Anda di halaman 1dari 16

TUGAS 5

Disusun Atau Dibuat Oleh:

Nama : FENDI EKA SETIAWAN


NPM : 4315210040

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN MESIN

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARATA
2018
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1.1. Definisi Rumus-Rumus Yang Dapat Di Perlukan Dari Sumber Masalah ini:
Rumusan Masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan
jawabannya melalui pengumpulan data bentuk-bentuk rumusan masalah ini berdasarkan
masalah menurut tingkat eksplanasi. Seperti telah dikemukakan bahwa rumusan masalah
itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan
data. Bentuk-bentuk rumusan masalah ini di kembangkan berdasarkan pembaca ataupu
penuliss menurut tingkat eksplanasi. Bentuk masalah dapat dikelompokkan kedalam
bentuk masalah deskriptif, komparatif, dan asosiatif.

1. Rumusan Masalah Deskriptif

Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan
pertanyaan terhadap keberadaan variable atau lebih ( variable yang berdiri sendiri ). Jadi
dalam masalah ini masalah tidak membuat perbandingan variable itu pada sampel yang
lain, dan mencari hubungan variable itu dengan variable yang lain. Masalah teliti semacam
ini untuk selanjutnya dinamakan deskriptif.

2. Rumusan Masalah Komparatif

Rumusan komparatif adalah rumusan masalah teliti yang membandingkan keberadaan


suatu variable atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang
berbeda.

3. Rumusan Masalah Asosiatif

Rumusan masalah asosiatif adalah rumusan masalah yang bersifat menanyakan hubungan
antara dua variable atau lebih.
2.1.2. Masalah Menjadi Sebuah Pernyataan & Rumusan Masalah

Setelah kita telah mengindentifikasi masalah, menetapkan bahwa hal itu dapat dan
harus diteliti, dan secara spesifik baik pendekatan kuantitatif atau kualitatif, untuk mulai
menuliskan tentang "Masalah" kedalam sebuah pernyataan dari bagian masalah yang
memperkenalkan dalam masalah kita.

Rumusan masalah dalam sebuah proposal adalah hal paling mendasar. Rumusan
masalah akan menjadi penentu apa bahasan yang akan dilakukan dalam masalah tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah, kemudian akan dijawab
dalam proses penelitian dan tertuang secara sistematis dalam data laporan. Semua bahasan
dalam data laporan masalah, termasuk juga semua bahasan mengenai kerangka teori dan
metodologi yang digunakan, semuanya mengacu pada perumusan masalah. Oleh karena
itu, ia menjadi titik sentral.

Perbedaan Masalah dari Bagian Lain dari Kriteria. Masalah yang Bisa menjadi
Untuk lebih memahami dalam suatu masalah, kita membedakannya dari bagian lain.
Masalah berbeda dari topik, tujuan atau maksud dari masalah, dan pertanyaan masalah
secara spesifik (juga dibahas dalam bab tentang pernyataan tujuan). Masalah perlu berdiri
sendiri dan diakui sebagai langkah yang berbeda karena merupakan masalah yang ingin
dibahas secara umum.

