Oleh:
Jessica Zivani Wahono (1506673252)
Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam
dan membentuk ion-ion positif (kation). Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan
penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan
2 cara yaitu:
….(1)
dimana:
MPY = mils per year, menggambarkan kecepatan penetrasi logam
Icorr = rapat arus korosi
….(2)
dimana:
W = Kehilangan berat selama proses (mg)
ρ = berat jenis sampel (g/cm3)
A = luas sampel (in2)
t = waktu pengujian (jam)
2. Metode elektrokimia
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial
objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur
saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun
hasil yang terjadi antara satu waktu dengan eaktu lainnya berbeda). Metode elektrokimia ini
meggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday yaitu menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝑎𝑖 ….(3)
𝑚𝑝𝑦 = 𝑘
𝑛𝐷
dimana:
mpy = milli inch per year (laju korosi)
k = konstanta (0,129)
a = berat atom dari metal)
i = rapat arus (mA/𝑐𝑚2)
n = jumlah elektron/valensi
D = berat jenis logam (gr/𝑐𝑚3 )
Bagian 2
Metode Fabrikasi
1. Fusion Welding
Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang
dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair (Deutsche Industrie Normen). Proses
penyambungan ini disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material). Pengelasan
dapat dilakukan dengan pemanasan tanpa tekanan, pemanasan dengan tekanan, dan tekanan
tanpa memberikan panas dari luar (panas diperoleh dari dalam material itu sendiri). Disamping
itu pengelasan dapat dilakukan tanpa logam pengisi dan dengan logam pengisi. Pengelasan
merupakan cara yang paling ekonomis dilihat dari segi penggunaan material dan biaya
fabrikasi.
Proses pengelasan lebur (fusion welding) menggunakan panas untuk mencairkan logam
induk, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan yang lain tanpa logam pengisi.
Pengelasan lebur dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Dalam proses pengelasan ini permukaan lembaran logam yang disambung ditekan satu sama
lain dan arus yang cukup besar dialirkan melalui sambungan tersebut. Pada saat arus mengalir
dalam logam, panas tertinggi timbul di daerah yang memiliki resistansi listrik terbesar, yaitu pada
permukaan kontak kedua logam (faying surfaces).
III. Pengelasan Gas (Oxyfuel Gas Welding, OFW)
Dalam pengelasan ini sumber panas diperoleh dari hasil pembakaran gas dengan oksigen
sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan logam induk dan logam
pengisi. Gas yang lazim digunakan adalah gas alam, asetilen, dan hidrogen. Dari ketiga gas ini
yang paling sering dipakai adalah gas asetilen, sehingga las gas diartikan sebagai las oksi-asetilen.
IV. Electron Beam Welding
Dalam Electron beam welding (EBW) panas yang dihasilkan oleh elektron kecepatan tinggi
berkas elektron. Energi kinetik elektron diubah menjadi panas karena mereka bertemu dengan
benda kerja. Proses ini membutuhkan peralatan khusus untuk fokus berkas pada benda kerja,
biasanya dalam ruang hampa. Semakin tinggi vakum, semakin dalam penetrasi berkas, dan
semakin besar rasio kedalaman dan lebar, sehingga metode disebut EBW-HV (untuk high vacuum)
dan EBW-MV (untuk medium vacuum). Pengelasan beberapa bahan juga dapat dilakukan oleh
EBW-NV (untuk no vacuum).
V. Laser Beam Welding
Laser Beam Welding (LBW) masih menggunakan sinar laser daya tinggi sebagai sumber
panas, untuk menghasilkan fusi lasan. Karena berkas dapat difokuskan ke wilayah yang sangat
kecil, memiliki kepadatan energi yang tinggi dan kemampuan penetrasi yang mendalam. Berkas
dapat langsung, berbentuk, dan terfokus tepat pada benda kerja. Akibatnya, proses ini sangat cocok
terutama untuk pengelasan sambungan dalam dan sempit (Gambar 11) dengan rasio kedalaman ke
lebar biasanya berkisar antara 4 sampai 10.
