Anda di halaman 1dari 10

BIOMASSA

Asep Samsudin
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pendidikan Indonesia

Jl. Encep Kartawiria No. 176 Cimahi

E-mail: koe_miz05@yahoo.com

ABSTRAK
Konsumsi bahan bakar di Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi produksi dalam
negeri (Hambali, E., dkk, dalam Ari, 2009). Hal ini harus segera diimbangi dengan penyediaan
sumber energi alternatif yang terbarukan, melimpah jumlahnya, dan murah harganya sehingga
terjangkau oleh masyarakat luas (Hermawan dalam Ari 2009). Briket yang dibuat adalah briket
dengan komposisi sekam padi, serbuk gergaji, cangkang kakao dan bonggol jagung yang
dicampur dengan bahan perekat.
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan cara
membakar sampel briket sehingga diperoleh data antara temperatur dengan lamanya waktu
pembakaran sampel briket. dari percobaan tersebut dapat diketahui nilai kalor, kadar air, kadar
abu dan kadar volatile solid.

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan
Energi Nasional dirumuskan bahwa perlu adanya peningkatan pemanfaatan sumber energi
baru dan terbarukan. Diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta
SBM tahun 2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat
atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2% (KNRT, 2006). Salah satu
energi terbarukan adalah biomassa. Biomassa adalah salah satu jenis bahan bakar padat
selain batubara. Biomassa diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu biomassa kayu dan
bukan kayu (Borman, 1998). Mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu

1
pengeringan (drying), devolatilisasi (devolatilization), dan pembakaran arang (char
combustion).
Berdasarkan Statistik Energi Indonesia (DESDM dalam Syamsiro, 2007) disebutkan
bahwa potensi energi biomassa di Indonesia cukup besar mencapai 434.008 GWh.
Diperkirakan kira-kira 35% dari total konsumsi energi nasional berasal dari biomassa.
Beberapa jenis limbah biomassa seperti limbah kayu, sekam padi, cangkang kakao dan
bonggol jagung. Diperkirakan kira-kira 35% dari total konsumsi energi nasional berasal dari
biomassa.

2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
a. untuk mengetahui komposisi briket yang terbaik

B. Metodologi
1. Bonggol Jagung
Pembuatan briket dalam penelitian bonggol jagung yang akan digunakan sebagai bahan
briket yaitu dengan karbonisasi dan non karbonisasi. Peralatan yang digunakan untuk
karbonisasi pada penelitian ini adalah thermocouple sebagai pengukur suhu, drum yang
terbuat dari besi sebagai reaktor karbonisasi, dan kayu sebagai bahan bakar. Proses
karbonisasi dilakukan pada suhu ± 250oC.

2. Kakao
Penelitian dilakukan dengan mengeringkan cangkang kakao terlebih dahulu selama
kurang lebih 3 hari. Setelah itu dihaluskan dengan penumbuk dan disaring dengan ukuran
mesh 18 (Ø 1 mm). Kemudian dilakukan pembriketan 5 gram sampel berbentuk silinder
dalam cetakan diameter 16 mm dan diperoleh diameter dan panjang rata-rata 16,4 dan 26
mm. Komposisi cangkang kakao dan bahan pengikat (gel dari tepung kanji) adalah
70%:30%. Pengeringan briket menggunakan oven pada suhu 50°C selama kurang lebih 5 jam
dan dihasilkan berat rata-rata briket 3,687 gram.
Pengujian pembakaran dengan pengaruh temperatur udara preheat dilakukan dengan 3
variasi yaitu tanpa preheat, 60°C, dan 80°C. Laju aliran udara dijaga konstan 0,3 m/s.

2
Dinding ruang bakar juga dipertahankan pada temperatur 350°C dengan pemanasan LPG.
Masukkan briket ke dalam tungku dan diletakkan pada cawan yang digantungkan dengan
kawat dan dihubungkan ke timbangan digital. Pengukuran dilakukan sampai tidak terjadi lagi
pengurangan massa yang berarti pembakaran telah selesai.