2.1. Secara Dasar Masalah Dalam Spesifik


Pada dasarnya masalah spesifik itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
data yang antara lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Untuk itu setiap
definisi masalah yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah. Seperti
dinyatakan oleh Emory (1985) bahwa, baik murni maupun terapan, semuanya berangkat
dari masalah hanya untuk terapan, hasilnya bisa langsung digunakan untuk membuat
keputusan. Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya
dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan
pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan.
Hal-hal yang dapat dipermasalahkan adalah masalah (problem) atau peluang
(opportunity) yang didefenisikan dengan jelas, baik keluasannya maupun
kedalamannya. Masalahdiartikan sebagai suatu situasi dimana suatu fakta yang terjadi
sudah menyimpang dari batasan toleransi yang diharapkan. Sedangkan peluang adalah
suatu kondisi eksternal yang menguntungkan jika dapat dirah dengan usaha-usaha
tertentu tetapi dapat juga secara langsung atau tidak langsung menjadi ancaman bila
peluang itu dapat dimanfaatkan oleh pesaing (Husein Umar, 1999: 8).
Masalah adalah setiap kesulitan yang mengerakkan manusia untuk
memecahkannya (Marzukki, 2005: 20). Sedangkan Stoner (1982) mengemukakan bahwa
masalah-masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara
pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya
pengaduan, dan kompetisi.
Masalah secara garis besar dapat diartikan sebagai berikut:
1. Kesulitan yang dirasakan oleh orang awam maupun manusia , sehingga perlu
ditemukan jawabannya.
2. Pertanyaan tentang suatu problematik yang timbul dari kesenjangan antara
kenyataan dengan teori/fakta empiric terdahulu, yang memungkinkan untuk
diberikan satu atau lebih jawaban.
3. Suatu rumusan kalimat interogatif mengenai hubungan antara dua variabel atau
lebih yang belum terjawab dengan teori atau penelitian yang ada.
Langkah berikutnya bila masalah telah ditemukan, maka perlu dibuat daftar
pertanyaan atau perumusan masalah (research question) yang bersumber dari fokus
masalah yang telah dipilih, karena masalah yang ditemukan dapat dijadikan inisiasi
pembuatan pertanyaan terhadap masalah yang akan diteliti. Perumusan masalah atau
research questions atau disebut juga sebagai research problem diartikan sebagai suatu
rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai
fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di
antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai
akibat. Dalam sumber lain rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan
dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah adalah
suatu rumusan yang menyatakan tentang pertanyaan-pertanyaan dari masalah-masalah
yang telah dipilih/dibatasi dan perlu dijawab dalam sebuah masalah.
Tujuan dari pemilihan serta perumusan masalah adalah untuk :
1. Mencari sesuatu dalam rangka pemuasan akademis seseorang
2. Memuaskan perhatian serta keingintahuan seseorang akan hal-hal yang baru
3. Memenuhi keinginan social.
4. Menyediakan sesuatu yang bermanfaat

