Anda di halaman 1dari 75

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI

UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG


SURALAYA II

1. TEORI VIBRASI

Secara visual vibrasi adalah gerakan bolak balik dari suatu mesin, yng dapat dirasa
dengan tangan atau oleh seluruh tubuh kita, yang dikenal sebagai getaran.

Sebagai ilustrasi lihat Gambar 1. Sebuah piringan yang sedang berputar pada
tepinya ditempeli sebuah pemberat hingga unbalance. Maka timbullah gaya
sentripetal oleh pemberat tersebut, yang berusaha menarik piringan itu keluar dari
perputarannya secara radial.

Gambar 1

Pada posisi A dan C, gaya sentripetal menurut arah vertikal adalah nol. Pada
posisi B dan D, gaya sentripetal adalah positif maximum (upper limit) dan negatif
maximum (lower limit).

Lihat Gambar 1. Akibat dari gaya-gaya ini jika kita pandang pada arah vertikal
(posisi B dan D), maka titik putar piringan akan tergeser keatas dan kebawah karena
elastisitasnya, searah dengan gaya yang dideritanya.

Pergeseran ini disebut displacement yang besarnya tergantung dari elastisitas


material dan bobot pemberat. Oleh karena piringan terus berputar, maka pergeseran
ini akan berlangsung terus menerus secara bolak balik yang disebut vibrasi.

Secara matematis vibrasi mempunyai karakteristik yang disebut Parameter-


parameter vibrasi.

SGS/MRG/UNJ/2010 1
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

1.1. Parameter-Parameter Vibrasi.

Parameter-parameter vibrasi ada tiga yaitu :

- Displacement
- Velocity
- Acceleration

1.1.1. Displacement (Jarak vibrasi),

Adalah jarak yang ditempuh oleh gerakan bolakbalik (getaran) pada


suatu periode waktu tertentu.
Hal ini jika menurut Gambar 1 adalah jarak pergeseran titik putar
piringan karena gaya sent ri petal .
Rumus : Displacement = A Sin ( 2πft ) (micron)

A = Panjang jarak radius pergeseran. (micron)


f = Frekuensi gerakan bolak-balik. (Hertz)
t = Waktu. (detik) Dalam

pengukuran vibrasi kita hanya dapat mengukur Peak to Peak


Displacement, yaitu jarak dari positif maximum ke negatif maximum atau
sama dengan 2 x A.

1.1.2. Velocity (Kecepatan vibrasi).

Adalah kecepatan gerakan bolak balik pada suatu periode waktu


tertentu.

Kecepatan ini selalu berubah sepanjang jarak yang ditempuhnya,


dimana pada posisi positif maximum dan negatif maximum kecepatan
adalah nol. Pada posisi gerakan melewati daerah netral kecepatan
adalah maximum.

Rumus : Velocity = 2πfA Cos (2πft) (mm/s)

Dalam pengukuran vibrasi kita hanya dapat mengukur kecepatan


maximum atau disebut Peak Velocity.

1.1.3. Acceleration (Percepatan vibrasi).

Adalah percepatan gerak bolak balik pada suatu periode waktu


tertentu.

Percepatan selalu berubah sepanjang jarak yang ditempuhnya, dimana


maximum pada saat displacement mencapai positif maximum atau
mendekati negatif maximum.

Rumus :

SGS/MRG/UNJ/2010 2
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Acceleration = - (2πf) 2 A Sin (2πft) (mm/s 2 )

Dalam pengukuran vibrasi kita hanya dapat mengukur percepatan


vibrasi maximum atau disebut Peak Acceleration.

1.1.4. Hubungan ketiga parameter vibrasi.

Dalam kondisi suatu mesin yang sedang bervibrasi, ketiga parameter


ini selalu ada dan tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Ketiganya
mempunyai hubungan urutan diferensial mulai dari Displacement,
Velocity dan Acceleration.

Ketiga rumusan itu telah diuraikan diatas, dan jika digambarkan masing-
masing adalah merupakan kurva sinusoidal seperti pada Gambar 2.

Gambar 2

1.2. Sudut Fase, Frekuensi dan Waktu.

Sudut Fase, Frekuensi dan Waktu adalah menunjukkan .kondisi dari masing -masing
ketiga parameter vibrasi. Ketiga kondisi ini dapat menentukan berapa besar suatu
parameter terjadi.

1.2.1. Sudut Fase.

SGS/MRG/UNJ/2010 3
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Sudut fase adalah posisi suatu bagian mesin yang sedang bervibrasi,
dibandingkan dengan suatu point yang tetap (fixed point) dalam satuan sudut
"derajat". Tanpa adanya fixed point, sudut fase suatu vibrasi tidak dapat
diamati.

Gambar 3.

Lihat Gambar 3. Suatu poros yang sedang berputar mempunyai


sebuah pemberat pada tepinya, ditentukan fixed point pada titik A.
Pada gambar sebelahnya ditunjukkan posisi pemberat terhadap fixed
point dalam satu kali putaran.

Sudut fase 0 derajat ketika pemberat melewati titik A. Seterusnya 90,


180, 270, dan 360 derajat atau kembali pada titik A.

Displacement terkecil (= 0 ) pada sudut fase 0 dan 180, dan terbesar


(positif max/ min) pada sudut fase 90 dan 270.

1.2.2. Frekuensi.

SGS/MRG/UNJ/2010 4
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Adalah jumlah gerak bolak balik suatu vibrasi persatuan waktu. Pada
contoh poros sedang berputar yang tepinya diberi pemberat
(unbalance), frekuensi adalah sama dengan putaran poros.

Satuan frekuensi ialah Cycle per minute (cpm) atau Cycle per detik
(Hertz). Hal ini untuk membedakan dengan satuan putaran yaitu
Rotation per minute (rpm).

Pada contoh poros yang berputar ini, frekuensi sama dengan putaran poros
(rpm). Hal ini belum tentu sama jika sumber vibrasi bukan dari berputarnya
poros yang unbalance, misalnya misalignment, loosness dan sebagainya.

1.2.3. W a k t u.

Waktu dalam vibrasi adalah, periode waktu yang diperlukan untuk melakukan
satu gerakan bolak balik. Pada contoh poros berputar, adalah waktu tempuh
yang diperlukan untuk malakukan satu kali putaran.

1.3. Vibrasi bebas.

Vibrasi bebas adalah vibrasi suatu benda yang terjadi tanpa adanya hentakan
-hentakan dari luar benda itu secara terus menerus. Sebagai contoh sederhana
adalah sebuah bell yang dipukul sekali saja pada Gambar 4. Vibrasi yang terjadi pada
bell setelah itu adalah vibrasi bebas yang makin lama makin kecil (transient), dimana
mempunyai suatu frekuensi tertentu yang disebut "frekuensi diri.

Gambar 4.

1.3.1. Frekuensi diri (Natural Frequency).

SGS/MRG/UNJ/2010 5
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Vibrasi bebas yang dialami oleh suatu benda, terjadi pada frekuensi
diri yang besarnya tergantung dari kekenyalan bahan dan berat benda
itu.

Frekuensi diri, fd = 30/π √981.k /W cpm.

k = kekenyalan (Stiffness factor)


W = Berat benda, kg.

Pada rumus di atas tampak bahwa frekuensi diri dapat dirubah oleh
dua hal yaitu, kekenyalan bahan dan berat benda tersebut.

1.3.2. Damping

Damping adalah daya redam suatu benda terhadap vibrasi. Seperti


pada contoh bell di atas, vibrasi bebas padanya akan semakin kecil
yang pada akhirnya vibrasi akan berhenti. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya peredaman oleh bell tersebut terhadap vibrasi. Pada Gambar
5, vibrasi pada bell dapat 'digambarkan berupa sinusoidal yang
amplitudenya mengecil, tetapi pada frekuensi yang tertentu.

Gambar 5

1.4. Vibrasi paksa

Vibrasi paksa terjadi hampir pada seluruh mesin-mesin yang sedang beroperasi.
Pada contoh bell di atas (Gambar 4.), apabila pukulan pada bell dilakukan terus
menerus, maka vibrasi yang terjadi adalah vibrasi paksa. Jika gaya pada pukulan itu
tetap dan berulang secara sama, maka vibrasi bell akan stabil yaitu besar dan
frekuensinya tetap seperti pada Gambar 1.

1.4.1. Resonansi

SGS/MRG/UNJ/2010 6
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa setiap benda yang dapat


bervibrasi mempunyai frekuensi diri atau natural frequency. Penyebab vibrasi
juga mempunyai frekuensi terhadap benda obyek vibrasi. `
Pada contoh bell di atas, jika frekuensi pukulan terhadap bell dalam hal ini
penyebab vibrasi, sama dengan frekuensi diri bell, maka vibrasi yang
ditimbulkannya besar. Hal ini dikarenakan arah gerakan bell searah dengan
arah pukulan, sehingga gaya yang bekerja saling menjumlah. -
Inilah yang disebut bell bervibrasi dalam keadaan resonansi.

Sama halnya dengan poros yang berputar. Apabila frekuensi diri poros
tersebut sama dengan putarannya, maka vibrasi yang terjadi besar.

Untuk itu putaran operasi suatu mesin tidak diperbolehkan sama dengan
frekuensi diri poros, atau biasa disebut putaran kritis.

Resonansi pada mesin berputar tidak hanya dapat terjadi pada poros, tapi
bisa juga pada unsur - unsur mesin itu sendiri, misalnya terhadap
suport/bearing, pondasi dan lain sebagainya.

1.4.2. Putaran kritis

Setiap poros yang berputar mempunyai putaran kritis yang besarnya sama
dengan frekuensi diri dari poros tersebut.

Ada beberapa tingkat putaran kritis, yaitu putaran kritis tingkat


pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Yang akan dibicarakan di sini
adalah putaran kritis tingkat pertama, dimana sering dialami oleh
poros yang berputar.

Lihat Gambar 6. Sebuah poros menopang sebuah disk berputar


mempunyai data sebagai berikut :

Gambar 6.

W = Berat poros (dan disk), kg.


e = Eksentrisitas (jarak titik berat poros/disk dengan titik putarnya),
cm.

SGS/MRG/UNJ/2010 7
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

y = Defleksi karena gaya sentriperal, cm.


s = Titik berat poros.
ω = Putaran sudut, rad/sec.

Gaya sentripetal berat poros, = m (y + e)ω 2 kg.


m = massa poros = W/g kg. (g = gravitasi).

Gaya ini akan ditahan oleh poros dengan besar yang sama,

p = k y kg.
k = kekenyalan poros, kg/cm.

maka, m (y + e) ω 2 = p = k y

m ω2e
y=
k-mW2
Bila putaran poros (ω) ditambah, maka defleksi y akan bertambah
pula. Pada suatu putaran tertentu, y besarnya akan tidak terhingga
karena faktor penyebut ,

k - m ω2= 0

Dengan demikian putaran kritis terjadi ketika y mencapai besar yang


tidak terhingga, yaitu :

=ω K = √k/m rad/sec.
'
Atau, n K = 30/π. ω K = 30 / π √981 k/W rpm

Bandingkan dengan rumus frekuensi diri sebelumnya !

Pada kenyataannya defleksi y tidaklah mencapai harga yang tidak


terhingga besarnya. Hal ini dikarenakan setiap benda mempunyai sifat
meredam vibrasi atau disebut Damping. Sifat inilah yang akan
menahan defleksi yang tak terhingga itu, kecuali jika titik Ultimate
Strength material poros telah dicapai. Hal ini akan mengakibatkan
poros patah.

Maka, rumus defleksi dengan adanya damping adalah sebagai berikut .


2
meω
y=
√ (k - m ω 2 ) 2 + (C ω ) 2 .

c = Koefisien damping, kg sec/rad.

Jadi, walaupun pada putaran kritis dimana


2
k-m =0

SGS/MRG/UNJ/2010 8
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

2
meω
y=

Pada Gambar 7, diperlihatkan hubungan Amplitude vibrasi dengan


putaran. Amplitude terbesar ketika putaran melewati putaran kritis.

Sudut fase akan berubah 180° ketika putaran kritis dilewati.

Gambar 2.7

1.5. Filter - Out dan Filter - In.

Setiap getaran yang dapat kita rasakan, kemungkinan terdiri dari satu atau beberapa
sumber getaran. Tetapi sumber-sumber tersebut dengan tangan tidak dapat kita

SGS/MRG/UNJ/2010 9
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

bedakan, melainkan hanya terasa adanya suatu getaran saja. Apa yang kita rasa di
tangan itu adalah getaran total (overall) dari kemungkinan adanya beberapa sumber
getaran. Atau dalam istilah alat pengukur vibrasi hal itu disebut pengukuran secara
Filter - Out.

Gambar 8.

Lihat Gambar 8.