3. Sekam Padi
Sekam padi dari sekam padi giling lembut dan kasar dengan komposisi 4 : 1. Peralatan
yang digunakan adalah burning bench dengan ketelitian pengukuran massa mencapai 0,001
gram. Kondisi tungku disetarakan untuk setiap pengujian, yaitu yang terkait dengan suhu
dinding ruang bakar (dipertahankan konstan 300oC) dan suhu gas di posisi sekitar 1,5 cm di
belakang bahan bakar (sekitar 130oC). Pengujian dilakukan pada kondisi aliran alami dimana
tidak ada udara yang disuplai secara paksa (misalnya dengan bantuan blower) ke bahan
bakar.
Tabel 1. Perubahan panjang briket saat pemadatan dan sesaat setelah dicetak

Panjang mula adalah panjang yang diukur saat briket dicetak dan mengalami tekanan
maksimal. Panjang akhir adalah panjang yang diukur sesaat setelah briket keluar dari
cetakan. Akibat dari besarnya regangan kembali terhadap briket adalah penurunan densitas
energi dan penurunan kekuatan.
Semakin banyak gel Amilum dalam briket sekam padi akan mengurangi besarnya
peregangan kembali bahan. Sebab Bahan amilum sebagai adhesif akan mengikat butiran
butiran dan serat serat sekam padi. Hal ini Mencegah struktur untuk meregang kembali
setelah pencetakan. Semakin besar komposisi gel Amilum dalam briket menyebabkan
semakin banyak butiran dan serat yang merekat dan Besarnya regangan kembali pun akan

3
semakin berkurang. Jadi penambahan prosentase gel Amilum dalam briket sekam padi akan
mengurangi regangan kembali bahan tersebut.

4. Serbuk Kayu
Serbuk gergaji disangrai selama 5-7 jam hingga serbuk halus menjadi kehitam-hitaman.
Untuk memudahkan proses pembakaran digunakan bahan bakar umpan yang diletakkan di
bagian tengah kiln. Selanjutnya terus dilakukan pengaturan buka tutup lubang udara pada
dinding kiln dan pembakaran terus dilakukan sampai asap keluar menipis dan berwarna
kebiruan dan disaring. Perekat tapioka ditimbang sebanyak 5% dari berat bahan baku lalu
dicampur dengan air, dengan perbandingan konsentrasi perekat dan air 1:20. Air yang
ditambahkan dengan tepung tapioka dipanaskan diatas kompor hingga perekatnya merata
sempurna. Serbuk gergaji yang telah disaring kemudian dicampur dengan perekat tapioka
dan dicetak. Briket kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60°c selama ± 2 hari.

C. Pembahasan
1. Bonggol Jagung
Bonggol jagung adalah juga hidrokarbon. Hidrokarbon adalah sumber energi yang cukup
banyak digunakan oleh manusia. Di Indonesia, pemanfaatan bonggol jagung masih terbatas,
padahal Indonesia adalah produsen jagung terbesar ke-8 dunia, yakni sebanyak 12.381.561
ton pada tahun 2007. Bonggol jagung sering dianggap hanya sebagai sampah. Pada tahun
2002, limbah batang dan daun jagung kering adalah sebanyak 3,46 ton/ha; sedangkan pada
tahun 2006, luas panen jagung adalah 11,7 juta ton.
Tabel 1. Nilai Kalor dan Proximate Analysis Bahan Baku
Kadar
Nilai Kadar Kadar
Volatile
No Jenis Bahan Kalor Air Abu
Solids
(kal/g) (%) (%) (%)
1. Bonggol Jagung (Awal) 3.939,34 76,55 22,71 0,74
Bonggol Jagung Non
2. 4.383,86 7,27 88,84 3,9
Karbonisasi
3. Bonggol Jagung Karbonisasi 7.112,87 3,2 89,57 7,23

4
Tabel 2. Hasil Uji Emisi Briket dan Pembanding Lainnya
Emisi Gas Buang (mg/Nm3)
Jenis Bahan
CO2 CO NOx Hidrokarbon
Bonggol Jagung Non
628 726 145 12
Karbonisasi
Bonggol Jagung Karbonisasi 238 498 126 9

Tingkat emisi CO briket JNK1 tepat pada batas maksimum baku mutu, yaitu sebesar 726
mg/Nm3 dan tingkat emisi NOx briket tersebut melebihi baku mutu, yaitu sebesar 145
mg/Nm3. Sementara itu tingkat emisi CO dan NOx briket JK1 jauh lebih rendah daripada
briket JNK1 dan masih memenuhi baku mutu, sehingga dapat dikatakan briket JK1 lebih
ramah lingkungan daripada briket JNK1.