Gambar _. Perbandingan ukuran manik-manik lasan: (a) berkas laser atau las berkas electron
dan (b) pengelasan busur tungsten (Safri, 2010).
2. Casting
Casting adalah proses manufaktur di mana solid dilebur, dipanaskan sampai suhu yang
tepat dan kemudian dituangkan ke dalam rongga atau cetakan yang berisi dalam bentuk yang
tepat selama pembekuan. Dengan demikian, dalam satu langkah, bentuk sederhana atau
kompleks dapat dibuat dari logam yang dapat dilelehkan. Produk yang dihasilkan dapat
memiliki hampir semua konfigurasi yang diinginkan. Casting telah menandai keuntungan
dalam produksi bentuk kompleks, bagian yang memiliki bagian berongga atau rongga internal,
bagian yang mengandung permukaan lengkung yang beraturan (kecuali yang terbuat dari
lembaran logam tipis), bagian yang sangat besar dan bagian-bagian yang terbuat dari logam
yang sulit dibuat dengan mesin. Karena keunggulan yang tersebut, pengecoran adalah salah
satu yang paling penting dari proses manufaktur.
Berbagai proses dibedakan terutama dalam bahan cetakan (apakah pasir, logam, atau
bahan lainnya) dan metode penuangan (gravitasi, vakum, tekanan rendah, atau tekanan tinggi).
Semua proses memberikan persyaratan bahwa bahan mengeraskan bahan dengan cara yang
sesuai yang dapat memakimalkan sifastnya, sekaligus mencegah cacat potensial, seperti rongga
penyusutan, porositas gas, dan inklusi terperangkap.
4. Machining
Proses machining adalah sebuah proses pembentukan benda kerja dengan cara membuang
sejumlah material dari benda kerja dengan cara dipotong secara mekanis menggunakan alat
potong (cutting tools) sesuai dengan dimensi dan bentuk yang konsumen inginkan. Secara garis
besar proses machining dibagi menjadi 2 kategori utama yang dibedakan dari bagian yang
berputar yaitu,
I. Turning
Turning atau proses bubut adalah proses machining dimana yang berputar adalah benda
kerjanya. Pada umumnya digunakan untuk membentuk benda kerja dengan bentuk cylindrical
dengan cara melepaskan material menggunakan cutting tool dengan 1 mata potong. Gambaran
operasi-operasi yang dapat dilakukan oleh proses turning ini antara lain bisa dilihat pada
Gambar 3 berikut,
Gambar _. Gambaran operasi-operasi yang dilakukan dalam proses turning
II. Milling
Prinsip proses milling adalah sebuah proses machining yang dilakukan dimana yang
berputar adalah cutting toolnya bergerak melakukan gerak potong (feeding) untuk melepaskan
sejumlah material dari benda kerja dalam hampir semua arah sesuai bentuk dan dimensi yang
diinginkan. Proses milling ini menggerakan pergerakan relatif antara benda kerja terhadap alat
potong (cutting tool) yang berputar. Untuk cutting tool pada proses milling ini bentuknya
bervariasi dari mata potong tunggal hingga yang bermata potong banyak. Berikut contoh-
contoh operasi yang bisa dilakukan pada proses milling.
5. Brazing
Brazing adalah sebuah metode penyambungan logam, dimana logam pengisi (filler metal)
dipanaskan diatas titik lelehnya, dan didistribusikan diantara dua atau lebih sambungan pendek
dengan berdasarkan pada prinsip kapilaritas. Logam pengisi ini dipanaskan sampai pada titik
sedikit di atas titik lelehnya dan kemudian dialirkan kedalam logam yang ingin
disambung(wetting), dan kemudian didinginkan untuk menyambungkannya. Metode ini sekilas
mirip dengan soldering, perbedaannya ialah suhu yang digunakan untuk mencairkan logam
pengisi pada soldering lebih tinggi.
