyarakat, maka secara otomatis biaya investasi dan biaya operasional
pelayanan kesehatan masyarakat akan meningkat.
b. Tingkat permintaan. Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh
tingkat permintaan yang ditemukan di masyarakat. Untuk bidang kesehatan
peningkatan permintaan tersebut dipengaruhi setidak-tidaknya oleh dua
faktor. Pertama, karena meningkatnya kuantitas penduduk yang memerlukan
pelayanan kesehatan, yang karena jumlah orangnya lebih banyak
menyebabkan biaya yang harus disediakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan akan lebih banyak pula. Kedua, karena meningkatnya
kualitas penduduk, yang karena pendidikan dan penghasilannya lebih baik,

19
membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih baik pula. Kedua keadaan
yang seperti ini, tentu akan besar penga ruhnya pada peningkatan biaya
kesehatan.
c. Kemajuan ilmu dan teknologi. Meningkatnya biaya kesehatan sangat
dipengaruhi oleh pemanfaatan berbagai ilmu dan teknologi, yang untuk
pelayanan kesehatan ditandai dengan makin banyaknya dipergunakan
berbagai peralatan modern dan canggih.
d. Perubahan pola penyakit. Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi
oleh terjadinya perubahan pola penyakit dimasyarakat. Jika dahulu banyak
ditemukan berbagai penyakit yang bersifat akut, maka pada saat ini telah
banyak ditemukan berbaga penyakit yang bersifat kronis. Dibandingkan
dengan berbagai penyakit akut, perawatan berbagai penyakit kronis ini
temyata lebih lama. Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan
penyembuhan penyakit akan lebih banyak pula. Apabila penyakit yang
seperti ini banyak ditemukan, tidak mengherankan jika kemudian biaya
kesehatan akan meningkat dengan pesat.
e. Perubahan pola pelayanan kesehatan. Meningkatnya biaya kesehatan sangat
dipengaruhi oleh perubahan pola pelayanan kesehatan. Pada saat ini sebagai
akibat dari perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi menyebabkan
pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak (fragmented health services)
dan satu sama lain tidak berhubungan. Akibatnya, tidak mengherankan jika
kemudian sering dilakukan pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang
yang pada akhirya akan membebani pasien. Lebih dari pada itu sebagai
akibat makin banyak dipergunakanya para spesialis dan subspesialis
menyebabkan hari perawatan juga akan meningkat. Penelitian yang
dilakukan Olell Feklstein (1971) menyebutkan jika Rumah Sakit lebih
banyak mempergunakan dokter umum, maka Rumah Sakit tersebut akan
berhasil menghemat tidak kurang dari US$ 39.000 per tahun per dokter

20
umum, dibandingkan jika Rumah Sakit tersebut mempergunakan dokter
spesialis dan atau subspesialis.
Untuk mengatasi berbagai masalah sebagaimana dikemukakan, telah
dilakukan berbagai upaya penyelesaian yang memungkinkan. Berbagai
upaya yang dimaksud secara sederhana dapat dibedakan atas beberapa
macam yakni :
1) Upaya meningkatkan jumlah dana
a) Terhadap pemerintah, meningkatkan alokasi biaya kesehatan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.
b) Terhadap badan-badan lain di luar pemerintah, menghimpun dana dari
sumber masyarakat serta bantuan luar negri.
2) Upaya memperbaiki penyebaran, pemanfaatan dan pengelolaan dana
a) Penyempurnaan sistem pelayanan, misalnya lebih mengutamakan
pelayanan kesehatan masyarakat dan atau melaksanakan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.
b) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga pengelola.
3) Upaya mengendalikan biaya kesehatan
a) Memperlakukan peraturan sertifikasi kebutuhan, dimana penambahan
sarana atau fasilitas kesehatan hanya dapat dibenarkan jika dibuktikan
dengan adanya kebutuhan masyarakat. Dengan diberlalukannya
peraturan ini maka dapat dihindari berdiri atau dibelinya berbagai
sarana kesehatan secara berlebihan
b) Memperlakukan peraturan studi kelayakan, dimana penambahan
sarana dan fasilitas yang baru hanya dibenarkan apabila dapat
dibuktikan bahwa sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut
dapat menyelenggarakan kegiatannya dengan tarif pelayanan yang
bersifat sosial.
c) Memperlakukan peraturan pengembangan yang terencana, dimana
penambahan sarana dan fasilitas kesehatan hanya dapat dibenarkan