2.2. Ciri-Ciri Masalah Yang Baik


Dalam spsifik diperlukan sebuah masalah yang baik. Terdapat beberapa ciri
masalah yang baik, yaitu:
1. Mempunyai Nilai Masalah Dalam Spesifik
Dalam sebuah masalah, masalah yang sedang diteliti hendaknya
mempunyai nilai. Dikatakan mempunyai nilai masalah apabila masalah yang
akan diteliti pada akhir maslah dapat memberikan manfaat dalam sebuah bidang
ilmu tertentu atau dapat digunakan untuk keperluan yang lain.
2. Masalah harus mempunyai keaslian
Sebuah masalah yang akan dibahas hendaknya adalah masalah yang up to
date. Maksudnya adalah masalah yang dibahas belum pernah dibicarakan
sebelumnya oleh oranglain lain. Masalah juga harus mempunyai nilai ilmiah
atau aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan semakin berkualitas. Selain itu,
masalah yang diteliti boleh jadi adalah masalah-masalah yang terlewatkan dari
perhatian masyarakat selama ini atau bias juga masalah yang akan
memunculkan sebuah teori atau pembahasan baru.
3. Masalah harus menyatakan suatu hubungan
Masalah yang baik adalah masalah yang menyatakan sebuah hubungan
antara variabel-variabel tertentu yang saling berkaitan. Hal ini perlu
diperhatikan agar penelitian yang dilakukan lebih bermakna.
4. Masalah harus merupakan hal yang penting
Masalah yang diteliti haruslah merupakan hal yang penting dan bukan
masalah yang sepele untuk dibahas. Karena diharapkan hasil akhir dari
pembahasan adalah sebuah fakta dan kesimpulan yang dapat bermanfaat di
sebuah bidang tertentu dan dapat diterbitkan di jurnal ilmu pengetahuan. Tidak
hanya itu, hasil masalah juga dapat menjadi bahan referensi dalam menyusun
buku-buku atau teks maupun skripsi dan tesis.
5. Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Masalah yang menarik adalah masalah yang dapat menimbulkan
pertanyaan. Tapi penulis juga harus dapat menggambarkan masalah yang
sedang dibahas dengan jelas, sehingga tidak membingungkan orang yang
membacanya dan dapat dilakukan uji untuk menyatakan jawaban dan
kebenarannya.
6. Mempunyai fisibilitas
Masalah yang baik adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu
masalah tersebut harus mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan. Hal
ini dimaksudkan agar penelitian dapat berguna dan tidak sia-sia. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam masalah spesifik, yaitu:
 Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia
haruslah memperhatikan ketersediaan data dan metode terhadap masalah
yang akan dibahas. Hal ini sangatlah penting, karena digunakan untuk
memecahkan masalah. Data dan metode yang akan digunakan hendaknya
sudah memiliki standard an ukuran yang jelas, sehingga dapat diukur dan
akan menghasilkan sebuah pemecahan yang dapat akurat.
 Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus dalam batas-batas
kemampuan.
Biaya adalah faktor yang boleh dilupakan oleh seorang penulis pada saat
akan melakukan sebuah presepsi, Seorang harus bisa memperkirakan biaya
yang akan dikeluarkannya dalam memecahkan masalah. Biaya yang terlalu
besar dalam masalah akan dapat memberatkan yang lain nya dan dianggap
kurang fleksibel.
 Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar
Seorang harus dapat memperkirakan waktu yang akan digunakan dalam
pemecahan masalah. Sebuah masalah yang baik adalah penelitian yang
tidak memakan waktu yang terlalu lama karena akan tidak efektif.
 Biaya dan hasil harus seimbang
Seorang yang ahli dalam pembahas suatu masalah dalam spesifik yang baik
adalah hasil yang diperoleh dengan biaya memiliki porsi yang seimbang.
Hal ini penting karena harus tetap memperhitungkan efisiensi di
dalammya.
 Administrasi dan sponsor yang kuat
Masalah spesifik yang akan dibahas haruslah memiliki administrasi dan
sponsor yang kuat. Hal ini cukup penting karena tidak dapat dilakukan
tanpa adanya bantuan dari siapa pun dan seorang pembimbing.
 Tidak bertentangan dengan hukum dan adat
Masalah yang dipilih untuk diteliti hendaknya tidak bertentangan dengan
hukum dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan
oleh karena itu akan berpengaruh pada keberlangsungan proses pemecahan
suatu masalah.
7. Sesuai Dengan Kualifikasi Masalah Spesifik
Masalah yang akan diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan
dapat dipecahkan. Mengapa demikian, karena agar seorang yang telah
dilakukan tidak terhenti di tengah proses pengerjaan karena ketidakmampuan
seorang untuk memecahkan masalah yang sedang dibahas sehingga akan sia-
sia.
2.3. Sumber untuk Memperoleh Masalah
Sebenarnya banyak sekali permasalahan yang perlu dipecahkan berada di
sekeliling kita. Kadang kita bertanya pada diri kita sendiri,”Dimana saya bisa menemukan
masalah yang sekiranya pantas untuk dibahas ?” Ada beberapa tempat yang dapat
dijadikan sebagai sumber masalah. Pertama adalah dari teori. Seperti yang dikemukakan
oleh Kerlinger (1973): “Teori adalah seperangkat konstruk atau konsep, definisi, dan
proposisi yang saling berkaitan satu sama lain, yang mampu mewakili pandangan yang
sistematik tentang suatu gejala (phenomena) dengan cara menspesifikasikan hubungan
antar variabel, dengan maksud menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut”.

