Anda di halaman 1dari 14

A.

ETIKA

1. Pengertian

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani,”ethos” yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran.

2. Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-hari

a. Etika Berbeda Pendapat

· Ikhlas dan mencari yang hak serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.

· Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.

· Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur’an dan Sunnah.

· Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu denga cara menafsirkan
pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.

· Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian
yang dalam dan difikirkan secara matang.

· Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.

· Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah membantah dan
kasar menghadapi lawan.

b. Etika Bergaul dengan orang lain

· Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.

· Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah
mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.

· Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka diberi hak dan
dihargai.

· Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah keadaan mereka.

· Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai
dengan kemampuan akal mereka.

· Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.


· Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya dan tahanlah rasa
benci terhadap mereka.

· Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan dan bantah membantah dengan
mereka.

c. Etika Buang Hajat

· Segera membuang hajat.

· Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal
tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.

· Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat).

· Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh
mereka..

· Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak
kelihatan.

· Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa.

· Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya
pelindung/ penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh
menghadap ke arah kiblat.

· Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir).

· Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan,

· Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri.

· Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan
pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya.

· Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat.

· Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan.

· Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
berbarengan dengan dzikirnya masing-masing.

· Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat.

d. Etika Di Jalan
· Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau
mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur.

· Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

· Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan tidak
buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.

· Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.

· Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing
sesuai kemampuannya.

· Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada orang yang
membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya.

· Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan.

e. Etika Jenazah dan Ta’ziah

· Segera merawat janazah dan mengebumikannya untuk meringankan beban keluarganya dan
sebagai rasa belas kasih terhadap mereka.

· Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan tidak merobekrobek baju.

· Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur.

· Memohonkan ampun untuk janazah setelah dikuburkan.

· Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan memberikan makanan untuk mereka.

· Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka untuk tetap sabar, dan
mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya milik Allahlah apa yang telah Dia ambil dan milik-Nya jualah
apa yang Dia berikan; dan segala sesuatu disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya.

f. Etika Makan dan Minum

· Berupaya untuk mencari makanan yang halal.

· Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada
Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.

· Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah
makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.

· Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali
mencelanya.
· Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.

· Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak.

· Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan
Alhamdulillah.

· Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu.

· Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya.

· Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang kotor darinya lalu
memakannya.

· Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum.

· Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.

· Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang yang sedang makan,
namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan
mereka dan membuat mereka menjadi malu.

· Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis ada orang yang
lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut
bertentangan dengan etika.

· Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik, seperti
mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu kepada tempat makanan di saat
makan, atau berbicara dengan nada-nada yang mengandung makna kotor dan menjijik-kan.

· Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau berkata, “Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum dari bibir bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)

· Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits Anas disebutkan
“Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).

g. Etika Pergaulan Menurut Islam

Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan
orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap
manusia yang “masih hidup” di dunia ini.

Tiga kunci utama dalam pergaulan, antara lain :

1) Ta’aruf
Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk
bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama,
kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.

2) Tafahum

Memahami, setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia
benci. Dengan memahami kita dapat memilih dan memilah siapa yang harus menjadi teman bergaul kita
dan siapa yang harus kita jauhi.

3) Ta’awun

Sikap ta’awun (saling menolong). Islam sangat menganjurkan kepada

ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa
“Bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain”.

Al-Ma`idah ayat ke-2 :

Tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah kalian tolong menolong
dalam dosa dan permusuhan. Bertaqwa (takut)lah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha
Keras adzab-Nya.”

Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah.

h. Etika Berbicara

· Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan.

· Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu
rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-
paksakan.

· Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu.

· Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anhu di
dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Cukuplah
menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar”.(HR.
Muslim)

· Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan
menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku
adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan)
sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan
dusta sekalipun bercanda”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
· Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Radhiallaahu ‘anha. telah menuturkan:
“Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya
ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya”. (Mutta-faq’alaih).

· Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang
mu’min itu pencela atau pengutuk atau keji pembicaraannya”. (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad,
dan dishahihkan oleh Al-Albani).

· Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir
Radhiallaahu ‘anhu disebutkan: “Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh
dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-
orang yang mutafaihiqun”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi
menjawab: “Orang-orang yang sombong”. (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).

· Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman yang artinya: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.(Al-Hujurat: 12).

· Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak
menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah
pendapatnya atau mendustakannya.

· Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk
berbicara.

· Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari
kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian,
permusuhan dan pertentangan.

· Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara. Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolokolokan) wanita-wanita lain (karena)
boleh jadi wanita-wanita (yang diperolokolokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan)”. (Al-
Hujurat: 11).

i. Etika Berkomunikasi Lewat Telepon

· Ceklah dengan baik nomor telepon yang akan anda hubungi sebelum anda menelpon agar anda
tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau mengganggu orang yang sedang sakit atau merisaukan
orang lain.

· Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena manusia mempunyai kesibukan
dan keperluan, dan mereka juga mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
· Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir orang yang sedang dihubungi
itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau mempunyai janji dengan orang lain.

· Hendaknya wanita tidak memperindah suara di saat ber-bicara (via telpon) dan tidak berbicara
melantur dengan laki-laki. Allah berfirman yang artinya: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”.
(Al-Ahzab: 32).

· Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar kebiasaan dan tidak melantur berbicara
dengan lawan jenisnya via telepon, apa lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara,
memperlembut dan lain sebagainya.

· Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan Assalamu’alaikum, karena dia adalah
orang yang datang, maka dari itu ia harus memulai pembicaraannya dengan salam dan juga
menutupnya dengan salam.

· Tidak memakai telpon orang lain kecuali seizin pemilik-nya, dan itupun bila terpaksa.

· Tidak merekam pembicaraan lawan bicara kecuali seizin darinya, apapun bentuk pembicaraannya.
Karena hal tersebut merupakan tindakan pengkhianatan dan mengungkap rahasia orang lain, dan inilah
tipu muslihat. Dan apabila rekaman itu kamu sebarluaskan maka itu berarti lebih fatal lagi dan
merupakan penodaan terhadap amanah. Dan termasuk di dalam hal ini juga adalah merekam
pembicaraan orang lain dan apa yang terjadi di antara mereka. Maka, ini haram hukumnya, tidak boleh
dikerjakan!

· Tidak menggunakan telepon untuk keperluan yang negatif, karena telepon pada hakikatnya adalah
nikmat dari Allah yang Dia berikan kepada kita untuk kita gunakan demi memenuhi keperluan kita. Maka
tidak selayaknya jika kita menjadikannya sebagai bencana, menggunakannya untuk mencari-cari
kejelekan dan kesalahan orang lain dan mencemari kehormatan mereka, dan menyeret kaum wanita ke
jurang kenistaan. Ini haram hukumnya, dan pelakunya layak dihukum.

j. Etika Bertetangga

· Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu : “….Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di dalam
riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih).

· Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari
sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah
miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya.

· Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat mereka tidak di rumah. Kita jaga harta dan
kehormatan mereka dari tangan-tangan orang jahil; dan hendaknya kita ulurkan tangan bantuan dan
pertolongan kepada mereka yang membutuhkan, serta memalingkan mata kita dari wanita mereka dan
merahasiakan aib mereka.

· Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka, seperti suara radio atau TV, atau
mengganggu mereka dengan melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutup jalan bagi
mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Demi Allah, tidak beriman; demi Allah,
tidak beriman; demi Allah, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasulullah? Nabi menjawab:
“Adalah orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena perbuatan-nya”. (Muttafaq’alaih).

· Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka
berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa
maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.

· Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda kepada Abu Dzarr: “Wahai Abu Dzarr, apabila kamu memasak sayur (daging kuah), maka
perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”. (HR. Muslim).

· Hendaknya kita turut bersuka cita di dalam kebahagiaan mereka dan berduka cita di dalam duka
mereka; kita jenguk bila ia sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila menjumpainya; dan
hendaknya kita undang untuk sayang kepada kita.

· Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka
keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.

· Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah…. –Disebutkan di antaranya-
:Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar
atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh kematian atau keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Al-Albani).

B. MORAL

Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk
jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan
bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya
dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan
benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut.

Moral dalam istilah dipahami juga sebagai:

1. prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.

2. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.

3. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.


Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika
sama ada baik atau buruk dinamakan moral. Moral terbagi menjadi dua yaitu :

a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik

b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.

Moral juga diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya (Purwadarminto, 1956 : 957). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan
perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan
kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan
demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikanukuran
yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif. (Hardiwardoyo,1990). Apabila hati
nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka norma akan membantu mencari kebaikan moral.

Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat yang


diwujudkan di luar kawalan individu. Dorothy Emmet(1979) mengatakan bahawa manusia bergantung
kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama untuk membantu menilai tingkahlaku
seseorang.

C. AKHLAK

1. Pengertian AKhlak

Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan
pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang diartikan:
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Aminmenyatakan bahwa
akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yangdapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak
itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia
bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.

Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk
akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia. Manusia yang
mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan
kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat
seluruhnya. Nabi S.A.W.bersabda yang bermaksud: “Orang Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah
yang paling baik akhlaknya.”(H.R.Ahmad).

Nabi S.A.W.bersabda yang maksudnya:”Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan


budipekerti yang mulia.”(H.R.Ahmad).
Wa innaka la’ala khuluqin ‘adzim, yang artinya: ”Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi
pekerti yang agung” (Al Qalam:4).

2. Macam-Macam Akhlak

a. Akhlak kepada Allah

· Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan
perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah.

· Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan
dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.

· Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia
merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan
kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa,
karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan
dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang
tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu
dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.

· Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan
atau menanti akibat dari suatu keadaan.

· Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina
di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong,
tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

b. Akhlak kepada diri sendiri

· Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan
penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah,
menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.

· Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya.
Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah
dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan denganmenggunakan dan
memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

· Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya
atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang
menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain

c. Akhlak kepada keluarga


Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggotakeluarga yang
diungkapkan dalam bentuk komunikasi.

Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat
baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan
mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut,
mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi
berusaha.

Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota
keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka akan lahir
wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua pada anak oleh karena
itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam komunikasisemua pihak dalam keluarga.

Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan keterbukaan di antara
anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara mereka. Dengan demikian rumah bukan
hanya menjadi tempat menginap, tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal yang damai dan
menyenangkan, menjadi surge bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan
pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi
pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya.

d. Akhlak kepada sesama manusia

(1). Akhlak terpuji ( Mahmudah )

· Husnuzan

Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan,
dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang. Hukum
kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:

a. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan
manusia

b. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.

Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia
berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif
berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.

· Tawaduk

Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan.
Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya,
dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24)
Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.

· Tasamu

Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah
berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S.Alkafirun/109: 6)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.

· Ta’awun

Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengansesama manusia. Allah
berfirman, ”…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…”(Q.S. Al Maidah/5:2)

(2). Akhlak tercela ( Mazmumah )

· Hasad

Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain beruntung.
Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada
sebagian kamu atassebagian yang lain.(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan,
dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari mereka usahakan.

Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya…” (Q.S. AnNisa/4:32)

· Dendam

Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Allah berfirman,
”Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan
kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang yang sabar” (Q.S. An
Nahl/16:126)

· Gibah dan Fitnah

Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Apabila kejelekan
yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan
yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah berfirman, ”…dan
janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik…” (Q.S. Al Hujurat/49:12).

· Namimah

Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu benar
kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan antara keduanya. Allah berfirman, ”Wahai orang-
orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah
kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang
akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al Hujurat/49:6).

D. PERBEDAAN ETIKA,MORAL DAN AKHLAK

Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar
ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan
Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh
suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai
perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa
yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan
seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi
diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya : “ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia.”(Hadits riwayat Ahmad).

Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah

akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah
mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan
perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana
yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran. moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya
dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan
benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut. Akhlak adalah hal yang
terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at,
perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau
dengan sesama makhluk.

Ketiga hal tersebut (etika, moral dan akhlak) merupakan hal yang paling penting dalam
pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah
Rasulullah S.A.W.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Dan diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat
menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-
hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W , setidaknya kita termasuk kedalam golongan
kaumnya.

Anda mungkin juga menyukai