Anda di halaman 1dari 5

Percobaan ini melakukan penentuan konsentrasi ion logam besi yang terdapat dalam suatu sampel

dengan teknik kurva standar dan adisi standar dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis
dan menentukan validasi pengukuran instrumen. Metode spektrofotometri UV-Vis secara umum
didasarkan pada pembentukan warna antara analit dengan pereaksi pengompleks yang digunakan
(Purwanto, 2012).

Pengompleks yang dimaksud dalam penelitian ini adalah larutan orto-phenantroline. Menurut
Sethuraman (2013), senyawa (C12H8N2, ortho-phenanthroline atau o-phen) merupakan komponen
nitrogen heterosiklik trisiklik yang dapat bereaksi dengan berbagai jenis logam, seperti besi, untuk
membuat kompleks berwarna kuat. O-phen juga akan membentuk kompleks berwarna dengan besi (III),
namun spektrumnya berbeda ketika o-phen direaksikan dengan Besi (II) dan warna yang dihasilkan oleh
kompleks besi (III) tidak intensif. Oleh sebab itu, reagen pereduksi ditambahkan sebelum warna
kompleks besi (III) terbentuk. Sedangkan sampel yang digunakan adalah air sumur yang diambil dari
dilorong salangga, depan kampus baru UHO, kota Kendari.

Akan tetapi, dalam teknik analisis ini terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
ketidakakuratan ketika menggunakan kurva kalibrasi yaitu faktor-faktor yang berada didalam sampel
yang mengubah perbandingan respon atau konsentrasi, tetapi faktor tersebut tidak ada didalam larutan
standar (misalnya perubahan pH, kekuatan ion, kekeruhan, viskositas, gangguan kimia dan lain-lain. Hal
ini tentu akan menyebabkan kemiringan (slope) kurva kalibrasi. Jika perbandinagn respon atau
konsentrasi antara sampel dan larutan standar tidak sama, misalnya disebabkan oleh matrik atau
komposisi yang berbeda antara sampel dan standar, maka penggunaan kurva kalibrasi untuk
menentukan konsentrasi sampel akan memberikan hasil yang tidak akurat. Sehingga untuk mengatasi
adanya hal tersebut, digunakan metode adisi standar untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dari
pada menggunakan kurva kalibrasi. Selain itu metode adisi standar ini mampu mengubah suatu senyawa
yang mulanya sulit dianalisis karena tidak melakukan penyerapan pada daerah sinar tampak menjadi
senyawa lain yang dapat memberikan absorbansi yang besar pada daerah sinar tampak. Pereaksi warna
digunakan untuk menaikkan sensitivitas sehingga batas deteksinya menjadi rendah (Purwanto, 2012).

Besi merupakan salah satu logam transisi bernomor massa 26. Dilihat dari nomor massanya
dapat diketahui bahwa besi memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam bentuk ionnya. Sedangkan
o-phen memiliki pasangan elektron bebas (PEB) yang terdapat pada N sebanyak dua. Berdasarkan
definisi dari Rivai tahun 1995, proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah perpindahan
satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam. Jadi ligan bertindak sebagai pemberi elektron
(basa Lewis) dan ion logam sebagai penerima elektron (asam Lewis) dimana pada penelitian ini ligan
yang digunakan adalah o-phen, dan logam yang digunakan adalah besi.

Besi (II) di udara cenderung mudah teroksidasi menjadi besi (III) sehingga sebelum
dikomplekskan, terlebih dahulu besi (III) harus diubah menjadi besi (II) menggunakan pereduksi HNO3.
Reagen mengubah suatu senyawa yang mulanya sulit dianalisis karena tidak melakukan penyerapan
pada daerah sinar tampak menjadi senyawa lain yang dapat memberikan absorbansi yang besar pada
daerah sinar tampak. Pereaksi warna digunakan untuk menaikkan sensitivitas sehingga batas deteksinya
menjadi rendah (Purwanto, 2012). Penambahan larutan orto-phenantroline mengakibatkan larutan
berubah warna menjadi merah jingga. Semakin tinggi konsentrasi besi (II) yang digunakan warna larutan
semakin intens, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, spektrofotometer dengan teknik kurva standar
sendiri memiliki kelemahan untuk mendeteksi kadar logam yang rendah, sehingga penggunaan metode
kurva kalibrasi tidak mampu meningkatkan sensitivitas metode (Sulistyaningrum, dkk., 2014). Oleh
karena itu, pada percobaan ini juga digunakan teknik penambahan standar atau adisi standar dimana
diharapkan mampu meningkatkan sensitivitas metode.

Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang


maksimum yang telah diketahui, yaitu 520 nm untuk pengompleks orto-phenantroline. Percobaan ini
dilakukan dengan beberapa kali pengulangan agar didapat hasil yang akurat dengan akurasi yang baik.
Digunakan spektrofotometer UV-Vis, karena dapat mengukur transmitan dan absorbansi suatu sampel
sebagai fungsi dari panjang gelombang.

Menurut Ismail (2015), syarat analisis visible adalah cuplikan yang dianalisis bersifat stabil dan
membentuk kompleks dan larutan harus berwarna. Pada analisis sampel digunakan pengompleks orto-
phenantroline sebagai pengomplek karena dapat berikatan dengan Fe2+ dan Fe3+. Pada analisis ini
menggunakan teknik kurva standar dan adisi standar yang dibuat dari sederetan larutan standar yang
masih dalam batas linearitas sehingga nantinya dapat diregreslinierkan. Fungsi pada kurva standar ini
adalah menunjukkan besarnya konsentrasi larutan sampel dari hasil pengukuran, sehingga konsentrasi
sampel larutan bisa diperoleh dengan mudah melalui kurva standar. Pembuatan kurva standar,
tujuannya untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi. Dalam pengukuran
absorbansi sampel dibuat larutan blanko dari aquades dengan pengompleks besi orto-phenantroline
sebagai sampelnya dengan konsentrasi yang telah ditentukan yakni 0,0 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm,
2 ppm, 2,5 ppm, 3 ppm, 3,5 ppm, 4 ppm, dan 4,5 ppm pada panjang gelombang tertentu. Dalam
pembuatan kurva standar ini pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan sampel dengan sempurna
dan dapat menghantarkan gelombang dengan daerah panjang gelombang yang dipakai pada analisis
yakni 520 nm. Karena cahaya tampak yang dapat diserap oleh sampel Fe2+ berada pada kisaran 450 -
550 nm. Dilihat dari data yang ada kurva standar berbaris lurus, ini menunjukkan bahwa larutan
memenuhi hukum Beer. Dimana grafik yang diperoleh berbentuk garis lurus yang melalui koordinat 0,0.
Perlunya kita mengetahui panjang gelombang pada absorbannya maksimum, yaitu untuk mencari
panjang gelombang maksimum agar metode yang digunakan harus sensitif sehingga dapat memberikan
respon yang paling tinggi sehingga yang berada dibawah standar dapat terukur. Dibandingkan dengan
larutan standar adisi dibuat dengan cara menambahkan larutan standar ke dalam sampel (García dalam
Sulistyaningrum, dkk., 2014). Dengan larutan standar Fe3+ 10 ppm dengan variasi volume yang sama
dengan kurva standar, digunakan pada penambahan terhadap sampel masing-masing 25 mL dalam 6
buah labu takar 50 mL. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum yang telah diketahui, yaitu 520 nm. Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang maksimum karena perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi paling besar
terletak pada panjang gelombang maksimum sehingga diperoleh kepekaan analisis yang maksimal
(Dinararum, 2013).

Penambahan larutan standar dalam sampel menyebabkan konsentrasi logam dalam sampel
bertambah sehingga sinyal yang terukur juga bertambah. Berdasarkan dari kedua teknik tersebut,
menyebabkan sensitivitas metode adisi standar lebih baik dari pada sensitivitas metode kalibrasi. Inilah
keunggulan metode adisi standar karena mampu menentukan kadar analit yang sangat rendah
(Sulistyaningrum, dkk., 2014). Larutan adisi standar 0 ppm memberikan respon serapan (absorbansi > 0)
karena larutan tersebut telah mengandung analit sampel (Yusuf, dkk., 2014) dimana absorbansinya
sebesar 0,139. Absorbansi tersebut bernilai lebih kecil jika dibandingkan dengan absorbansi pada
konsentrasi 2; 4; 6; 8 ppm. Selain itu, warna yang ditimbulkan ketika blangko ditambahkan pengompleks
orto-phenantroline belum intens sehingga dilakukan penambahan larutan standar Fe3+ di dalamnya
sehingga disimpulkan bahwa kandungan besi (III) dalam sampel tidak tinggi.

