Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tonsil atau lebih sering dikenal dengan amandel adalah masa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang terbentuk bulat lonjong melekat pada
kanan dan kiri tenggorokan. Terdapat 3 macam tonsil yaoti tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang
disebut cincin Waldeyer.

Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fasium dan
berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Tonsilitis sendiri adalah
inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.
Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil
berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan
tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi
bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut
maka akan timbul tonsilitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam
tonsilitis, yaitu tonsilitis akut, tonsilitis membranosa, dan tonsilitis kronis.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai anatomi tonsil,
etiologi tonsilitis, diagnosis serta penatalaksaan dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang tonsilitis.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil

1. Pharyngeal tonsil
2. Palatine tonsil
3. Lingual tonsil
4. Epiglottis

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid. Permukaan


lateral tonsil meletak pada fascia faring yang sering juga disebut capsula
tonsil. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai
celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel squamous
yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit,
limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Kripta pada tonsil
palatina lebih besar, bercabang dan berlekuk-lekuk dibandingkan dengan
sistem limfoid lainnya, sehingga tonsil palatina lebih sering terkena penyakit.
Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum yang
menyebabkan gambaran folikuler yang khas pada permukaan tonsil.
3

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan


mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi
antibodi dan sesitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

Gambar 1. Anatomi Tonsil.(5)

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil


mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fossa supratonsilar.
4

Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh :


1. Lateral : Muskulus konstriktor faring superior
2. Anterior : Muskulus palatoglosus
3. Posterior : muskulus palatofaringeus
4. Superior : Palatum mole
5. Inferior : Tonsil lingual

Perdarahan
Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri
lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina
asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub
atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
laring.
5

Gambar 2. Vaskularisasi Tonsil.(5)

Sistem Limfatik
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim
tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus.
Persarafan
Inervasi tonsil terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N
V) dan N. Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke
telinga, hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi membran timpani dan
mukosa telinga tengah melalui “Jacobson’s Nerve”.(6)
6

Gambar 3. Persarafan Tonsil.(5)


Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
dan tonsil lingual. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior yang berisi m. Palatoglossus,
pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan bagian lateral dibatasi oleh m.
Constrictor pharingeus superior.
2.1.1 Tonsila Faringeal

Adenoid atau bursa faringeal/faringeal tonsil merupakan massa


limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan
yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur
seperti suatu segmen dengan selah atau kantung diantaranya.

Gambar 4. Adenoid
7

Adenoid bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di perifer,


yang duktus eferennya menuju kelenjar limfe leher yang terdekat. Dilapisi
epitel selapis semu bersilia yang merupakan kelanjutan epitel pernafasan
dari dalam hidung dan mukosa sekitar nasofaring. Adenoid mendapat
suplai darah dari A.Karotis Interna dan sebagian kecil cabang palatina
A.Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke dalam
Vena Jugularis Interna. Aliran limfe melalui kelenjar interfaringeal yang
kemudian masuk ke dalam kelenjar Jugularis. Persarafan sensoris melalui
N. Nasofaringeal, cabang N IX serta N. Vagus.(6)

2.1.2 Tonsila Lingualis

Tonsila Lingualis merupakan kumpulan jaringan limfoid yang


tidak berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil
palatina, dan meluas ke arah anteroposterior dari papila sirkumvalata ke
epiglotis. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan
jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi
disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang akhirnya
membentuk detritus. Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari
A.Lingualis yang merupakan cabang dari A.Karotis Eksterna. Darah vena
dialirkan sepanjang V.Lingualis ke Vena Jugularis Interna. Aliran limfe
menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui cabang
lingual N. IX.(6)
8

2.1.3 Tonsila Palatina

Gambar 5. Tonsila Palatina.(5)

Tonsila palatina yang lebih dikenal sebagai tonsil dalam pengertian


sehari-hari terletak dalam fossa tonsilaris, dan berbentuk oval. Fossa
tonsilaris, di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina
anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus
palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya
bersama-sama dengan m. palatina membentuk palatum molle. Permukaan
lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan
dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m. konstriktor faringeus.
Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil membentuk septa
yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.(6)
9

2.2 Fisiologi Tonsil

Tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan,


terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke
dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan
dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal resisten
terhadap organisme pathogen.(7)

Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum


germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis,
barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan
kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks
aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas,
terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi. Terdapat dua
mekanisme pertahanan , yaitu spesifik dan non spesifik.(7)

2.2.1 Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik

Mekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil


dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme.
Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga
menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman
ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan
mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit.
Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga
menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit.(7)

Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel fagosit akan


bergerak mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara
memasukkannya dalam suatu kantong yang disebut fagosom. Proses
selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri. Mekanismenya
belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan konsumsi
oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang
10

akan membentuk H2O2, yang bersifat bakterisidal. H2O2 yang


terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya,
kemudian membunuh bakteri dengan proses oksidasi.(7)

Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit


kontak dengan bakteri maka membran lisosom akan mengalami
ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk
rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri
dengan proses digestif.(7)

2.2.2 Mekanisme Pertahanan Spesifik

Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam


pertahanan tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke
dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi Ig-A yang
akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme
patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan
Ig-E yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit,
dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator
vasoaktif, yaitu histamin.(7)

Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan Ig-E,
sehingga permukaan sel membrannya akan terangsang dan terjadilah
proses degranulasi. Proses ini menyebabkan keluarnya histamin,
sehingga timbul reaksi hipersensitifitas tipe I, yaitu atopi, anafilaksis,
urtikaria, dan angioedema. Dengan teknik immunoperoksidase, dapat
diketahui bahwa Ig-E dihasilkan dari plasma sel, terutama dari epitel
yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.(7)

Mekanisme kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke


dalam proses immunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari
infeksi virus, Ig-A mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh
karena itu Ig-A merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi
serta untuk menghambat proses bakteriolisis.(7)
11

2.3 Tonsilitis

A. Definisi

Tonsilitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan adanya


peradangan pada tonsil, yang menyebabkan sakit tenggorokan, kesulitan
untuk menelan, dan demam. Tonsil merupakan kelenjar getah bening di
bagian belakang mulut dan di atas tenggorokan.

Gambar 6. Tonsilitis

Tonsilitis dapat terjadi karena infeksi virus atau bakteri. Infeksi


virus adalah penyebab paling umum pada tonsilitis. Infeksi ini dapat
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui kontak tangan, menghirup
droplet dari udara setelah seseorang dengan tonsilits bersin atau berbagi
alat atau sikat gigi dengan orang yang terinfeksi. Infeksi bakteri
disebabkan oleh Streptococcus pyogenes, bakteri yang menyebabkan strep
throat (radang tenggorokan).(2)

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan


mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat
dibagi menjadi :
a) T0 (tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat).
12

b) T1 (<25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau


batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai . jarak pilar
anterior- uvula).
c) T2 (25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
atau batas medial tonsil melewati . jarak pilar anterior-uvula sampai .
jarak pilar anterior-uvula).
d) T3 (50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
atau batas medial tonsil melewati . jarak pilar anterior-uvula sampai .
jarak pilar anterior-uvula).
e) T4 (>75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati . jarak pilar anterior-uvula sampai uvula
atau lebih).

Gambar 7. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring

B. Klasifikasi dan Etiologi

1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari
jaringan tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit,
sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta.
13

Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan


oleh stretokokus beta hemolitikus grup A. Meskipun pneumokokus,
stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat
dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau
streptokokus viridans, ditemukan pada biakan,biasanya pada kasus-
kasus berat.
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear
sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit,
bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini
mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsillitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak
detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu
(Pseudomembran) yang menutupi tonsil.
a. Tonsilitis viral
Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering. Jika
terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga
mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang
sangat nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Peradangan akut tonsil yang dapat disebabkan oleh kuman grup
A stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept
throat, pneumococcus, streptococcus viridan dan streptococcus
piogenes. Haemophilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis
akut supuratif. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil
akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
14

2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis ini disebabkan oleh kuman Corynebacterium
diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan
sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer
antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan
besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama
seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk
pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat endotoksin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung
dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf
kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot
pernafasan, pesudomembran yang meluas ke faringolaring dapat
menyebabkan sumbatan jalan nafas atas yang merupakan keadaan
gawat darurat serta pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.(11)

Gambar 8. Corynebacterium diphteriae.


15

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)


Gejala yang timbul adalah demam tinggi (390C), nyeri
dimulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah
berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran
putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus
alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau
dan kelenjar submandibula membesar.
3. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi
dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi
timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat.
Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta
hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus
piogenes.
C. Patofisiologi

Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana


kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil
menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman
sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan
suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada
saat keadaan umum tubuh menurun. Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka
selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang
akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini
tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul
tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa
16

tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa


submadibularis.
Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah.
Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.
Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan
kelenjar getah bening melemah di dalam daerah submandibuler, malaise,
kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut
biasanya berakhir setelah 72 jam.(8)
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau
mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya
tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel.
Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang
akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan
infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan
tonsillitis.(11)
D. Gejala dan Tanda

1) Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis viral
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa
kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut , demam dengan suhu
tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendisendi, tidak nafsu
makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Pada pemeriksaan tampak
tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar
submandibula membengak dan nyeri tekan.
17

b. Tonsilitis bakterial
Penderita mengeluh sakit tenggorokan dan beberapa derajat
disfagia dan pada kasus yang berat, penderita dapat menolak untuk
minum atau makan melalui mulut. Penderita tampak sakit akut dan
mengalami malaise. Suhu tubuh tinggi, kadang-kadang mencapai
1040F. Terdapat bau jika pasien bernapas. Mungkin terdapat otalgia
dalam bentuk nyeri alih. Seringkali terdapat adenopati servikalis
disertai nyeri tekan. Tonsil membesar dan meradang. Tonsil
biasanya berbercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat.
Eksudat ini mungkin keabu-abuan atau kekuningan. Eksudat ini
dapat berkumpul dan membentuk membrane, dan pada beberapa
kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal. (9)
c. Tonsilitis Membranosa
Gambaran klinik dibagi 3 golongan :
(1) Gejala umum
Kenaikan suhu tubuh (subfebris), nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
(2)Gejala lokal
Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
semu. Bila infeksi berjalan terus kelenjar limfe leher akan
membengkak sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck)
atau Burgemeester’s hals.
(3) Gejala akibat eksotoksin
Dikeluarkan oleh kuman difteri yang akan merusak
jaringan tubuh. kerusakan jaringan tubuh. Pada jantung akan
menyebabkan miokarditis sampai dekompensasi kordis. Pada
saraf kranial dapat menimbulkan kelumpuhan otot.
2) Tonsilitis kronik
Gejala klinis yang sering timbul adalah nyeri tenggorok, rasa
mengganjal pada tenggorok, tenggorok terasa kering, nyeri saat menelan,
18

bau mulut, demam dengan suhu tinggi, malaise, anoreksia, dan otalgia.
Otalgia ini dikarenakan nyeri alih melalui N. glossopharyngeus (N. IX).(9)

E. Tatalaksana
a) Konservatif
1. Istirahat cukup
2.Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi
3. Menjaga kebersihan mulut
4. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik
5. Pemberian obat oral sistemik
Pada tonsilitis viral istirahat, minum cukup, analgetika, antivirus
diberikan bila gejala berat. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan
pada infeksi virus dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50
mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
Tonsilitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
streptococcus group A, diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin
50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis
dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10
hari atau eritromisin 4x500 mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan
kortikosteroid karena steroid telah menunjukkan perbaikan klinis yang dapat
menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa
deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak
0,01 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali pemberian selama 3 hari.
Pada tonsilitis difteri, Anti Difteri Serum diberikan segera tanpa
menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung umur
dan jenis kelamin. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50
mg/kgBB/hari. Antipiretik untuk simptomatis dan pasien harus diisolasi.
Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.
19

Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) diberikan


antibiotik spektrum luas selama 1 minggu, dan pemberian vitamin C serta
vitamin B kompleks.
Pada tonsilitis kronik diberikan antibiotika spektrum luas, antipiretik
dan obat kumur yang mengandung disinfektan. Pada keadaan dimana
tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka
terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).(9)
Indikasi Tonsilektomi menurut Health Technology
Assessment, Kemenkes tahun 2004, indikasi tonsilektomi, yaitu:
Indikasi Absolut:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penuruna
berat badan penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan atau limfoma
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitarnya.
Indikasi Relatif:
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
2. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis.