Teori adalah teori, bukan wadah dari kumpulan fakta. Artinya dalam teori terdapat
generalisasi dan prinsip-prinsip yang dihipotesiskan yang perlu dibuktikan kebenarannya
melalui proses ilmiah. Benarkah motivasi berkorelasi positif dengan prestasi?, benarkah
perilaku yang diinginkan dapat muncul melalui penerapan “reward and punishment?”,
benarkah gaya mengajar seorang guru dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa?
Sumber lain yang juga bermanfaat adalah berasal dari pengalaman
pribadi. Misalnya, seorang mahasiswa seringkali mengalami hambatan ketika harus
berurusan dengan pegawai-pegawai dari sebuah instansi. Jarang sekali urusan yang
diselesaikan oleh instansi tersebut tepat waktu. Kejadian tersebut (simptom) dapat
dijadikan sebagai titik tolak untuk menetapkan masalah penelitiannya. Jadi pengalaman-
pengalaman praktis dapat juga dikategorikan sebagai sumber masalah.
Sumber masalah lainnya adalah literatur (literature survey) atau bahan-bahan
bacaan ilmiah atau pun populer. Jurnal-jurnal, majalah, koran, atau bahkan laporan-
laporan. Melalui informasi-informasi yang ditulis di media-media tersebut, bisa
menemukan sesuatu hal yang mungkin menarik untuk dibahasnya.
Seorang juga dapat menemukan masalah melalui interaksi dengan orang lain.
Berbicang-bincang dengan pimpinan suatu organisasi, dengan pegawainya, dengan
pengguna jasa organisasi tersebut. Penelitian tentang kepuasan pegawai, kepuasan
pelanggan, dan komitmen organisasional, biasanya diawali dengan obrolan-obrolan
santai, tanpa disengaja.
1. Pengamatan terhadap kegiatan manusia
Pengamatan sepintas terhadap kegiatan-kegiatan manusia dapat dijadikan
sebagai sumber dari masalah yang akan dibahas. Seorang ahli ilmu masalah dalam
sepesifik dapat menemukan masalah ketika ia melihat tingkah laku pekerja pabrik
melakukan kegiatan mereka dalam pabrik. Seorang ahli ekonomi pertanian dapat
menemukan masalah ketika ia melihat cara petani bersahaja mengerjakan serta
menyimpan hasil usaha pertaniannya. Seorang dokter dapat menemukan masalah
ketika melihat penduduk mengambil air minum di sungai dan buang air di kali
sehingga banyak penduduk mempunyai kaki sebesar gajah.
2. Bacaan
Bacaan-bacaan dapat pula dijadikan sebagai sumber dari masalah yang dipilih
untuk dibahas. Lebih-lebih jika bacaan tersebut merupakan karya ilmiah atau
makalah, maka banyak sekali rekomendasi di dalamnya yang memerlukan
rekomendasi lebih lanjut. Bukan saja dari bacaan tersebut ditemukan masalah yang
ingin mengungkapkan hubungan, tetapi bacaan dapat dapat juga memberikan
teknik dan metode yang ingin dikembangkan lebih lanjut. Membaca hasil-hasil
penelitian terdahulu akan memberikan banyak sekali masalah-masalah yang
belum sanggup dipecahkan. Hal ini merupakan masalah yang perlu dipecahkan
dalam suatu pembahas selanjutnya.
3. Perasaan Intuisi
Kadangkala suatu perasaan intuisi dapat timbul tanpa disangka dan dari
kesulitan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber masalah. Tidak jarang,
seseorang yang baru bangun dari tidurnya, dihadapkan pada suatu suatu kesulitan
secara intuisi, ataupun seseorang yang sedang buang air dapat menghasilkan suatu
masalah yang ingin dipecahkan, yang muncul secara tiba-tiba.
4. Catatan dan pengalaman pribadi dalam suatu masalah spesifik
Catatan pribadi serta pengalaman pribadi sering dijadikan sebgai sumber dari
masalah. Dalam ilmu social, pengalaman serta catatan pribadi tentag sejarah
sendiri, baik kegiatan pribadi ataupun kegiatan professional dapat merupakan
sumber masalah.
5. Praktik serta keinginan masyarakat dalam masalah
Praktik-praktik dalam masalah yang timbul dan keinginan-keinginan yang
menonjol dalam masyarakat dapat dijadikan sumber dari masalah. Praktik-praktik
tersebut seperti pernyataan-pernyataan pemimpin, otorita ilmu pengetahuan baik
bersifat local, daerah, maupun nasional. Adanya gejolak rasial, misalnya dapat
merupakan sumber masalah. Adanya ketimpangan antara input dan produktivitas
sekolah dapat merupakan suatu masalah spesifik.
6. Bidang spesialisasi
Bidang spesialisasi seseorang dapat pula dijadikan sumber masalah. Seorang
spesialisasi dalam bidangnya, telah menguasai ilmu yang dalam-dalam bidang
spesialisasinya. Maka dari itu, akan banyak sekali msalah yang memerlukan
pemecahan dalam bidang spesialisasi tersebut. Dalam membuat masalah
berdasarkan bidang spesialisasi, perlu juga dijaga supaya maslah yang digali tidak
menjurus kepada over spesialisasi. Hal tersebut dapat menghilangkan unitas yang
fundamental..
7. Diskusi-diskusi ilmiah
Masalah dapat juga bersumber dari diskusi-diskusi ilmiah, seminar, serta
pertemuan-pertemuan ilmiah. Dalam diskusi tersebut seseorang dapat menangkap
banyak analisis-analisis masalah, serta argumentasi-argumentasi professional,
yang dapat menjurus pada suatu permasalahan baru.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya masalah
dapat timbul darimana saja. Setiap peristiwa ataupun kegiatan yang terjadi di sekitar kita
sebenarnya sudah cukup menginspirasi timbulnya pormasalahan yang akan kita angkat
dalam sebuah penelitian. Mulai dari kegiatan yang terstruktur dan memang disengaja
untuk menghasilkan sebuah penelitian bahkan sampai kegiatan yang paling sederhana
tanpa adanya kesengajaan untuk memikirkannya. Semua itu dapat diperoleh tergantung
bagaimana kepekaan untuk memaknai masalah yang timbul.

