PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari perilaku kekerasan?
2. Apa saja rentang respon perilaku kekerasan?
3. Bagaimana proses marah terhadap perilaku kekerasan ?
4. Apa saja etiologi/ penyebab dari Perilaku Kekerasan?
5. Apa saja Tanda dan Gejala dari Perilaku Kekerasan?
6. Apa saja akibat dari Perilaku Kekerasan ?
7. Bagaimana Perilaku Resiko Perilaku Kekerasan ?
8. Apa saja Mekanisme koping dari Resiko Perilaku Kekerasan?
9. Bagaimana Penatalaksanaan medis dari Resiko Perilaku Kekerasan ?
10. Bagaimana Peran Perawat dalam Resiko Perilaku Kekerasan ?
11. Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dari Resiko Perilaku
Kekerasan ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2 Rentang Respon Terhadap Marah
4
2.3 Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
5
2.4 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
- Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif.Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.
- Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
6
- Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
- Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak,
yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
- Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan
rendahnya harga diri.
- Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut
ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau
jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
7
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
- Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial
yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang
ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
8
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap.
9
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
2.7 Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan resiko perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
10
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
11
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
2.9 Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
12
2.10 Peran Perawat dalam Pencegahan Resiko Perilaku Kekerasan
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah
dan memanajemen perilaku agresif, intervensi tersebut dapat melalui rentang
intervensi keperawatan.
Keterangan gambar:
1. Kesadaran diri : perawat harus meningkatkan kesadaran dirinya dan
melakukan supervisi dengan memisahkan masalah pribadi dan masalah
klien.
2. Pendidikan klien : pendidikan yang diberikan pada klien mengenai cara
komunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat, serta respons
adaptif dan maladaptif.
3. Latihan asertif : kemampuan dasar perawat yang harus dimiliki adalah
berkomunikasi langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk
sesuatu yang tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan
mengekspresikan penghargaan yang tepat.
4. Komunikasi : strategi komunikasi terapeutik
5. Perubahan lingkungan : perawat mampu menyediakan berbagai aktivitas
untuk meminimalkan/ mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai.
6. Tindakan perilaku : kontrak dengan klien untuk membicarakan mengenai
perilaku yang dapat diterima dan yang tidak.
7. Psikofarmakologi : pemberian obat sesuai kolaborasi dan mampu
menjelaskan manfaat obat pada pasien dan keluarga.
8. Manajemen krisis : bila pada waktu intervensi yang tidak berhasil, maka
perlu intervensi yang lebih aktif.
13
2.11 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dari Resiko Perilaku Kekerasan
1) Pengkajian
a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
1) Aspek Biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek Emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab
kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
4) Aspek Sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan.Emosi marah sering merangsang kemarahan
oranglain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
14
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan
disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti
aturan.
5) Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
15
b. Data Objektif
Wajah memerah dan tegang
Pandangan tajam
Mengatupkan rahang dengan kuat
Mengepalkan tangan
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mondar –mandir
Melempar atau memukul benda / oranglain
c. Klasifikasi Data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2
macam yaitu data subyektif dan data obyektif.Data subyektif adalah
data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.Data ini
didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan
keluarga.Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.Data
ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
d. Analisa Data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah
tersebut.Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa
keperawatan.
Halusinasi
Gambar.Pohon Masalah Diagnosis Resiko Perilaku Kekerasan
16
2) Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan.
3) Intervensi Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan
orang lain.
Tujuan khusus :
a) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang
dimiliki.
b) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
c) Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
d) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
e) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWA
TAN Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
(Tuk/Tum)
17
2. Klien mampu b. klien mampu klien tanpa menyela atau
Mengidentifi Menceritakan memberi penilaian pada
kasi penyebab perasaan setiap ungkapan
jengkel / kesal, baik perasaannya.