Pada umumnya, logam pengisi pada metode brazing merupakan campuran 3 jenis logam
atau lebih (alloy). Logam pengisi ini dipilih berdasarkan kemampuan logam untuk membasahi
logam utama, bertahan dalam kondisi yang dibutuhkan, dan meleleh pada suhu yang lebih
rendah dibandingkan dengan logam utama. Logam pengisi ini biasanya ada dalam bentuk
batang, pita, serbuk, krim, pasta, kabel, dan lain lain. Sumber panas yang digunakan untuk
brazing berasal dari hasil pembakaran bahan campuran Oksigen – Asetilin (Oxigen-Acetylene)
yang dikemas dalam tabung yang berbeda.
6. Soldering
Soldering merupakan penyambungan dari logam (besi, baja,tembaga, kuningan, seng dan
baja paduan) dengan pengikatan oleh bahan tambah yang dicairkan, dimana titik cair bahan
tambah lebih rendah dari titik cair logam yang disambungkan. Untuk sambungan yang
membutuhkan kekuatan, kerapatan dan ketahanan terhadap korosi maka permukaan logam
yang akan disolder harus benar-benar dibersihkan. Pada permukaan logam juga ditambahkan
bahan pengalir untuk membantu pengaliran bahan tambah ke seluruh permukaan bidang yang
disolder.
Berdasarkan cara penyambungan, penyolderan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Penyolderan lunak (Titik lebur bahan tambah 300°C)
Penyolderan lunak (Patri) digunakan pada semua logam terutama untuk logam-logam tipis
dengan beban ringan serta kedap udara dan air. Contoh pemakaian yaitu pada pelat-pelat pendingin
pada kendaraan, tangki air/minyak, dan wadah/kotak peralatan.
Penyolderan keras lebih sering digunakan untuk penyambungan pelat-pelat dari logam berat
dan menerima beban yang besar. Contoh pemakaian yaitu pada flange pada pipa, instalasi pipa
tekanan besar, dan penyangga dan rangka kendaraan.
Untuk memperoleh hasil penyambungan yang sempurnah maka permukaan logam yang
akan disambung harus benar-benar bersih. Karat atau debu-debu pada permukaan logam akan
menghambat aliran bahan tambah. Untuk memudahkan pengaliran bahan keseluruh permukaan
penyambungan, digunakan bahan pengalir yang berfungsi menghilangkan karat dan
memudahkan pengaliran bahan tambah. Bahan ini diberikan pada seluruh permukaan yang
akan disolder.
Jenis-jenis teknik penyolderan adalah sebagai berikut:
A. Penyolderan Batang/Kawat
Penyolderan menggunakan bahan tambah (biasanya tembaga) berupa batang yang dipanaskan.
Lebih sesuai untuk penyolderan lunak. Membutuhkan bahan pengalir, serta lebih sering untuk
pekerjaan tunggal dengan bagian-bagian yang kecil.
Untuk penyolderan lunak atau keras. Bahan tambah dalam bentuk cair ditempatkan pada
sebuah bak. Bisa juga bahan tambahnya berupa larutan garam yang dipanaskan. Logam yang akan
disolder dicelupkan kedalam bak.
D. Penyolderan dalam Oven
Bagian logam yang akan disolder dipersiapkan, demikian pula bak garamnya. Kemudian
dilewatkan kedalam oven yang memberi panas terus-menerus dengan pengurangan gas
disekelilingnya, tanpa penambahan bahan pengalir.
E. Penyolderan Tahanan dan Induksi
Bagian bahan yang akan disolder bersama bahan tambah dan bahan pengalir dipanaskan
dengan gulungan induksi listrik. Sangat sesuai dan menghemat waktu untuk pengerjaan masal
dengan ban berjalan.
F. Penyolderan Sinar
Panas dipanaskan dari sinar lampu Halogen (Daya sekitar 150-4000W) yang difokuskan lensa
cekung. Daerah panas yang dihasilkan mencapai diameter 15 mm. Metode ini sangat cocok untuk
penyolderan benda-benda teknik yang presisi dan peralatan listrik.
