Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Gebang Kulon
Tanggal masuk : 21 Maret 2013
Jam Masuk : 13.15 WIB

Nama Suami : Tn. D


Alamat : Gebang
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan Terakhir : SMA

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Tekanan darah tinggi 1 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang perempuan, Ny. H usia 30 tahun dengan G1P0A0 gravida 38-39
minggu datang IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 21 Maret 2018
rujukan dari Bidan Puskemas Gebang datang dengan keluhan tekanan darah
tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui pasien sejak 1 hari yang lalu
ketika melakukan ANC di Puskesmas Gebang sebesar 160/100. Riwayat tekanan
darah tinggi sebelum kehamilan disangkal. Keluhan ini tidak disertai dengan
nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah, pandangan kabur, dan kejang.
Selama kehamilan pasien melakukan pemeriksaan ANC di puskesmas,
pasien mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2 kali. Pasien menyangkal
mengikuti program KB. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat penyakit
2

asma, riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit diabetes melitus, riwayat


mengkonsumsi obat-obatan disangkal.
Keluhan mulas-mulas sejak pukul 01.00 (21 Maret 2018) tetapi masih
jarang dan keluar air-air disangkal. Pasien mengatakan bahwa gerakan janin
masih dirasakan aktif.
 Riwayat Penyakit Penyakit Ibu :
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
- Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Alergi : Disangkal
 Riwayat Operasi :
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi apapun.
 Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus haid : Teratur
Panjang siklus : 28 hari
Lama Haid : ± 7hari
Disminorhea : Tidak ada
Banyak : 2-3 pembalut
HPHT : 23 Juni 2017
Taksiran Persalinan : 30 Maret 2018
 Riwayat Obstetri
Pasien mengatakan bahwa ini merupakan kehamilan pertamanya.
 Riwayat ANC
- Setiap bulan pasien selalu kontrol kehamilan di Puskesmas Gebang
- Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah 2x di Puskesmas
Gebang
3

- Pasien mengaku pernah di USG 4x di Puskesmas Gebang oleh bidan


dengan hasil letak kepala dan air ketuban cukup.
 Riwayat KB
Pasien menyangkal pernah mengikuti program KB
 Riwayat Pernikahan
Pasien menikah saat usia 22 tahun dan sudah menikah selama 1 tahun yang
merupakan pernikahan pertama.
 Riwayat Ginekologi
Riwayat penyakit kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam
diluar menstruasi disangkal pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : composmentis
 Vital sign :
- TD : 160/110 mmHg
- Nadi : 88 x/ menit
- RR : 20 x/ menit
- Suhu : 36,7oC
 BB : 74 kg
 TB: 162 cm
 Status generalis :
- Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak mudah
rontok
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
- Hidung : Deviasi (-), sekret (-), darah (-)
- Telinga : Darah (-), sekret (-)
- Mulut : Sianosis bibir (-), gusi berdarah (-), karies gigi (-)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-),
peningkatan JVP
(-)
- Thoraks
Inspeksi : Datar, simetris, retraksi ICS (-), otot bantu
4

pernapasan (-), ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil (+)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, batas kanan jantung di ICS II
linea parasternalis dextra, batas pinggang jantung di ICS
III linea parasternalis sinistra, apeks jantung di ICS IV
linea axilaris anterior
Auskultasi
Cor : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen : cembung, striae (+), jejas (-), bising usus (+),
nyeri tekan (-),
- Ekstremitas : akral hangat (+),CRT < 2detik, refleks patella (+/+)
edema - -
- -
 Status Obstetri

Pemeriksaan fisik luar :
o TFU : 30 cm
o DJJ : 140x/menit, reguler
o His : 1x10’x10”
o Palpasi :
 Leopold I : teraba bagian bulat lunak, tidak mudah
digerakkan
 Leopold II : teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas dan
menonjol di kiri dan teraba bagian jelas, rata dan
cembung di kanan
 Leopold III : teraba bagian bulat dan keras
 Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(divergen)

Pemeriksaan fisik dalam :
VT : Vulva vagina tidak ada kelainan, portio tebal lunak,
pembukaan 1cm, ketuban (+), presentasi kepala, kepala
Hodge I
5