penyebab
dari diri sendiri b. membantu klien
perilaku maupun mengungkapkan penyebab
kekerasan lingkungannya. perilaku kekerasan yang
3. Klien mampu c. klien mampu dialaminya
Mengidentifi menceritakan akibat c. Membantu klien
kasi akibat perilaku kekerasan mengungkapkan akibat
perilaku yang dilakukannya perilakukekerasanyang
kepada orang lain dilakukannya
kekerasan
d.kliem mampu d. Membantu klien melakukan
4. Klien mampu menahan amarah latihan fisik tarik nafas dalam
Melatih nyadengan e. Membantu klien melakukan
latihan fisik 1 menggunakan teknik latihan pukul bantal
(tarik nafas nafas dalam secara f. Membantuklien memasukan
dalam) mandiri latihan
5. Klien mampu e.klien mampu kedalamjadwalkegiatan
mengalihkan harian
Melatih
amarahnya dengan
latihan fisik 2 memukul bantal
(pukul kasur f.klien mampu
bantal) mengisi daftar
6. Klien mampu kegiatannya
memasukkan
latihan ke
dalam
kegiatan
harian klien
18
menolak mengungkapkan
dengan baik, rasa marah kedalam
mengungkap jadwal kegiatan
kan perasaan harian
secara baik
3. Klien mampu
memasukan
latihan
kedalam
kegiatan
latihan klien
Risiko SP III: Kriteria Evaluasi: a. Diskusikan dengan klien
perilaku untuk mengevaluasi
kekerasan 1. Klien mampu a. Klien mampu jadwal kegiatan SP I dan
mengevaluasi mengevaluasi
jadwal harian SP I II
jadwal harian b. Melatih klien beribadah
dan II
SP I dan II sesuai dengan
b. Klien mampu
2. Klien mampu melakukan kepercayaannya agar
beribadah beribadah dengan dapat mengontrol secara
untuk baik agar dapat emosional
mengontrol mengontrol secara
c. bantu klien untuk
secara emosional
c. Klien mampu memasukan kegiatan
emosional mengungkapkan rasa
memasukan jadwal
3. Klien mampu marah ke dalam jedwal
beribadah kedalam
memasukan kegiatn harian klien kegiatan harian klien
jadwal
beribadah
kedalam
kegiatn
harian klien
19
pasien diberikan kepadanya dirasakan klien
minum obat f. Waktu pemakaian c. Anjurkan klien untuk :
secara g. Cara pemakaian 1. Minta dan menggunakan
h. Efekyang dirasakan obat tepat waktu
teratur
Klien menggunakan 2. Lapor ke perawat/dokter
dengan jka mengalami efek yang
obat sesuai program
prinsip 6 tidak biasa
benar (obat, Beri pujian terhadap
pasien, kedisiplinan klien
dosis, waktu, menggunakan obat
cara, dan
dokumentasi
) disertai
penjelasan
guna akibat
berhenti
minum obat.
3. klien mampu
memasukkan
jadwal
minum obat
kedalam
kegiatan
harian klien
4) Implementasi
a) SP I = latihan mengontrol resiko perilaku kekerasan secara fisik
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
2. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
4. Melatih latihan fisik 1 (tarik nafas dalam)
5. Melatih latihan fisik 2 (pukul kasur bantal)
6. Menganjurkan klien memasukkan latihan ke dalam kegiatan harian
klien
b) SP II = latihan mengontrol resiko perilaku kekerasan secara social
1. Mengevaluasi jadwal harian latihan SP I
20
2. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal = menolak
dengan baik, mengungkapkan perasaan secara baik
3. Menganjurkan klien memasukkan latihan ke dalam kegiatan harian
klien
c) SP III = latihan mengontrol resiko perilaku kekerasan secara spiritual
1. Mengevaluasi jadwal harian SP I dan SP II
2. Melatih beribadah untuk mengontrol secara emosional
3. Menganjurkan klien memasukkan jadwal beribadah ke dalam
kegiatan harian klien
d) SP IV = latihan mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan obat
1. Mengevaluasi jadwal harian SP I,SP II dan SP III
2. Melatih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 6 benar
(obat, pasien, dosis, waktu, cara, dan dokumentasi) disertai
penjelasan guna akibat berhenti minum obat.
3. Menganjurkan klien memasukkan jadwal minum obat kedalam
kegiatan harian klien
5) Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi
adalah untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak
untuk melakukan pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai
sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku
pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.2 Pengkajian
- Aspek Biologis
Nama : Ny.T
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl Kartini No5 JakartaPusat
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Tanggal masuk : 12 Desember 2015
Diagnosa : Resiko Perilaku Kekerasan
- Aspek Emosional
Klien menarik diri,mata melotot, pandangan tajam,mengamuk,ininberkelahi
berbicara kasar
- Aspek Intelektual
Klien merupakan lulusan sarjana s1 namun tidak mampu mengelola
emosionalnya
- Aspek Sosial
Klien menarik diri sehingga tidak banyak teman yang dimiliki
22
- Aspek Spiritual
Klien beragama muslim namun klien hanya ingin melaksanakan ibadah du
waktu saja
Analisa Data
Data Masalah
Keperawatan
DS : Resiko Perilaku
kerasan
Klien mengeluh perasaan, marah, dan dendam
Klien mengungkapkan perkataan kasar
Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti ada berdebar,
rasa tercekik dan bingung