Proses pembuatan larutan standar Fe2+, divariasikan dengan tujuan, agar dapat menentukan
nilai konsentrasi (y), selanjutnya dengan mengambil masing-masing 10 mL larutan standar dengan
menambahkan CH3COONa. Tujuan penambahan Na asetat ini menjaga pH larutan agar tetap
berlangsung pada keadaan yang setimbanag, karena reaksi antara besi dengan orto-phenantroline ini
harus tetap terjaga, kemudian ditambahkan hidrokdilamin HCl 5%. Fungsi penambahan hidroksilamin
HCl adalah untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+, karena keadaan Fe2+ lebih stabil dibandingkan dengan
keadaan Fe3+, ditambahkan larutan orto-phenantroline. Fungsi penambahan larutan orto-
phenantroline adalah membentuk kompleks berwarna, karena pada keadaan dasar larutan besi tidak
berwarna sehingga perlu ditambahkan larutan orto-phenantrolin.

Penentuan kadar Fe dalam sampel menggunakan spektrofotometer UV-Vis, sebelumnya dibuat


deret larutan standar terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang akan
digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sampel, pada proses ini juga menggunakan larutan
blanko, tujuannya adalah mengukur serapan pereaksi yang digunakan untuk analisis kadar Fe sehingga
jumlah serapan Fe sendiri adalah nilai absorbansi larutan standar atau sampel (mengandung pereaksi
dan Fe) dikurangi serapan pereaksinya. Sehingga absorbansi yang dilakukan pada pengukuran ini adalah
serapan untuk Fe dalam sampel, fungsi kalibrasi juga untuk menghilangkan efek refleksi akibat pancaran
sinar radiasi menuju larutan. Menurut Sethuraman (2013), semakin panjang gelombang yang diberikan,
maka λ max semakin besar, namun nilai absorbansinya menurun jika sudah melewati λ max.

Penentuan parameter kinerja dengan teknik kurva standar, diperoleh nilai y = 0,024x + 0,008,
sehingga diperoleh nilai R2 = 0,881. Dengan adanya data tersebut, menunjukkan bahwa data yang
diperoleh masih belum akurat. Dalam persamaan regresi dari kurva kalibrasi jugan diperoleh konsentrasi
Fe dalam sampel. Berdasarkan hasil penelitian dan uji laboratorium,kandungan kadar besi yang tidak
terlalu tinggi, menyebabkan air sumur berwarna bening kecoklatan. Standar kualitas air minum di
Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.907. Tahun 2002 menetapkan kadar dalam zat
besi dalam air minum yang diperbolehkan maksimal 0,3 ppm. Setelah dilakukan perlakuan diketahui
kadar logam Fe yang diperoleh adalah 0,2. Ini menunjukkan bahwa kualitas air yang bertempat di
Asrama Wisma An-nisa lorong salangga, depan kampus baru Universitas Halu Oleo, Kendari. Masih layak
untuk dikonsumsi.
Penentuan nilai akurasi dan presisi, dimana presisi merupakan nilai dari hasil perhitungan yang
dilakukan berulang kali. Kemudian di hitung secara kurva standar. Kurva standar yang diperoleh dari
hasil pengukuran dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel, dimana dari persamaan y = ax
+ b dinyatakan bahwa y = absorbansi, a = sensitivitas, x = konsentrasi, dan b = kesalahan dimana melalui
perhitungan matematis, diperoleh konsentrasi sampel air sumur yang menggunakan uji dengan orto-
phenantroline dari absorbansi 0,009 dengan konsentrasi sehingga diperoleh nilai rata-rata 0,2 ppm.

Samin (2006), menyatakan bahwa untuk memenuhi jaminan mutu metode pengujian dalam
laboratorium dipersyaratkan untuk mengikuti suatu standar. Standar tersebut secara rinci menjelaskan
bagaimana dan persyaratan apa yang harus dipenuhi oleh laboratorium dalam meningkatkan mutu
metode pengujian untuk mendapatkan hasil uji yang dapat dipercaya. Samin (2006), menambahkan
bahwa salah satu faktor yang digunakan untuk meningkatkan mutu metode pengujian, sehingga dapat
menghasilkan data yang absah adalah melakukan validasi metode. Validasi metode merupakan proses
yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja metode
itu memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan (Badan POM 2003). Dalam prosedur
validasi terdapat beberapa parameter yang dievaluasi antara lain akurasi, presisi (ripitabilitas dan presisi
antara), selektivitas, batas deteksi (limit of detection), kelinieran batas deteksi, kelinieran, dan ketegaran
(robustness). Data hasil analisis selanjutnya diolah untuk memperoleh nilai rata-rata, standar deviasi,
persen standar deviasi relatif, perolehan kembali, dan bias. Hasil validasi metode analisis dapat
digunakan sebagai bahan acuan untuk menentukan apakah metode tersebut dapat digunakan untuk
pengujian mutu secara rutin atau tidak.