Sebuah alat pengukur vibrasi yang sangat sederhana terdiri dari sebuah
pegas, pemberat dan sebuah pinsil. Alat ini diletakkan pada bearing penumpu
poros yang sedang berputar. Dimisalkan poros diberi sebuah pemberat yang
menjadikannya tidak balans. Ketika pemberat tersebut berada pada posisi "a",
maka gaya sentripetal akan mendesak bearing terdorong ke atas. Gerakan ini
diteruskan ke pegas yang akan mendorong pemberat dan pinsil bergerak ke
atas pula.

Sebaliknya jika pemberat itu berada pada posisi "b", bearing akan tertekan ke
bawah yang mengakibatkan pemberat dan pinsil juga bergerak ke bawah.
Demikian seterusnya pinsil akan bergerak naik turun selama poros berputar.

Jika gerakan pinsil ini dituliskan pada sebuah kertas yang berjalan dengan
konstan, maka pinsil akan menggambarkan sebuah garis berbentuk sinusoidal

SGS/MRG/UNJ/2010 10
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

pada kertas. Dalam hal ini akan terukur sebuah vibrasi Filter - Out dari satu
sumber getaran yang kita buat yaitu unbalance.

Gambar 9

Apabila sekarang sumber vibrasinya kita tambahkan dengan membuatnya


misalignment pada poros, maka pinsil akan menggambarkan sebuah grafik
yang tidak sinusoidal murni, melainkan kemungkinannya akan seperti pada
Gambar 9. Pada gambar ini pinsil hanya dapat menggambarkan penjumlahan
dari kedua sumber vibrasi yang mempunyai displacement dan frekuensi yang
berbeda yaitu unbalance (kurva 1) dan misalignment (kurva 2). Sekali lagi
akan terukur vibrasi Filter - Out yang merupakan total dari sumber-sumber
vibrasi yang ada.

Apabila kedua sumber vibrasi di atas kita uraikan masing-masing - menurut


amplitude dan frekuensinya, maka dapat digambarkan dalam tiga dimensi
hubungan antara Displacement - Frekuensi - Waktu. Lihat Gambar 10.

SGS/MRG/UNJ/2010 11
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 10

Pada gambar ini, kurva 1 adalah unbalance mempunyai frekuensi 1 x rpm;


kurva 2 adalah misalignment mempunyai frekuensi 2 x rpm.

Dengan alat pengukur analisa vitirasi, sumber-sumber penyebab vibrasi ini


dapat diuraikan masing-masing menurut frekuensinya,. dimana pengukuran ini
disebut secara Filter - In. Vibrasi yang ditampilkan oleh alat pengukur. ini
adalah hubungan antara Amplitude dengan Frekuensi, seperti yang terlihat
pada Gambar 11.

Gambar 11

SGS/MRG/UNJ/2010 12
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Pada gambar ini ditunjukkan sesuai pada contoh kita, yaitu sumber vibrasinya
ada dua buah yaitu unbalance (kurva 1) dan misalignment (kurva 2). Tinggi
kurva sesuai dengan besar displacementnya dan posisi sesuai dengan
frekuensinya.

Perlu diketahui bahwa pada pengukuran Filter - In, alat pengukur analisa
vibrasi tidak terbatas menunjukan hubungan antara Displacement - Frekuensi
saja seperti pada contoh, tapi juga Velocity - Frekuensi dan Acceleration -
Frekuensi.

2. PENGUKURAN VIBRASI

SGS/MRG/UNJ/2010 13
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Vibrasi diukur dengan menggunakan peralatan yang bekerja secara elektronik,


dengan kecanggihan tergantung dari display yang dapat ditunjukkan, serta
kecepatan dan kemudahan pengoperasiannya.

Di bawah ini akan dikemukakan peralatan-peralatan yang umum digunakan dalam


pengukuran vibrasi, serta metode-metode pengukurannya.

2.1. Peralatan-peralatan pengukur vibrasi.

Peralatan yang umum digunakan pada pengukuran vibrasi adalah sebagai


berikut :

- Instrumen pengukur vibrasi.


- Transducer.
- Stroboscope dan keyphasor

2.1.1. Instrumen Pengukur Vibrasi.

Instrumen Pengukur Vibrasi adalah peralatan utama pengukur vibrasi.


Alat ini merupakan otak pengolahan data, sekaligus memberikan
kepada kita data yang diinginkan antara lain : Velocity, Displacement,
Acceleration, Frekuensi dan Sudut fase.

Instrumen Pengukur Vibrasi dapat dibagi atas 3 jenis yaitu :

- Vibration Meter.
- Vibration Monitor.
- Vibration Analyzer.

Vibration Meter, adalah alat pengukur vibrasi yang kecil sederhana,


mudah dibawa dan berguna untuk mengukur vibrasi secara rutin. Data
yang diukur terbatas pada displacement, velocity dan acceleration
secara "overall" (Filter Out).

Vibration Monitor, adalah alat pengukur vibrasi secara kontinu, serta


dapat memberikan tanda, (alarm) jika besar vibrasi telah mencapai
batas maximal. Adakalanya alat ini dirancang dapat mematikan mesin
secara otomatis, jika vibrasi telah mencapai batas berbahaya. Alat ini
terpasang permanen atau semi permanen dikontrol panel (control
room).

Vibration Analyzer, adalah alat pengukur vibrasi yang bertujuan untuk


mencari penyebab kerusakan/ kelainan mesin karena vibrasi.
Umumnya alat ini bisa juga digunakan untuk balansing dinamik.

2.1.2. Transducer.

SGS/MRG/UNJ/2010 14
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Transducer adalah salah satu unsur peralatan pengukur vibrasi. Alat


ini diletakkan pada mesin yang hendak diukur vibrasinya, dan
dihubungkan langsung atau dengan menggunakan kabel ke Instrumen
Pengukur Vibrasi. Jadi, Transducer merupakan sensor penerima
vibrasi.

Sesuai dengan parameter-parameter vibrasi : Displacement, Velocity


dan Acceleration, maka Transducer juga ada tiga jenis sesuai dengan
parameter-parameter tersebut yaitu :

- Proximity transducer
- Velocity transducer
- Acceleration transducer

Proximity transducer (Non Contact) :

Alat ini adalah sensor untuk mengukur gerak harmonik poros yang
berarti sama dengan mengukur displacement. Ia tidak dapat digunakan
untuk analisa vibrasi (mencari frekuensi sumber-sumber vibrasi),
melainkan hanya mengukur tingkat besarnya vibrasi yang dalam hal ini
adalah clearance gerakan poros terhadap bearing atau displacement.
Lihat Gambar 12.

Gambar 12

Pengukurannya dilakukan langsung ke poros dengan menempatkan


bagian ujung alat tersebut pada jarak yang sangat dekat dengan

SGS/MRG/UNJ/2010 15
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

permukaan poros yang sedang berputar. Medan listrik yang


dikeluarkan pada ujung alat ini akan terpengaruh tegangannya
terhadap perubahan-perubahan jarak tadi, dimana efek ini digunakan
untuk menyatakan displacement poros.

Proximity transducer dipasang pada sisi muka atau sisi belakang


rumah bearing, atau dengan cara melubangi rumah bearing hingga
tembus ke poros agar transducer ini bisa mendekati permukaan poros.
Hasil displacement yang didapat adalah relatip terhadap rumah
bearing.

Velocity transducer :

Alat ini mengukur kecepatan vibrasi yang bekerja secara elektromekanik. Ia


dapat digunakan untuk mengukur velocity overall (filter out) dan velocity pada
masingmasing frekuensi sumber vibrasi (Filter In), dengan hasil yang didapat
adalah bersifat absolut. Selain velocity ia juga bisa digunakan untuk
mengukur displacement. Pemasangannya diletakkan pada rumah bearing
dengan menggunakan magnet, atau sekrup, atau tang jepit, atau dipegang
dengan tangan.

Gambar 13

Gerak bolak balik (getaran) rumah bearing diteruskan ke Pickup Case yang
didalam ada Mass yang tidak terpengaruh oleh gerakan tersebut. Tegangan

SGS/MRG/UNJ/2010 16
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

medan magnet antara Pickup Case dengan Mass akan berubah proporsional
dengan kecepatan gerakan. Maka dengan memanfaatkan perubahan
tegangan ini, kecepatan Pickup Case yang juga adalah kecepatan gerak
bolak balik rumah bearing, akan dapat dideteksi.

Acceleration transducer.

Alat ini mengukur percepatan vibrasi yang bekerja secara elektromekanik. Ia


dapat digunakan untuk mengukur tingkat besarnya percepatan overall (filter
out) dan acceleration pada masing-masing frekuensi sumber vibrasi ( Filter
In ), dengan hasil yang didapat adalah bersifat absolut. Pemasangannya
diletakkan pada rumah bearing dengan menggunakan magnet, atau sekrup,
atau tang jepit, atau dipegang dengan tangan.
Lihat Gambar 14.

Gambar 14

Alat ini menggunakan bahan utama Piezoelectric yang dapat mengeluarkan


aliran listrik jika mendapat tekanan. Gerak bolak balik (getaran) rumah
bearing diteruskan ke Frame, yang akan menekan Piezoelectric Disks.
Dengan demikian bahan ini akan mengeluarkan aliran listrik, yang akan
menyatakan percepatan vibrasi dalam kelipatan gravitasi "g".

Pada masa kini pabrik pembuat alat pengukur vibrasi lebih cenderung
menggunakan bahan Piezoelectric pada satu transducer untuk sluruh
pengukuran (displacement, velocity dan acceleration). Hal ini
disebabkan oleh kemajuan teknologi yang memungkinkan transducer

ini dapat bekerja pada daerah frekuensi yang lebih luas, tidak hanya
pada frekuensi tinggi saja dapat menjangkau ke frekuensi rendah.

SGS/MRG/UNJ/2010 17
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Selain daripada itu kesalahan pengukuran yang ditimbulkannya kecil


karena tidak ada komponen yang bergerak seperti pegas dan
sebagainya pada velocity/displacement transducer, melainkan
menggunakan Piezoelectric dari bahan kristal.

2.1.3. Stroboscope dan Keyphasor.

Stroboscope adalah lampu yang dihubungkan ke Instrumen Pengukur


Vibrasi, digunakan untuk melihat sudut fase pada poros dengan cara
menyinari poros yang sedang berputar. Lampu ini digunakan untuk
analisa vibrasi dan dinamik balansing.

Selain daripada alat ini, ada juga peralatan yang menggunakan


Keyphasor, dimana sudut fasenya yang terbaca pada Instrumen
Pengukur Vibrasi, bukan langsung pada porosnya.

2.2. Pemilihan penggunaan Displacement, Velocity dan Acceleration.

Sebelum mengukur vibrasi suatu mesin, tentukan dahulu parameter vibrasi


apa yang hendak kita inginkan. Hal ini penting, mengingat ada tiga jenis
parameter vibrasi yaitu Displacement, Velocity dan Acceleration. Walaupun
ketiganya menunjukkan besaran vibrasi, tapi dalam penggunaannya masing-
masing mempunyai specialisasi yang berbeda, tergantung dari apa yang
hendak diukur.

2.2.1. Pemilihan pengukuran Displacement.

Displacement sensitif pada pengukuran vibrasi frekuensi rendah.


Frekuensi rendah pada setiap merek alat pengukur belum tentu sama.
Sebagai contoh pada salah satu merek, batasan frekuensi rendah
adalah maximum 600 cpm.

Mengingat keterbatasan daerah frekuensi yang rendah ini, maka untuk


analisa vibrasi displacement jarang digunakan. Ia lebih banyak
digunakan untuk mengukur besarnya vibrasi secara overall (Filter Out)
dan balansing pada putaran rendah, serta mesin-mesin perkakas yang
memerlukan ketelitian terhadap displacement karena dapat
mempengaruhi mutu hasil kerjanya seperti : bubut, gerinda dan bor.

Ada dua jenis pengukuran displacement yaitu :

- Mengukur displacement poros terhadap journal bearing.


- Mengukur displacement pada rumah bearing.

Mengukur displacement poros terhadap journal bearing, dilakukan jika


rumah bearing sangat rigid dan besar dibanding dengan poros yang
ditumpunya. Sehingga bila getaran pada poros sudah cukup besar,

SGS/MRG/UNJ/2010 18
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

tetapi pada rumah bearing masih terasa kecil. Biasanya proximity


dilekatkan pada sisi muka/ belakang rumah bearing, atau melubanginya
agar bisa masuk tembus ke permukaan poros, dengan arah perletakan
umumnya radial (vertikal dan horizontal) terhadap sumbu poros.

Pengukuran displacement pada rumah bearing dilakukan pada journal


bearing yang flexibel, dan ukuran rumahnya sepadan dengan porosnya.
Demikian pula pada roll/ ball bearing, dimana clearance yang terjadi
relatif kecil.