Klien mengatakan ingin memukul atau melukai
DO :
23
3.4 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWA
TAN Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
(Tuk/Tum)
24
harian klien
25
kegiatn
harian klien
26
3.5 Implementasi Dan Evaluasi
Tgl Dx Implementasi Evaluasi
Resiko SP I S:
Perilaku a. Membantu klien mengungkapkan
perasaan marahnya : - Klien mengatakan dapat
Kekerasan
1. Mendiskusikan bersama klien mengidentifikasi tanda
untuk menceritakan penyebab dan gejala Resiko perilku
rasa kesal atau rasa kekerasan
jengkelnya. - Klien mengatakan
2. Mengarkan penjelesan klien mampu mengidentifikasi
tanpa menyela atau memberi penyebab Perilaku
penilaian pada setiap ungkapan kekerasan
perasaannya. - Klien mengatakan
b. Membantu klien mengungkapkan mampu mengalihkan
penyebab perilaku kekerasan marahnyadengn
yang dialaminya tariknafas dalam dan
1. Membantu klien pukul bantal
mengungkapkan akibat O:
perilaku kekerasa nyang
dilakukannya - Klien mampu
2. Membantu klien melakukan mejelaskan tanda dan
latihan fisik tarik nafas dalam gejala serta menyebab
3. Membantu klien melakukan perilaku kekerasan
latihan pukul bantal - Klien mampu
4. Membantu klien memasukan melakukan pengalihan
latihan ke dalam jadwal amarah dengan tarik
kegiatan harian nafas dalam dan pukul
bantal secara mandiri
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi SP II
SP II S:
27
kegiatan mengungkapkan rasa mampu mengontrol kata
marah ke dalam jadwal kegiatan kata saat marah
harian klien - Klien mengatakan
mampu mengeluarkan
kata kata sesuai dengan
apa yang dirasakannya.
O:
- Klien mampu
memasukkan
kegiatannya kedalam
jadwal harian
- Klienmampu melakukan
pengalihan amarah
dengan kata kata yang
baik, dan tidak berkata
kasar dalam
mengungkapkan marah
A : masalah teratasi
SP III S:
28
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi SP IV
SP IV S:
P : hentikan intervensi
29
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke-1 SP I
Tanggal :
Nama Pasien : Ny.T
Ruang : Pavilliun Melati
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan bahwa klien merasa marah dan kesal dengan kakaknya
karena tidak bisa mengurus rumah
b. Klien mengatakan bahwa klien merasa marah dan kesal dengan kakaknya
karena waktu klien pulang kerumah, kakaknya belum menyediakan
makanan
c. Klien mengatakan pernah bertengkar dengan kakaknya dan memecahkan
piring
d. Klien mengatakan jika rasa marahnya muncul, pasien memilih untuk
diam
DO :
Pada saat menceritakan hal yang tidak disukainya klien nampak marah, kesal,
pandangan tajam dan gelisah serta klien merasa tegang.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
30
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Klien dapat melakukan latihan fisik I (tarik nafas dalam)
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi tanda dangejalaperilakukekerasan
b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Membantu klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik
I yaitu menarik nafas dalam
31
2. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan ibu marah? Apakah sebelumnya ibu pernah
marah ? Penyebabnya apa?”
“Samakah dengan yang sekarang?”
“O...iya, jadi ada 2 penyebab marah ibu.”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti ibu pulang kerumah dan
Kakak belum menyediakan makanan, apa yang ibu rasakan?”
“Apakah ibu merasakan kesal kemudian dada ibu berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“O....Begitu. Setelah itu apa yang ibu lakukan?, O...iya, jadi ibu memaki-
maki kakak ibu dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan
terhidang?”
“Begini ibu hal itu jangan dilakukan, jika ibu memaki-maki kakak ibu dan
memecahkan piring, coba ibu pikirkan kerugian apa yang ibu alami ?”
“Betul, kakak ibu jadi sakit dan takut Karena ibu memecahkan piring-piring.
Menurut Ibu adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Ibu belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, bu. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
“Begini bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu rasakan maka ibu berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan / tiup perlahan-
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.Ayo coba lagi, tarik
dari hidung, bagus..., tahan, dan tiup melalui mulut.Nah, lakukan 5 kali.
Bagus sekali, Ibu sudah dapat melakukannya.”
“Nah... Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Ibu?”
“Yasudah, jadi ada 2 penyebab Ibu marah?”
“Dan apa yang kakak rasakan dan ibu lakukan tadi coba sebutkan?”
32
“Serta akibatnya jika melakukan tindakan kekerasan yang pernah ibu
lakukan.”
“Sekarang kita buat jadwal latihannya ya Bu, berapa kali sehari Ibu mau
latihan napas dalam?”
“Sebaiknya latihan ini Ibu lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul Ibu terbiasa melakukannya.”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaannya ibu setelah kita berbincang-bincang?”