2.4. Cara Merumuskan Masalah


Setelah rumusan masalah diidentifikasikan dan dipilih, maka tibalah saatnya
masalah tersebut dirumuskan. Perumusan masalah merupakan titik tolak bagi perumusan
hipotesis nantinya, dan dari rumusan masalah harus dilakukan dengan kondisi berikut :
1. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
2. Rumusan hendaklah jelas dan padat.
3. Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkan suatu
bentuk masalah.
4. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat hipotesis.
5. Masalah harus menjadi dasar bagi judul.
Misalnya, masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut.
 “Apakah hasil padi ladang akan bertambah jika dipupuk dengan pupuk K?”
 “Apakah ada hubungan antara konsumsi rumah tangga petani dengan pendapatan
dan kekayaan petani?”
Dari rumusan diatas, maka dapat dibuat judul penelitian sebagai berikut.
 “Pemupukan padi ladang dengan pupuk K”
 “Hubungan petani antara konsumsi rumah tangga pendapatan dan pendidikan
petani”
Perlu juga diperingatkan bahwa dalam memilih masalah, perlu dihindarkan
masalah serta rumusan masalah yang terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal
ataupun terlalu argumentatif. Variabel-variabel penting dalam rumusan masalah harus
diperhatikan benar-benar.
Ada beberapa hal yang perlu diingat dalam merumuskan masalah. Masalah ilmiah
tidak boleh merupakan pertanyaan-pertanyaan etika atau moral. Menanyakan hal-hal di
atas adalah pertanyaan tentang nilai dan value judgment yang tidak bisa dijawab secara
ilmiah. Misalnya masalah yang dipilih adalah “Perlukah kepemimpinan organisasi secara
demokrasi?” atau “Bagaimana sebaiknya mengajar mahasiswa di perguruan tinggi?”
Untuk menghindarikan hal tersebut di atas, maka janganlah menggunakan kata
“mustikah” atau “lebih baik”, atau perkataan-perkataan lain yang menunjukkan
preferensi. Ganti kata perkataan lebih baik dengan perkataan “lebih besar”, misalnya.
Contoh lain, “Apakah metode mengajar secara otorita menuju ke cara belajar yang
buruk?” pertanyaan ini bukanlah masalah ilmiah. Belajar yang buruk adalah value
judgment. Mengajar secara otorita tidak dapat didefinisikan. Supaya tidak ada value
judgement, maka sebaiknya “belajar yang buruk” dapata diganti dengan “menguarangi
perilaku memecahkan soal”.
Hindarkan masalah yang merupakan metodelogi. Pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan “metode sampling”, atau “pengukuran” dan lain-lain supaya jangan
digunakan dalam meformulasikan masalah.
Sebagai kesimpulan, perlu dijelaskan bahwa ada dua jalan untuk
memformulasikan masalah. Pertama dengan menurunkan masalah dari teori yang ada,
seperti masalah pada eksperimental. Cara lain adalah dari observasi langsung di lapangan,
seperti yang sering dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi, jika masalah diperoleh di lapangan,
maka sebaiknya juga menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori yang telah ada,
sebelumnya masalah tersebut diformulasikan dengan teori-teori yang telah ada,
sebelumnya masalah tersebut diformulasikan. Karena, ada kalanya tersebut dapat
menghasilkan dalil-dalil dan dapat membentuk sebuah teori.
Membuat masalah merupakan hal yang sukar, antara lain karena:
1. Tidak semua masalah di lapangan dapat dicoba secara empiris;
2. Tidak ada pengetahuan atau tidak diketahui sumber atau tempat mencari masalah-
masalah;
3. Adakalanya masalah cukup mencari, tetapi data yang diperlukan untuk
memecahkan masalah tersebut sukar diperoleh.
4. Tidak tahu kegunaan spesifik yang ada di kepalanya dalam memilih masalah.

