Anda di halaman 1dari 24

PENDAHULUAN

Stroke hemoragik mencakup 18% dari seluruh kasus stroke. Stroke hemoragik lebih
jarang dibandingkan stroke iskemik namun stoke hemoragik berhubungan dengan tingkat
mortalitas yang lebih tinggi. Sekitar 87% stroke bersifat iskemik, 10% berupa perdarahan
intraserebral dan 3% berupa perdarahan subarachnoid.

Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke di seluruh dunia setiap tahunnya. 5
juta orang di antaranya mengalami kecacatan permanen. Angka insiden stroke antar negara
cukup bervariasi; hal ini menunjukkan adanya faktor genetik dan lingkungan yang
mempengaruhi, seperti akses ke layanan kesehatan. Insiden stroke pada orang yang berusia
55 tahun ke atas adalah 1000 orang tiap tahun. Insiden tertinggi telah dilaporkan di Rusia,
Ukraina, dan Jepang

Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8%
(umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar
51,6/100.000 penduduk dimana 1,6% tidak berubah dan 4,3% semakin memberat. Penderita
laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil usia produktif dan usia dibawah 45
tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%.

1
STROKE HEMORAGIK

I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan
fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak
didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara
lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea

II. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem
karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui
lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral :
Anterior circulation (sistem karotis)
Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule
Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent
white matter, anterior corpus callosum
Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and
subjacent white matter
Lenticulostriate Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule
branches
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Posterior inferior Medulla, lower cerebellum
cerebellar basilar
Anterior inferior Lower and mid pons, mid cerebellum
cerebellar
Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum
Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent white
matter, posterior corpus callosum, upper midbrain
Thalamoperforate Thalamus

2
branches
Thalamogeniculate Thalamus
branches

Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran),
vertigo, mual dan muntah, ataxia.

3
III. SISTEM SARAF MOTORIK
Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis :
1. Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4)
ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan
melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat
pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke
kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke
pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula
spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut
traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis,
sedangkan serabut yang lain ±15% tidak menyilang berakhir di kornu
anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

4
2. Sistem Ekstrapiramidalis
Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari
globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus
subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut
striatum.

IV. SISTEM SARAF SENSORIS


Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang :
1. Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion
spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini
berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus
spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf
yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan
bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus
sentralis posterior.
2. Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix
posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk

5
daerah sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus ,
untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju
nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian
bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti
neuron dan berakhir di di gyrus sentralis posterior.

V. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

6
VI. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar
11 – 20 %. Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke
sebesar 71 %, sedangkat usia 45 – 65 tahun memiliki risiko 25 %, dan
4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding
perempuan.
c. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai
6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak
70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah
tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat
sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya
stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan
dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung

7
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan
terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca
operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang
tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.

d. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan
aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan
terkena serangan stroke.
e. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah
dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang
tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah
baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
f. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4
kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di
seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
g. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lain – lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan
risiko terkena stroke 2-3 kali.

8
h. Amyloidosis

Amyloidosis serebral terjadi pada orang lanjut usia dan menyebabkan


10% perdarahan intraserebral. Angiopati amyloid serebral dapat
disebabkan oleh mutasi pada protein prekursor amyloid dan
diturunkan secara autosom dominan.

i. Koagulopati

Koagulopati dapat didapat atau diturunkan. Penyakit liver dapat


menyebabkan diathesis perdarahan. Kelainan koagulasi yang
diturunkan seperti defisiensi faktor VII, VIII, IX, X, dan XIII dapat
menyebabkan perdarahan yang berlebihan dan perdarahan
intrakranial.

j. Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulan dapat meningkatkan resiko perdarahan pada


pasien yang memetabolisme warfarin secara tidak efektif.
Metabolisme warfarin dipengaruhi oleh polimorfisme dalam gen
CYP2C9.

k. Malformasi arteriovena

Sejumlah faktor genetik dapat meningkatkan resiko terbentuknya


AVM dalam otak, meskipun AVM biasanya bersifat sporadik.
Polimorfisme pada gen IL6 meningkatkan kerentanan terhadap
sejumlah kelainan, termasuk AVM. Hereditary hemorrhagic
telangiectasia (HHT), yang disebut juga sindrom Osler-Weber-
Rendu, adalah suatu kelainan autosom dominan yang menyebabkan
dysplasia pembuluh darah. HHT disebabkan oleh mutasi pada gen
ENG, ACVRL1, atau SMAD4 genes. Mutasi pada gen SMAD4 juga
dapat menyebabkan polyposis juvenil. HHT seringkali terdiagnosis
pada pasien yang datang dengan telangiektasis pada kulit dan mukosa

9
atau dengan epistaxis kronis akibat adanya AVM dalam mukosa
nasal. HHT juga dapat menimbulkan AVM pada sistem organ
apapun.