2. Evaluasi Objektif
“coba ibu ulangi, apa yang sudah kita pelajari tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan napas
dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu mencegah / mengontrol marah ibu
dengan memukul kasur dan bantal. Bagaimana ibu setuju ? Bagaimana
kalau di kamar ibu saja, ibu setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan
napas dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu mencegah /
mengontrol marah ibu dengan memukul kasur dan bantal.
Bagaimana ibu setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar ibu saja, ibu setuju?”
Waktu : “ibu mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 1 siang bu kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 10 menit, apakah ibu bersedia ? Selamat pagi dan
selamat beristirahat bu.”
33
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke-2 SP I
Tanggal :
Nama Pasien : Ny.T
Ruang : Pavilliun
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan bahwa klien merasa marah dan kesal dengan kakaknya
karena tidak bisa mengurus rumah
b. Klien mengatakan bahwa klien merasa marah dan kesal dengan kakaknya
karena waktu klien pulang kerumah, kakaknya belum menyediakan
makanan
c. Klien mengatakan pernah bertengkar dengan kakaknya dan memecahkan
piring
d. Klien mengatakan jika rasa marahnya muncul, pasien memilih untuk
diam
DO :
Pada saat menceritakan hal yang tidak disukainya klien Nampak marah, kesal,
pandangan tajam dan gelisah serta klien merasa tegang.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
34
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat melakukan latihan fisik II (pukul kasur / bantal)
b. Klien dapat memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik II
yaitu dengan memukul bantal / kasur
b. Memasukkan latihan ke dalam kegiatan harian klien
2. Fase Kerja
“Apakah latihan napas dalamnya sudah dilakukan ibu?”
35
“Jadi kalau nanti ibu kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah,
coba ibu lakukan, pukul kasur dan bantal”
“Ya, bagus sekali ibu melakukannya.”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaannya ibu setelah kita
berbincang-bincang?”
2) Evaluasi Objektif: “coba ibu ulangi, apa yang sudah kita pelajari
tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok latihan mengungkapkan rasa marah
secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan marah secara
verbal? Dalam dan kegiatan yang ketiga, yaitu melatih
mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik,
mengungkapkan marah secara verbalBagaimana ibu setuju?
Bagaimana kalau di kamar ibu saja, ibu setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan
napas dalam, latihan mencegah/mengontrol marah ibu dengan
memukul kasur dan bantal dan melatih mengungkapkan rasa marah
secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan marah secara
verbal. Bagaimana ibu setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar ibu saja, ibu setuju?”
Waktu : “ibu mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 1 siang bu kita berbincang-bincangnya?
36
Waktunya 20 menit, apakah ibu bersedia?Selamat pagi dan selamat
beristirahat bu.”
37
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke-3 SP 2
Tanggal :
NamaPasien : Ny.T
Ruang :
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya dengan
cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara
yang kedua
DO :
Pada saat menceritakan hal yang tidak disukainya klien Nampak marah,
kesal, pandangan tajam dan gelisah serta klien merasa tegang.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat melakukan latihan fisik III (melatih mengungkapkan rasa
marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik,
38
mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan marah secara
verbal)
b. Klien dapat memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien cara melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal:
menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik, mengungkapkan marah secara verbal
b. Memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien
39
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan mealui tarik napas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya bu, yaitu: Meminta
dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
mengunakan kata-kata kasar. Misalnya ibu meminta uang kepada kaka
ibu, coba ibu minta uang dengan baik: kak, saya perlu uang untuk
membeli makan. Nanti dapat dicoba disini untuk meminta baju, minta
obat dan lain-lain. Coba ibu praktikan."
"Bagus bu. Nah...sekarang menolak dengan baik, jika ada yang
menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya, katakan: Maaf saya tidak
dapat melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba ibu praktikan."
"Bagus bu. Kemudian mengungkapkan perasaan kesal, jika ada
perlakuan orang lain yang membuat kesal, ibu dapat mengatakan: saya
jadi ingin marah karena perkataan itu. Coba praktikan."
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaannya ibu setelah kita
berbincang-bincang?”
2) Evaluasi Objektif: “coba ibu ulangi, apa yang sudah kita pelajari
tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau nanti kita latihan latihan sholat /
berdoa?”
“apakah ibu setuju?”
40
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau nanti kita akan melakukan
latihan sholat / berdoa. Bagaimana ibu setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar ibu saja, ibu setuju?”
Waktu : “ibu mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 1 siang bu kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 20 menit, apakah ibu bersedia? Selamat pagi dan selamat
beristirahat bu.”