Kecermatan (akurasi) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis de ngan
kadar analit yang sebenarnya (Harmita dalam Simbolon dkk, 2012). Menurut (Ermer dan Miller dalam
Simbolon dkk, 2012), suatu metode memenuhi kriteria tepat jika nilai recovery-nya antara 80-120%. Uji
perolehan kembali adalah salah satu dari uji validasi analisis untuk melihat kecermatan analisis yang
dilakukan. Berdasarkan perhitungan matematis, diperoleh nilai akurasi untuk uji dengan orto-
phenantroline sebesar 96,64%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kinerja instrumen terhadap
pengukuran sampel masih memenuhi kriteria tepat.

Nilai keseksamaan (presisi) dihitung menggunakan standar deviasi (SD) untuk menghasilkan RSD
atau Coeficient Variation (CV). Presisi yang baik dinyatakan dengan semakin kecil persen RSD maka nilai
presisi semakin tinggi. Wardani (2012), menyatakan bahwa kriteria presisi juga diberikan jika metode
memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2%. %RSD dengan batas yang masih dapat
diterima berdasarkan ketelitiannya yaitu, RSD≤1% (sangat teliti), 1%<RSD≤2% (teliti), 2%<RSD<5%
(ketelitian sedang), dan RSD>5% (ketelitian rendah). Berdasarkan perhitungan matematis, diperoleh nilai
presisi sebesar 26,6461%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kinerja instrumen terhadap
pengukuran sampel masih dikatakan ketelitian yang rendah.

Peningkatan atau penurunan respon secara linier pada teknik adisi standar tergantung pada
konsentrasi analit. Hasil absorbansi pada konsentrasi 0; 2; 4; 6; 8 ppm yaitu 0,037; 0,336; 0,640; 0,933;
dan 1,227. Nilai absorbansi larutan standar dalam sampel yang diperoleh dari uji dengan pengompleks
orto-phenantroline. pada variasi volume berturut-turut yakni 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5 mL,
dengan absorbansi berturut-turut adalah 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,2; dan 1,4. sehingga diperoleh
persamaan regresi linier sebesar y = 0,297x + 0,039 dan R2 sebesar 1.

Koefisien determinasi (R2 ) menunjukkan kedekatan garis regresi linear dengan titik data
sebenarnya. Menurut Sukindro (2011), harga r dapat mempunyai nilai antara -1 ≤ r ≤ 1, nilai r = -1
menggambarkan kolerasi sempurna yakni semua titik percobaan terletak pada garis lurus yang
kemiringannya negatif. Demikian juga r = +1 menggambarkan korelasi positif sempurna, yakni semua
titik percobaan terletak pada satu garis lurus yang kemiringannya positif, pada uji linieritas penentuan
regresi dari standar kurva kalibrasi, diperoleh koefisien korelasi dan diketahui kondisi alat
spektrofotometer yang digunakan sudah mewakili jumlah sampel. Kriteria penerimaan untuk korelasi
adalah r ≥ 0,995 yang menunjukkan ada hubungan linier yang erat antara volume yang diukur dengan
absorban yang dihasilkan.

Kurva adisi standar yang diperoleh dari hasil pengukuran dapat digunakan untuk menghitung
konsentrasi sampel, dimana dari persamaan y = ax + b dinyatakan bahwa y = absorbansi, a = slope, x =
konsentrasi, dan b = intersep. Dengan demikian, melalui perhitungan matematis, diperoleh konsentrasi
sampel air sumur yang menggunakan uji dengan orto-phenantroline dari absorbansi. Dimana menurut
Dahi (2003), dalam Fawell, dkk., (2003) bahwa konsentrasi besi yang berada di kisaran 0,3 - 3 mg/L dapat
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan besi yang terdapat dalam sampel air sumur
tersebut masih layak untuk dikonsumsi.

Anda mungkin juga menyukai