Anda di halaman 1dari 1

EFEKTIFITAS PENDESTRIAN PERKOTAAN BAGI

DIFABEL

A. LATAR BELAKANG MASALAH.

RPTRA atau Ruang Publik Terpadu Ramah Anak merupakan ruang terbuka yang
terletak di perkotaan. Kebutuhan akan ruang terbuka merupakan satu hal signifikan yang
harus diutamakan keberadaannya dalam sebuah perencanaan kota apalagi dalam
penataannya. Idealnya, ruang terbuka yang harus dimiliki oleh sebuah wilayah perkotaan
adalah sebesar sepertiga dari total luas wilayahnya. Sementara itu tujuh persen dari luas
ruang terbuka tersebut harus diperuntukkan sebagai taman kota atau taman lokal. Taman-
taman tersebut merupakan ruang publik terbuka yang memang disediakan bagi segala
interaksi dan aktifitas warga masyarakat sehingga faktor keamanan dan kenyamanan perlu
diterapkan. Fasiltas terbuka tersebut memang merupakan ruang publik terbuka yang
disediakan bagi segala kegiatan interaksi masyarakat tanpa melihat adanya perbedaan
hirarki baik tingkat sosial, pendidikan maupun tingkat ekonomi diantara mereka.

Ruang publik menurut Low dan Smith (dalam Kusno 2009:2) adalah geografi dari
public sphere, public space mencakup ruang fisik dan non-fisik, seperti jalan, taman, media,
internet, pusat perbelanjaan, dan organisasi lingkungan lokal. Dalam tulisan ini konsep ruang
publik yang digunakan adalah public space bukanlah public sphere karena penekanan
pembahasannya lebih pada fasilitas dalam tata kota yang berdampak pada kehidupan
masyarakat perkotaan. Low dan Smith juga memaparkan bahwa public space pada prinsipnya
adalah ruang umum yang lebih bebas penggunaannya untuk partisipasi publik merskipun
tidak bebas dari peraturan. Ia juga menjelaskan (dalam Kusno 2009:3) ruang publik adalah
sebuah ruang yang aktif mengontrol dan membentuk kesadaran masyarakat. Penjelasan
Kusno mengenai ruang publik tidak berbeda dari pemaparan Amin (2006). Amin
mengungkapkan bahwa ruang publik memang ruang yang aktif dan merupakan seperangkat
aturan atau regulasi yang mengatur masyarakat. Oleh sebab itu, keberadaan fasilitas publik,
seperti pusat komunitas dapat dijelaskan menggunakan konsep ruang publik. Untuk
melengkapi pemahaman tersebut, Amin (2006) menjelaskan bahwa peran dari ruang publik
tidak dapat dipungkiri dapat membentuk perilaku publik atau bahkan rasa kebersamaan.
Pembentukan perilaku publik atau rasa kebersamaan ini terkait dengan konsep memori
kolektif.
Kusno (2009:3) menjelaskan bahwa pemaknaan terhadap ruang publik ada suatu
kegiatan yang melibatkan wacana pengingatan, pengabaian, dan pelupaan. Artinya, ruang
publik melibatkan memori kolektif penduduk kota yang memiliki proses pengingatan,
pengabaian, dan pelupaan suatu memori yang terdapat pada ruang publik kota. Menurut Fine
dan Beim (2007) memori kolektif itu sendiri berakar dari penekanan Durkhemian dalam
representasi kolektif dan seiring dengan strukturalisme. Pendekatan memori kolektif ini
sangat berkaitan dengan pemikiran Maurice Halbwachs. Fine dan Beim juga menjelaskan
bahwa konsep dari memori kolektif menggabungkan objek kolektif dan kesadaran kolektif,
bagaimana
Berdasarkan penjabaran diatas konsep RPTRA sebagai elemen kota menjadi hal yang
sangat penting dalam arsitektur kota.

Anda mungkin juga menyukai