41
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke-3 SP 3
Tanggal :
NamaPasien : Ny.T
Ruang :
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya dengan
cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara
yang kedua
DO :
Pada saat menceritakan hal yang tidak disukainya klien Nampak marah,
kesal, pandangan tajam dan gelisah serta klien merasa tegang
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. TujuanKeperawatan
42
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien melakukan ibadah untuk mengontrol secara emosional
b. Membantu klien memasukkan jadwal beribadah ke dalam kegiatan harian
klien
2. Fase Kerja
“Sekarang coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan!"
"Bagus. Nah, kalau ibu sedang marah coba ibu duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya, rebahkan badan agar rileks, jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat. Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu!"
"Bagus. Mau coba yang mana?"
"Coba praktekkan” (bagi yang muslim).
43
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-
cakap tentang cara yang ketiga ini?”
2) Evaluasi Objektif: “coba ibu ulangi, apa yang sudah kita pelajari tadi?”
“Jadi sudah berapa cara yang kita pelajari?"
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah. Apakah ibu setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita bicara dan latihan tentang
cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah. Bagaimana ibu
setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar ibu saja, ibu setuju?”
Waktu : “ibu mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 7 pagi bu kita berbincang-bincangnya? Waktunya 20
menit, apakah ibu bersedia?Selamat siang dan selamat beristirahat bu.”
44
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke-4 SP 4
Tanggal :
NamaPasien : Ny.T
Ruang :
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
A. Proses Keperawatan
1. KondisiPasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya dengan
cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara
yang kedua
DO :
Pada saat menceritakan hal yang tidak disukainya klien Nampak marah, kesal,
pandangan tajam dan gelisah serta klien merasa tegang
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat melakukan minum obat secara teratur dengan prinsip 6 benar
(obat, pasien, dosis, waktu, cara, dan dokumentasi) disertai penjelasan guna
akibat berhenti minum obat.
45
b. Klien dapat memasukkan jadwal minum obat kedalam kegiatan harian
klien
4. Tindakan Keperawatan
a. Melatih klien minum obat secara teratur dengan prinsip 6 benar (obat,
pasien, dosis, waktu, cara, dan dokumentasi) disertai penjelasan guna
akibat berhenti minum obat.
b. Membantu klien memasukkan jadwal minum obat kedalam kegiatan harian
klien
2. Fase Kerja
“ibu sudah dapat obat dari dokter?”
46
"Berapa macam obat yang ibu minum? Warnanya apa saja?" Jam berapa ibu
minum ? Bagus!”
"Bagus. Jam berapa ibu minum ?"
"Bagus. Obatnya ada tiga macam bu, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan
tenang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa
marah berkurang. Semua ini harus ibu minum 3 kali sehari pada pukul 7 pagi,
1 siang, dan 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut ibu terasa kering, untuk membantu
mengatasinya ibu dapat mengisap-isap es batu. Bila terasa mata berkunang-
kunang, ibu sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.”
"Sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus di minum, pukul berapa saja
harus di minum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta
obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!"
"Iya bu silahkan. Lalu jangan pernah menghentikan minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter ya bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal ya, bu.”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-
cakap tentang cara minum obat yang benar?”
2) Evaluasi Objektif :
“Coba ibu sebutkan lagi jenis obat yang ibu minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?”
47
b. Rencana tindak lanjut
“Nah, Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya bu!.”
c. Kontrak
Topik : “Baik, dua hari lagi kita ketemu kembali untuk melihat sejauh
mana ibu melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa
marah."
Waktu : “Mau pukul berapa, bu? Seperti sekarang saja, pukul 10 ya ?”
Tempat : Bagaimana kalau tempatnya sama seperti ini, di ruang tamu saja,
ibu setuju?” "Sampai jumpa!”
48
ROLE PLAY
PERILAKU KEKERASAN
49
Perawat Gita : “oh begitu, saat adik ibu marah apa yang ia lakukan pada ibu
?”
Keluarga Ny.T : “ia marah, merusak semua barang, melempar piring dan
berkata kasar pada saya, saya takut”
Perawat Gita : “ibu sudah mencoba menjelaskan alasan mengapa ia marah
pada ibu, begitupun dengan ibu, apakah ibu menjelaskan
padanya alasan ibu tidak mengurus kebutuhannya (kebutuhan
adik ibu) ?”
Keluarga Ny.T : “Saya takut, saya merasa saya hanya menjadi baban bagi
adik saya. Dan saat ia marah saya takut padanya.”
Perawat Rani : “baik ibu terimakasih sudah menjelaskan, sekarang ibu tidak
perlu takut, kami akan berusaha untuk mengobati Ny.T,
namun ibu juga perlu berubah, lebih dekat dengan adik ibu,
bersikap terbuka dengannya, kalian kan saudara kakak
beradik”
Keluarga Ny.T : “baik sus, saya juga akan sering berkunjung kemari, tolong
jaga adik saya ya sus”
Perawat Rani : “Iya bu,
Keluarga Ny T : “Saya permisi ya sus, assalamualaikum”
Perawat Gita & Rani : “waalaikumussalam”
50
sudah membaik, dan ada 1 pasien baru yang akan masuk ke
Pav.Melati.”
