Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS PENGARUH AIR LAUT PASANG (ROB) TERHADAP

KINERJA CAMPURAN ASPAL BETON ASPHALT CONCRETE -


WEARING COURSE (AC-WC)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana S-1

Jurusan Teknik Sipil

KEVIN ANUGRAH WICAKSANA

3336142103

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

CILEGON – BANTEN

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal
(kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang
berlebihan (over loading), temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang
kurang memenuhi persyaratan teknis.
Salah satu dari struktur perkerasan jalan yang langsung bersentuhan dengan
cuaca, ban kenderaan dan lainnya adalah AC-WC. Penggunaan AC-WC yaitu
untuk lapis permukaan (paling atas) dalam perkerasan dan mempunyai tekstur
yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya. AC-WC merupakan
lapisan permukaan yang dalam perencanaannya harus kedap air. Lapisan ini harus
berkondisi kedap air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke
lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.
Genangan air dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jalan dikarenakan air
dapat melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal. Saat ikatan aspal dan
agregat longgar karena air, kendaraan yang lewat akan memberi beban yang
menimbulkan retak atau kerusakan jalan lainnya. Selain itu, genangan air pada
permukaan jalan dalam skala yang tinggi dapat mengakibatkan air tanah yang
terletak di bawah permukaan tanah menjadi jenuh.
Pada saat musim hujan tiba, tidak sedikit jalan-jalan yang ada di Indonesia
terendam oleh air akibat banjir, serta air laut yang diakibatkan oleh luapan air laut
ketika banjir saat musim hujan tiba maupun dari limpasan air laut saat siang hari
ketika angin kencang, dimana air laut ini dapat menggenangi jalan baik itu dalam
waktu yang beberapa saat atau bahkan dalam waktu yang cukup lama.
Air merupakan salah satu penyebab kerusakan pada perkerasan. Derajat
Keasaman yang tinggi pada air laut dibanding air hujan, dapat mempengaruhi
ikatan antara aspal dan agregat yang mempercepat terjadinya oksidasi sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan dini pada lapisan permukaan jalan. Kondisi ini
dapat diperparah, apabila jalan terendalam dalam waktu lebih dari 24 jam (standar
kekuatan sisa marshall), dan terbebani oleh beban kendaraan yang melebihi batas
yang telah ditentukan. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja perkerasan aspal
khususnya masalah ketahanan atau keawetan jalan (durability) sebagai faktor
dalam kriteria marshall.
Berdasarkan fakta inilah penulis ingin melakukan penelitian dengan maksud
mengetahui pengaruh air laut pasang (rob) terhadap kinerja campuran aspal beton
asphalt concrete -wearing course (AC-WC).

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh lama rendaman air laut terhadap karakteristik pengujian


Marshall campuran AC-WC?
2. Bagaimana pengaruh kadar garam air laut terhadap ketahanan atau durabilitas
campuran AC-WC untuk diuji nilai stabilitas, flow, dan Marshall
Quotientnya?

MERAK

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Bahan Penelitian


Sumber: Google
di akses pada 02-03-2018
Seperti Gambar di atas, lokasi pengambilan agregat dan air laut dalam
penelitian ini berasal dari kabupaten Cilegon yaitu Merak.

C. Tujuan Penelitian.
Penelitian tugas akhir ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui dampak rendaman terhadap karakteristik pengujian Marshall
campuran AC-WC.
2. Mengetahui dampak pengaruh kadar garam air laut terhadap ketahanan
atau durabilitas pada campuran beton aspal AC-WC.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk mendapatkan gambaran seberapa besar pengaruh genangan air laut
terhadap konstruksi jalan lapis aspal beton AC-WC.
2. Sebagai bahan referensi atau pertimbangan dalam penanganan masalah
jalan di daerah pesisir pantai.

E. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini antara lain :

1. Material agregat kasar, halus dan filler berasal dari Merak (Cilegon),
Provinsi Banten dan aspal yang digunakan adalah aspal keras dengannilai
Penetrasi 60/70 yang tersedia di Lab. Teknik Sipil Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Campuran aspal yang digunakan yaitu campuran aspal panas
AsphaltConcrete-Wearing Course yang mengacu pada Spesifikasi Umum
yangdikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian
PekerjaanUmum Tahun 2010 Revisi 3 (2014).
3. saat perendaman benda uji yang menggunakan air laut,dan sebagai variasi
perendaman menggunakan garam dapur untuk membedakan kadar garam.
4. variasi kadar garam 3,5% (air laut), yang kemudian ditambahkan garam
dapur sebesar 0,5% per 1 liter air laut yang menjadi 4,0% dan 4,5%.
5. Pengujian yang dilakukan adalah Marshall test dan indirect tensile
strengthTest dengan variasi perendaman benda uji secara menerus selama
24jam dan 48jam.
6. Air yang digunakan dalam penelitian adalah sampel air laut yang
diambildari laut yang ada di Provinsi Banten, Kabupaten Cilegon yaitu
Merak.
7. Penelitian yang akan dilakukan dibatasi hanya pada pengujian di
dalamlaboratorium, yaitu dilakukan di Lab. Teknik Sipil Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang ”Analisis Pengaruh Air Laut Pasang (Rob) Terhadap
Kinerja Campuran Aspal Beton (AC-WC)” ini belum pernah ada yang
merencanakan sebelumnya, sehinngga benar-benar asli dan tanpa ada unsure
plagiat dari perencanaan sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengaruh Air Laut Terhadap Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal
(kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang
berlebihan (over loading), temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang
kurang memenuhi persyaratan teknis.
Masalah teknis dalam perencanaan dan pelaksanaan adalah faktor penyebab
kerusakan jalan. Selain itu, terdapat faktor dari luar seperti pengaruh air laut
terhadap jalan terutama untuk jalan yang berada di dekat pantai. Air laut
merupakan larutan yang juga memiliki kandungan zat yang bersifat korosif dan
dapat menyebabkan kerusakan dari apa yang dilaluinya. Dari definisi ini diartikan
bahwa kandungan zat yang di dalan air laut dapat mempengaruhi kinerja
perkerasan aspal khususnya masalah ketahanan atau keawetan jalan (durability).

George Stefen Muaya (2015) melakukan penelitian dengan judul


“Pengaruh Terendamnya Perkerasan Aspal Oleh Air Laut Yang Ditinjau Terhadap
Karakteristik Marshall” penelitian ini bersifat kajian dilaboratorium, dimulai
dengan pemeriksaan sifat-sifat fisik terhadap material batu pecah, agregat kasar,
agregat sedang, dan abu batu. Kemudian dilakukan perhitungan kadar aspal
perkiraan dan didapatkan sebesar 5,8% yang kemudian divariasikan mulai 3,8%,
4,8%, 5,8%, 6,8%, 7,8% untuk mendapatkan nilai kadar aspal terbaik dari
pengujian Marshall. Nilai kadar aspal terbaik digunakan untuk pembuatan benda
uji yang akan digunakan untuk perendaman air laut dengan durasi perendaman 24
jam dan 48 jam, variasi suhu perendaman 25°C, 30°C, 35°C, 40°C, dan variasi
kadar garam 3,5% (air laut), yang kemudian ditambahkan garam dapur sebesar
0,5% per 1 liter air laut yang menjadi 4,0% dan 4,5%. Kemudian akan
dibandingkan dengan perendaman air tawar yang variasi durasi dan suhu yang
sama dengan perendaman air laut.
B. AC-WC (Asphal Concrete-Wearing Course)
AC-WC (Asphal Concrete-Wearing Course) merupakan lapis aspal beton
(laston) yang berfungsi sebagai lapisan aus pada sebuah konstruksi perkerasan
jalan. Tebal nominal minimum biasanya adalah 4 cm. AC-WC Multigrade
merupakan salah satu implementasi perkembangan teknologi hot mix di
Indonesia, dan sangat cocok untuk jalan raya dengan lalu lintas berat dan padat.
Untuk dapat memikul beban tertentu, suatu material perkerasan harus mempunyai
kekuatan (strength) atau modulus tertentu dan untuk mencapai kekuatan tertentu
tersebut, material yang merupakan campuran antara agregat dan aspal (untuk lapis
permukaan lentur) harus mempunyai kepadatan (density) sesuai persyaratan atau
spesifikasi yang telah ditentukan.

C. Pengujian Aspal Menggunakan Metode Marshall


Prinsip dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan
kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuaran padat yang
terbentuk. Dalam hal ini benda uji atau briket beton aspal padat dibentuk dari
gradasi agregat campuran yang telah didapat dari hasil uji gradasi, sesuai
spesifikasi campuran. Pengujian Marshall untuk mendapatkan stabilitas dan
kelelehan (flow) mengikuti prosedur SNI 06-2489-1991. Dari hasil gambar
hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall, maka akan diketahui kadar
aspal optimumnya.
Agung Hari Prabowo (2003) melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Rendaman Air Laut Pasang (Rob) Terhadap Kinerja Lataston (Hrs-
Wc) Berdasarkan Uji Marshall Dan Uji Durabilitas Modifikasi” Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perilaku campuran beraspal panas yang terendam
dalam air yang bersifat asam dan membandingkannya dengan campuran beraspal
yang terendam dalam air standard dalam campuran beraspal (Campuran Beraspal
yang dibuat sesuai Pedoman Perencanan Beraspal Panas) dan Memberi gambaran
sejauh mana pengaruh konsentrasi tingkat keasaman dan lama perendaman
terhadap stabilitas dan keawetan campuran beraspal panas HRS-WC.
BAB III
LANDASAN TEORI

A. Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur merupakan perkerasan jalan yang umum dipakai di
Indonesia. Konstruksi perkerasan lentur disebut “lentur” karena konstruksi ini
mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang
terjadi. Perkerasan lentur biasanya terdiri dari 3 lapis material konstruksi
jalan diatas tanah dasar, yaitu lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas, dan
lapis permukaan. (Silvia Sukirman, 2003)
Lapis permukaan merupakan lapisan yang letaknya berada paling atas dari
sebuah perkerasan lentur dan merupakan lapisan yang berhubungan langsung
dengan kendaraan sehingga lapisan ini rentan terhadap kerusakan akibat aus.
Oleh karena itu perencanaan dan pembuatan lapisan ini harus dibuat dengan
tepat agar mampu memberikan pelayanan yang baik kepada sarana
transportasi yang melewati jalan tersebut. (Silvia Sukirman, 2003)

B. Lapis Aspal Beton (LASTON)


Lapis aspal beton adalah salah satu jenis campuran beraspal yang
digunakan sebagai lapis permukaan pada perkerasan lentur. Lapisan penutup
konstruksi jalan ini mempunyai nilai struktural yang pertama kali
dikembangkan di Amerika oleh Asphalt Institute dengan nama AC (Asphalt
Concrete), Campuran beraspal ini terdiri dari dari agregat menerus dengan
aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas
pada suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal
yang akan digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah
komposisi yang menunjukkan pembagian butiran yang merata mulai dari
ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil. Ciri lainnya adalah
memiliki sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu
dengan yang lainnya, oleh karena itu aspal beton memiliki sifat stabilitas
tinggi dan relatif kaku. (Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum
2010)
Ketentuan sifat - sifat campuran beraspal dikeluarkan oleh Dinas
Permukiman dan Prasarana Wilayah bersama-sama dengan Bina Marga,
ketentuan sifat sifat campuran beraspal jenis laston yang juga menjadi acuan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini
Tabel 3.1 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Beton Beraspal
AC
Sifat-Sifat Campuran AC-WC AC-BC AC-Base
Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar
Kadar Aspal Efektif (%) Min. 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5
Penyerapan Aspal (%) Maks. 1,2
Jumlah Tumbukan per Bidang 75 112

Rongga dalam Campuran (%) Min. 3,5


Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800
Pelelehan (mm) Min. 3,0 4,5
Marshall quotient (kg/mm) Min. 250 300
Stabilitas Marshall Sisa setelah Min. 90
perendaman 24jam, 60 C (%)
Rongga dalam Campuran pada Min. 2,5
kepadatan Membal (%)
(Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia,
Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.3.(1c)

C. Bahan Penyusun Perkerasan Lentur


Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama
terdiri atas bahan ikat dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir,
kerikil, batu pecah/agregat dan lain-lain. Sedangkan untuk bahan ikat
perkerasan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis perkerasan jalan yang
akan dipakai. Bisa berupa tanah liat, aspal/bitumen, portland cement, atau
kapur/ lime.
1. Agregat
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai
bahan campuran yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang
termasuk didalamnya abu (debu) agregat.
Agregat dalam campuran perkerasan pada umumnya merupakan
komponen utama yang mengandung 90 – 95 % agregat berdasarkan
persentase berat (%) 75 – 85 % agregat berdasarkan persentase volume
(Sukirman,S., 2003). Dengan demikian agregat merupakan bahan utama
yang turut menahan beban yang diterima oleh bagian perkerasan dimana
digunakan bahan pengikat aspal yang sangat dipengaruhi mutu agregat.
Sukirman (1999 : 44) menyatakan bahwa sifat dan kualitas agregat
menentukan kemampuan campuran dalam memikul beban lalu lintas.
Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik sangat dibutuhkan untuk
lapisan permukaan yang langsung menerima beban lalu lintas.
Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi
atasdua fraksi, yaitu:
a) Agregat Kasar
Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no.8
(2,36 mm). Agregat kasar untuk campuran beraspal harus terdiri dari
batu pecah yang bersih, kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran
lempung dan material asing lainya serat mempuyai tekstur permukaan
yang kasar dan tidak bulat agar dapat memberikan sifat interlocking
yang baik dengan material yang lain. Berikut ini adalah Tabel 3.2 yang
berisi tentang ketentuan untuk agregat kasar.
Tabel 3.2 Ketentuan Agregar Kasar

Pengujian Standar Nilai


Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan
SNI 3407-2008 Maks. 12%
magnesium Sulfat
Abrasi dengan Campuran AC bergradasi kasar Maks. 30%
mesin Los Semua jenis campuran aspal SNI 2417:2008
Maks. 40%
Angeles bergradasi lainnya
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%
Angulatis (kedalaman dari permukaan <10cm) DoT’s Pennsylvania Test 95/90 1
Angulatis (kedalaman dari permukaan >10cm) Method, PTM No.621 80/75 1
Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791
Maks. 10%
Perbndingan 1:5
Material lolos ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1%
(Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(1a)

b) Agregat Halus
Agregat halus merupakan hasil desintegrasi alami batuan atau pasir
yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Agregat halus adalah
material yang lolos saringan no.8 (2,36mm). Agregat dapat
meningkatkan stabilitas campuran dengan penguncian (interlocking)
Bahan ini dapat terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau
campuran dari keduanya. Berikut ini adalah Tabel 2.3 yang berisi
tentang ketentuan mengenai agregat halus.
Tabel 3.3 Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Standar Nilai

Min 50% untuk SS, HRS dan AC


Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 bergradasi Halus
Min 70% untuk AC bergradasi kasar
Material lolos ayakan No.200 SNI 03-4428-1997 Maks.8%
Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%
Berat jenis dan penyerapan agregat Bj Bulk <2,5
SNI 03-1969-1990
halus Penyerapan >5%
(Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia,
Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(2a)

2. Bahan Pengisi (Filler)


Bahan pengisi (filler) merupakan material yang harus kering dan
bebas dari gumpalan-gumpalan dan merupakan bahan yang 75% lolos
ayakan no. 200 dan mempunyai sifat non plastis. Filler yang digunakan
pada penelitian ini adalah portland cement.
3. ASPAL
Aspal pada lapis perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan ikat antar
agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan
memberikan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan masing-masing
agregat. Aspal yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil
penyulingan minyak mentah produksi Shell.
Berikut ini adalah Tabel 2.4. yang berisi spesifikasi dari aspal keras
penetrasi 60/70.
No. Jenis pengujian Metode Persyaratan
1 Penetrasi, 25 C, 100gr, 5 detik ;0,1mm SNI 06-2456-1991 60 – 70
2 Viskositas 135 C SNI 06-6441-1991 385
3 Titik Lembek, C SNI 06-2434-1991 ≥48
4 Daktilitas pada 25 C SNI 06-2432-1991 ≥100
5 Titik nyala (C) SNI 06-2433-1991 ≥232
6 Kelarutan dlm Touene % ASTM D 5546 ≥99
7 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 ≥1,0
8 Berat yang Hilang % SNI 06-2441-1991 ≥0,8
(Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia,
Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.5
a. Spesifikasi Aspal
Jenis aspal yang umum digunakan pada campuran aspal panas
adalah aspal minyak. Aspal minyak dapat dibedakan atas aspal keras
(aspal semen), aspal dingin/cair dan aspal emulsi.Aspal keras/aspal
semen , AC dikategorikan berdasarkan nilai penetrasinya seperti AC
pen 40/50, yaitu Aspal Keras dengan penetrasi 40 – 50, AC pen 60/70,
yaitu Aspal Kerasdengan penetrasi 60 – 70, ACpen 85/100, yaitu Aspal
Keras dengan penetrasi 85 – 100.
b. AC-WC (Aspal Concrete – Wearing Course)
Lapisan ini merupakan perkerasan yang terletak pada lapisan
paling atas. Penggunaan AC – WC yaitu untuk lapis permukaan
(paling atas) dalam perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling
halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya. Pada campuran laston
yang bergaradasi menerus tersebut mempunyai sedikit rongga dalam
struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi
senjang. Hal tersebut menyebablan campuran AC-WC lebih peka
terhadap variasi dalam proporsi campuran.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC-WC yang
mempunyai gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat
agregat, harus memenuhi batas-batas dan harus berada diluar daerah
larangan (restriction zone) yang diberikan dalam tabel agregat.
Asphalt Concrete -Wearing Course merupakan lapisan perkerasan
yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun
bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan
perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan
menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan.
Lapisan aus (Wearing Course) umumnya sama dengan bahan
untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan
bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air,
disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik,
yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan
kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai
manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan (Pt T-01-2002-
B; Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur).

4. Air Laut
Laut merupakan wilayah yang paling luas di permukaan dunia, dengan
luas mencapai 70% dari seluruh permukaan dunia, dan memiliki sifat
korosifitas yang sangat agresif. Secara umum Derajat keasaman air laut
pada umumnya berkisar antara 8,2 sampai dengan 8,4 dimana
mengandung air sebanyak 96,5 % sedangkan material terlarut dalam
bentuk molekul dan ion sebanyak 3,5 %. Material yang terlarut tersebut 89
% terdiri dari garam Chlor sedangkan sisanya 11 % terdiri dari unsur-
unsur lainnya.
Beberapa hal yang menyebabkan laut sangat bersifat agresif dan merusak
adalah sebagai berikut :
a) Laut merupakan elektrolit yang memiliki sifat konduktivitas tinggi
b) Kandungan oksigen terlarut cukup tinggi
c) Temperatur permukaan laut umumnya tinggi
d) Ion klorida pada air laut merupakan ion agresif
Dalam dunia konstuksi perkerasan jalan, sifat agresifitas lingkungan
laut juga memberi pengaruh yang buruk terhadap konstruksi perkerasan
dimana faktor penyebab dari kerusakan jalan khususnya pada jalan yang
berada pada daerah pantai selain dari adanya masalah teknis dalam
perencanaan maupun pelaksanaan juga akibat adanya pengaruh dari
genangan air laut.
Luapan air laut baik itu akibat banjir maupun akibat gelombang yang
tinggi karena pengaruh angin kencang yang terjadi pada siang hari
mengakibatkan banyak air laut yang menggenangi jalan baik itu dalam
waktu beberapa saat maupun dalam jangka waktu yang cukup lama.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Umum
Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana alur dari penelitian berlangsung.
Mulai dari persiapan bahan, pengujian sifat – sifat fisis bahan seperti pemeriksaan
agregat yaitu berat jenis agregat dan penyerapan, keausan agregat, analisa
saringan, untuk pemeriksaan aspal seperti penetrasi aspal, berat jenis aspal,
daktilitas dan pemeriksaan kadar garam dalam air laut seperti menambahkan
kadar garam 0,5% menggunakan garam dapur per 1 liter air laut. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
dengan panduan standar pada Spesifikasi Umum Divisi 6 Bina Marga 2010.
Metode yang digunakan sebagai penguji campuran adalah metode Marshall,
dimana di pengujian Marshall tersebut didapatkan hasil-hasil yang berupa
komponen-komponen Marshall, yaitu stabilitas, flow, VIM, VFA, VMA, dan
kemudian dapat dihitung Marshall Quontient-nya.

B. Persiapan Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Alat uji Analisa Saringan (Sieve Analysis)


Satu set saringan untuk menentukan distribusi ukuran butir agregat (kasar dan
halus) yang akan digunakan.
2. Alat uji karakteristik campuran beraspal
a. Alat Marshall yang terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung,
cincin penguji berkapasitas 22,2 kN (5000 lbs) yang dilengkapi dengan
arloji flowmeter.
b. Alat cetak benda uji berbentuk silinder dengan diameter 4 inchi (10,16
cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).
c. Alat penumbuk Marshall manual yang digunakan untuk pemadatan
campuran.
d. Ejektor untuk mengeluarkan benda uji dari cetakan setelah proses
pemadatan.
e. Bak perendam (water bath).
f. Alat-alat penunjang yang meliputi panci pencampur, kompor,
thermometer, oven, sendok pengaduk, sarung tangan anti panas, kain lap,
timbangan, dan jangka sorong.
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Agregat kasar, berupa batu pecah yang digunakan pada penelitian ini diambil
dari quarry yang berasal dari Merak
2. Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini diambil dari Merak
3. Bahan pengisi (filler) yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen.
4. Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70.
5. Air perendaman yang digunakan adalah air dengan kadar garam 3,5% (air
laut) yang kemudian ditambahkan garam dapur sebesar 0,5% per 1 liter air
laut yang menjadi 4% dan 4,5%.

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian


Prosedur penelitian yang akan dilakukan mulai dari awal sampai akhir seperti
yang tertera pada Gambar 3.1 (Diagram Alir Penelitian) dijelaskan sebagai
berikut :

1. Persiapan
Persiapan yang dilakukan yaitu meliputi studi pustaka dan persiapan alat
dan bahan yang digunakan. Persiapan bahan (aspal keras, agregat kasar,
agregat halus, dan filler) dilakukan dengan mendatangkan bahan dari
sumbernya ke Laboratorium Teknik Sipil Untirta dan menyiapkan bahan-
bahan tersebut sebelum digunakan dalam campuran beraspal.
2. Pemeriksaan Aspal
1) Pemeriksaan Penetrasi Aspal
2) Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
3) Pemeriksaan Titik Lembek Aspal
4) Pemeriksaan Kehilangan Berat Akibat Pemanasan
5) Pengujian Viskositas
3. Pemeriksaan Agregat
Pemeriksaan agregat dimaksudkan untuk mengetahui apakah agregat
tersebut telah memenuhi standar dan dapat digunakan atau tidak sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pemeriksaan ini dilakukan di
Laboratorium Teknik Sipil Untirta dengan menggunakan metode SNI.
Pemeriksaan agregat yang dilakukan meliputi :
1) Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar dan halus
2) Pemeriksaan analisa saringan agregat kasar dan halus
3) Pemeriksaan sand equivalent
4) Pemeriksaan keausan dengan mesin Los Angeles,
5) Pemeriksaan kelapukan
4. Rancangan Campuran Tahap Pertama
a. Pembuatan Benda Uji Campuran Beraspal
1) Menghitung perkiraan awal kadar aspal (Pb) sebagai berikut :
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + Konstanta
Keterangan :
Pb : Kadar aspal tengah (ideal), persen terhadap berat campuran
CA : Persen agregat tertahan saringan No. 8
FA : Persen agregat lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No.
200
FF : Persen agregat minimal 75% lolos No. 200
K : Konstanta
Nilai konstanta kira-kira 0,5 sampai 1,0 untuk Laston dan 2,0 sampai
3,0 untuk Lataston. Untuk jenis campuran lain gunakan nilai 1,0
sampai 2,5.
2) Setelah didapat nilai kadar aspal, selanjutnya berat jenis maksimum
dihitung dengan mengambil data dari percobaan berat jenis agregat
halus dan agregat kasar.
3) Jika semua data telah didapatkan, yang dilakukan berikutnya adalah
mengitung berat sampel, berap aspal, dan berat agregat berdasarkan
persentase tertahan.
4) Mencampur agregat dengan aspal pada suhu dibawah 150 C.
5) Melakukan pemadatan terhadap sampel sebanyak 75 kali tumbukan
tiap sisi (atas dan bawah) dengan menggunakan alat penumbuk.
6) Mendiamkan benda uji terlebih dahulu agar mengeras sebelum
mengeluarkannya dari cetakan, dan kemudian mendiamkannya kurang
lebih 24 jam.
7) Mengukur ketebalan, menimbang, dan kemudian merendam benda uji
dalam air biasa pada suhu normal selama 24 jam.
8) Menimbang kembali benda uji untuk mendapatkan berat jenuh (SSD).
9) Sebelum menguji benda uji dengan alat Marshall, merendam benda
uji terlebih dahulu dalam waterbath selama 30 menit.
Benda uji dibuat sebanyak 3 buah pada masing-masing variasi kadar
aspal, pengujian ini menggunakan 5 variasi kadar aspal sehingga jumlah
benda uji yang dibuat sebanyak 15 buah. Berikut adalah Tabel 3.1 yang
berisi ketentuan pembagian pembuatan benda uji pada masing-masing
variasi kadar aspal.

Tabel 4.1 Ketentuan Pembuatan Benda Uji Campuran AC-WC

Jumlah Benda Uji


Kadar Aspal (%)
(buah)
Pb – 1,0 3
Pb – 0,5 3
Pb 3
Pb + 0,5 3
Pb + 0,5 3
Total 15

b. Uji Marshall
Pengujian ini dilakukan dengan alat Marshall sesuai dengan
prosedur SNI 06-2489-1991 atau AASHTO T245-90 yaitu dengan
meletakan benda uji kedalam segmen bawah, waktu yang diperlukan dari
saat diangkat benda uji dari bak perendaman maksimum tidak boleh
melebihi 30 detik. Kemudian benda uji dibebani dengan kecepatan sekitar
50 mm per menit sampai pembebanan maksimum tercapai atau
pembebanan menurun seperti yang ditunjukan oleh alat pencatat.
Kemudian mencatat nilai stabilitas dan flow yang tertera pada alat
pencatat.
c. Analisa Data dan Penentuan KAO
Dari hasil penelitian di Laboratorium akan diperoleh nilai parameter
Marshall (Stabilitas, Flow, VMA, VIM, VFA, dan Marshall Quontient).
Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat ditentukan nilai Kadar Aspal
Optimum (KAO) yang akan dipakai untuk mix design selanjutnya.
5. Rancangan Campuran Tahap Kedua
a. Pembuatan Benda Uji Campuran Beraspal
1) Nilai kadar aspal yang digunakan adalah nilai Kadar Aspal Optimum
(KAO), selanjutnya menghitung berat jenis maksimum.
2) Berikutnya adalah mengitung berat sampel, berap aspal, dan berat
agregat berdasarkan persentase tertahan.
3) Mencampur agregat dengan aspal pada suhu dibawah 150 C.
4) Melakukan pemadatan terhadap sampel sebanyak 75 kali tumbukan
tiap sisi (atas dan bawah) dengan menggunakan alat penumbuk.
5) Mendiamkan benda uji terlebih dahulu agar mengeras sebelum
mengeluarkannya dari cetakan, dan kemudian mendiamkannya kurang
lebih 24 jam.
6) Mengukur ketebalan, menimbang, dan kemudian merendam benda uji
dalam air laut (menggunakan air dengan campuran garam) pada suhu
normal dengan 2 variasi lama perendaman yaitu 12 jam dan 24 jam.
7) Selanjutnya, menimbang kembali benda uji untuk mendapatkan berat
jenuh (SSD).
8) Sebelum menguji benda uji dengan alat Marshall, merendam benda
uji terlebih dahulu dalam waterbath selama 30 menit.
Benda uji dibuat sebanyak 3 buah pada masing-masing variasi kadar
garam dan lama perendaman, pengujian ini menggunakan 3 variasi kadar
garam dan 2 durasi waktu sehingga jumlah benda uji yang dibuat
sebanyak 18 benda uji. Berikut adalah Tabel 3.2 yang berisi ketentuan
pembagian pembuatan benda uji pada variasi kadar garam dan durasi
perendaman.
Tabel 4.2 Ketentuan Pembuatan Benda Uji Campuran AC-WC dengan
KAO

Kadar Garam Jumlah Benda Uji per Waktu Perendaman (buah)


(%) 24 Jam 48 Jam
3,5 3 3
4,0 3 3
4,5 3 3
Jumlah 9 9
Total 18 benda uji

b. Uji Marshall
Pengujian ini dilakukan dengan alat Marshall sesuai dengan
prosedur SNI 06-2489-1991 atau AASHTO T245-90 yaitu dengan
meletakan benda uji kedalam segmen bawah, waktu yang diperlukan dari
saat diangkat benda uji dari bak perendaman maksimum tidak boleh
melebihi 30 detik. Kemudian benda uji dibebani dengan kecepatan sekitar
50 mm per menit sampai pembebanan maksimum tercapai atau
pembebanan menurun seperti yang ditunjukan oleh alat pencatat.
Kemudian mencatat nilai stabilitas dan flow yang tertera pada alat
pencatat.
c. Analisa Data dan Penentuan KAO
Dari hasil penelitian di Laboratorium akan diperoleh nilai
parameter Marshall (Stabilitas, Flow, VMA, VIM, VFA, dan Marshall
Quontient). Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat dilihat pengaruh
air laut terhadap campuran aspal AC-WC.
6. Analisis Data
Setalah penelitian ini dilakukan maka diperoleh nilai parameter Marshall
sehingga dapat dibandingkan nilai benda uji dengan perendaman di dalam air
tawar dan dengan perendaman air laut (dengan garam). Kemudian dapat
disimpulkan hasil yang didapat dari pengujian Marshall.
D. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Persiapan Alat dan Bahan

Pemeriksaan Bahan

Pemeriksaan Aspal Pemeriksaan Ageregat

- Penetrasi - Titik Lembek - Berat Jenis - Analisa Saringan


- Berat Jenis - Viskositas - Penyerapan - Kadar Lumpur
- Kehilangan Berat - Keausan
Tidak
Memenuhi ?
Rencana Campuran Tahap
Ya
Pertama

Desain campuran untuk mencari


KAO (AC-WC)
Suhu Rendaman : Suhu Ruang
Perendaman benda uji dalam
Air Biasa selama 24 jam
Pembuatan Benda Uji

Pengujian Marshall

Analisa dan Penentuan KAO

Rencana Campuran Tahap Kedua

Desain campuran aspal dengan KAO (AC-WC)

Suhu Rendaman : Suhu Ruang

Pengujian Marshall

Analisa Data

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Anda mungkin juga menyukai