Persiapan untuk mengerjakan jenis sambungan ini relatif mudah, yang dibutuhkan hanya
ketepatan membuat pertemuan kedua bibir sambungan dan ketepatan ukuran panjang bidang
pengelasan yang akan dikerjakan. Terdapat dua jenis sambungan temu yang beralur, berlalur V
tunggal dan ganda (single-V butt joint dan double-V butt joint), tergantung dari ketebalan
bahan/benda kerja yang akan dilas, yaitu
Sambungan temu beralur V tunggal (single-V butt joint), digunakan untuk benda kerja dengan
ketebalan ¼ sampai ¾ inci (6,35-19,05 cm). Besar sudut yang terbentuk dari pertemuan dua sisi
benda kerja yang akan dilas berkisar 60o untuk benda kerja berbentuk pelat, dan 75o untuk benda
kerja berbentuk pipa.
Sambungan temu beralur V ganda (double-V butt joint), merupakan jenis sambungan las yang
terbaik untuk segala jenis beban kerja. Digunakan terutama untuk benda kerja dengan ketebalan
lebih besar dari ¾ inci (>19,05 cm), dan dapat pula digunakan untuk ketebalan benda kerja yang
lebih kecil jika dipertimbangkan sambungan las yang dibuat kekuatannya kritis.
Sambungan sudut tertutup (flush corner joint), digunakan terutama untuk pengelasan lembaran
lo-gam yang ketebalannya ≤12 gauge. Sambungan jenis ini digunakan terbatas hanya untuk bahan
yang mudah melebur jika dipanaskan, karena jika tidak, penetrasi/ penembusan lumeran las akan
sulit dilakukan.
Sambungan sudut sete ngah terbuka (half-open corner joint), digunakan untuk pengelasan
lembar an logam yang ukurannya >12 gauge. Penetrasi/ penembusan lumeran las lebih baik dari
sambungan “flush corner joint” dan beban yang dapat dipikul oleh jenis sambungan ini juga beban
yang moderat.
Gambar _. Sambungan sudut setengah terbuka
Sambungan sudut terbuka penuh (full-open corner joint), mengha-silkan sambu ngan yang
kuat, terutama jika pengelasan dila-kukan pada kedua sisi dan dapat digunakan untuk semua jenis
ukuran pelat logam.
Sambungan T penampang persegi (square tee joint), digunakan untuk benda kerja yang yang
tidak terlalu tebal. Sambungan T jenis ini akan membutuh kan jenis las sudut pada satu sisi atau
kedua sisinya. Untuk memaksimumkan keku-atan sambungan las ini sebaiknya kedua sisinya
dilas.
Gambar _. Sambungan T
II. Single-Bevel Tee Joint
Sambungan T tirus tunggal (sing-le-bevel tee joint), jenis sam-bungan ini lebih mampu
menahan beban struktur lebih besar diban-dingkan dengan sambungan T penampang persegi,
karena ditribusi tekanan yang diterima lebih baik. Pada umumnya tipe ini digunakan untuk benda
kerja dengan ketebalan ≤ ½ inci (12,7 cm), dimana pengelasan hanya dapat dilakukan dari satu sisi
saja.
Sambungan T tirus ganda (double-bevel tee joint), hanya digunakan apabila beban besar
diperhitung kan akan terjadi pada sambungan struktur (T) dan pengelasan dapat dilaku kan dari
kedua sisi dalam posisi vertikal.
Sambungan tumpang tunggal (single-fillet lap joint), menggu-nakan jenis las sudut dan penge-
lasannya relatif mudah dilakukan karena pengisian bahan las pada benda kerja dapat mudah me-
ngendap disepanjang alur las.
Sambungan tumpang ganda (double-fillet lap joint), digunakan apabila sambungan las diperhi-
tungkan akan menerima beban yang berat. Bila pengelasan dilakukan dengan benar maka akan
terjadi kekuatan sambungannya akan relatif sama dengan kekuatan komponen struktur yang di las.
Nama
Gambar Deskripsi
Sambungan
Double Welded
Butt Joints
Dapat digunakan pada semua kondisi. Tipe
(V-Type
ini khususnya digunakan untuk logam yang
Groove)
lebih tebal dari ¾ in tapi dapat juga
Double Welded
digunakan untuk plate yang lebih tipis bila
Butt Joints
kekuatannya sangat dibutuhkan.