Perawat Gita : “ Ya 1 Pasien tersebut adalah Ny.T tadi dari pihak keluarga sudah
memberikan keterangan, bahwa Ny.T memiliki gejala
Resiko Perilaku kekerasan”
Perawat Yuli : “ Sejauh mana tindakan perilaku kekerasannya, apakah bener
masih Resiko?”
Perawat Rani : “Ya Dari keterangan keluarga klien belum melakukan
tindakan kekerasan, hanya perilaku perilaku seperti
memecahkan piring, mata melotot, berkata kasar pada
kakaknya”
Perawat Yuli : “ Kalau begitu kita perlu mengobservasi lebih lanjut”
Perawat Sifa : “Bagaimana dengan jadwal parawatannya? “ kita bagi
menjadi 2 bagaimana?
Perawat Rani : “Ya sesuai dengan jadwal shif kita.”
Perawat Gita : “Kalau gitu Perawat sifa dengan Perawat Rani dan saya
sendiri dengan Perawat Yuli”
51
Perawat Sifa : “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah ibu. Apakah ibu bersedia? Dimana enaknya
kita duduk untuk berbincang-bincang, bu? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”
Ny.T : "Iya"
Perawat Rani : “Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana
kalau 20 menit?”
Ny.T : (hanya mengangguk)
Perawat Sifa : “Apa yang menyebabkan ibu marah? Apakah sebelumnya ibu
pernah marah? Coba ibu ceritakan apa yang menyebebkan ibu
marah?''
Ny.T : " Pernah waktu saya pulang ke rumah, kakak saya belum
menyediakan makanan."
Perawat Sifa : " Samakah dengan yang sekarang?"
Ny.T : "Tidak, kakak saya tidak becus merawat rumah.''
Perawat Sifa : "O...iya, jadi ada 2 penyebab marah ibu.”
Perawat Rani : “Pada saat penyebab marah itu ada, seperti ibu pulang ke
rumah dan kakak belum menyediakan makanan, apa yang ibu
rasakan?” (tunggu respon pasien).
Ny.T : hanya diam saja.
Perawat Sifa : “Apakah ibu merasakan kesal kemudian dada ibu berdebar-
debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan
mengepal?”
Ny. T : "Iya, memangnya kenapa ?"
Perawat Sifa : “O....Begitu. Setelah itu apa yang ibu lakukan?, O...iya, jadi
ibu Memaki-maki kakak ibu dan memecahkan piring, apakah
dengan cara ini makanan terhidang?"
Ny.T : "ya.. saya tidak tahu kan saya marah!, tanya saja sama kakak
saya!."
Perawat Rani : "Begini bu hal itu jangan dilakukan, jika ibu memaki-maki
52
kakak ibu dan memecahkan piring, coba ibu pikirkan
kerugian apa yang ibu alami ?
Ny.T : "Kakak saya jadi sakit dan takut pada saya."
Perawat Rani : "Betul, kakak ibu jadi sakit dan takut karena ibu memecahkan
piring-piring. Menurut Ibu adakah cara lain yang lebih baik?
Maukah Ibu belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan
baik tanpa menimbulkan kerugian?”
Ny.T : hanya mengangguk
Perawat Sifa : “Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, bu. Salah
satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa marah. Bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu?”
Ny.T : "Iya"
Perawat Sifa : “Begini bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu rasakan
maka ibu berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan
sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut
seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus..., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali, Ibu sudah dapat
melakukannya.
Perawat Rani : "Sebaiknya latihan ini Ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Ibu terbiasa
melakukannya. Bagaimana perasaannya buk ?”
Ny.T : "Lumayan baik"
Perawat Sifa : “ Nah...Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang
tentang kemarahan Ibu?”
Ny.T : "Biasa saja."
Perawat Rani :“Ya sudah, jadi ada 2 penyebab Ibu marah?
Ny.T :''ya kakak saya tidak masak saat saya sudah pulang dan tidak
becus untuk membersihkan rumah?''
53
perawat Rani : ''Dan apa yang kakak rasakan dengan apa yang ibu lakukan
tadi coba sebutkan?
Ny. T : ''kakak saya hanya diam"
Perawat Sifa : ''Serta akibatnya jika melakukan tindakan kekerasan yang
pernah ibu lakukan."
Ny. T : "Kakak saya jadi takut karena saya memecahkan piring''.
Perawat Rani : ''Sekarang kita buat jadwal latihannya ya Bu, berapa kali sehari
Ibu mau latihan napas dalam?”