Hal ini disebabkan vibrasi pada poros diteruskan ke rumah bearing


tanpa ada peredaman yang berarti, sehingga getaran pada poros dan
rumah bearing relatif sama. Transducer yang digunakan adalah
velocity transducer dengan arah perletakannya adalah radial dan axial
terhadap sumbu poros.

2.2.2. Pemilihan pengukuran Velocity.

Velocity (Kecepatan) sensitif pada vibrasi frekuensi menengah. Seperti


halnya frekeunsi rendah, frekuensi menengah pada setiap merek alat
ukur belum tentu sama. Sebagai contoh pada salah satu merek,
frekuensi menengah adalah 600 cpm s.d. 60.000 cpm.

Melihat range frekuensi yang cukup besar itu, velocity banyak


digunakan untuk analisa vibrasi (dengan Filter In), selain untuk
pengukuran secara overall (Filter out).

Transducer yang digunakan adalah velocity transducer, yang


diletakkan pada rumah' bearing, dengan arah perletakannya adalah
radial dan axial terhadap sumbu poros.

2.2.3. Pemilihan pengukuran Acceleration.

Acceleration sensitiv pada vibrasi frekuensi tinggi. Frekuensi tinggi


pada salah satu merek alat ukur adalah di atas 60.000 cpm. Dengan
demikian acceleration digunakan untuk analisa vibrasi (dengan Filter
In) pada frekuensi tinggi. Untuk pengukuran secara overall (filter out),
acceleration baik digunakan pada roll/ ball bearing dan roda gigi, atau
pada mesin - mesin putaran tinggi.

Transducer yang digunakan adalah acceleration transducer yang


diletakkan pada rumah bearing, dengan arah perletakannya adalah
radial dan axial terhadap sumbu poros.

2.3. Tingkat besarnya vibrasi.

Tingkat besarnya vibrasi suatu mesin untuk dinyatakan baik, ditentukan oleh
pabrik pembuatnya sebagai data yang paling akurat. Apabila data ini tidak

SGS/MRG/UNJ/2010 19
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

ada, atau timbul permasalahan dalam acceptance test, atau pihak owner
(pemilik) menginginkan suatu tingkat vibrasi tertentu dalam pemesanan, maka
bisa dirujuk dari standard-standard yang berlaku sebagai pedoman.

Ada beberapa lembaga di dunia atau negara yang mengeluarkan standard


tingkat vibrasi. Tapi sebagai contoh di sini akan diberikan dua buah, yaitu
International Standard Organization (ISO 3945) dan Canadian Government
Specification. Lihat Gambar 15 dan Gambar 16.

Ketentuan lain yang bukan standard umum dapat disajikan pedoman, antara
lain menurut IRD Mechanalysis. Lihat Gambar 17, 18 dan 19.

Gambar 15

SGS/MRG/UNJ/2010 20
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 16

SGS/MRG/UNJ/2010 21
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar.17

SGS/MRG/UNJ/2010 22
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

SGS/MRG/UNJ/2010 23
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 18

SGS/MRG/UNJ/2010 24
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 19

SGS/MRG/UNJ/2010 25
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

3. ANALISA VIBRASI

Analisa vibrasi bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab - penyebab vibrasi yang


bekerja pada suatu mesin.

Pada buku ini pembahasan analisa vibrasi terbatas pada :

- Frekuensi Domain
- Analisa Fase
- Analisa bentuk mode

Frekuensi Domain adalah salah satu metode mencari penyebab vibrasi


berdasarkan frekuensi yang ditimbulkannya. Metode Analisa Fase dan Bentuk
Mode akan dibicarakan pada topik selanjutnya.

Untuk metode-metode analisa vibrasi lainnya, akan dibicarakan pada buku lain
yang merupakan kelanjutan daripada buku ini yaitu pada tingkatan "advance"
(Tingkat Engineer) meliputi :

- Time Domain
- Time Domain vs Frekuensi Domain (Amplitude-Frekuensi- Time)
- Time Waveform
- Lissajous Patterns (orbit)
- Amplitude dan Sudut Fase vs Putaran
- Sudut Fase vs Waktu

Lebih kurang 85% masalah-masalah vibrasi dapat dipecahkan dengan metode


Frekuensi Domain. Berarti dengan menguasai metode ini sebagian besar analisa
vibrasi telah dapat dikuasai, tinggallah sejauh mana ketepatan analisa yang
diambil, akan tergantung kepada nalar dan pengalaman kita sendiri.

3.1. Prinsip kerja alat ukur analisa vibrasi.

Setiap penyebab vibrasi mesin mempunyai frekuensi yang berbeda namun


ada pula yang sama. Berdasarkan frekuensi inilah dapat dikenal penyebab
vibrasi pada suatu mesin, serta bagian-bagian apa yang menimbulkannya.

Bagaimana membedakan frekuensi-frekuensi vibrasi pada suatu mesin yang


sedang beroperasi, hal ini dilakukan oleh alat ukur analisa vibrasi (diagnose)
yang bekerja berdasarkan teori Fourier Transformer.

3.1.1. Time Domain dan Frekuensi Domain.

Seperti telah dibicarakan pada bagian sebelumnya, bahwa vibrasi


dapat digambarkan sebagai bentuk sinusoidal yang berulang oleh
sebuah alat pengukur vibrasi sederhana pada Gambar 8. Oleh karena
sinusoidal tersebut digambar pada kertas yang berjalan selama waktu
tertentu, maka apa yang ditampilkannya menunjukkan hubungan
antara besaran vibrasi (amplitude) versus waktu, atau biasa disebut
Time Domain.

SGS/MRG/UNJ/2010 26
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Apabila vibrasi mesin terdiri dari beberapa sumber penyebab yang


mempunyai frekuensi dengan besar yang berbeda-beda, maka masing-
masing vibrasi dapat digambar secara tiga dimensi seperti pada
Gambar 20. Gambar ini memperlihatkan hubungan antara . Amplitude -
Waktu - Frekuensi. Dengan demikian apa yang dimaksud Frekuensi
Domain pada gambar tersebut, adalah hubungan antara Amplitude
versus Frekuensi.

Gambar 20.

3.1.2. FourierTransformer.

Umumnya vibrasi yang kita rasakan pada suatu mesin sudah


merupakan penjumlahan dari satu atau beberapa sumber vibrasi yang
ada pada mesin tersebut. Demikian pula halnya pada Gambar 8 pada
topik sebelumnya, hanyalah menggambarkan satu bentuk sinusoidal
yang merupakan penjumlahan dari beberapa vibrasi yang ada.
Bagaimana cara menguraikan suatu penjumlahan vibrasi itu agar
menjadi komponen-komponen yang membentuknya, hal ini dilakukan
dengan menggunakan Fourier Transformer.

Fourier Transformer adalah suatu cara perhitungan matematik yang


mentransformasikan vibrasi dari Time Domain ke Frekuensi Domain.
Pada Gambar 20 dapat kita lihat bagaimana hubungan antara time
domain dengan frekuensi domain.

SGS/MRG/UNJ/2010 27
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Teori Fourier menyatakan bahwa :

Setiap fungsi periodik dapat diuraikan menjadi beberapa fungsi


harmonik sinusoidal, yang mana frekuensi dari setiap fungsi sinusoidal
itu mempunyai perkalian bilangan bulat 1, 2, 3.... dan seterusnya.

Gambar 21

Pada Gambar 21a memperlihatkan sebuah komponen vibrasi yang


digambarkan dalam Time Domain dan Frekuensi Domain.

Pada Gambar 21b memperlihatkan sebuah penjumlahan vibrasi (garis


putus-putus) dari 2 buah komponen vibrasi yang digambarkan dalam
Time Domain dan Frekuensi Domain. Pada komponen vibrasi A 0
mempunyai frekuensi sebesar 1 unit.

(1x). Sedangkan komponen vibrasi A 1 mempunyai 1 frekuensi sebesar


2 unit (2x).

Sesuai dengan teori Fourier seperti tersebut di atas, maka vibrasi


dapat dirumuskan sebagai suatu fungsi sebagai berikut :

f(t) = A 1 Sin (ωt + Φ 1 ) + A 2 Sin (2 ωt + Φ 2 ) + A 3 Sin (3 ωt + Φ 3 )...

ω = kecepatan sudut (rad/s) yang identik dengan putaran (rpm)


ω / 2π = frekuensi; Φ = sudut fase; A = amplitude; t = waktu

f(t) adalah fungsi periodik suatu vibrasi yang merupakan penjumlahan


dari komponen-komponen penyebab vibrasi yang dinyatakan dalam
fungsi harmonik sinusoidal.

SGS/MRG/UNJ/2010 28
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Dengan kata lain f(t) adalah vibrasi yang diukur secara Filter - Out.
Sedangkan komponen - komponennya : A 1 , A 2 , A 3 dan seterusnya
dengan frekuensi 1x, 2x, 3x dan seterusnya adalah vibrasi yang dapat
diukur secara Filter - In atau pada analisa vibrasi biasa disebut
frekuensi 1x rpm, 2x rpm, 3x rpm dan seterusnya.

Jadi, dengan mem "breakdown" getaran pada suatu mesin menjadi


komponen-komponen vibrasi yang mempunyai frekuensi berkelipatan
satu dengan lainnya, serta mempelajari sifat-sifat dari pada penyebab-
penyebab vibrasi yang ada pada mesinmesin rotasi, maka penyebab
vibrasi dapat ditentukan.

3.2. Pengumpulan data sejarah operasi mesin dan prosedur analisa.

Analisa vibrasi dilakukan jika data harian mesin menunjukkan kecenderungan


meninggi. Atau jika timbulnya alarm yang menunjukkan batas vibrasi telah
dilampaui. Untuk mesin-mesin perkakas hal ini ditandai oleh kurang
sempurnanya hasil kerja mesin tersebut berproduksi, seperti kurang halusnya
permukaan benda kerja, dimensi benda kerja melebihi dari toleransi, dan lain
sebagainya. Setelah adanya tanda-tanda tersebut, maka analisa vibrasi untuk
mencari penyebab . kerusakan dilakukan. Data vibrasi pada waktu kondisi
mesin masih normal, atau data garansi merupakan sasaran dari usaha -
usaha kita dalam memperbaiki mesin. Data tersebut disebut "baseline data".

Setelah diputuskan untuk diadakan adalah analisa vibrasi, maka langkah yang
diambil selanjutnya adalah pengumpulan data operasi sebelum mesin
dinyatakan rusak.

Data tersebut adalah :

- Data vibrasi rutin.


Data vibrasi dari pengukuran rutin selama beberapa waktu terakhir hingga
terjadinya kerusakan. Data ini secara pengukuran Filter-Out dengan arah
radial dan axial pada setiap bearing, dimaksudkan untuk mengetahui
gejala vibrasi dan pada bearing mana yang vibrasinya tinggi.

- Data kerusakan.
Data operasi tentang kejadian-kejadian yang pernah dialami oleh mesin
tersebut, berupa data gangguan/ kerusakan atau perbaikan yang disertai
dengan perubahan atau penambahan pada bagian-bagian tertentu, yang
diperkirakan dapat mempengaruhi vibrasi mesin.

- Data vibrasi terakhir.


Data ini ditulis lengkap baik data vibrasi maupun data mesin yang
digambarkan secara sketsa.

Lihat contoh tabel data pada Gambar 22.

SGS/MRG/UNJ/2010 29
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar.22

SGS/MRG/UNJ/2010 30
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Setelah data-data di atas terkumpul, langkah selanjutnya adalah Interpretasi


data. Memasuki langkah berikut ini diperlukan penalaran dan juga
pengalaman kita sebagai pelengkap dalam menganalisa vibrasi suatu mesin.

3.3. Pengukuran vibrasi

Data vibrasi rutin seperti tersebut diatas diperlukan untuk diperbandingkan


kecenderungannya dari waktu ke waktu, agar dapat diketahui pada bearing
mana dari mesin tersebut yang menonjol kenaikan vibrasinya. Sedangkan
data operasi mengenai kejadian-kejadian apa yang pernah dialami dan
diperkirakan dapat mempengaruhi vibrasi, diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan penyebab vibrasi. Adakalanya dari kedua data ini kesimpulan
penyebab vibrasi dapat langsung diketahui.

Data vibrasi terakhir yang diukur baik dengan Filter-Out maupun Filter-In,
sangat diperlukan untuk mendiagnose penyebab kerusakan mesin yang
mengakibatkan kenaikan vibrasi. Bagaimana interpretasi data tersebut
dilakukan, akan dibicarakan lebih detail pada berikut ini.

