Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS INDONESIA

PERANCANGAN ALAT PROSES


TUGAS 1

Oleh:
Jessica Zivani Wahono (1506673252)

Departemen Teknik Kimia


Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Februari 2018
Bagian 1
Menghitung Laju Korosi

Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam
dan membentuk ion-ion positif (kation). Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan
penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan
2 cara yaitu:

1. Metode kehilangan berat


Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat
akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan
jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Persamaan untuk menghitung laju korosi adalah

….(1)

dimana:
MPY = mils per year, menggambarkan kecepatan penetrasi logam
Icorr = rapat arus korosi

𝜌 = berat jenis sampel


eq.wt = berat equivalen sampel
Dapat juga digunakan persamaan sebagai berikut:

….(2)

dimana:
W = Kehilangan berat selama proses (mg)
ρ = berat jenis sampel (g/cm3)
A = luas sampel (in2)
t = waktu pengujian (jam)

2. Metode elektrokimia
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial
objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur
saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun
hasil yang terjadi antara satu waktu dengan eaktu lainnya berbeda). Metode elektrokimia ini
meggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday yaitu menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝑎𝑖 ….(3)
𝑚𝑝𝑦 = 𝑘
𝑛𝐷
dimana:
mpy = milli inch per year (laju korosi)
k = konstanta (0,129)
a = berat atom dari metal)
i = rapat arus (mA/𝑐𝑚2)
n = jumlah elektron/valensi
D = berat jenis logam (gr/𝑐𝑚3 )

Bagian 2
Metode Fabrikasi

1. Fusion Welding

Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang
dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair (Deutsche Industrie Normen). Proses
penyambungan ini disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material). Pengelasan
dapat dilakukan dengan pemanasan tanpa tekanan, pemanasan dengan tekanan, dan tekanan
tanpa memberikan panas dari luar (panas diperoleh dari dalam material itu sendiri). Disamping
itu pengelasan dapat dilakukan tanpa logam pengisi dan dengan logam pengisi. Pengelasan
merupakan cara yang paling ekonomis dilihat dari segi penggunaan material dan biaya
fabrikasi.
Proses pengelasan lebur (fusion welding) menggunakan panas untuk mencairkan logam
induk, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan yang lain tanpa logam pengisi.
Pengelasan lebur dapat dikelompokkan sebagai berikut:

I. Pengelasan Busur (Arc Welding, AW)


Dalam proses pengelasan ini penyambungan dilakukan dengan memanaskan logam pengisi
dan bagian sambungan dari logam induk sampai mencair dengan memakai sumber panas busur
listrik, seperti ditunjukkan dalam gambar 10. Beberapa operasi pengelasan ini juga menggunakan
tekanan selama proses.
Gambar _. Pengelasan Lebur
II. Pengelasan Resistansi Listrik (Resistance Welding, RW)

Dalam proses pengelasan ini permukaan lembaran logam yang disambung ditekan satu sama
lain dan arus yang cukup besar dialirkan melalui sambungan tersebut. Pada saat arus mengalir
dalam logam, panas tertinggi timbul di daerah yang memiliki resistansi listrik terbesar, yaitu pada
permukaan kontak kedua logam (faying surfaces).
III. Pengelasan Gas (Oxyfuel Gas Welding, OFW)

Dalam pengelasan ini sumber panas diperoleh dari hasil pembakaran gas dengan oksigen
sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan logam induk dan logam
pengisi. Gas yang lazim digunakan adalah gas alam, asetilen, dan hidrogen. Dari ketiga gas ini
yang paling sering dipakai adalah gas asetilen, sehingga las gas diartikan sebagai las oksi-asetilen.
IV. Electron Beam Welding

Dalam Electron beam welding (EBW) panas yang dihasilkan oleh elektron kecepatan tinggi
berkas elektron. Energi kinetik elektron diubah menjadi panas karena mereka bertemu dengan
benda kerja. Proses ini membutuhkan peralatan khusus untuk fokus berkas pada benda kerja,
biasanya dalam ruang hampa. Semakin tinggi vakum, semakin dalam penetrasi berkas, dan
semakin besar rasio kedalaman dan lebar, sehingga metode disebut EBW-HV (untuk high vacuum)
dan EBW-MV (untuk medium vacuum). Pengelasan beberapa bahan juga dapat dilakukan oleh
EBW-NV (untuk no vacuum).
V. Laser Beam Welding