Ny. T : ''Iya, Kalau saya lagi marah saja.''
Perawat Rani : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan
napas dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu
mencegah/mengontrol marah ibu dengan memukul kasur dan
bantal. Bagaimana ibu setuju ? Bagaimana kalau di kamar ibu
saja, ibu setuju?”
Ny. T : " Iya terserah"
Perawat Sifa : “ibu mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 1 siang bu kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 10 menit, apakah ibu bersedia? Selamat pagi dan
selamat beristirahat bu.”
Pasien hanya diam.
54
Ny.T : "Iya sudah."
Perawat Yuli : "Coba saya lihat jadwal kegiatannya. Bagus sekali, ibu telah
melakukan dengan baik.”
Perawat Yuli : “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan
marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
Perawat Yuli : “Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di kamar ibu ?"
Ny.T : "Iya."
Perawat Yuli : " Baik mari kita ke kamar ibu, kamar ibu nomor berapa ?. Mau
berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Ny.T : "Nomor 4. Iya"
Pasien dan perawat Yuli, serta perawat Gita pergi ke kamar pasien.
Perawat Gita : “Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan
kesal, dada berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam
ibu dapat melakukan pukul kasur dan bantal. Oh...iya pertama
coba ibu lakukan napas dalam.
Ny.T langsung melakukan napas dalam.
Perawat Gita : "Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Sekarang mari kita
latihan memukul kasur dan bantal. Jadi kalau nanti ibu kesal
dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah,
coba ibu lakukan, pukul kasur dan bantal”
Ny.T melakukan pukul kasur dan bantal.
Perawat Gita : "Ya, bagus sekali ibu melakukannya.”
Perawat Yuli : "jadi ibu sekarang untuk mengalihkan rasa marah ibu, ibu
bisa melakukan tarik nafas dalam dan pukul bantal, ya bu
Perawat Gita : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan
Berbincang bincang dan kegiatan yang ketiga, yaitu
mencegah/mengontrol marah ibu dengan mengungkapkan
perasaan dengan baik. Bagaimana ibu setuju ? Bagaimana
kalau di taman saja, ibu setuju?”
55
Ny. T : " Iya terserah"
Perawat Gita : “ibu mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 1 siang bu kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 10 menit, apakah ibu bersedia? Selamat pagi dan
selamat beristirahat bu.”
56
Perawat Rani : “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara
untuk mencegah marah dan latihan sholat/berdoa?”
Ny.T : "Iya"
Perawat Rani :“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau diruang tamu?”
Ny.T : "Iya, baiklah."
Perawat Rani : “ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 20 menit?”
Ny.T : "Iya"
Perawat Rani : “Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk
mencegah marah. Kalau marah sudah disalurkan
mealui tarik napas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya bu, yaitu:
Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara
yang rendah serta tidak mengunakan kata-kata kasar.
Misalnya ibu meminta uang kepada kaka ibu, coba ibu
minta uang dengan baik: kak, saya perlu uang untuk
membeli makan. Nanti dapat dicoba disini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba ibu
praktikan."
Ny.T : "Bu, saya perlu uang untuk membeli makan."
Perawat Sifa : "Bagus bu. Nah...sekarang menolak dengan baik, jika ada
yang menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya,
katakan: Maaf saya tidak dapat melakukannya karena
sedang ada kerjaan. Coba ibu praktikan."
Ny.T : " Maaf saya tidak dapat melakukannya karena sedang
ada kerjaan."
Perawat Sifa : " Bagus bu. Kemudian mengungkapkan perasaan
kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
57
kesal, ibu dapat mengatakan: saya jadi ingin marah
karena perkataan itu. Coba praktikan."
Ny.T : " saya jadi ingin marah karena perkataan itu."
Perawat Rani : "Bagus. Sekarang coba ceritakan kegiatan ibadah
yang biasa ibu lakukan!"
Ny.T : "saya beribadah shalat 5 waktu sehari"
Perawat Rani : "Bagus. Nah, kalau ibu sedang marah coba ibu duduk
dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya,
rebahkan badan agar rileks, jika tidak reda juga, ambil
air wudhu kemudian sholat. Coba ibu sebutkan sholat
5 waktu!"
Ny.T : "subuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya'."
Perawat Rani : "Bagus. Mau coba yang mana?"
Ny.T : "subuh."
Perawat Rani : "Coba praktekkan” (bagi yang muslim).
Pasien mempraktekkan shalat subuh.
Perawat Sifa : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap
tentang cara yang ketiga ini?”
Ny.T : "saya merasa lebih baik."
Perawat Sifa : “Jadi sudah berapa cara yang kita pelajari?"
Ny.T : "Empat."