3.3.1. Data vibrasi Filter - Out.

Langkah pertama pada pengukuran vibrasi adalah pengambilan data


vibrasi dengan Filter-Out. Pengukuran ini dilakukan pada setiap
bearing dan pada arah radial maupun axial, berguna untuk mencari
pada bearing mana terjadi vibrasi terbesar, agar menjadi pusat
perhatian kita untuk melakukan langkah analisa selanjutnya. Lihat
Gambar 23 kolom Filter Out. Pada gambar tersebut amplitude vibrasi
yang diukur adalah Displacement, Velocity dan Acceleration.

SGS/MRG/UNJ/2010 31
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 23

SGS/MRG/UNJ/2010 32
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Jika jarum penunjuk (digital display) amplitude pada instrument vibrasi


bergoyang (maju-mundur), catatlah angka terendah dan tertinggi dan
jangan dirata-ratakan. Hal ini berarti vibrasi yang terjadi cukup
kompleks, sehingga besarnya tidak tetap melainkan bervariasi naik
turun.

Jika jarum penunjuk (digital display) frekuensi tidak menunjuk pada


angka yang tetap (unsteady), berarti vibrasi yang terjadi tidak
mempunyai frekuensi dominan. Untuk itu frekuensi dicatat dengan
lambang cacing (N).

Dari pengukuran ketiga arah (horizontal, vertikal dan axial) pada setiap
bearing, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

- Adakah vibrasi arah axial besarnya lebih dari 50% terhadap arah
horizontal maupun vertikal pada suatu bearing ?

Jika ada, kemungkinan penyebab vibrasi ialah misalignment atau


poros bengkok.

- Adakah vibrasi arah horizontal jauh lebih besar terhadap arah


vertikal pada suatu bearing ? Vibrasi arah horizontal adalah wajar
jika lebih besar dari arah vertikal dengan perbandingan 2:1 s.d. 5:1.

Tapi jika perbandingannya lebih daripada itu, maka


kemungkinannya adalah terjadi resonansi pada support structure
terhadap putaran poros.

- Adakah vibrasi arah vertikal 2 kali atau beberapa kali lebih


besar terhadap arah horizontal pada suatu bearing ?

Jika ada, kemungkinannya adalah clearance bearing terlalu besar,


atau terjadi gesekan langsung antara poros dengan bearing, atau
ada looseness (kerenggangan) pada bagian-bagian di daerah
sekitar bearing/support.

3.3.2. Data Vibrasi Filter In

Pengukuran vibrasi dengan Filter In dimaksudkan untuk mencari


vibrasi-vibrasi yang mempunyai frekuensi yang berbeda-beda. Atau
dengan kata lain, menguraikan vibrasi Filter Out menjadi komponen-
kompenen vibrasi yang membentuknya, menurut frekuensi yang
dimiliki pada masingmasing komponen tersebut.
Dengan demikian berarti penjumlahan amplitudeamplitude pada Filter
In akan sama dengan amplitude pada Filter Out, yang mana hal ini
dapat dijadikan pengecekan'terhadap kelengkapan komponen-
komponen vibrasi pada Filter In.

SGS/MRG/UNJ/2010 33
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Pengecekan Filter In.

Sebagai contoh lihat Gambar 4.4 pada bearing A posisi horizontal.


Penjumlahan velocity pada kolom Filter In adalah sebagai berikut : 0,4
+ 0,10 + 0,06 = 0,56 in/sec. Pada kolom Filter Out, velocity = 0,54
in/sec. Secara teoritis hasilnya sama. Tapi karena akurasi alat, hal ini
bisa terjadi walau tidak menjadikan permasalahan. Dari contoh
tersebut berarti sudah semua komponen vibrasi terdeteksi.
Masalahnya apabila penjumlahan komponen-komponen vibrasi pada
Filter In itu lebih kecil dari pada Filter Out, berarti masih ada
komponen vibrasi pada Filter In yang belum terdeteksi. Maka
pencarian vibrasi pada frekuensi yang lebih tinggi perlu dilanjutkan.

Pemilihan parameter vibrasi pada Filter In.

Seperti telah dikemukakan pada sebelumnya, pemilihan parameter


vibrasi (displacement, Velocity dan acceleration) ditentukan oleh pada
frekuensi berapa yang menjadikan perhatian kita.

Frekuensi sampai dengan 600 cpm digunakan displacement, 600 cpm


s.d. 60.000 cpm digunakan velocity, lebih dari 60.000 cpm digunakan
acceleration. Batasan ini belum tentu sama pada setiap produk alat
ukur tapi sudah dapat memberikan gambaran mengenai penggunaan
parameter vibrasi menurut tingkatan frekuensi.

Mencari kemungkinan-kemungkinan penyebab vibrasi. Data vibrasi


pada kolom Filter In yang melebihi batas ketentuan diberikan
lingkaran. Batas ketentuan ini boleh kita ambil menurut ketentuan
Gambar 17 untuk displacement atau velocity dan Gambar 19 untuk
acceleration.

Dari data yang diberi lingkaran ini, kita cocokkan frekuensinya pada
gambar 4.1 untuk mencari kemungkinan-kemungkinan apa vibrasi itu
disebabkan.

SGS/MRG/UNJ/2010 34
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

SGS/MRG/UNJ/2010 35
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Tabel 4.1

SGS/MRG/UNJ/2010 36
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Tabel 4.2

Pengukuran Filter In dapat pula dilakukan dengan alat X-Y Recorder secara
semi otomatis seperti terlihat pada Gambar 24.

Dengan menggunakan alat ini, amplitude yang ada pada setiap frekuensi
akan digambarkan secara spektrum tidak perlu dicatat pada Data Sheet.

Gambar 24

3.4. Mencari penyebab kerusakan mesin

Penyebab tingginya vibrasi yang terjadi dapat dikenal, melalui karakternya.


Setiap penyebab vibrasi mempunyai karakter yang berbeda, dimana hal

SGS/MRG/UNJ/2010 37
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

tersebut masing-masing dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel ini membantu kita
untuk membedakan masing-masing karakter penyebab vibrasi, walaupun
adakalanya perlu beberapa penambahan pembuktian.

3.4.1. Ketidak balans (unbalance)

Ketidak balans adalah hal yang sering terjadi pada mesin-mesin rotasi,
mempunyai beberapa karakter yang hampir mirip dengan misalignment
atau poros bengkok.

Penyebab ketidak balans antara lain :

- Ada rongga atau kerapatan yang tidak merata pada bahan poros/
rotor.
- Pemasangan pasak pada poros.
- Distorsi : Yaitu perubahan bentuk poros / rotor karena pemuaian
yang tidak merata (tidak simetris), atau terjadi kecenderungan
perubahan kebentuknya semula karena pengerjaan penempaan
yang diderita poros / rotor sebelumnya.
- Kotor, deposit dan robekan pada poros / rotor.

Karakter ketidak balans adalah sebagai berikut :

- Lihat tabel 4.2.


- Amplitude arah radial tinggi, sedangkan arah axial tidak melebihi
50 % dari arah radial. Hal ini tidak berlaku jika unbalance yang
terjadi adalah jenis Couple (Kopel), yang bisa terjadi pada
poros/rotor panjang seperti turbin beberapa tingkat, generator,
pompa beberapa tingkat dan sebagainya.
- Frekuensi 1x rpm.
- Perpindahan transducer dari arah vertikal ke horizontal atau
sebaliknya akan merubah sudut fase sebesar 90 derajat.
- Kenaikan amplitude vibrasi pada putaran dari 0 rpm sampai
dengan putaran kritis sangat mendaki.

Amplitude vibrasi pada putaran kritis lebih tinggi dari pada


biasanya, sedangkan penurunan vibrasi setelah melewati putaran
kritis tidak seberapa besar.

Sebagai contoh karakteristik ketidak balans yang digambarkan secara


spektrum, lihat Gambar 24.

Pada frekuensi 1x rpm (2200 cpm) amplitude arah horizontal (radial)


lebih tinggi dari arah axial. Hal ini berarti unbalance terjadi pada Fan.
Amplitude pada frekuensi lainnya (2x, 3x, 4x rpm) tidak menjadikan
masalah, selama besarnya tidak melebihi 50 % dari amplitude 1x rpm.
Jika melebihi, kemungkinannya adalah looseness, clearance bearing
terlalu besar, pondasi retak. Dengan demikian balansing hasilnya sulit
dicapai sebelum kerusakan tersebut diatasi.

Pada overhung rotor, ketidak balans terjadi pada frekuensi 1x rpm,


tetapi amplitude arah axial tinggi bahkan dapat melebihi arah
amplitude arah radial. Overhung rotor adalah rotor yang letaknya tidak

SGS/MRG/UNJ/2010 38
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

berada diantara kedua bearing penumpu, melainkan berada tergantung


diluar daripadanya.

3.4.2. Misalignment
.
Jenis-jenis misalignment adalah sebagai berikut :

- Misalignment kopling (Sudut, Ketidak Sejajaran atau kombinasi


keduanya).
- Torque Lock.
- Misalignment bearing.

Misalignment kopling.

Karakteristik misalignment bearing adalah sebagai berikut :


- Lihat tabel 4.2.
- Amplitude pada arah radial dan axial tinggi, tapi arah axial
besarnya lebih dari 50% arah radial.
- Frekuensi 1x rpm, jika cukup besar, 2x atau 3x rpm.
- Jika amplitude pada frekuensi 2x atau 3x rpm besarnya 30% s.d.
75% dari amplitude pada frekuensi 1x rpm, maka mesin masih boleh
dijalankan. Jika amplitudenya antara 75% s.d. 150%, maka mesin
harus diamati dengan cermat selama beroperasi, dan diadakan
perbaikan hingga ada kesempatan untuk stop. Jika amplitude
tersebut lebih dari 150%, maka kerusakan telah terjadi dan mesin
harus segera distop untuk diperbaiki.
- Terjadi kenaikan temperatur dan tekanan minyak pelumas di
bearing. Hal ini merupakan pengaruh; tidak langsung dari
misalignment terhadap minyak pelumas.

Adakalanya gaya misalignment yang bekerja pada kopling dapat


diredam karena kekarnya kopling tersebut. Tetapi reaksi daripada gaya
ini akan timbul pada bagian poros diluar kedua bearing penumpu, dan
dapat merusak peralatan yang ada disana.

Poros bengkok mempunyai karakter yang sama dengan misalignment


kopling. Jika kebengkokan itu tidak terlalu parah cukup diatasi dengan
membalans. Membedakan masalah misalignment dengan poros
bengkok dibahas pada Bab 5 Analisa Fase.

Torque Lock.

Misalignment dapat terjadi pada roda gigi yang mengkopel mesin


penggerak dengan mesin yang digerakkan, misalnya reduction gear
pada PLTG. Misalignment ini terjadi akibat gaya torsi yang bekerja pada
poros, sehingga salah satu poros roda gigi akan terangkat ke atas dan
yang lainnya tertekan ke bawah (Apabila kedudukan kedua poros
tersebut sejajar horizontal).

Hal ini terjadi apabila poros roda gigi terlalu panjang atau material poros
kurang kuat, sehingga poros mudah melengkung akibat momen yang
dideritanya, atau pelumasan pada bearing-bearing tidak baik, sehingga
clearance padanya tidak terisi minyak melainkan terisi oleh poros.

SGS/MRG/UNJ/2010 39
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Kejadian ini dapat diidentifikasi dengan cara mengukur amplitude vibrasi


dan sudut fase pada arah axial dibearing penumpu roda gigi. Setelah itu
mesin dimatikan hingga putaran berhenti. Kemudian mesin dihidupkan
lagi hingga mencapai pada kondisi sebelum dimatikan tadi (putaran,
temperatur, beban dan sebagainya), lalu pengukuran vibrasi seperti
sebelumnya diulang kembali. Apabila amplitude vibrasi dan sudut fase
tidak sama dengan pengukuran pada saat sebelumnya, maka berarti
terjadi "Torque Lock".

Misalignment bearing.

Misalignment bukan saja dapat terjadi dikopling tapi bisa juga pada
posisi bearing penumpu poros. Lihat Gambar 25a dan 25b.

Gambar 25a Gambar 25b

Pada sleeve bearing gambar 25a, karakter yang diberikan hanyalah


gejala unbalance (Frek. 1x rpm) tapi vibrasi radial dan axial besarnya
tidak jauh berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan membalans rotor
dimana vi . brasi radial maupun axial akan mengecil setelah rotor
balans.

Pada anti-friction bearing gambar 25b, karakter yang diberikan adalah


frekuensi 1x, 2x, 3x rpm atau pada frekuensi sebesar perkalian jumlah
roll/ ball dengan rpm. Sedangkan vibrasi axialnya besar walaupun
poros/ rotor telah dibalans. Untuk mengatasinya ialah dengan
memperbaiki posisi bearing tersebut.