Laser Beam Welding (LBW) masih menggunakan sinar laser daya tinggi sebagai sumber
panas, untuk menghasilkan fusi lasan. Karena berkas dapat difokuskan ke wilayah yang sangat
kecil, memiliki kepadatan energi yang tinggi dan kemampuan penetrasi yang mendalam. Berkas
dapat langsung, berbentuk, dan terfokus tepat pada benda kerja. Akibatnya, proses ini sangat cocok
terutama untuk pengelasan sambungan dalam dan sempit (Gambar 11) dengan rasio kedalaman ke
lebar biasanya berkisar antara 4 sampai 10.
Gambar _. Perbandingan ukuran manik-manik lasan: (a) berkas laser atau las berkas electron
dan (b) pengelasan busur tungsten (Safri, 2010).

2. Casting
Casting adalah proses manufaktur di mana solid dilebur, dipanaskan sampai suhu yang
tepat dan kemudian dituangkan ke dalam rongga atau cetakan yang berisi dalam bentuk yang
tepat selama pembekuan. Dengan demikian, dalam satu langkah, bentuk sederhana atau
kompleks dapat dibuat dari logam yang dapat dilelehkan. Produk yang dihasilkan dapat
memiliki hampir semua konfigurasi yang diinginkan. Casting telah menandai keuntungan
dalam produksi bentuk kompleks, bagian yang memiliki bagian berongga atau rongga internal,
bagian yang mengandung permukaan lengkung yang beraturan (kecuali yang terbuat dari
lembaran logam tipis), bagian yang sangat besar dan bagian-bagian yang terbuat dari logam
yang sulit dibuat dengan mesin. Karena keunggulan yang tersebut, pengecoran adalah salah
satu yang paling penting dari proses manufaktur.
Berbagai proses dibedakan terutama dalam bahan cetakan (apakah pasir, logam, atau
bahan lainnya) dan metode penuangan (gravitasi, vakum, tekanan rendah, atau tekanan tinggi).
Semua proses memberikan persyaratan bahwa bahan mengeraskan bahan dengan cara yang
sesuai yang dapat memakimalkan sifastnya, sekaligus mencegah cacat potensial, seperti rongga
penyusutan, porositas gas, dan inklusi terperangkap.

Gambar _. Proses Casting


3. Forging
Forging merupakan suatu proses dimana sebuah logam dipanaskan dan dibentuk dengan
deformasi plastik dengan mengaplikasikan dengan memberikan gaya kompresif. Biasanya gaya
tersebut dilakukan dengan menggunakan palu yang bertenaga (penempaan) atau dengan sebuah
alat penekan (pressing machine).
Proses forging bertujuan menghaluskan struktur butiran dan mengembangkan sifat fisik
dari logam yang diproses. Dengan kata lain, proses forging ini memurnikan struktur grain, dan
juga meningkatkan sifat fisik (strength, ductility, dan toughness) dari logam. Dengan desain
yang tepat, aliran butiran (grain flow) dapat diorientasikan pada arah dari tekanan-tekanan
utama yang ditemui di kegunaan nyata. Aliran butiran (grain flow) merupakan suatu arah dari
susunan kristal yang didapatkan selama proses deformasi plastic. Logam dapat di-forging
dengan suhu yang panas (di atas suhu rekristalisasi) ataupun dingin.
Forging menghasilkan suatu bagian logam menjadi memiliki kekuatan yang tinggi per
rasio beratnya, sehingga sering digunakan untuk mendesain kerangka pesawat terbang. Logam
yang di--forging- akan:
 Bertambah panjang, cross--section berkurang, yang disebut dengan mengulur logam
(drawing-out the metal)
 Panjang berkurang, -cross-section bertambah, yang disebut dengan upsetting the metel.
 Berubah panjangnya, berubah cross-sectionnya, dengan cara “memeras”-nya pada closed
impression dies.
Peningkatan sifat fisik logam ini terjadi karena dalam proses forging ini, terjadi
penyusunan ulang grain dari logam sehingga sifatnya tidak random, melainkan teratur.