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tonsillitis diantaranya adalah
abses peritonsiler, abses parafaring, dan abses retrofiring
1) Abses peritonsiler

Merupakan pus yang tertampung diantara kapsul tonsil. Dapat


timbul sebagai komplikasi tonsillitis kronik atau berulang. Tetapi dapat
timbul juga tanpa didahului oleh tonsillitis akut. Pasien mengeluhkan
20

adanya nyeri faring unilateral, odinofagia, disfagia, drooling, trismus,


nafas berbau, dan demam. Pasien juga sulit bicara, kadang berbicara
seperti hot potato voice. Trismus disebabkan oleh peradangan pada
m.mastikator dan m.pterygoideus.(2)
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya dehidrasi, trismus,
deviasi uvula, pembengkakan tonsil dan palatum. Secara bakteriologis,
abses peritonsiler ditandai dengan infeksi bakteri campuran yang
melibatkan Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus maupun
bakteri anaerob seperti Bacteroidaceae.(2)
Bila tidak cepat ditangani, abses peritonsiler dapat menyebar
menjadi abses parafaringeal yang nantinya dapat menyebar jauh ke
mediastinum dan menyebabkan mediastinitis. Jika telah terbentuk abses
memerlukan tindakan drainase, baik dengan teknik aspirasi jarum atau
dengan teknik insisi drainase.(2)
2) Abses parafaring
Abses ini terjadi apabila pus mengalir dari tonsil atau abses
peritonsilar melalui m.konstriktor superior. Terbanyak berasal dari infeksi
tonsil, gigi, faring, dan adenoid. Gejala klinis berupa nyeri tenggorok,
demam, kaku pada leher, pembengkakan kelenjar getah bening dan
parotis. Infeksi dapat terjadi pada anterior/prestyloid dan
posterior/poststyloid.(2)
Pengobatan yang diberikan adalah pemberian antibiotic
berdasarkan hasil kultur dan resistensi kuman selama 10 hari. Dilakukan
insisi dan drainase terhadap abses.(2)

3) Abses retrofaring

Penyebab tersering abses retrofiring adalah proses infeksi di


hidung, adenoid, nassofaring dan sinus paranasalis yang mengalir ke
kelenjar getah bening retrofaringeal. Biasanya mengenai anak-anak. Gejala
21

klinik berupa demam, pembengkakan leher disertai nyeri, odinofagia dan


disfagia, sesak sampai sepsis.(2)

Pengobatan diberikan dengan pemberian antibiotik, insisi drainase


dan trakeostomi bila terjadi gangguan pada jalan napas.(2)
22

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tonsil merupakan kelenjar getah bening di bagian belakang mulut dan di
atas tenggorokan. Tonsil berperan dalam menyaring bakteri dan kuman-kuman
untuk melindungi tubuh dari infeksi.
Tonsilitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan adanya
peradangan pada tonsil. Tonsilitis dapat terjadi karena infeksi virus atau bakteri.
Infeksi virus adalah penyebab paling umum pada tonsilitis. Terapi yang
dilakukan pada tonsilitis yaitu terapi konservatif dan operatif. Terapi konservatif
yang dilakukan adalah sesuai dengan etiologinya. Pada terapi operatif, diperlukan
pengamatan lebih lanjut mengenai anamnesis dan gejala klinis pasien sesuai
indikasi atau tidak.
23

Daftar Pustaka

1. Rusmarjono. Soepardi, E.A. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid


dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.
2. Brodsky L, Poje C. Tonsilitis, Tonsillectomy and Adenoid, In: Bailey BJ,
Jhonson JT, Head and Neck Surgery Otolaryngology. Vol 2, 4th Ed,
Lippincott William & Wilkins. Philadelpia. 2006.
3. Arsyad, FW. Hubungan antara Pengetahuan dan Pola Makan Dengan
Kejadian Tonsilitis pada Anak Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja
Minasatene Kab. Pangkep. Jurnal Kesehatan. Volume 2 Nomor 1 Tahun
2013. ISSN : 2302-1721
4. Paulsen F dan Washcke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2013
5. Kumar, Cotran, dan Robbins. Buku Ajar Patologi Penyakit Edisi 5.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1999.
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2012
7. Farokah. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa
Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang [Karya Ilmiah]. Universitas
Diponegoro Semarang. 2005.

Anda mungkin juga menyukai