21
apabila sesuai dengan rencana pengembangan yang sebelumnya telah
disetujui pemerintah
d) Menetapkan standar baku pelayanan, diman pelayanan kesehatan
hanya dibenarkan untuk diselenggarakan jika tidak menyimpang dari
standar baku yang telah ditetapkan.
e) Menyelenggarakan program menjaga mutu.
f) Menyelenggarakan peraturan tarif pelayanan
g) Asuransi kesehatan.
G. Tarif Rasional
Pada tingkat mikro, hubungan antara biaya total, pendapatan total dan jumlah
ouput (produk) dapat menentukan tarif rasional. Tarif rasional adalah tarif optimal
untuk melayani consumer surplus, tetapi tetap berusaha mempertahankan
pemerataan pelayanan kesehatan rawat inap dirumah sakit.
1. Tujuan Penetapan Tarif
a) Penetapan Tarif untuk Pemulihan Biaya
b) Penetapan Tarif untuk Subsidi Silang
c) Meningkatkan Akses Pelayanan
d) Meningkatkan Mutu Pelayanan
e) mengurangi pesaing, memaksimalkan pendapatan, meminimalkan penggunaan,
menciptakan corporate image
2. Strategi Penetapan Tarif
Model Tiga C dari Philip Kotler memberikan pemahaman yang mudah dimengerti
dalam rangka penentuan tarif Pelayanan Kesehatan. Model 3 C tersebut adalah:
a) Cost
b) Characteristics of products
c) Competitor
Cost atau informasi tentang unit cost, menjadi salahsatu kunci dalam strategi
pentarifan RS.
a). Cost

22
– Informasi mengenai seberapa besar unit cost dari suatu produk atau layanan
yang ada. Informasi ini harus tersedia dan harus akurat.
b). Characteristics of product
– Informasi yang terkait dengan sejauh mana konsumen menghargai
karakteristik produk yang ditawarkan. Informasi ini terkait dengan
willingness to pay dan ability to pay.
c). Competitors
– informasi tentang pesaing, terutama tarif yang ditentukan oleh pesaing.
Informasi ini akan sangat menentukan dalam kondisi memiliki pesaing.
3. Proses Penetapan Tarif
a. Full-cost pricing
Menetapkan tarif sesuai dengan unit cost ditambah dengan keuntungan
b. Kontrak dan cost-plus,
Tarif rumah sakit dapat ditetapkan berdasarkan kontrak misal-nya kepada
perusahaan asuransi, ataupun konsumen yang tergabung dalam satu organisasi
c. Target rate of return pricing
Cara ini merupakan modifikasi dari metode full-cost di atas. Misalnya, tarif
ditentukan oleh direksi harus mempunyai 10% keuntungan.
d. Acceptance pricing
Teknik ini digunakan apabila pada pasar terdapat satu rumah sakit yang
dianggap sebagai panutan (pemimpin) harga. Rumah sakit lain akan mengikuti
pola pentarifan yang digunakan oleh rumah sakit tersebut.
4. Masalah-Masalah Praktis Dalam Penetapan Tarif
1. Penetapan tarif yang dipengaruhi struktur pasar tenaga kerja
Kekuatan tawar menawar dokter cukup besar akibat keterbatasan dri segi
jumlah
2. Transfer Price
a. Ada tidaknya harga pasar untuk produk yang dihasilkan oleh bagian di
rumah sakit .

23
b. Mengukur investasi secara benar dan dapat digunakan untuk memperkirakan
pendapatan dan pengeluaran suatu unit
c. Produk yang tidak dapat dibeli dari pihak luar rumah sakit dan produk yang
dapat dibeli dari luar rumah sakit
5. Masalah Dalam Menetapkan Tarif Untuk Produk Baru
Suatu produk yang baru bagi rumah sakit dan pasar

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sub sistem Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangan secara
terpadu dan saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari
ekonomi kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah
besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat.Sumber biaya kesehatan dapat berasal dari anggaran
pemerintah, anggaran masyarakat, bantuan dari dalam dan luar negeri, serta gabungan
dari anggaran pemerintah dan masyarakat. Secara umum biaya kesehatan dapat
dibedakan menjadi dua, yakni biaya pelayanan kedokteran dan biaya pelayanan
kesehatan masyarakat. Syarat pokok pembiayaan kesehatan adalah jumlah,
penyebaran dan pemanfaatan. Sedangkan fungsi pembiayaan kesehatan adalah
penggalian dana, pengalokasian dana dan pembelanjaan. Masalah pokok pembiayaan
kesehatan antara lain seperti kurangnya dana yang tersedia, penyebaran dana yang
tidak sesuai, pemanfaatan dana yang tidak tepat, pengelolaan dana yang belum
sempurna serta biaya kesehatan yang makin meningkat. Sedangkan upaya
penyelesaian yang dapat ditempuh seperti meningkatkan jumlah dana, memperbaiki
penyebaran, pemanfaatan dan pengelolaan dana, serta mengendalikan biaya
kesehatan.
Tarif rasional adalah tarif optimal untuk melayani consumer surplus, tetapi
tetap berusaha mempertahankan pemerataan pelayanan kesehatan rawat inap dirumah
sakit, diantaranya yaitu tujuan penetapan tarif, strategi penetapan tarif, proses
penetapan tarif, masalah praktis dalam penetapan tarif dan masalah penetapan tarif
produk baru

25
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dalam penulisan makalah di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

http://pendidikankedokteran.net/index.php/32-berita1/566-tiga-fungsi-pembiayaan-
kesehatan
Web :https://delfistefani.wordpress.com/2013/06/19/makalah-pembiayaan-kesehatan/
http://niszk-pharmacy.blogspot.co.id/2017/03/pembiayaan-
kesehatan.htmlhttps://hmscfkmuh.wordpress.com/2013/01/23/konsep-penetapan-tarif/

27

Anda mungkin juga menyukai