Bearing misalignment bisa terjadi bukan saja karena kesalahan


pemasangan bearing yang tidak benar posisinya, tapi bisa juga karena
distorsi (penyimpangan bentuk) pada alas kaki suport (baseplate)
akibat kencangnya tekanan salah satu atau beberapa baut pengikat
terhadap baseplate, sehingga posisi support/ bearing menjadi miring.

SGS/MRG/UNJ/2010 40
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Untuk itu baut pengikat perlu direnggangkan agar bagian suport yang
miring tersebut terangkat dan posisinya menjadi rata. Ketika
merenggangkan baut yang terlalu kencang itu, sebaiknya mesin dalam

keadaan beroperasi sambil vibrasinya dipantau apakah terjadi


penurunan. Jika turun berarti baut itulah yang mengakibatkan distorsi
pada kaki suport/ baseplate.Kejadian diatas biasanya disebut "Soft
Foot".

3.4.3. Kerusakan bearing

Ada dua jenis bearing yang dibahas pada bagian ini yaitu Anti Friction
bearing dan Sleeve bearing. Keduanya mempunyai karakter vibrasi
yang berbeda, dan juga kerusakan yang ditimbulkannya berlainan. -
Yang termasuk Anti Friction bearing ialah ball bearing dan roll bearing,
sedangkan Sleeve bearing adalah Journal bearing.

Anti Friction bearing.

Kerusakan pada bearing jenis ini dapat terjadi pada salah satu atau
lebih daripada elemenelemennya, yaitu pada ball/ roll, alur luar atau
dalam dan sangkar.

Karakteristik kerusakan Anti Friction bearing sebagai berikut :


- Lihat tabel 4.2.
- Vibrasi terjadi pada frekuensi tinggi tapi tidak pada angka yang
tetap, demikian pula dengan amplitudenya.

Hal ini disebabkan kemungkinan kerusakan lebih dari satu elemen


yang terjadi secara bersamaan. Lihat Gambar 26.

SGS/MRG/UNJ/2010 41
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 26

Secara pendekatan, frekeunsi vibrasi dapat dihitung dengan rumus


seperti yang tampak pada Gambar 27. Hal ini untuk lebih meyakinkan
apakah frekuensi yang ditunjukkan pada X-Y Recorder adalah benar
disebabkan oleh kerusakan bearing. Apabila ukuran elemen-elemen
bearing tidak diketahui, maka rumus untuk kerusakan pada Inner Race
(alur dalam) dan Outer Race (alur luar) dapat dihitung dengan
mengalikan faktor 0,6 dan 0,4.

SGS/MRG/UNJ/2010 42
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar. 27

- Jika bearing menerima vibrasi akibat ketidak balans rotor, maka


kerusakan pertama terjadi pada alur dalam.
- Jika bearing menerima vibrasi akibat misalignment, maka
kerusakan pertama terjadi pada alur luar. Frekuensi terjadi sebesar
jumlah ball/ roll kali rpm
- Jika kerusakan pertama terjadi di ball/ roll, maka penyebabnya
adalah pelumasan yang tidak baik, overheating, atau ada arus listrik
yang melewati bearing tapi pentanahannya (ground) tidak baik.

Adakalanya kerusakan bearing disertai dengan resonansi. ' Jika hal ini
terjadi, frekuensi besarnya sangat tinggi dan bukan merupakan fungsi
dari putaran.

Dengan demikian frekuensi tidak dapat dirumuskan, karena resonansi


terjadi terhadap komponenkomponen mesin seperti : rumah bearing,
poros, ball/ roll, alur dalam, alur luar, sangkar dan lain-lain, yang mana
masing-masing mempunyai frekuensi pribadi berbeda-beda.

SGS/MRG/UNJ/2010 43
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Sleeve bearing.

Kerusakan pada sleeve bearing umumnya adalah clearance terlalu


besar, beban yang ditumpu terlalu besar dan pelumasan yang tidak
baik. Karakteristik kerusakan sleeve bearing adalah sebagai berikut :

- Frekuensi vibrasi terjadi pada 2x, 3x atau beberapa kali putaran.


- Clearance yang terlalu besar biasanya disertai dengan agak tidak
balans, misalignment, looseness pada bagian-bagian sekitar
bearing atau rubbing.
- Jika antara poros dengan bearing terjadi kontak langsung tanpa
pelapisan minyak, amplitude vibrasi arah vertikal umumnya lebih
besar dari arah horizontal. Hal ini bisa disertai dengan clearance
yang terlalu besar.

3.4.4. Kerusakan gigi.

Kerusakan gigi dapat disebabkan oleh keausan, sentuhan antar gigi


tidak smooth, bentuk gigi yang tidak sesuai, pelumasan yang tidak baik
dan eksentrisitas.

Karakteristik kerusakan gigi sebagai berikut :

- Lihat tabel 4.2.


- Frekuensi terjadi umumnya pada frekuensi gear mesh, yaitu
frekuensi sebesar perkalian jumlah gigi dengan putaran (rpm).

SGS/MRG/UNJ/2010 44
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 28

Hal ini terjadi jika kerusakan karena keausan gigi, sentuhan dan
bentuk gigi yang tidak tepat atau pelumasan yang tidak baik. Apabila
keausan gigi yang terjadi mengakibatkan kerenggangan yang cukup
besar, maka frekuensi dapat terjadi pada 2x atau 3x frekuensi gear
mesh bahkan bisa lebih daripada itu.

- Jika kelainan yang terjadi disebabkan misalignment atau


eksentrisitas, maka akan muncul frekuensi "side band" pada
sebelum dan sesudah frekuensi gear mesh, yaitu munculnya 2 buah
amplitude dengan frekuensi yang mengapit frekuensi gear mesh
sebesar plus dan minus dari 1x rpm gigi.

Jika kelainan yang dominan adalah misalignment atau poros


bengkok pada frekuensi 2x rpm, maka frekuensi side band adalah
plus dan minus 2x rpm gigi.

Dalam menentukan gigi mana yang berkelainan (driver atau driven),


adalah yang mempunyai putaran yang sama dengan selisih gear
mesh dengan salah frekuensi side band.

- Jika kerusakan gigi karena patah atau retak sebanyak satu atau
beberapa buah, maka frekuensi yang terjadi adalah perkalian
antara jumlah gigi yang rusak tersebut dengan rpm.

Kemungkinan misalignment pada roda gigi ada dua yaitu :

- Misalignmnet kopling (terjadi di luar gear box)


- Misalignment bearing (terjadi di dalam gear box)

SGS/MRG/UNJ/2010 45
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Misalignment bearing bisa disebabkan oleh bautbaut pengikat gear box


pada baseplate tidak sama tekanannya, sehingga terjadi kemiringan
gear box atau terjadi apa yang disebut "soft foot".

Untuk mengatasi ini maka haruslah diperbaiki masalah


misalignmentnya terlebih dahulu, baru diamati lagi adanya kerusakan
gigi.

3.4.5.Kerenggangan mekanis (Mechanical looseness).

Kerenggangan pada suatu mesin dapat disebabkan oleh kerenggangan baut,


kerenggangan bearing, keretakan di pondasi, kerenggangan antara rotor
dengan poros, dan sebagainya. Pada motor listrik dan generator,
kerenggangan dapat terjadi pada rotor bar atau gulungan rotor maupun stator.

Untuk mengetahui pada bagian-bagian mana di pondasi atau di sekitar


mesin yang terjadi kerenggangan mekanis, dapat dilakukan dengan
cara "analisa fase" seperti yang dikemukakan pada topik berikutnya.

Karakteristik kerenggangan mekanis sebagai berikut :

- Lihat tabel 4.2.


- Frekuensi dapat terjadi pada 2x s.d. 6x rpm. Biasanya disertai
dengan unbalance atau misalignment.
- Jika balansing atau alignment sulit dicapai hasil yang baik, ada
kemungkinan terjadi kerenggangan mekanis yang cukup berarti.
- Apabila amplitude pada frekuensi 2x rpm atau lebih mempunyai
besar yang melebihi setengah dari amplitude pada frekuensi 1x
rpm, maka masalah kerenggangan mekanis perlv mendapat
perhatian yang lebih serius.

3.4.6. Vibrasi karena listrik.

Vibrasi karena masalah listrik pada mesin-mesin rotasi hanya terjadi


pada generator dan motor listrik. Masalah ini biasanya disebabkan
oleh ketidakmerataan gaya medan magnet yang bekerja pada rotor
atau stator. Hal ini bisa disebabkan karena hubung singkat pada
gulungan, kerusakan pada rotor, sumbu rotor dan stator tidak segaris,
stator atau rotor tidak bundar benar dan sebagainya.

Karakteristik vibrasi karena masalah listrik sebagai berikut :

- Lihat Tabel 4.2.


- Vibrasi menurun secara drastis jika aliran listrik dimatikan.
Untuk ini pengukuran dilakukan secara Filter Out.
- Jika vibrasi menurun secara perlahan setelah aliran listrik
dimatikan, penyebabnya bukan masalah listrik tapi masalah
mekanis.

3.4.7. Vibrasi karena gaya Aerodinamis

SGS/MRG/UNJ/2010 46
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Vibrasi yang disebabkan oleh gaya aerodinamis pada mesin-mesin


rotasi sering terjadi pada fan atau blower. Hal ini umumnya
dikarenakan adanya turbulensi fluida (udara/gas) yang berlebihan,
akibat pukulan blade dengan fluida tersebut.

Vibrasi karena aerodinamis biasanya kecil dan tidak menimbulkan


masalah yang serius. Tetapi jika vibrasi tersebut besarnya di luar
kewajaran, perlu diperhatikan 2 hal yaitu :

- Kemungkinan terjadinya resonansi pada bagianbagian peralatan


yang menerima vibrasi dari gaya aerodinamis tersebut.

Untuk ini perlu diadakan pengecekan resonansi pada masing-


masing peralatan.

- Kemungkinan adanya halangan yang mengganggu kelancaran


aliran fluida. Hal ini perlu pemeriksaan adanya gangguan pada sisi
aliran masuk maupun keluar fan/blower.
Posisi pembukaan damper dan bentuk damper yang kurang
aerodinamis juga dapat mengakibatkan gangguan pada aliran fluida
ini.

Demikian pula jika ada masalah eksentrisitas pada rotor fan


sentrifugal, yang mengakibatkan jarak kerenggangan antara blade
dengan rumah fan selalu berubah-ubah selama berputar. Perubahan-
perubahan ini mengakibatkan aliran udara keluar blade terganggu.

Karakteristik vibrasi aerodinamis :

- Lihat Tabel 4.2.


- Frekuensi pada 1x rpm terjadi jika jarak antar blade ada yang
tidak sama.
- Frekuensi sebesar perkalian jumlah blade dengan putaran karena
adanya hambatan aliran fluida.
- Turbulensi pada duct terjadi pada belokan atau perubahan
diameter penampang yang tiba-tiba. Hal ini dapat menimbulkan
vibrasi yang frekwensinya tidak mempunyai hubungan perkalian
dengan putaran, tapi umumnya besarnya antara 50 cpm sampai
dengan 2000 cpm.

Vibrasi karena gaya Hidrolik


Vibrasi hidrolik terjadi pada aliran fluida cair seperti pada peralatan
pompa, pipa, katup dan sebagainya. Sama seperti pada vibrasi
Aerodinamik, vibrasi ini menjadi serius apabila disertai adanya
reonansi pada peralatan yang dilalui fluida atau kesalahan desain.

Penyebab adalah :
• KAVITASI.
Terjadi pada :

SGS/MRG/UNJ/2010 47
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

- Pipa isap pompa


- Katup
- Perubahan diameter pipa dari kecil ke
besar

• ALIRAN BALIK.
Terjadi pada pompa ketika beroperasi pada kapasitas rendah.

• TURBULENSI.
Terjadi pada belokan tajam pada pipa, gesekan dengan pipa atau
adanya hambatan aliran fluida.

Karakteristik vibrasi Hidrolik :


Beberapa hal sama dengan karakteristik vibrasi aerodinamis,
kecuali : kavitasi, Aliran Balik dan Turbulensi, mempunyai vibrasi
random yang tidak tetap. Lihat Gambar 29

Gambar 29

3.4.8. Vibrasi karena resonansi.

Instalasi suatu mesin biasanya terdiri dari rangka, pipa, duct, dan
sebagainya, dimana komponen-komponen tersebut mempunyai
frekuensi diri (natural frequency), yang didesain besarnya tidak boleh
ada yang sama dengan putaran mesin. Jika salah satu atau beberapa
komponen yang ada pada mesin itu mempunyai frekuensi diri yang
sama besar dengan putaran mesin, maka vibrasi akan meninggi atau
disebut terjadi Resonansi.