Tabel 3. Biaya Pembuatan Briket


Produk Nilai kalor Harga per kg Harga per kkal
(kal/g) (Rp/kg) (Rp/kkal)

JNK1 4.804,30 2.611,04 0,54


JNK2 4.679,66 2.344,51 0,50
JNK3 4.512,11 2.049,88 0,45
JNK4 4.440,32 1.802,32 0,41
JK1 5.796,33 3.332,87 0,57
JK2 5.090,02 3.094,21 0,61
JK3 5.001,31 2.740,57 0,55
JK4 4.644,04 2.463,48 0,53

Perbandingan harga kkal antara briket menunjukkan kecendererungan bahwa semakin


besar nilai kalor produk briket maka harga produk briket semakin mahal. Harga briket
berkisar antara Rp. 0,41 hingga Rp. 0,54 per kkal untuk briket non karbonisasi, Rp. 0,53
hingga Rp. 0,61 per kkal untuk briket karbonisasi. Briket JK1 yang memiliki nilai kalor yang
paling tinggi di antara briket hasil variasi dan memiliki emisi yang masih di bawah standar
emisi pada PERMEN ESDM No. 047 Tahun 2006, biaya pembuatannya sebesar harga Rp.
0,57. Walaupun briket JK1 memiliki biaya pembuatan per kg-nya paling tinggi namun biaya

5
pembuatan per kkal-nya lebih rendah daripada briket JK2 yang nilai kalornya berada di
bawah briket JK1.

2. Kakao
Pengaruh temperatur udara preheat terhadap pengurangan massa dan laju pembakaran
sesaat dapat dilihat pada Gambar 2. Sesuai dengan teori yang ada bahwa pembakaran
biomassa dibagi menjadi 3 tahap. Pertama tahap pengeringan/pemanasan yang ditunjukkan
dengan pengurangan massa yang lambat. Tahap kedua devolatilisasi yang ditunjukkan
dengan pengurangan massa yang sangat cepat dan tahap ketiga pembakaran arang dengan
pengurangan massa yang kembali menjadi lambat. Dari Gambar 2(a) terlihat bahwa semakin
tinggi temperature udara preheat maka pengurangan massa berlangsung semakin cepat. Hal
ini disebabkan adanya suplai kalor tambahan secara konveksi dari udara masuk sehingga
terjadi peningkatan perpindahan kalor ke briket dan menyebabkan proses devolatilisasi lebih
cepat terjadi.
Gambar 1. Hubungan temperatur udara preheat terhadap (a) pengurangan massa
dan (b) laju pembakaran sesaat.

Gambar 1(b) menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur udara preheat maka laju
pembakaran maksimumnya semakin tinggi dan cepat tercapai. Laju pembakaran rata‐rata
ditunjukkan oleh Gambar 2(b). Semakin tinggi temperatur udara preheat maka laju
pembakarannya rata‐ratanya semakin tinggi. Temperatur gas pembakaran mengalami sedikit
kenaikan walaupun tidak begitu signifikan seperti ditunjukkan Gambar 2(a) di bawah ini.

6
Gambar 2. Hubungan temperatur udara preheat terhadap (a) temperatur
gas pembakaran dan (b) laju pembakaran rata-rata.

Gambar 3. (a) Emisi CO terhadap waktu dan (b) Faktor emisi CO pembakaran briket cangkang
kakao pada temperatur udara preheat yang berbeda.

Faktor emisi CO untuk pembakaran briket cangkang kakao karena pengaruh temperature
udara preheat ditunjukkan Gambar 3(b). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa faktor
emisi CO tidak mengalami banyak perubahan, hanya terjadi sedikit penurunan. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena adanya sedikit kenaikan temperatur gas sebagai akibat udara
preheat.
Tabel 1. Analisis proksimasi limbah cangkang kakao
Kadar
Nilai Kadar Kadar
Volatile
No Jenis Bahan Kalor Air Abu
Solids
(kal/g) (%) (%) (%)
1. Cangkang Kakao 16.998 16,1 49,9 13,5