Gambar _. Proses Forging (efunda.com, 2013)


Gambar _. Forging

4. Machining

Proses machining adalah sebuah proses pembentukan benda kerja dengan cara membuang
sejumlah material dari benda kerja dengan cara dipotong secara mekanis menggunakan alat
potong (cutting tools) sesuai dengan dimensi dan bentuk yang konsumen inginkan. Secara garis
besar proses machining dibagi menjadi 2 kategori utama yang dibedakan dari bagian yang
berputar yaitu,
I. Turning

Gambar _. Proses Turning

Turning atau proses bubut adalah proses machining dimana yang berputar adalah benda
kerjanya. Pada umumnya digunakan untuk membentuk benda kerja dengan bentuk cylindrical
dengan cara melepaskan material menggunakan cutting tool dengan 1 mata potong. Gambaran
operasi-operasi yang dapat dilakukan oleh proses turning ini antara lain bisa dilihat pada
Gambar 3 berikut,
Gambar _. Gambaran operasi-operasi yang dilakukan dalam proses turning
II. Milling

Prinsip proses milling adalah sebuah proses machining yang dilakukan dimana yang
berputar adalah cutting toolnya bergerak melakukan gerak potong (feeding) untuk melepaskan
sejumlah material dari benda kerja dalam hampir semua arah sesuai bentuk dan dimensi yang
diinginkan. Proses milling ini menggerakan pergerakan relatif antara benda kerja terhadap alat
potong (cutting tool) yang berputar. Untuk cutting tool pada proses milling ini bentuknya
bervariasi dari mata potong tunggal hingga yang bermata potong banyak. Berikut contoh-
contoh operasi yang bisa dilakukan pada proses milling.

Gambar _. Gambaran operasi-operasi yang bisa dilakukan dalam proses milling

5. Brazing
Brazing adalah sebuah metode penyambungan logam, dimana logam pengisi (filler metal)
dipanaskan diatas titik lelehnya, dan didistribusikan diantara dua atau lebih sambungan pendek
dengan berdasarkan pada prinsip kapilaritas. Logam pengisi ini dipanaskan sampai pada titik
sedikit di atas titik lelehnya dan kemudian dialirkan kedalam logam yang ingin
disambung(wetting), dan kemudian didinginkan untuk menyambungkannya. Metode ini sekilas
mirip dengan soldering, perbedaannya ialah suhu yang digunakan untuk mencairkan logam
pengisi pada soldering lebih tinggi.
Pada umumnya, logam pengisi pada metode brazing merupakan campuran 3 jenis logam
atau lebih (alloy). Logam pengisi ini dipilih berdasarkan kemampuan logam untuk membasahi
logam utama, bertahan dalam kondisi yang dibutuhkan, dan meleleh pada suhu yang lebih
rendah dibandingkan dengan logam utama. Logam pengisi ini biasanya ada dalam bentuk
batang, pita, serbuk, krim, pasta, kabel, dan lain lain. Sumber panas yang digunakan untuk
brazing berasal dari hasil pembakaran bahan campuran Oksigen – Asetilin (Oxigen-Acetylene)
yang dikemas dalam tabung yang berbeda.

Gambar _. Perlengkapan Las Oksigen-Asetilin

6. Soldering
Soldering merupakan penyambungan dari logam (besi, baja,tembaga, kuningan, seng dan
baja paduan) dengan pengikatan oleh bahan tambah yang dicairkan, dimana titik cair bahan
tambah lebih rendah dari titik cair logam yang disambungkan. Untuk sambungan yang
membutuhkan kekuatan, kerapatan dan ketahanan terhadap korosi maka permukaan logam
yang akan disolder harus benar-benar dibersihkan. Pada permukaan logam juga ditambahkan
bahan pengalir untuk membantu pengaliran bahan tambah ke seluruh permukaan bidang yang
disolder.
Berdasarkan cara penyambungan, penyolderan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Penyolderan lunak (Titik lebur bahan tambah 300°C)

Penyolderan lunak (Patri) digunakan pada semua logam terutama untuk logam-logam tipis
dengan beban ringan serta kedap udara dan air. Contoh pemakaian yaitu pada pelat-pelat pendingin
pada kendaraan, tangki air/minyak, dan wadah/kotak peralatan.

2. Penyolderan keras (Titik lebur bahan tambah 720°C)

Penyolderan keras lebih sering digunakan untuk penyambungan pelat-pelat dari logam berat
dan menerima beban yang besar. Contoh pemakaian yaitu pada flange pada pipa, instalasi pipa
tekanan besar, dan penyangga dan rangka kendaraan.
Untuk memperoleh hasil penyambungan yang sempurnah maka permukaan logam yang
akan disambung harus benar-benar bersih. Karat atau debu-debu pada permukaan logam akan
menghambat aliran bahan tambah. Untuk memudahkan pengaliran bahan keseluruh permukaan
penyambungan, digunakan bahan pengalir yang berfungsi menghilangkan karat dan
memudahkan pengaliran bahan tambah. Bahan ini diberikan pada seluruh permukaan yang
akan disolder.
Jenis-jenis teknik penyolderan adalah sebagai berikut:
A. Penyolderan Batang/Kawat

Penyolderan menggunakan bahan tambah (biasanya tembaga) berupa batang yang dipanaskan.
Lebih sesuai untuk penyolderan lunak. Membutuhkan bahan pengalir, serta lebih sering untuk
pekerjaan tunggal dengan bagian-bagian yang kecil.

Gambar _. Penyolderan Batang/Kawat


B. Penyolderan Busur Api
Bahan tambah dicairkan dengan busur api dari peralatan solder atau gas asetilen.
Membutuhkan bahan pengalir. Pemakaian pada penyolderan lunak dan keras, serta sesuai untuk
pekerjaan tunggal.

Gambar _. Penyolderan Busur Listrik


C. Penyolderan Celup

Untuk penyolderan lunak atau keras. Bahan tambah dalam bentuk cair ditempatkan pada
sebuah bak. Bisa juga bahan tambahnya berupa larutan garam yang dipanaskan. Logam yang akan
disolder dicelupkan kedalam bak.
D. Penyolderan dalam Oven

Bagian logam yang akan disolder dipersiapkan, demikian pula bak garamnya. Kemudian
dilewatkan kedalam oven yang memberi panas terus-menerus dengan pengurangan gas
disekelilingnya, tanpa penambahan bahan pengalir.
E. Penyolderan Tahanan dan Induksi
Bagian bahan yang akan disolder bersama bahan tambah dan bahan pengalir dipanaskan
dengan gulungan induksi listrik. Sangat sesuai dan menghemat waktu untuk pengerjaan masal
dengan ban berjalan.
F. Penyolderan Sinar

Panas dipanaskan dari sinar lampu Halogen (Daya sekitar 150-4000W) yang difokuskan lensa
cekung. Daerah panas yang dihasilkan mencapai diameter 15 mm. Metode ini sangat cocok untuk
penyolderan benda-benda teknik yang presisi dan peralatan listrik.

7. Sheet Metal Forming


Sheet Metal Forming merupakan suatu proses manufaktur untuk menghasilkan lembaran
lembaran besi. Gaya yang diberikan dalam proses ini melebihi kekuatan yield logam tersebut
sehingga akan terjadi deformasi plastis, tapi tidak patah. Lembaran logam ini dapat dibentuk
menjadi beberapa macam geometri yang kompleks. Lembaran lembaran besi ini akan kemudian
digunakan untuk membuat alat alat tertentu. Terdapat beberapa metode menghasilkan lembaran
lembaran besi ini, antara lain:

I. Proses penarikan kawat (wire drawing)


Proses penarikan kawat (wire drawing) merupakan operasi atau proses penarikan sebuah
kawat (wire) dengan penarikan ini, maka diameter penampang kawat atau batang logam akan
berkuran sesuai dengan yang diinginkan.

II. Proses penempaaan (foreging)


Proses penempaaan (foreging) merupakan proses pembentukkan logam dengan jalan
memberikan beban/tekanan (pressure) secara berulang-ulang dan terputus-putus (intermitten).
Hal ini berlawanan dengan proses pengerolan dimana beban yang diberikan cenderung
berlangsung secara terus menerus (continuous).

III. Proses ekstrusi (extruding)


Proses ekstrusi (extruding), proses ektrusi dilaksanakan dengan jalan mengkompresikan
logam yang dipanaskan sampai diatas batas elastisitas dan menekannya melalui sebuah ide yang
sesuai dengan bentuk yang kehendaki.

IV. Proses pembengkokkan/pelengkungan (bending)


Proses pembengkokkan/pelengkungan (bending), dalam proses ini benda kerja dikenal
beban/tekanan secara permanent sehingga terjadi distorsi sesuai bentuk yang diinginkan.
Gambar _. Operasi Umum Die-Bending
V. Squeezing

Proses “squeezing” merupakan proses pembentukkan logam sesuai dengan bentuk-bentuk


yang dikehendaki dengan jalan menekan dan mendorong paksa agar logam mengalir melalui
sebuah cetakan.

VI. Drawing dan Stretching


Proses “drawing dan stretching”, proses ini akan menghasilkan benda-benda kerja yang
“seamless” seperti bentuk cawan, mangkok, dan lain sebagainya. Proses dilaksanakan dengan
jalan menekan dan mendorong secara paksa lembaran-lembaran (sheet) logam melalui
cetakan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Seperti halnya dengan proses penarikan
kawat (wire drawing) maka disini juga akan terjadi “stretch” pada lembaran logam yang
dibentuk.

Gambar _. Skematik Proses Drawing


Proses pembentukkan dalam ini bisa dilaksanakan secara panas (hot working) atau secara
dingin (cold working). Didalam pengerjaan panas, material (logam) terlebih dahulu dipanaskan
sampai diatas tempeteratur rekristalisasi, sehingga sifat-sifat material akan berubah, disini sifat
material secara umum akan lebih ulet, lebih mudah dibentuk (tekanan lebih ringan), dan
bentuk-bentuk yang lebih sulit akan lebih mudah dikerjakan. Sedangkan untuk pengerjaan
dingin, hal ini dilaksanakan dibawah temperatur rekristalisasi. Pengerjaan dingin dilaksanakan
untuk memperoleh bentuk yang lebih teliti (toleransi kecil), penampang permukaan (surface
finished) yang lebih halus dan sifat-sifat fisik tertentu lainnya.
Bagian 3
Tipe Sambungan Las
Mengelas adalah menyambung dua bagian logam dengan cara memanaskan sampai suhu
lebur dengan memakai bahan pengisi atau tanpa bahan pengisi. Sistim sambungan las ini termasuk
jenis sambungan tetap dimana sambungan ini tidak dapat dilepas kecuali dengan merusaknya.
Tujuan utama dari pengelasan adalah untuk mendukung beban, sebagian beban mekanis dan
sebagian untuk mencapi hasil pengelasan dengan kekuatan yang bisa di jamin, maka perlu di
kembangkan sebagai bentuk groove. Terdapat lima jenis sambungan yang biasa digunakan untuk
menyatukan dua bagian benda logam yaitu,
1. Sambungan Temu (butt joint)
Sambungan temu persegi empat (square butt joint) digunakan terutama untuk
menyambung logam dengan ketebalan ≤ 3/16 inchi (± 0,47 cm). Sambungan jenis ini cukup
kuat hasilnya, tetapi tidak direkomendasi untuk penggunaan sambungan yang akan mengalami
kelelahan ataupun menerima pengaruh beban yang besar.

Gambar _. Las temu (butt)

Persiapan untuk mengerjakan jenis sambungan ini relatif mudah, yang dibutuhkan hanya
ketepatan membuat pertemuan kedua bibir sambungan dan ketepatan ukuran panjang bidang
pengelasan yang akan dikerjakan. Terdapat dua jenis sambungan temu yang beralur, berlalur V
tunggal dan ganda (single-V butt joint dan double-V butt joint), tergantung dari ketebalan
bahan/benda kerja yang akan dilas, yaitu

I. Single-V Butt Joint

Sambungan temu beralur V tunggal (single-V butt joint), digunakan untuk benda kerja dengan
ketebalan ¼ sampai ¾ inci (6,35-19,05 cm). Besar sudut yang terbentuk dari pertemuan dua sisi
benda kerja yang akan dilas berkisar 60o untuk benda kerja berbentuk pelat, dan 75o untuk benda
kerja berbentuk pipa.

Gambar _ Single-V Butt Joint


Agar didapat hasil kerja yang maksimal, maka persiapan benda kerja untuk pengelasan jenis
ini akan membutuhkan sebuah mesin (cutting torch) yang dapat membuat kemiringan bibir benda
kerja sesuai dengan sudut V yang direncanakan.
II. Double-V Butt Joint

Sambungan temu beralur V ganda (double-V butt joint), merupakan jenis sambungan las yang
terbaik untuk segala jenis beban kerja. Digunakan terutama untuk benda kerja dengan ketebalan
lebih besar dari ¾ inci (>19,05 cm), dan dapat pula digunakan untuk ketebalan benda kerja yang
lebih kecil jika dipertimbangkan sambungan las yang dibuat kekuatannya kritis.

Gambar _. Double-V Butt Joint

2. Sambungan Sudut (corner joint)


Terdapat tiga jenis sambungan sudut yaitu: sambungan sudut tertutup (flush corner
joint), sambungan sudut setengah terbuka (half-open corner joint) dan sambungan sudut
terbuka penuh (full-open corner joint).
I. Flush Corner Joint

Sambungan sudut tertutup (flush corner joint), digunakan terutama untuk pengelasan lembaran
lo-gam yang ketebalannya ≤12 gauge. Sambungan jenis ini digunakan terbatas hanya untuk bahan
yang mudah melebur jika dipanaskan, karena jika tidak, penetrasi/ penembusan lumeran las akan
sulit dilakukan.

Gambar _. Flush corner

II. Half-Open Corner Joint

Sambungan sudut sete ngah terbuka (half-open corner joint), digunakan untuk pengelasan
lembar an logam yang ukurannya >12 gauge. Penetrasi/ penembusan lumeran las lebih baik dari
sambungan “flush corner joint” dan beban yang dapat dipikul oleh jenis sambungan ini juga beban
yang moderat.
Gambar _. Sambungan sudut setengah terbuka

III. Full-Open Corner Joint

Sambungan sudut terbuka penuh (full-open corner joint), mengha-silkan sambu ngan yang
kuat, terutama jika pengelasan dila-kukan pada kedua sisi dan dapat digunakan untuk semua jenis
ukuran pelat logam.

Gambar _. Sambungan sudut

3. Sambungan T (Tee joint)

I. Square Tee Joint

Sambungan T penampang persegi (square tee joint), digunakan untuk benda kerja yang yang
tidak terlalu tebal. Sambungan T jenis ini akan membutuh kan jenis las sudut pada satu sisi atau
kedua sisinya. Untuk memaksimumkan keku-atan sambungan las ini sebaiknya kedua sisinya
dilas.

Gambar _. Sambungan T
II. Single-Bevel Tee Joint
Sambungan T tirus tunggal (sing-le-bevel tee joint), jenis sam-bungan ini lebih mampu
menahan beban struktur lebih besar diban-dingkan dengan sambungan T penampang persegi,
karena ditribusi tekanan yang diterima lebih baik. Pada umumnya tipe ini digunakan untuk benda
kerja dengan ketebalan ≤ ½ inci (12,7 cm), dimana pengelasan hanya dapat dilakukan dari satu sisi
saja.

Gambar _. Single bevel Tee


III. Double-Bevel Tee Joint

Sambungan T tirus ganda (double-bevel tee joint), hanya digunakan apabila beban besar
diperhitung kan akan terjadi pada sambungan struktur (T) dan pengelasan dapat dilaku kan dari
kedua sisi dalam posisi vertikal.

Gambar _. Double bevel tee

4. Sambungan Tumpang (lap joint)

I. Single-Fillet Lap Joint

Sambungan tumpang tunggal (single-fillet lap joint), menggu-nakan jenis las sudut dan penge-
lasannya relatif mudah dilakukan karena pengisian bahan las pada benda kerja dapat mudah me-
ngendap disepanjang alur las.

Gambar _. Sambungan lap joint


II. Double-Fillet Lap Joint

Sambungan tumpang ganda (double-fillet lap joint), digunakan apabila sambungan las diperhi-
tungkan akan menerima beban yang berat. Bila pengelasan dilakukan dengan benar maka akan
terjadi kekuatan sambungannya akan relatif sama dengan kekuatan komponen struktur yang di las.

Gambar _. Sambungan double fillet lap joint

5. Sambungan Tepi (edge joint)


Sambungan jenis ini dapat dimanfaatkan untuk ketebalan pelat ≤ ¼ inci (6,35 cm) dan hanya
mampu menahan beban -beban yang ringan. Persiapan benda kerjanya sendiri dapat dilakukan
seperti gambar beri- kut:

Gambar _. Sambungan flanged edge

Berdasarkan keterangan diatas, macam-macam tipe sambungan las dapat disimpulkan


sesuai dengan table dibawah ini.
Tabel 1. Tipe Sambungan Las

Nama
Gambar Deskripsi
Sambungan
Double Welded
Butt Joints
Dapat digunakan pada semua kondisi. Tipe
(V-Type
ini khususnya digunakan untuk logam yang
Groove)
lebih tebal dari ¾ in tapi dapat juga
Double Welded
digunakan untuk plate yang lebih tipis bila
Butt Joints
kekuatannya sangat dibutuhkan.
(U-Type
Groove)
Dapat digunakan pada plate dengan
Single Welded
ketebalan ¼ sampai ¾ in Tiap sambungan
Butt Joint with
harus dipastikan mempunyai sudut 60 derajat
Backing Strip
untuk plate dan 75 derajat untuk pipa.
Ada/ tidaknya backing strip berguna untuk
Single Welded
menambah kekuatan pada sisi lain dari
Butt Joint
pengelasan. Untuk kasus tertentu dimana
without
dibutuhkan kekuatan ekstra dalam
Backing Strip
pengelasan, maka ditambahkan backing strip
Dapat digunakan pada plate dengan
Single Welded
ketebalan kurang dari ¼ in. Tiap sambungan
Butt Joint with
harus dipastikan mempunyai sudut 60 derajat
Backing Strip
untuk plate dan 75 derajat untuk pipa.
Ada/ tidaknya backing strip berguna untuk
Single Welded
menambah kekuatan pada sisi lain dari
Butt Joint
pengelasan. Untuk kasus tertentu dimana
without
dibutuhkan kekuatan ekstra dalam
Backing Strip
pengelasan, maka ditambahkan backing Strip
Biasa digunakan untuk beban yang besar.
Double Full
Bila dilas dengan baik, kekuatan sambungan
Fillet Lap Joint
dapat mendekati kekuatan pusat logam.
Dapat digunakan pada logam dengan
Single Full
ketebalan sampai ½ inch dan tidak ditujukan
Fillet Lap Joint
untuk muatan yang besar. Jenis ini mudah
with plug welds
untuk di-las.
Bagian 4
Ringkasan

1. Excessive Elastic Deformation

Deformasi elastis adalah perubahan yang terjadi ketika sebuah material diberikan beban,
dimana ketika beban itu dilepas, material itu akan kembali ke bentuk semula. Pada bejana,
hal ini bisa disebabkan oleh beban si bejana itu sendiri, tekanan fluida masuk, maupun gaya
angin. Jenis beban yang diujicobakan untuk mendesain bejana : tensile, compressive, shear,
bending dan torsion.

Modulus Elastisitas

Modulus elastis ini merupakan parameter yang bisa digunakan untuk melihat ketahanan material
terhadap deformasi elastis.

𝑓
=𝐸
𝜀
Merupakan perbandingan antara beban dan regangan yang terjadi pada suatu material.

Elastic Bending

Pembengkokan suatu material memiliki hubungan proporsional dengan modulus elastis & momen
inersia suatu material. Dengan kata lain, besarnya gaya yang menyebabkan bengkoknya material
bernilai sama/ proporsional terhadap nilai modulus elastisitas dan momen inersianya.

2. Elastic Instability
Merupakan fenomena yang terjadi pada struktur yang memiliki kekerasan yang lemah ketika ia
dikenai perlakuan kompresi, pembengkokan, torsi atau gabungan kondisi pembebanan. Bentuk dari
material pada fenomena ini menjadi berubah dikarenakan kekakuan material yang tidak mencukupi.
Contoh : pembengkokan tabung silinder di bawah tekanan luar sebagai hasil dari operasi vakum.

Column Instability  Tipe paling sederhana dari instablitas yang terjadi pada kolom disebabkan oleh
tekanan aksial dan tekanan end loaded
3. Plastic Instability
Kurva yang digunakan untuk menentukan tekanan maksimum peralatan agar masih dalam batas
elastisitas materialnya agar tidak terjadi perubahan bentuk yang terjadi karena melewati yield point.
Biasanya tensile test dilakuan sabagai dasar menentukan tekanan yang diizinkan.

Gambar _. Kurva Hubungan Stress-Strain


Allowable Stress

Ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:

•Akurasi dimana load dapat dihitung

• Besar takanan dari load

• Kehomogenan material

• Bahaya jika terjadi kegagalan

• Fatigue

• Korosi

https://www.researchgate.net/profile/Abdul_Wahid/publication/295857823_06b_Criteria_in_Ve
ssel_Design/links/56ce9bed08ae4d8d649997f4/06b-Criteria-in-Vessel-
Design.pdf?origin=publication_detail

Anda mungkin juga menyukai