SGS/MRG/UNJ/2010 48
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Untuk mengetahui apakah terjadi resonansi pada suatu mesin, dapat


dilakukan pengukuran amplitude vibrasi secara Filter Out dan sudut fase
secara berasamaan. Pengukuran ini dilaksanakan selama mesin dalam
keadaan rolling ketika start up, mulai dari'putaran nol hingga putaran
kerjanya. Atau dalam kondisi rolling ketika mesin dimatikan dari putaran
nominal hingga stop.

Apabila pada suatu putaran tertentu dalam keadaan rolling amplitude


naik dan sudut fase berubah 180 derajat, maka pada komponen mesin
yang kita pasang transducer itu terjadi resonansi. Lihat Gambar 30.

Gambar 30

Kejadian ini bisa terjadi beberapa kali selama rolling, tergantung dari
berapa banyak komponen yang mempunyai frekuensi diri di bawah
putaran nominal mesin; termasuk putaran kritis.

Karakteristik vibrasi resonansi :

- Terjadi perubahan fase sebesar 180° pada amplitude peak


ketika rolling.
- Rasio perbandingan amplitude pada suatu arah (H atau V
atau A) dengan arah lainnya terlalu besar (lebih dari 5x).
Pengukuran ini dilakukan pada putaran kerjanya.
- Frekuensi resonansi tidak merupakan perkalian dari putaran,
tetapi tergantung dari frekuensi diri pada masing-masing komponen.

SGS/MRG/UNJ/2010 49
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

- Sudut fase pada pengukuran vertikal dan horizontal adalah


sama, atau berbeda 180°.

Cara mencari penyebab resonansi :

Dalam menentukan komponen dari suatu mesin yang beresonansi,


adalah dengan mengetahui frekuensi diri dari masing-masing komponen
tersebut. Apabila frekuensi diri suatu komponen sama besar dengan
putaran mesin, maka dapat dipastikan terjadi resonansi. Caranya ialah
dengan "bumb test", yaitu memukul komponen yang dicurigai dengan
palu, sambil diukur frekuensi peaknya secara Filter Out. Transducer
(velocity atau acceleration) dipasang pada komponen yang dicurigai
tersebut. Jika penunjukan pada frekuensi -meter terlalu cepat,
lakukanlah pemukulan beberapa kali agar pembacaan frekuensi mudah
dilihat.

Apabila pada beberapa kali pemukulan frekuensi tidak menunjukkan


angka peak yang tetap, maka kemungkinan resonansi pada komponen
itu terjadi lebih dari satu frekuensi diri. Untuk ini gunakan Filter In,
kemudian lakukan tunning frekuensi dengan menggunakan X-Y
Recorder sambil pemukulan dilakukan berulang-ulang. Pada X-Y
Recorder akan tampak pada frekuensi-frekuensi berapa saja terjadi
amplitude peak, dimana hal itu menunjukkan frekuensi diri yang
dipunyai oleh komponen tersebut.

Cara mencegah vibrasi resonansi :

Mencegah resonansi pada dasarnya adalah menjadikan putaran mesin


tidak sama besar dengan frekuensi diri pada suatu komponen.

- Rubahlah putaran mesin lebih tinggi atau lebih rendah


daripada semula, agar tidak sama besar dengan frekuensi diri dari
komponen yang membuat resonansi. Hal ini bisa dilakukan apabila
putaran mesin dapat dirubah.

- Apabila putaran mesin tidak dapat dirubah, maka perkuatlah


komponen dengan menambah kekakuannya (stifness). Penambahan
ini akan merubah frekuensi diri menjadi lebih besar, sehingga
melebihi putaran mesin.

Cara lain adalah dengan menambah berat komponen tersebut. Hal


ini akan membuat frekuensi diri komponen menjadi lebih rendah dari
putaran mesin.

- Apabila baik putaran mesin maupun frekuensi diri suli-t


dirubah, maka bisa dipasang "Dynamic Absorber" pada komponen
yang beresonansi tersebut. Dynamic Absorber adalah sebuah batang
besi yang di ujungnya mempunyai pemberat, yang disekrup (dilas)
pada komponen yang beresonansi, dimana arah getaran padanya

SGS/MRG/UNJ/2010 50
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

akan berlawanan dengan arah getaran komponen yang beresonansi


itu.

Hal ini berarti gaya gerak antara Dynamic Absorber dengan komponen
akan saling tarik menarik, sehingga dapat mengurangi (menghilangkan)
vibrasi resonansi.
Lihat Gambar 31.

Gambar 31

Apabila resonansi terjadi pada frekuensi sedikit di bawah putaran mesin,


maka penambahan stifness akan mengakibatkan kenaikan frekuensi diri
yang dapat memungkinkan frekuensi tersebut menjadi sama dengan
putaran mesin. Keadaan ini akan mengakibatkan vibrasi resonansi
malah menjadi bertambah besar.

Sebaliknya jika resonansi berada pada frekuensi sedikit di atas putaran


mesin, maka penambahan berat akan menurunkan frekuensi diri yang
dapat memungkinkan menjadi sama dengan putaran mesin. Hal ini
malah akan memperbesar vibrasi resonansi. Maka dalam menentukan
penambahan stifness atau penambahan berat suatu komponen yang
beresonansi, perlu diketahui terlebih dahulu berapa sesungguhnya
frekuensi resonansi yang terjadi.

Alternatif lain yang tidak langsung dapat mengurangi vibrasi karena


resonansi, ialah dengan melakukan balansing dan atau alignment.
Meskipun kedua cara ini tidak langsung mengatasi resonansi, tapi dapat
mengurangi gaya-gaya yang membuat vibrasi resonansi.

Masalahnya apakah hasil vibrasinya cukup memuaskan untuk tidak


perlu mengambil cara perbaikan lainnya, tergantung dari besarnya
kekakuan komponen dalam meredam vibrasi.

SGS/MRG/UNJ/2010 51
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Resonansi sudu.

Pada turbin uap dan turbin gas, resonansi sudu dapat terjadi meskipun
agak jarang ditemui. Dalam pendesainan' sudu, frekuensi dirinya tidak
boleh sama dengan putaran nominal mesin. Tapi adakalanya setelah
sudu-sudu tersebut dipasang, satu atau beberapa grup sudu mengalami
resonansi. Resonansi sudu terjadi pada frekuensi tinggi dengan tidak
mempunyai angka tertentu. Penempatan transducer untuk pengambilan
data diletakkan pada casing turbin.

Tidak ada cara untuk dapat mengetahui apakah telah terjadi retak atau
patah pada sudu-sudu turbin dalam keadaan beroperasi. Tapi dapat
dicurigai apabila vibrasi turbin yang pada mulanya tinggi, setelah
beberapa waktu turun menjadi stabil tanpa dilakukan perbaikan. Maka
bisa kemungkinan sudu telah retak atau patah, yang mengakibatkan
frekuensi diri berubah tidak lagi sama dengan putaran mesin.

Lihat Gambar 32. Pada gambar atas adalah bentuk spektrum vibrasi
sudu. Sedangkan gambar bawah setelah perbaikan atau penggantian
sudu.

Gambar 32

3.4.9. Vibrasi karena putaran minyak pelumas (Oil Whirl)

Vibrasi ini terjadi pada journal bearing, yang hanya terjadi pada mesin-
mesin dengan sistem pelumasan minyak bertekanan, serta mesin
putaran tinggi (di atas putaran kritis pertama).
Lihat Gambar 33.

SGS/MRG/UNJ/2010 52
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 33

Selama berputar, poros di dalam bearing akan bergerak-gerak


cenderung terangkat ke atas pada satu sisi rongga bearing.

Makin besar clearance yang terjadi antara poros dan bearing makin jauh
gerakannya. Karena keterangkatannya itu, minyak akan mengisi
clearance antara poros dengan linning bearing bagian bawah.

Minyak ini mendapat tekanan dari poros karena beratnya, sehingga ada
lapisan minyak yang menempel pada poros dan ikut berputar. Oleh
karena minyak ini juga melapisi linning yang tidak berputar, maka
putarannya adalah putaran rata-rata poros dan linning yaitu 50%
putaran poros. Tetapi karena adanya faktor gesekan, maka putarannya
akan kurang sedikit daripada itu. Gaya putaran minyak pelumas ini akan
menimbulkan vibrasi dengan frekuensi antara 43% s.d. 48% rpm poros.
Oil Whirl dapat disebabkan oleh :

- Desain bearing tidak sesuai dengan beban statik poros yang


terlalu kecil.
- Kerenggangan (clearance) antara poros dengan bearing
terlalu besar disebabkan keausan bearing.
- Bertambahnya tekanan minyak pelumas.
- Bertambahnya viskositas minyak pelumas.

Adakalanya indikasi. vibrasi oil whirl (frekuensi 45% rpm) pada bearing
terjadi bukan karena penyebab itu sesungguhnya, tapi disebabkan oleh
vibrasi "background" sekitar mesin, yang kebetulan frekuensinya sama
dengan ciri yang dimiliki oleh oil whirl. Misalnya ada mesin di sekitar
yang putarannya setengah daripada putaran mesin yang diamati.

Selain daripada itu, bisa juga terjadi resonansi pada pipa atau pondasi
mesin yang ditimbulkan oleh turbulensi aliran fluida.

Hal mana secara kebetulan frekuensinya sama dengan frekuensi oil


whirl. Jadi sebelum memutuskan vibrasi karena Oil Whirl, perlu
dilakukan pemeriksaan vibrasi lain di sekitarnya

3.4.10. Vibrasi karena gesekan (rubbing).

SGS/MRG/UNJ/2010 53
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gesekan antara bagian yang berputar dengan bagian yang tetap


disebut rubbing. Gesekan ini bisa terjadi secara terputus-putus
(intermitent) atau secara terus menerus (continue) selama berputar.

Vibrasi yang ditimbulkannya dapat diketahui dengan cara sebagai


berikut :

Misalkan putaran turbin uap pada 3.000 rpm mempunyai amplitude dan
sudut fase pada besaran tertentu. Jika putaran diturunkan menjadi
1.500 rpm, kemudian dinaikkan lagi menjadi 3.000 rpm, maka
amplitude dan (atau) sudut fase tersebut besarnya tidak sama lagi
dengan pengukuran pada putaran 3.000 rpm sebelumnya. Maka dapat
disimpulkan bahwa rotor turbin terjadi gesekan (rubbing) dengan
stator, atau poros dengan labirin-labirinnya.

Frekuensi vibrasi bisa 2x rpm, atau tinggi sekali jika disertai resonansi
pada bagianbagian yang bergerak.

3.4.11. Vibrasi karena menambahkan (beat).

Vibrasi ini terjadi karena adanya gaya-gaya vibrasi yang saling


menjumlah dan saling mengurangi secara berulang, dari dua buah atau
beberapa mesin yang berdekatan di atas satu rangka pondasi yang
sama. Kejadian ini biasanya terjadi jika putaran dari mesin-mesin itu
tidak sama.

Misalkan ada dua buah pompa di atas satu rangka pondasi mempunyai
putaran 3.000 rpm dan 2.500 rpm. Maka vibrasi masing-masing pompa
akan saling berinteraksi satu sama lain.

Gaya sentrifugal kedua pompa pada saat tertentu mempunyai arah


yang sama, tapi juga mempunyai arah yang berlawanan pada saat
lainnya. Hal ini dikarenakan putaran kedua pompa tersebut tidak sama
besar, sehingga pompa yang putarannya lebih tinggi mempunyai
putaran relatif terhadap pompa yang putarannya lebih rendah. Dengan
demikian pada posisi putaran rotor tertentu, gaya sentrifugal keduanya
akan searah dan pada posisi lainnya akan berlawanan.

Frekuensi vibrasi yang ditimbulkan oleh masalah ini adalah


penjumlahan kedua putaran (3.000 2.500 = 5.500 cpm) atau selisihnya
(3.000 - 2.500 = 500 cpm.).

4. ANALISA FASE

Selain menyatakan kondisi parameter vibrasi, sudut fase juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi masalah-masalah penyebab vibrasi. Penggunaan sudut fase dalam
analisa vibrasi, lebih ditujukan untuk lebih memperjelas penyebab vibrasi yang telah
ditentukan, daripada baru mau mencarinya. Pada tabel 4.2 Bagian 3 dapat dilihat
penggunaan sudut fase selain frekuensi dalam meyakinkan penyebab vibrasi. Pada
bab ini akan dibicarakan penggunaan sudut fase selain dari apa yang tertera pada
Tabel 4.2.

SGS/MRG/UNJ/2010 54
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

4.1. Misalignment dan poros bengkok.

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa karakter vibrasi akibat
misalignment atau poros bengkok adalah vibrasi axial yang besarnya lebih dari
separuh vibrasi radial pada pengukuran di bearing. Untuk lebih mengetahui apa
penyebab misalignment atau poros bengkok dan di mana lokasinya, maka
digunakan analisa fase sebagai berikut.