7
3. Sekam Padi
Tahun 2008 menunjukkan bahwa produksi padi di Indonesia seluruhnya sekitar 55 juta
ton padi. Total potensi sekam di Indonesia sendiri mencapai 13 juta ton per tahun. Dari
proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8- 12% dan
beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi
tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan.
Komposisi kimia sekam padi menurut Suharno (1979):
a. Kadar air : 9,02%
b. Protein kasar : 3,03%
c. Lemak : 1,18%
d. Serat kasar : 35,68%
e. Abu : 17,17%
f. Karbohidrat dasar : 33,71

Komposisi kimia sekam padi menurut DTC - IPB:


a. Karbon (zat arang) : 1,33%
b. Hidrogen : 1,54%
c. Oksigen : 33,64%
d. Silika : 16,98%

Gambar1. Perubahan massa pada uji pembakaran briket sekam padi

Briket dengan penyusun dari sekam padi giling kasar lebih awal terbakar, meskipun juga
lebih awal mengalami reaction termination (setelah 70 detik). Tampak pula dari grafik
pengurangan massa di mana briket dari sekam padi giling lembut lebih banyak terbakar dan
menghasilkan lebih sedikit sisa pembakaran (tinggal 0,5 gram). Meskipun demikian, melihat

8
kecenderungan pada grafik tersebut tampak bahwa laju pembakaran rata-rata kedua jenis
briket hampir sama. Briket dari sekam padi lembut lebih padat, memiliki permukaan yang
lebih rapat dan porositas lebih kecil dibandingkan dengan briket dari sekam padi kasar.
Besarnya porositas pada bahan bakar padat mempermudah proses drying, pelepasan volatile
matter, dan difusi oksigen ke dalam struktur dalam bahan bakar. Akibatnya briket sekam padi
kasar lebih mudah dan lebih awal terbakar dibanding briket sekam padi lembut. Nampaknya
briket sekam padi kasar ini tidak sempat mengalami proses char combustion seperti halnya
briket sekam padi lembut sehingga massa sisa akhir lebih besar. Kemungkinan besar hal ini
disebabkan oleh temperatur permukaan yang sudah terlalu rendah sehingga tidak mampu lagi
mempertahankan reaksi.

4. Serbuk Gergaji Kayu


Besar limbah serbuk gergaji kayu yang berasal dari industri penggergajian adalah 15%
yang terdiri dari 2,5% serbuk dari unit utama, 13% serbuk dari unit kedua dan 0,1% dari unit
trimmer (Martono dalam Ari, 2009).

Tabel 1. Analisis proksimasi limbah serbuk gergaji


Nilai Kadar Kadar zat Kadar
No Jenis Bahan Kalor Air menguap Abu
(kal/g) (%) (%) (%)
1. Serbuk gergaji 3647,07 4,23 40,87 0,62

D. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu sampel terbaik pada komposisi briket adalah sampel
bonggol jagung : cangkang kakao : sekam padi : serbuk gergaji kayu = 7.112,87 kal/g : 16.998
kal/g : 3.570 kal/g : 3.647,07 kal/g.
Dari data diatas didapat briket cangkang kakao merupakan bahan baku terbaik untuk
pembuatan briket dengan nilai kalori 16.998 kal/g.

9
E. Daftar Pustaka

Hermawan, Y. (2009). Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Dalam
Bentuk Briket. Laporan Tugas Akir Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik.
Jember.

Octaviany, R Dan Warmadewanthi. (2009). Eko-Briket Dari Komposit Bonggol Jagung,


Lumpur Ipal PT. Sier, Dan Sampah Plastik LDPE Eco-Briquette From Composite
Of Corncob, Sludge Wwt Pt. Sier, And Ldpe Plastic Waste. Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP–ITS, Surabaya.

Saptoadi, H Dan Syamsiro, M. (2007). Pembakaran Briket Biomassa Cangkang Kakao :


Pengaruh Temperatur Udara Preheat. Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta.

Wibowo, A. (2009). Kajian Pengaruh Komposisi Dan Perekat Pada Pembuatan Briket
Sekam Padi Terhadap Kalor Yang Dihasilkan. [Skripsi]. Semarang. Jurusan
Fisika-Fmipa. Universitas Diponegoro Semarang.

Wijayanti, D. (2009). Karakteristik Briket Arang Dari Serbuk Gergaji Dengan


Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. [Skripsi]. Medan. Departemen
Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

10

Anda mungkin juga menyukai