Sesudah kita formulasikan masalah, maka langkah selanjutnya adalah membangun


tujuan penelitian. Tujuan masalah spesifik adalah suatu pernyataan atau statement tentang
apa yang ingin kita tentukan. Kalau masalah dinyatakan dalam kalimat pertanyaan (bentuk
interogatif), maka tujuan penelitian diberikan kalimat pernyataan (bentuk deklaratif).
Tujuan biasanya dimulai dengan kalimat: “Untuk menentukan apakah...”, atau “untuk
mencari”, dan sebagainya. Tujuan penelitian haruslah dinyatakan secara lebih spesifik
dibanding dengan perumusan masalah. Jika masalah merupakan konsep yang masih
abstrak, maka tujuan penelitian haruslah konstrak yang lebih kongkrit.

Berkenaan dengan penempatan rumusan masalah, didapati beberapa variasi, antara


lain :
1. Ada yang menempatkannya di bagian paling awal dari suatu sistematika.
2. Ada yang menempatkan setelah latar belakang atau bersama-sama dengan latar
belakang
3. Ada pula yang menempatkannya setelah tujuan penelitian.

Di manapun rumusan masalah ditempatkan, sebenarnya tidak terlalu penting dan


tidak akan mengganggu kegiatan yang bersangkutan, karena yang penting adalah
bagaimana kegiatan itu dilakukan dengan memperhatikan rumusan masalah sebagai
pengarah dari kegiatannya. Artinya, kegiatan yang dilakukan oleh siapapun, hendaknya
memiliki sifat yang konsisten dengan judul dan perumusan masalah yang ada. Kesimpulan
yang didapat dari suatu kegiatan, hendaknya kembali mengacu pada judul dan
permasalahan yang telah dirumuskan

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Masalah ini dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan
apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan
pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan.
2. Rumusan masalah adalah suatu rumusan yang menyatakan tentang pertanyaan-
pertanyaan dari masalah-masalah yang telah dipilih/dibatasi dan perlu dijawab
dalam sebuah masalah yang spesifik.
3. Ciri-ciri masalah yang baik: Mempunyai Nilai; Masalah harus mempunyai
keaslian; Masalah harus menyatakan suatu hubungan; Masalah harus merupakan
hal yang penting; Masalah harus dapat dicoba; Masalah harus dapat dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan; Mempunyai fisibilitas; serta Sesuai Dengan Kualifikasi.
4. Masalah dapat diperoleh dari pengamatan terhadap kegiatan manusia, bacaan,
perasaan intuisi, ulangan serta perluasan dari berbagai cara dan dari berbagai
sumber, cabang studi yang dikerjakan, catatan dan pengalaman pribadi, serta
keinginan masyarakat, bidang spesialisasi, pelajaran dan mata ajaran yang diikuti,
pengamatan terhadap alam sekeliling, diskusi-diskusi ilmiah.
5. Rumusan masalah ini selanjutnya digunakan untuk memecahkan masalah, untuk
merumusakan hipotesis dan digunakan untuk membuat judul.
6. Dalam memilih masalah, perlu dihindarkan masalah serta rumusan masalah yang
terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal ataupun terlalu argumentatif
serta tidak menyangkut etika dan moral.

3.2. Saran
1. Karena perumusan masalah merupakan hulu maka kita harus menyusunnya
dengan baik agar dapat menyerap ilmu yang kita dapat serta dapat kita lakukan
secara maksimal dan bermanfaat.
2. Rumusan masalah sebaiknya dibuat dalam bentuk pertanyaan yang jelas dan padat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur “ Kajian Pustaka Suatu masalah spesifikasi
diteliti dalam keseharian di kehidupan manusia”. Pendekatan Buku Referensi. ITB
Insritut Teknologi Bandung.

2. Sugiyono. 1990. Jurnal “Masalah Spesifik. Bandung: Penerbit Alfabeta Syaodih,


Nana. 1990.

3. Buku Referrensi “Metode Pembahasan dalam Masalah Spesifik


Pendidikan”. Solo: Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai