Anda di halaman 1dari 10

Dalam dunia usaha, ilmu akuntansi memegang peranan yang sangat penting dalam menjalankan

operasi perusahaan tersebut, apabila ilmu akuntansi pada perusahaan diterapkan dengan baik,
maka perusahaan dapat lebih profesional dan bijaksana dalam pengambilan keputusan agar
keputusan yang diambil benar-benar menunjang keberhasilan usaha.

Pengertian akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accounting (AICPA)


dalam Ahmed Riahi Balkaoui mendefinisikan akuntansi sebagai berikut: Akuntansi adalah seni
pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan
dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang dan penginterprestasikan hasil
tersebut (Balkaoui, 2000:37).

Menurut C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve, Philip E. Fess pengertian
akuntansi adalah sebagai berikut: Akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem akuntansi yang
menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan
kondisi perusahaan (Niswonger, 1999:6).

Menurut Sugiarto dan Suwardjono akuntansi dapat didefinisikan dari dua segi yaitu: Pertama
dari segi ilmu akuntansi yang berarti keseluruhan pengetahuan yang bersangkutan dengan fungsi
menghasilkan informasi keuangan suatu unit organisasi kepada pihak yang berkepentingan untuk
dijadikan dasar pengambilan keputusan. Kedua dari segi proses atau kegiatannya akuntansi dapat
diartikan sebagai kegiatan pencatatan, penyortiran, penggolongan, pengikhtisaran, peringkasan
dan penyajian transaksi keuangan suatu unit organisasi dengan cara tertentu (Sugiarto, 1999:4).

Pengertian akuntansi menurut Accounting Principle Board (APB) Statement no. 4 dalam Sofyan
Syafri Harahap sebagai berikut: Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah
memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi sebagai dasar
memilih diantara beberapa alternatif (Harahap, 2005:4).

Dari definisi diatas akuntansi mengandung dua hal. Pertama, akuntansi memberikan jasa,
maksudnya kita harus memanfaatkan sumber–sumber yang ada (misalnya : sumber daya alam,
tenaga kerja dan kekayaan keuangan) dengan bijaksana sehingga kita dapat memaksimalkan
manfaat bagi kesejahteraan masyarakat, semakin baik system akuntansi yang mengukur dan
melaporkan biaya penggunaan sumber daya tersebut, maka akan semakin baik juga keputusan
yang di ambil untuk mengalokasikannya. Kedua, akuntansi menyediakan informasi kauangan
yang bersifat kuantitatif yang di gunakan dalam kaitannya dengan evaluasi kualitatif dalam
membuat perhitungan. Sehingga informasi masa lalu yang disediakan akan bermanfaat dalam
pengambilan keputusan ekonomi masa mendatang.

Pada umumnya tujuan akuntansi adalah menyajikan informasi ekonomi dari satu kesatuan
ekonomi kepada pihak–pihak yang berkepentingan. Sedangkan hasil dari proses akuntansi yang
berbentuk laporan keuangan yang diharapkan dapat membantu bagi pemakai informasi
keuangan.

Konsep Dasar Akuntansi


Dalam penerapan akuntansi ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai konsep-konsep dasar
akuntansi, yaitu sebagai berikut (Sugiarto, 1999:54):
a. Kesatuan usaha (business entity)
Menurut Sugiarto dan Suwardjono konsep kesatuan usaha yaitu sebagai berikut: konsep yang
mengatakan bahwa dari akuntansi unit usaha atau perusahaan harus dianggap sebagai orang atau
badan atau organisasi yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri, dan terpisah dari
pemilik.
b. Dasar–dasar pencatatan
Terdapat dua macam dasar pencatatan dalam akuntansi yang dipakai dalam mencatat transaksi
yaitu:
1. Dasar kas, yaitu suatu dasar akuntansi yang mengakui pendapatan dan melaporkannya
pada saat kas diterima, serta mengakui biaya atau beban dan mengurangkannya dari
pendapatan pada saat pengeluaran kas untuk membayar biaya atau beban tersebut
dilakukan dalam suatu periode tertentu.
2. Dasar akrual, yaitu mencatat setiap transaksi yang terjadi tanpa memperhatikan kas yang
sudah diterima atau belum.
c. Konsep periode waktu
Yaitu suatu konsep yang menyatakan bahwa akuntansi menggunakan periode waktu sebagai
dasar dalam mengukur dan menilai kemajuan perusahaan.
d. Unit moneter
Unit moneter digunakan sebagai alat pengukur suatu objek atau aktivitas perusahaan dan
menganggap bahwa nilai uang adalah stabil dari waktu ke waktu.
e. Transaksi
yaitu kejadian atau peristiwa didalam perusahaan yang dapat menyebabkan perubahan pada
jumlah harta, hutang dan modal.
f. Kelangsungan Usaha (going concern)
Asumsi akuntansi bahwa perusahaan akan berjalan terus sampai pada masa yang tidak dapat
ditetapkan atau cukup lama untuk melaksanakan rencananya.
g. Konsep Penandingan (Matching Concept)
Menurut C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve, Philip E. Fess, Matching
Concept, didefinisikan sebagai berikut: Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan
pendapatan dan beban terkait pada periode yang sama.

Beberapa Contoh Kasus Audit

Kasus Audit Kas/Teller


Laporan Fiktif Kas di Bank BRI Unit TapungRaya

Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti melakukan
transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka diketahui oleh tim
penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat
melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara
jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahu
I adanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal dari BRI Unit Pasir
Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukan Masril, namun tidak disertai
dengan pengiriman fisik uangnya. Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan,
Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Mapolres Kampar karena mentransfer
uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan pembukuan. Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI
Cabang Bangkinang dan Rustian
Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam
dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka dijerat pasal
yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi
dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan meminta
keterangan ahli.

PENYELESAIAN MASALAH
1. Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan. Kemudian
kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kontribusi karyawan pada perusahaan.
Perusahaan melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuai dengan perkembangan
teknologi yang berkembang.
Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yang berbeda jadi attitude ini
harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawan diharapkan dapat memiliki kepribadian yang
baik sehingga dapat memperkecil resiko terjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.
2. Prosedur Otoritas Yang Wajar
a) Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller.
b) Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda.
c) Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapun dari nasabah untuk
melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut.
d) Teller secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen penting milik nasabah.

3. Dokumen dan catatan yang cukup


a) Setiap setoran/penarikan tunai harus dihitung dan dicocokan dengan bukti setoran/ penarikan. Setiap bukti
setoran/ penarikan harus diberi cap identifikasi teller yang memproses.
b) Setiap transaksi harus dibukukan secara baik dan dilengkapi dengan bukti pendukung seperti Daftar
Mutasi Kas, Cash Register (daftar persediaan uang tunai berdasarkan kopurs/masing-masing pecahan)
4. Kontrol fisik atas uang tunai dan catatan
a) Head teller harus memeriksa saldo kas, apakah sesuai dengan yang dilaporkan oleh teller.
b) Head teller harus menghitung saldo uang tunai pada box teller sebelum teller yangbersangkutan cuti atau
seteleh teller tersebut absen tanpa pemberitahuan.
c) Setiap selisih harus diindentifikasi, dilaporkan kepada head teller dan pemimpin cabang, diinvestigasi dan
dikoreksi.
d) Selisih uang tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus dibuatkan berita acara selisih kas.
e) Area teller/ counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain petugas atau pejabat yang berwenang,
tidak diperbolehkan masuk.
f) Teller dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke counter area.
5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen
a) Setiap hari Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang berasal dari unit kas.
b) Secara periodik saldo fisik harus diperiksa oleh SKAI.
c) Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan.

Contoh Kasus Audit Etika Profesi


Contoh Kasus Etika Profesional
Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja
diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1
atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa
sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah
perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright
and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International
menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan” yang baru saja
dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode
pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine International. Ia membahas hal ini dengan
rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama
lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat
pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari
tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk
menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan
menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan
rekannya. Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan
demikian karena potensi implikasi hukum.
Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia mengambil
tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup
dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas
yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus
bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”

Pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk menyelesaikan
dilema etis tersebut, antara lain :
1. Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan
metode yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
2. Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi
Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada
tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan
sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan
metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan
diyakini ketepatannya. Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu
permasalahan hukum, maka ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.
3. Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.
Isu etika dari dilema tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk
mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat
rekan merupakan orang yang membuat keputusan akhir serta berada di atas
kedudukannya saat ini sebagai manajer senior.

- Konsekuensi dari setiap alternatif :


Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya
kemungkinan hal ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul
permasalahan hukum maka hal ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren,CPA),
rekannya, dan ia sendiri dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama pelaksanaan
audit.

- Tindakan Yang tepat


Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus mempertimbangkan
masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia tetap menjunjung
akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan
rekannya dalam menangani kasus tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien
tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat rekannya
maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia peroleh 1
atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap menghargai
dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank dapat memilih
untuk tidak melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko yang cukup besar pada
hasil auditnya nanti.

AUDIT ASSET TETAP


Sebuah Kasus Audit Asset Tetap

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri
Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT.
GDC, sebuah perusahaan swasta.
Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.
Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran
1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 121,628
miliar.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999; penyusutan
nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan perhitungan harga
tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat nilai saham yang belum
dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.

Telaah Kasus
Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.
Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu juga
diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan
penyelewengan menjadi berkurang.
Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang meneliti
kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada manipulasi
dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.
Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-
oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal pertama yang
harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.

Kasus Audit Umum PT KAI


Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan
Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang efektif
akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita dihadapkan
pada situasi yang sama.
Bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang
jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut
dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat
ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami dan diterapkan
sepenuhnya.
Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia
(PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu
perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian
laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan
yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk dilakukan
audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta
yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya
laporan keuangan PT. KAI. Perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris tersebut
bersumber pada perbedaan mengenai:
1. Masalah piutang PPN.
Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak
dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.
2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan
penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus
dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
3. Masalah persediaan dalam perjalanan.
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu
unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya
per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.

4. Masalah uang muka gaji.


Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan seharusnya
dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai
uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.
5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan
Penyertaan Modal Negara (PMN).
BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit
digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit
harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT. KAI
Indonesia:
1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor
Eksternal.
2. Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat proses
audit.
3. Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite audit dan
komite audit tidak menanyakannya.
4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga
ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.

Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak
berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam perusahaan.
Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan
penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa yang akan
datang.
Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk
memperbaiki kondisi yang telah terjadi:
1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin perusahaan,
Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti direksi.
2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk memilah-
milah informasi apa saja yang merupakan private domain.
3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit.
4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk
mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.
5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang
salah tidak boleh dipertahankan.
7. Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit adalah organ
Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit, tetapi
Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada
Laporan Komite Audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.
9. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun
budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.

PT. MATAHARI KAHURIPAN INDONESIA


INTERNAL AUDIT DIVISION
1. Di salah satu propinsi, PT. MAKIN mendapat tawaran dari pemerintah daerah untuk
berinvestasi mengembangkan perkebunan kelapa sawit seluas 40.000 ha. Data-data
pendukung areal belum tersedia, seperti :
- Kondisi fisik areal (topografi, tanah, iklim, sosial masyarakat, prasarana dan lain-lain)
belum diketahui.
- Status penggunaan areal (atau status kawasan hutan) belum diketahui.
- Penggunaan areal oleh pihak lain belum diketahui
- Respon pemerintah daerah sangat baik
- Respon masyarakat ada yang mendukung dan ada juga yang kontra (tidak berminat).
Seandainya PT. MAKIN berminat untuk berinvestasi di propinsi tersebut tindakan dan
strategi apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan areal yang ditawarkan oleh pemda itu
layak atau tidak layak dibuka?
2. Setelah ditelaah lebih dalam mengenai kondisi lahan, ternyata diperoleh data-data pendukung
sebagai berikut:
- Kondisi fisik areal : 50 % gambut (50 % gambut dalam, 50 % gambut dangkal).
50 % kering (75 % landai, 25 % agak bergelombang)
Solum tanah di areal kering 25 % dangkal (< 60 cm) dan berbatu-batu.
Curah hujan 1.800 – 2.000 mm/thn, bulan kering = 2 bulan
Tinggi di atas permukaan laut = 50 m
- Calon areal berada dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) dan masih dalam wacana
pemda untuk diusulkan ke Departemen Kehutanan menjadi kawasan budidaya non
kehutanan (KBNK).
- Didalam calon areal masih ada perusahaan HPH/HTI yang sudah tidak aktif.
- Tidak ada sungai besar yang dapat digunakan untuk transportasi hasil produksi, sehingga
jalur transportasi harus melalui darat. Jarak 100 km.±lokasi dengan ibukota/pelabuhan
terdekat
- Keadaan sosial masyarakat beragam ada yang antusias, ada yang ragu-ragu dan ada yang
kontra. Masyarakat yang berminat kemitraan dengan perusahaan menginginkan porsi
50:50.
- Dan setelah dikalkulasi*) ternyata nilai kelayakan proyek sebagai berikut :
- IRR = 16,71 %, dimana tingkat suku bunga bank = 16 %
- NPV = positif
Berdasarkan data-data diatas, apa yang harus direkomendasikan kepada PT. MAKIN, setuju
berinvestasi atau tidak setuju berinvestasi ?
Keterangan : *) belum memperhitungkan potensial biaya dalam pengurusan perizinan areal dan
potential loss akibat permasalahan sosial dan overlapping areal).

Anda mungkin juga menyukai