4.1.1. Kebengkokan poros yang terjadi di sekitar bearing.

Gambar 34A Gambar 34B

Pada gambar 34A diperlihatkan empat titik pengukuran vibrasi secara


axial pada suatu rumah bearing. Dengan menggunakan Filter In pada
Frekuensi 1x rpm, sinari poros dengan lampu strobo, agar Mark (tanda
panah) yang telah ditandai pada poros tampak berhenti pada suatu
posisi; dimana posisi ini menunjukkan besarnya sudut fase. Skala
sudut fase dibuat mengelilingi poros dengan menggunakan kertas, nol
derajat dimulai dari sisi poros paling atas (titik 1) membesar searah
jarum jam.

SGS/MRG/UNJ/2010 55
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Apabila posisi Mark pada setiap titik pengukuran berbeda-beda, berarti


bearing mengalami "twisting". Maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
bengkokan poros pada sekitar bearing, yang mengakibatkan bearing
terpuntir akibat kelengkungan poros yang berputar tersebut. Lihat
Gambar 34B.

4.1.2. Menentukan bagian poros yang bengkok dan misalignment.

Jika poros ditumpu oleh lebih dari dua buah bearing, maka untuk
menentukan pada bagian mana jika terjadi kebengkokan dapat
dilakukan dengan analisa fase. Demikian juga halnya jika ada dua atau
lebih kopling pada suatu poros, maka untuk menentukan pada kopling
mana terjadi misalignment dapat ditentukan dengan cara yang sama.

Pengukuran dilakukan pada keempat titik axial pada semua rumah


bearing seperti cara di atas; dan dicatat pada posisi mana Mark
berhenti (sudut fase) dengan frekuensi 1x rpm.

Apabila arah transducer tidak memungkinkan untuk searah pada setiap


bearing melainkan ada yang berlawanan"arah, maka sudut fase yang
ditunjukkan oleh Mark harus dikoreksi sebesar 180'.

Apabila sudut fase yang didapat kurang dari 180°, maka dikoreksi
dengan menambah 180°. Sedangkan jika yang didapat lebih besar dari
180 °, maka dikoreksi dengan mengurangi 180 ° .

Misal dari hasil pengukuran Mark berhenti pada posisi-posisi jam


seperti pada Gambar 35.

SGS/MRG/UNJ/2010 56
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 35

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa, antara bearing A dan B


hampir tidak terdapat perbedaan fase yang berarti. Juga pada bearing
C dan D. Tetapi antara bearing B dan C rata-rata terjadi perbedaan
fase yang cukup besar (180°) dimana antara kedua bearing itu
terdapat kopling. Maka dapat disimpulkan bahwa kopling yang terletak
antara bearing B dan C mengalami misalignment. Jika perbedaan
sudut fase yang cukup besar terjadi antara bearing A dan B atau C dan
D, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi kebengkokan poros antara
kedua bearing. Atau kemungkinan lainnya ialah terjadi misalignment
bearing pada salah satu atau kedua bearing tersebut.

Apabila pada semua bearing sudut fasenya relatif sama (tapi vibrasi
axial lebih dari setengah vibrasi radial), maka besar kemungkinan
terjadi resonansi pondasi arah axial pada frekuensi 1x rpm, atau
unbalance jika rotor ditumpu secara "overhung".

SGS/MRG/UNJ/2010 57
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

4.2. Menentukan kerenggangan mekanis (looseness).

Penggunaan sudut fase dalam menentukan kerenggangan mekanis,


khususnya digunakan pada bagian mana distruktur terjadi kerenggangan
tersebut.

Gambar 36

Lihat Gambar 36. Pengukuran vibrasi dengan Filter In pada frekuensi 1x rpm,
dilakukan pada ketiga titik seperti tampak pada gambar. Apabila perbedaan
sudut fase antara salah satu titik atau ketiganya cukup besar, maka dapat
disimpulkan terjadi kerenggangan antara bagianbagian yang berbeda sudut
fasenya tersebut.

4.3. Menentukan ketidak balans.

Dalam menentukan ketidak balans, sudut fase digunakan untuk lebih


memastikan adanya indikasi tersebut. Karena dari amplitude yang muncul
pada frekuensi 1x rpm, maka dari karakteristik ini sesungguhnya hal itu telah
dapat diketahui. Hanyalah apakah karakter ini tidak overlaping dengan
indikasi-indikasi vibrasi lainnya; seperti misalignment yang bisa juga terjadi
pada frekuensi 1x rpm, maka perlu dicari karakteristik selain daripada itu yang
dapat mendukung.

Pengukuran displacement dengan Filter In pada frkuensi 1x rpm pada posisi


vertikal dan horizontal, dilakukan dengan mencatat besar sudut fasenya
masing-masing. Apabila perbedaan sudut fase tersebut sebesar 90', maka
dapat disimpulkan bahwa terjadi ketidak balans pada rotor yang diukur. Hal ini
disebabkan oleh "heavyspot" (gaya ketidak balans) yang berputar bersama
dengan poros, mendorong transducer vertikal dan horizontal dengan beda
posisi 90°.

SGS/MRG/UNJ/2010 58
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

4.4. Menentukan adanya resonansi.

Pada bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa, pada saat rolling startup dan
startdown ketika putaran poros sama dengan frekuensi diri dari salah satu
komponen mesin atau struktur, maka sudut fase akan berubah 180° disertai
"peak amplitude". Peristiwa ini disebut resonansi.

Apabila putaran kerja mesin sama atau dekat dengan frekuensi diri struktur
(pondasi, suport dsb), maka akan terjadi resonansi selama mesin beroperasi.

Indikasi ini dapat diketahui apabila perbedaan amplitude arah vertikal dan
horizontal sangat besar (lebih dari 5x), sedangkan arah yang mempunyai
amplitude terbesar adalah menunjukkan arah resonansinya.

Penggunaan sudut fase untuk lebih memastikan gejala resonansi tersebut


ialah, lakukan pengukuran vibrasi arah vertikal dan horizontal pada komponen
mesrn atau struktur yang hendak diamati pada frekuensi 1x rpm. Apabila
sudut fase pada kedua pengukuran tersebut relatif sama atau berlawanan
180°, maka dapat disimpulkan bahwa putaran mesin beresonansi
terhadapnya.

5. ANALISA BENTUK MODE

SGS/MRG/UNJ/2010 59
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Mode dalam pengertian ini adalah bentuk kelenturan yang diderita oleh suatu
mesin, pipa, struktur (pondasi), support dan komponen-komponen lainnya yang
dibentuk oleh vibrasi mengikuti pola daripada arah gerakan vibrasi tersebut.
Analisa Bentuk Mode berguna untuk mengetahui dimana daerah komponen yang
lemah, memastikan adanya resonansi dan menentukan dimana Nodal Point (titik
dimana terjadi amplitude terkecil).

Berbeda dengan Analisa Fase dimana yang diukur hanya sudut fasenya saja, pada
Analisa Bentuk Mode pengukuran meliputi sudut fase dan amplitude.

5.1. Bentuk mode struktur (pondasi).

Apabila amplitude vertikal pada bearing jauh melebihi amplitude horizontal,


maka kemungkinan yang terjadi adalah melemahnya struktur atau terjadi
resonansi struktur. Untuk lebih meyakinkan hal ini, bentuk mode struktur
diperlukan. Pengukuran amplitude dan sudut fase sepanjang struktur,
dilakukan pada titik-titik yang kita tentukan dengan selang jarak yang pendek-
pendek.

Gambar 37A

SGS/MRG/UNJ/2010 60
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 37B

Gambar 37C

Gambar 37D

SGS/MRG/UNJ/2010 61
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 37A adalah suatu struktur yang menopang mesin beserta titik -titik
pengukuran yang kita tentukan. Lakukan pengukuran amplitude (dipilih
parameter yang sesuai) dan sudut fase dengan Filter In pada frekuensi 1x rpm
pada setiap titik-titik pengukuran tersebut. Gambarkan sketsa struktur itu
dengan suatu skala, dan gambarkan seluruh amplitude yang telah didapat
dalam satuan panjang, dengan arah yang telah ditentukan oleh sudut fase
(digambarkan arah vertikal).

Lihat Gambar 37B dan 37C. Kedua gambar ini memperlihatkan dua jenis
kemungkinan bentuk mode yang dapat terjadi. Arah panah dari amplitude-
amplitude itu menunjukkan arah sudut fase. Dengan menghubungkan ujung-
ujung panah tersebut, maka akan didapat bentuk mode yang terjadi.

Gambar 37B memperlihatkan dua daerah lenturan terbesar yang masing-


masing membentuk setengah sinusoidal searah. Arah ini ditentukan oleh
pengukuran sudut fase pada kedua daerah tersebut yang secara keseluruhan
arahnya sama. Nodal point berada di tengah memisahkan kedua lenturan itu.
Maka dapat dilihat bahwa ada dua daerah lemah pada struktur, yaitu pada
kedua daerah puncak sinusoidal tersebut.

Gambar 37C memperlihatkan kemungkinan lain dari jenis lenturan yang dapat
terjadi. Bentuknya hampir sama dengan gambar 37B, tapi arah sudut fase
pada kedua daerah lenturan secara keseluruhan membentuk satu sinusoidal
penuh. Bentuk ini menunjukkan pondasi terjadi resonansi tingkat kedua pada
arah vertikal, dimana nodal point terjadi pada daerah yang membagi dua
sinusoidal tersebut.

Resonansi tingkat pertama terjadi apabila amplitude sepanjang struktur itu


membentuk setengah sinusoidal penuh, yang berarti tidak terjadi perubahan
arah sudut fase dan tidak ada nodal point. Dengan demikian amplitude
terbesar atau daerah struktur terlemah menerima vibrasi terjadi di tengah,
dimana terdapat puncak setengah sinusoidal tersebut.

Nodal point dapat mengarahkan kita dalam melakukan perbaikan atau


penguatan suatu struktur.

Apabila penguatan dilakukan pada daerah nodal point, maka tidak akan terjadi
perbaikan yang diharapkan. Pada gambar 37D diperlihatkan kesalahan
memasang rangka penguat pada struktur, karena pemasangannya dilakukan
pada nodal point, bukan pada 'daerah-daerah dimana terjadi amplitude
maximum, yaitu daerah dimana struktur mengalami kelemahan.

5.2. Bentuk mode suport.

Analisa Bentuk Mode pada suport dilakukan jika amplitude horizontal pada
bearing, jauh melebihi amplitude vertikal. Hal ini menunjukkan melemahnya
suport atau terjadi resonansi suport. Untuk lebih meyakinkannya, bentuk mode
suport perlu diketahui.

SGS/MRG/UNJ/2010 62
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 38A

Gambar 38B

SGS/MRG/UNJ/2010 63
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 38C

Gambar 38A memperlihatkan


bentuk mode suport (garis putus-
putus) yang diukur dari permukaan
lantai ke atas. Dari permukaan
lantai hingga bagian alas rumah
bearing, besarnya amplitude sama
(sudut fase tidak diukur). Tapi dari
alas rumah bearing ke atas,
amplitude berangsur membesar. Hal
ini dimungkinkan karena
melemahnya rumah bearing atau terjadi resonansi bearing.

Gambar 38B adalah bentuk mode suport, dimana amplitude dari permukaan
lantai hingga alas rumah bearing sama besar. Tapi pada alas rumah bearing
mendadak besar hingga ke atas. Hal ini dimungkinkan oleh melemahnya pelat
alas dudukan rumah bearing, atau resonansi pada baut pengikat rumah
bearing.

Gambar 38C menunjukkan amplitude membesar dari permukaan lantai


proporsional dengan ketinggian pondasi. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh
lemahnya pondasi, atau berkurangnya'daya tahan tanah dalam menopang
suport diatasnya.

5.3. Analisa bantuk mode mesin.

Mesin-mesin yang dapat diukur bentuk modenya, adalah mesin yang berukuran
panjang dengan tidak ada penopang ditengahnya. Dari segi konstruksi, mesin
yang berbentuk demikian mudah terjadi kelemahan pada bagian-bagian tertentu
akibat vibrasi. Contohnya adalah pompa-pompa vertikal, mesin roll dan
sebagainya.

Apabila amplitude horizontal pada bearing jauh melebihi , amplitude


vertikalnya, maka Analisa Bentuk Mode diperlukan untuk meyakinkan apakah
terjadi resonansi, atau pada bagian mana dari mesin yang terlemah menerima
vibrasi.

SGS/MRG/UNJ/2010 64
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 39A

Gambar 39B Gambar 39C

SGS/MRG/UNJ/2010 65
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 39D Gambar 39E

Pada gambar di atas diperlihatkan satu contoh pompa vertikal (Gambar 39A)
beserta kemungkinan-kemungkinan bentuk mode yang dapat terjadi
(amplitude dan arah panah sudut fase).