(U-Type
Groove)
Dapat digunakan pada plate dengan
Single Welded
ketebalan ¼ sampai ¾ in Tiap sambungan
Butt Joint with
harus dipastikan mempunyai sudut 60 derajat
Backing Strip
untuk plate dan 75 derajat untuk pipa.
Ada/ tidaknya backing strip berguna untuk
Single Welded
menambah kekuatan pada sisi lain dari
Butt Joint
pengelasan. Untuk kasus tertentu dimana
without
dibutuhkan kekuatan ekstra dalam
Backing Strip
pengelasan, maka ditambahkan backing strip
Dapat digunakan pada plate dengan
Single Welded
ketebalan kurang dari ¼ in. Tiap sambungan
Butt Joint with
harus dipastikan mempunyai sudut 60 derajat
Backing Strip
untuk plate dan 75 derajat untuk pipa.
Ada/ tidaknya backing strip berguna untuk
Single Welded
menambah kekuatan pada sisi lain dari
Butt Joint
pengelasan. Untuk kasus tertentu dimana
without
dibutuhkan kekuatan ekstra dalam
Backing Strip
pengelasan, maka ditambahkan backing Strip
Biasa digunakan untuk beban yang besar.
Double Full
Bila dilas dengan baik, kekuatan sambungan
Fillet Lap Joint
dapat mendekati kekuatan pusat logam.
Dapat digunakan pada logam dengan
Single Full
ketebalan sampai ½ inch dan tidak ditujukan
Fillet Lap Joint
untuk muatan yang besar. Jenis ini mudah
with plug welds
untuk di-las.
Bagian 4
Ringkasan
Deformasi elastis adalah perubahan yang terjadi ketika sebuah material diberikan beban,
dimana ketika beban itu dilepas, material itu akan kembali ke bentuk semula. Pada bejana,
hal ini bisa disebabkan oleh beban si bejana itu sendiri, tekanan fluida masuk, maupun gaya
angin. Jenis beban yang diujicobakan untuk mendesain bejana : tensile, compressive, shear,
bending dan torsion.
Modulus Elastisitas
Modulus elastis ini merupakan parameter yang bisa digunakan untuk melihat ketahanan material
terhadap deformasi elastis.
𝑓
=𝐸
𝜀
Merupakan perbandingan antara beban dan regangan yang terjadi pada suatu material.
Elastic Bending
Pembengkokan suatu material memiliki hubungan proporsional dengan modulus elastis & momen
inersia suatu material. Dengan kata lain, besarnya gaya yang menyebabkan bengkoknya material
bernilai sama/ proporsional terhadap nilai modulus elastisitas dan momen inersianya.
2. Elastic Instability
Merupakan fenomena yang terjadi pada struktur yang memiliki kekerasan yang lemah ketika ia
dikenai perlakuan kompresi, pembengkokan, torsi atau gabungan kondisi pembebanan. Bentuk dari
material pada fenomena ini menjadi berubah dikarenakan kekakuan material yang tidak mencukupi.
Contoh : pembengkokan tabung silinder di bawah tekanan luar sebagai hasil dari operasi vakum.
Column Instability Tipe paling sederhana dari instablitas yang terjadi pada kolom disebabkan oleh
tekanan aksial dan tekanan end loaded
3. Plastic Instability
Kurva yang digunakan untuk menentukan tekanan maksimum peralatan agar masih dalam batas
elastisitas materialnya agar tidak terjadi perubahan bentuk yang terjadi karena melewati yield point.
Biasanya tensile test dilakuan sabagai dasar menentukan tekanan yang diizinkan.
• Kehomogenan material
• Fatigue
• Korosi
https://www.researchgate.net/profile/Abdul_Wahid/publication/295857823_06b_Criteria_in_Ve
ssel_Design/links/56ce9bed08ae4d8d649997f4/06b-Criteria-in-Vessel-
Design.pdf?origin=publication_detail