10
VII. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan
intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak
akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim
otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil – kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1
mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma
ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga
terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke
dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur
dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali
terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan
penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Hipertensi
memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding
pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien
nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan
intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat
berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil
anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia
basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia
basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-
kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui
system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan
intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus

11
hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim
otak.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-
kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada
keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila
volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka
timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam
beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian
daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan
(hiperdens) pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga
subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala
hebat, penurunan kesadaran dan muntah.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya
akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya
malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma
biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau
merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala
kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar,
akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat,
muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan
Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross
hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya
darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark
otak dan deficit neurologik fokal.

12
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :
 Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : Sakit kepala ringan
 Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang
meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial
 Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal
neurologi ringan

 Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal


deserebrasi
 Derajat 5 : Koma , deserebrasi

2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler


a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.

13
b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh
tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans).

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung
dari area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh
penderita sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota
tubuhnya
 Rasa kesemutan di sebagian tubuh
 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer
dominan
 Kebutaan (amaurosis fugaks)
 Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
 Penglihatan ganda (diplopia)
 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot
ekstraokular
 Pusing seperti berputar (vertigo)
 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
 Kesulitan untuk menelan (disfagia)

14
 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese
atau tetraparese)
 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal
(hemianestesia) baik unilateral maupun bilateral

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian
status neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang
jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:
a. Penilaian refleks tendon
b. Penilaian refleks patologis, seperti:
 Refleks Babinsky
 Refleks Oppenheim

15
 Refleks Gordon
 Refleks Schaefer
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis,
trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap
Darah (LED), faktor koagulasi
 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
 Fungsi hati (SGOT/SGPT)
 Urine Lengkap
 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
 Asam Urat
 Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara
umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada
stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang
otak (sangat sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan,
oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.

16
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95 %
 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran
 Intubasi ETT diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2 < 60
mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien
yang berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran,
pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema
serebral
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena
peningkatan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg

17
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
 Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit,
diulang setiap 4 – 6 jam dengan target ≤ 310
mOsm/L.
 Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV
bila perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi
edema otak dan tingginya TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelar
e. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang
menimbulkan efek masa
f. Penanganan transformasi hemoragik
g. Pengendalian kejang
 Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan
diikuti oleh fenitoin loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit
 Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
 Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan,
dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diberikan obat
antipiretik dan diatas penyebabnya
 Beriksan acetaminophen

18
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan diberikan antibiotik
 Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi
antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan
elektroklit)
 Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi
lumbal untu pemeriksan CSF
 Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200
mmHg atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara
kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinyu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
dengan gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan
secara hati – hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan
darah pada penderita stroke pendarahan intraserebral
e. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker
(labetalol dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan
diltiazem) intravena digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK

19
f. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta
pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan
hingga TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering
digunakan sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya
vasospasme.
g. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan
hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard
akut, edema paru, gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
 Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau
trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi pengganti
faktor koagulasi atau trombosit
 Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
 Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
 Tidah baring total dengan posisi kepala
ditinggikan 30°, beri O2 2 – 3 LPM bila perlu
 Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
 Lakukan penatalaksanaan ABC
 Perawatan dilakukan di ruang intensif

20
 Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi
dan menjamin jalan napas yang adekuat.
 Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :
 Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV,
kemudian diikuti dengan infus kontinu 1 gr/jam
atau asam traneksamat 1 gram IV kemudian
dilanjutkan 1 gr setiap 6 jam sampai aneurisma
tertutup atau biasanya disarankan selama 72 jam.
 Diuretik osmotik – untuk menurunkan tekanan intrakranial dalam
ruang subarachnoid

Terapi potensial untuk Stroke hemoragik adalah evakuasi hematoma


secara operatif dan mengurangi tekanan intrakranial akibat perdarahan.

21
X. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting strok akibat infark maupun karena
perdarahan.
b. Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh
sejumlah besar darah subarachnoid.
c. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang
subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen
Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut.
Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan
serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini
biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan
inkontinen.
c. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
a. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah
fungsi otak membaik kembali.

XI. PROGNOSIS

Prognosis dari pasien dengan stroke hemoragik tergantung dari tingkat keparahan stroke
dan lokasi serta ukuran perdarahan. Volume darah yang besar juga berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk. Pernambahan volume hematom berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Adanya darah dalam

22
ventrikel meningkatkan resiko mortalitas hingga 2 kali lipat. Angka mortalitas 50%,
sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Michael Schuenke et al. Atlas of Anatomy Head Neck and Neuroanatomy. Edisi : 2.
Stuttgart. Thieme. 2016. Germany
2. Schwartz. Principle of surgery. 10th edition. Brunicardi FC et al.

3. H Richard Winn et al. Youmans Neurological Surgery. Edisi : 6. Philadelphia.


Elsevier Saunders. 2011. USA

4. Saleem I. Abdulrauf et al. Principle of Neurological Surgery. Edisi : 3. Philadelphia.


Elsevier Saunders. 2012. USA

5. Allan H. Ropper et al. Adams and Victor’s Principles Of Neurology. Edisi : 10.
Chicago. McGraw Hill. 2014. USA

6. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines Stroke. 2004

24

Anda mungkin juga menyukai