Gambar 39B dan 39C, memperlihatkan bentuk mode yang . menunjukkan


terjadi resonansi tingkat pertama dan tingkat kedua pada pompa.

Gambar 39D menunjukkan lemahnya pondasi atau tanah penopang pondasi.

Sedangkan Gambar 39E menyatakan terjadinya resonansi pada pondasi.

SGS/MRG/UNJ/2010 66
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

6. STUDI KASUS VIBRASI.

Pada bab-bab sebelumnya telah dibahas bagaimana mengenal kerusakan-


kerusakan mesin dari karakter vibrasinya. Contohcontoh yang diberikan adalah
kejadian-kejadian yang umum sering terjadi rii lapangan. Pada bab ini akan
dibahas beberapa contoh yang unik dari kejadian-kejadian yang pernah terjadi,
yang dapat memperluas pengetahuan kita dalam menganalisa vibrasi mesin.

6.1. Olakan minyak pelumas di bearing (Oil Whirl).

Permasalahan :

Sebuah turbin uap 500 MW dengan putaran 3600 rpm. Pada waktu startup,
turbin kadangkala trip pada putaran 2880 rpm, disebabkan bekerjanya sensor
trip akibat tingginya vibrasi pada bearing sisi generator.

Pengamatan :

Dilakukan pengukuran Amplitude vs Frekuensi pada bearing tersebut di atas.


Pada saat putaran mencapai (mendekati) 2880 rpm, spektrum Amplitude vs
Frekuensi diambil datanya. Lihat Gambar 40.

Kesimpulan dan Tindakan :

Pada Gambar 40, tampak pada frekuensi 1440 rpm (0,5 x 2880 rpm) terjadi
amplitude tinggi sebesar 6,7 mils. Hal ini adalah karakter yang dimiliki olahan
minyak pelumas (Oil Whirl) yang terjadi pada bearing. Bearing tersebut
ditambahkan shim setebal 7 mils agar lebih terangkat. Ternyata vibrasi pada
frekuensi 1440 rpm tersebut menjadi 0,2 mils yang berarti sudah cukup aman.
Peristiwa ini terjadi berbarengan antara misalignment bearing akibat "soft
foot" dengan oil whirl akibat tekanan terhadap poros cukup besar karena
misalignment tersebut.

SGS/MRG/UNJ/2010 67
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 40

6.2. Aliran uap masuk turbin tidak merata (part admission).

Permasalahan :

Ketika overhaul suatu turbin uap 650 MW, ditemukan keretakan pada empat buah
sudu jalan yang berurutan di tingkat pertama (curtis). Karena unit harus segera
beroperasi, maka dilakukan tindakan sementara yaitu memotong sudu -sudu yang
retak tersebut (4 buah). Agar supaya rotor turbin tetap balans, maka sudu-sudu yang
berseberangannya (lawannya) dipotong juga dengan jumlah yang sama.

Setelah turbin dioperasikan, ternyata vibrasi turbin menjadi besar.

Pengamatan :

Vibrasi filter out terbesar pada bearing di daerah pedestal, yaitu sebesar 4,2
mils dan 8,4 mils masingmasing pada beban 350 MW dan 500 MW dengan
pembukaan katup regulasi sebesar 3/4 admisi. Sedangkan vibrasi yang
diijinkan pada beban-beban tersebut adalah 4,5 mils dan 5 mils. Dari hasil
pengukuran Amplitude vs Frekuensi, diketahui terjadi Amplitude tinggi pada 2x
rpm sebesar 5 mils pada beban 500 MW.

SGS/MRG/UNJ/2010 68
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Kesimpulan dan Tindakan :

Vibrasi pada 2x rpm disebabkan oleh adanya dua buah daerah kosong pada
rangkaian sudu-sudu jalan tingkat pertama, yaitu sebanyak 2 grup (2x 4 buah
sudu). Kedua daerah kosong ini selama berputar melewati daerah admisi aktif
terbuka dan admisi non aktif tertutup. Hal ini menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran uap sebanyak 2x pada setiap perputaran, yang menimbulkan
vibrasi pada frekuensi 2x rpm.

Untuk mengatasi vibrasi tersebut, maka turbin dioperasikan pada admisi


penuh, sehingga aliran uap tidak dikejutkan dengan adanya daerah admisi
aktif dan non aktif tersebut.

Dari hasil pengamatan ternyata vibrasi filter out turun dari 8,4 mils menjadi
2,3 mils pada beban 500 MW, dan dari 5 mils menjadi 0,5 mils pada frekuensi
2x rpm.

6.3. Resonansi pondasi.

Permasalahan :

Sebuah pompa baru terpasang di atas pondasi beton, hendak diukur


vibrasinya. Ternyata vibrasi cukup besar, sehingga perlu diadakan
pengukuran Amplitude vs Frekuensi untuk analisa.

Pengamatan :

Dari spektrum Amplitude vs Frekuensi, menunjukkan bahwa Amplitude


tertinggi terjadi pada 7200 cpm (1x rpm) arah horizontal sebesar 0,6 in/s (1,6
mils) (lihat Gambar 41a). Setelah pompa dimatikan, pondasi ternyata
mengalami vibrasi cukup besar, yang berasal dari mesin disel yang terletak
beberapa meter dari pompa. Maka dilakukan test resonansi pada pondasi
yaitu dengan bump test.

Pompa dipukul berulang-ulang dengan martil sambil diukur spektrum


Amplitude vs Frekuensinya.

Dari spektrum itu Amplitude tertinggi terjadi pada frekuensi 7725 cpm (Lihat
Gambar 41b) yang berarti menyatakan frekuensi diri dari pondasi tersebut.

SGS/MRG/UNJ/2010 69
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 41a

SGS/MRG/UNJ/2010 70
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Gambar 41b

Kesimpulan dan Tindakan :

Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi resonansi pada pondasi, karena


frekuensi penyebab vibrasi (putaran pompa) hampir sama dengan frekuensi
diri pondasi pompa, yaitu masing-masing sebesar 7200 cpm dan 7725 cpm.

Untuk itu perlu dilakukan pengerasan pondasi, agar frekuensi dirinya berubah
jauh dari frekuensi penyebab vibrasi.

6.4. Vibrasi Kavitasi.

Permasalahan :

Dua buah pompa air laut pendingin kondesor bekerja paralel. Jika salah satu
yang beroperasi, maka vibrasi horizontal dan axial tinggi.

Pengamatan :

Karena vibrasi telah diketahui tinggi jika salah satu pompa yang bekerja,
maka dilakukan pengukuran Amplitude vs Frekuensi.

Pada Gambar 42 menunjukkan bahwa Amplitude tidak mempunyai harga


"frekuensi yang merupakan perkalian terhadap putaran. Indikasi ini
menunjukkan penyebab vibrasi adalah turbulensi atau kavitasi.

Setelah data operasi pompa diteliti ternyata back pressure hanya 10 ft,
sedangkan untuk design seharusnya 38 ft.

SGS/MRG/UNJ/2010 71
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Kesimpulan dan Tindakan :

Karena back pressure terlalu kecil, maka terjadi kavitasi. Untuk penanganan
sementara pada operasi satu pompa katup discharge tidak dibuka penuh. Hal
ini agar back pressure pompa naik, sehingga kavitasi dapat dikurangi atau
hilang sama sekali.

Gambar 42

6.5. Vibrasi karena ketidak balans.

Permasalahan :

Sebuah FD Fan mempunyai vibrasi yang.tinggi pada kedua bearingnya, yaitu


masing-masing sebesar 10 mils dan 5 mils arah horizontal.

Pengamatan :

Dari hasil pengukuran Amplitude vs Frekuensi, diketahui bahwa vibrasi


terbesar pada 1x rpm arah horizontal. Maka dapat disimpulkan bahwa fan
tidak balans. Kemungkinan tidak balans disebabkan oleh deposit yang
menempel pada sudu-sudu fan. Setelah sudu-sudu dibersihkan fan distart
kembali, ternyata vibrasi naik . menjadi.20 mils dan 8 mils.

SGS/MRG/UNJ/2010 72
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Maka dilakukanlah balansing dengan menambahkan trial weight yang


diperkirakan cukup sepadan. Setelah fan distart lagi untuk melihat efek trial
weight tersebut, ternyata vibrasi makin tinggi yaitu mencapai 80 mils.

Kesimpulan dan Tindakan :

Dari gejala-gejala yang ditunjukkan, dapat disimpulkan bahwa fan sangat


sensitif terhadap perubahan ketidakbalans. Kemungkinan ini disebabkan oleh
putaran fan dekat dengan frekuensi pribadi penopangnya, yaitu kombinasi dari
bearing support pondasi. Untuk lebih meyakinkan hal ini bisa diadakan test
resonansi terhadap penopang fan tersebut.

Maka untuk perbaikannya, frekuensi bearing pondasi perlu dirubah dengan


memberikan perkekuatan. Melihat vibrasi horizontalnya yan - g tinggi, maka
perkekuatan dilakukan terhadap arah horizontal.

6.6. Vibrasi Aerodinamis.

Permasalahan :

Suatu fan cooling tower pada PLTP sering mengalami penggantian bearing
dan gangguan pada sistem roda giginya. Poros pemutar fan cukup panjang
karena motor penggerak berada di tepi cooling tower, sedangkan sistem roda
gigi berada pada pusat lingkaran cooling tower di pusat fan. Lihat Gambar 43.

Pengamatan :

Dilakukan pengukuran Amplitude vs Frekuensi pada bearing motor penggerak.


Spektrum yang didapat menunjukkan vibrasi muncul pada frekuensi jumlah
daun fan- kali putarannya.

Gambar 43

Kesimpulan dan Tindakan :

SGS/MRG/UNJ/2010 73
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Spektrum yang ditunjukkan sebesar frekuensi n x rpm (n = jumlah daun fan),


berarti terjadi vibrasi aerodinamis pada fan. Setelah diadakan penelitian dapat
disimpulkan bahwa aliran udara yang diisap oleh fan mengalami gangguan
ketika daun fan melewati tepat di atas poros pemutar.

Gangguan ini disebabkan terhalangnya aliran udara karena poros dan lebih
diperburuk lagi karena poros berputar, sehingga memberikan pusaran udara
di sekitarnya yang bertabrakan dengan aliran udara yang diisap oleh fan.

Untuk mengatasi hal ini jarak daun-daun fan dengan poros pemutar lebih
diperpanjang.

6.7. Vibrasi karena aliran listrik.

Permasalahan :

Bearing pada suatu turbin PLTU sering mengalami kerusakan yang


diakibatkan pitting dan sedikit material permukaan bearing hilang terlepas.

Kesimpulan sementara kerusakan terjadi karena minyak pelumas kurang baik


mutunya.

Tetapi setelah diteliti di laboratorium, minyak pelumas dalam kondisi baik dan
sistem lubrication oil setelah diperiksa bekerja dengan baik pula.

Pengamatan :

Dilakukan pengukuran Amplitude vs Frekuensi pada bearing yang terparah


kerusakannya.

Dari hasil beberapa kali pengambilan/ pengukuran, kadang-kadang muncul


vibrasi yang tidak harmonik (tidak beraturan seperti penyebab turbulensi) dan
kadang-kadana hilang atau normal.

Pada suatu ketika dalam keadaan agak remang-remang (malam) terlihat


antara bearing dengan poros sekali-kali mengeluarkan cahaya-cahaya kecil
seperti kilat (api las).

Kesimpulan dan Tindakan :

Kadang-kadang terjadi ketidakseimbangan tegangan listrik dari generator


yang memberikan listrik statis ke ground. Listrik statis ini melewati poros
turbin yang mana tahanan terendah berada pada clearance antara poros
dengan bearing, sehingga terjadi loncatan api.

Untuk mengatasi hal ini dipasang sikat pada beberapa tempat di poros yang
dihubungkan ke ground.

Catatan :

SGS/MRG/UNJ/2010 74
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT ANALISA VIBRASI
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. DASAR-DASAR PLTG
SURALAYA II

Vibrasi karena aliran listrik ini pada awalnya sulit ditentukan, biasanya mulai
diambil tindakan setelah bearing beberapa kali rusak dengan keadaan pitting
dan terlepas material permukaannya.

Pendeteksian awal masalah ini dapat diamati dengan menggunakan Non


contect Transducer. Displacement yang ditunjukkan sering berubah-ubah
karena terjadi gangguan medan listrik yang dikeluarkannya disebabkan listrik
statis yang melewati poros tersebut.

Tetapi kadang-kadang cara inipun sulit untuk mendeteksinya.

SGS/MRG/UNJ/2010 75

Anda mungkin juga menyukai