Perawat Sifa : "Bagus. Mari kita masukan kegiatan ibadah pada
jadwal kegiatan ibu. Lalu kalau ada keinginan marah
sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya, bu.
Sekarang kita masukkan di jadwal kegiatan ibu. Mau
berapa kali ibu sholat?"
Ny.T : " 5x."
Perawat Sifa : "Baik kita masukkan ke jadwal. Coba ibu sebutkan
lagi shalat 5 waktu tadi."
Ny.T : " subuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya'."
58
Perawat Rani : “Setelah ini coba ibu lakukan jadwal sholat sesuai
jadwal yang telah kita buat tadi!. Besok kita ketemu
lagi ya Pak, nanti kita akan membicarakan cara
penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah ibu, setuju Pak ?”
Ny.T : " iya"
Perawat Rani : “Bagaimana kalau tempatnya sama, ibu setuju?”
Ny.T : "Setuju"
Perawat Rani : “Mau pukul berapa, bu? Seperti sekarang saja, pukul
10 ya ?”
Ny.T : "Iya, baik"
59
Perawat Yuli : “Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan
tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah ?”
Ny.T : "Iya Baik"
Perawat Yuli : “Di mana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di tempat ini saja?”
Ny.T : "Iya disini saja."
Perawat Yuli : “Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 20 menit?”
Ny.T : "Iya, 20 menit saja."
Perawat Gita : “ibu sudah dapat obat dari dokter?”
Ny.T : "Iya saya sudah dapat."
Perwat Gita : "Berapa macam obat yang ibu minum? Warnanya apa
saja?" Jam berapa ibu minum ? Bagus!”
Ny.T : "ada 3, oranye, putih, merah jambu"
Perawat Gita : "Bagus. Jam berapa ibu minum ?"
Ny.T : "Jam 7 pagi, jam 1 siang, jam 7 malam."
Perawat Yuli : "Bagus. Obatnya ada tiga macam bu, yang warnanya
oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang,
yang putih ini namanya THP agar rileks dan tenang,
dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran
teratur dan rasa marah berkurang. Semua ini harus ibu
minum 3 kali sehari pada pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7
malam.”
Perawat Yuli : “Bila nanti setelah minum obat mulut ibu terasa kering,
untuk membantu mengatasinya ibu dapat mengisap-
isap es batu. Bila terasa mata berkunang-kunang, ibu
sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.”
Ny.T :"Iya"
60
Perawat Gita : "Sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak
obat apakah benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis
yang harus di minum, pukul berapa saja harus di
minum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar?
Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi
apakah benar obatnya!"
Ny.T : "Boleh saya catat saja ? soalnya terlalu banyak yang
harus diingat."
Perawat Gita : "Iya bu silahkan. Lalu jangan pernah menghentikan
minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya bu,
karena dapat terjadi kekambuhan.”
Ny.T : "Iya sus."
Perwat Yuli : "Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya
kedalam jadwal ya, bu.”
Pasien hanya mengangguk.
Perawat Yuli : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap
tentang cara minum obat yang benar?”
Ny.T : "saya merasa lebih baik."
Perawat Yuli : “Coba ibu sebutkan lagi jenis obat yang ibu minum!
Bagaimana cara minum obat yang benar?
Ny. T : " CPZ , THP, HLP."
Perawat Gita : “Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah
yang kita pelajari?”
Ny.T : "Sudah 5"
Perawat Gita : “Nah, Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya
dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua
dengan teratur ya bu!.”
Ny.T : "Iya"
61
Perawat Gita : “Baik, dua hari lagi kita ketemu kembali untuk melihat
sejauh mana ibu melaksanakan kegiatan dan sejauh
mana dapat mencegah rasa marah."
Ny.T : "iya"
Perawat Gita : “Bagaimana kalau tempatnya sama seperti ini, di
ruang tamu saja, ibu setuju?”
Ny.T : "Iya saya setuju."
Perawat Gita : “Mau pukul berapa, bu? Seperti sekarang saja, pukul
10 ya ?”
Ny.T : "Iya pukul 10 saja."
Perawat Gita dan Yuli : "Sampai jumpa!”
(Bersalaman)
Beberapa bulan kemudian pasien sembuh, dan dibawa pulang ke rumah.
SELESAI
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau
lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal (Nanda 2016)
Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang
adaptif dan maladaptif.
62
Gejala - gejalanya Perubahan fisiologik, Perubahan emosional, Perubahan
perilaku.
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
4.2 Saran
Sebagai perawat kita seharusnya dapat mengetahui dengan cepat gejala-
gejala perilaku kekerasan.Sehingga perawat dapat mencapai hasil yang
maksimal dalam membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
Jiwa perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
63