 Proteinuria dipstick : Positif +2

IV. RESUME
Seorang perempuan, Ny. H usia 30 tahun dengan G1P0A0 gravida 38-39
minggu datang IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 21 Maret 2018
rujukan dari Bidan Puskemas Gebang datang dengan keluhan tekanan darah
tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui pasien sejak 1 hari yang lalu
ketika melakukan ANC di Puskesmas Gebang sebesar 160/100. Riwayat tekanan
darah tinggi sebelum kehamilan disangkal. Keluhan ini tidak disertai dengan
nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah, pandangan kabur, dan kejang.
Keluhan mulas-mulas sejak pukul 01.00 (21 Maret 2018) tetapi masih jarang,
keluhan keluar air-air disangkal. Pasien mengatakan bahwa gerakan janin masih
dirasakan aktif, BAB dan BAK tidak ada keluhan
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan menjalani
operasi sebelumnya. Pasien mengaku bahwa menstruasi pertama kali pada saat
usia 14 tahun dengan siklus teratur dengan lama haid 7 hari serta mengganti
pembalut sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Pada riwayat obstetri, ini merupakan
kehamilan pertama. Riwayat ANC dilakukan setiap bulan di puskesmas,
imunisasi TT sudah dilakukannya sebanyak 2 kali dan sudah melakukan USG
sebanyak 4x. Riwayat pernikahan sebanyak 1 kali dengan lama 1 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 160/110, nadi 88x/menit, respirasi
20x/menit, dan suhu 36,7°C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas
normal. Pada pemeriksaan obstetrik untuk pemeriksaan luar didapatkan TFU
30cm, DJJ : 140x/menit reguler, his 1x10’x10”. Pada leopold I teraba bagian
lunak, bulat. Leopold II teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas dan menonjol di
kiri dan teraba bagian jelas, rata dan cembung di kanan. Leopold III teraba
bagian bulat dan keras. Leopold IV bagian terbawah janin sudah memasuki PAP
(divergen). Pada pemeriksaan dalam ditemukan vulva vagina tidak ada kelainan,
portio teraba tebal lunak, pembukaan 1cm, ketuban (+), kepala di Hodge I, pada
pemeriksaam proteinuria dipstick didapatkan hasil +2
6

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin
b. Urin rutin
c. USG

VI. DIAGNOSIS
Ny. H usia 24 tahun, G1P0A0 parturien aterm kala I dengan PEB, janin tunggal
hidup intrauterine, presentasi kepala

VII. PENATALAKSANAAN
a) Umum :
 Tirah baring dan miring ke salah satu sisi (kiri)
 Observasi KU, TTV, His, DJJ, dan jumlah pengeluaran urin
 Pasang DC
 Konsul dokter Sp.OG
b) Khusus :
 Pemasangan infus 2 jalur (MgSO4 dan drip oksitosin)
 IVFD RL/8jam
 Pemberian MgSO4
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%) dilarutkan kedalam 100cc ringer
laktat, diberikan 15-20 menit.
b. Dosis pemeliharaan :
10 gram MgSO4 dalam 500cc cairan RL, diberikan dengan
kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes permenit)
 Drip oksitosin 5IU dalam 500cc D5% (20-60tpm)
 Metildopa 3x500mg p.o

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : Ad Bonam

Ad functionam : Ad Bonam

Ad Sanationam : Ad Bonam
7

BAB II
PENDAHULUAN
Sekitar delapan juta perempuan per tahun mengalami komplikasi kehamilan dan
lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara
berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara
maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di
Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan
dan persalinan.1
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan
nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia
Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tren AKI di Indonesia
menurun sejak tahun 1991 hingga 2007, yaitu dari 390 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup. Jika dibandingkan kawasan ASEAN, AKI pada tahun 2007 masih
cukup tinggi, AKI di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per
8

100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan
Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun, Millenium
development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015, namun pada tahun 2012 SDKI mencatat kenaikan
AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. 2,3 Peningkatan jumlah penduduk dan jumlah kehamilan berisiko turut
mempengaruhi sulitnya pencapaian target ini. Berdasarkan prediksi Biro Sensus
Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015
dengan jumlah kehamilan berisiko sebesar 15 -20 % dari seluruh kehamilan.2,3
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka kematian
ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi penyebab
kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-eklampsia, jalan lahir
sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia diperkirakan 3,2% dari di
setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total sekitar lebih dari 4 miliar kasus per
tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh WHO tahun 2011,
dengan peserta wanita yang hamil atau wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di
periode antara tahun 1997-2002, terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan
preeklampsia. Selain itu preeklampsia merupakan pembunuh nomor satu penyebab
kematian ibu di Amerika Latin sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak
9,1%. Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama negara
yang sedang berkembang.2,3
Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda kesehatan
yang paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan terjadi 300–400
kematian ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia meninggal setiap
jamnya karena kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun
2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih
tergolong tinggi.3
9

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara


mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh
penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia.
Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala
dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan
tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui
atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari
tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan
eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.4
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di antara
praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada teori yang
mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas, namun juga akibat kurangnya
kesiapan sarana dan prasarana di daerah. Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga
menimbulkan masalah ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup
tinggi. Dari analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan
mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal, sedangkan
untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun. Biaya ini akan
bertambah apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka panjang
preeklampsia.5
10

BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan
dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut.6
1. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Protein urin : Protein urin melebihi 300mg dalam 24 jam atau
tes urin dipstick > positif 1 (+1)
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :
11

1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter


2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik atau regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).6,7

B. KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


Terdapat 5 klasifikasi hipertensi dalam kehamilan menurut The American
College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) terdiri atas :
1. Hipertensi kronik :

Tekanan darah sistolik >140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mm/Hg
sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau bila
terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan
persisten 12 minggu setelah melahirkan.

Tidak terdapat proteinuria
2. Hipertensi gestasional :

Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil

Tidak terdapat proteinuria

Tekanan darah kembali ke normal sebelum 12 minggu pascapartum
3. Sindrom preeklampsia dan eklamsia :
Kriterua minimum :

Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90
12


Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik celup
(dipstick)
Kemungkinan preeklampsia meningkat :

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 110

Proteinuria 2,0g/24jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup
(dipstick)

trombosit < 100.000 / microliter

Hemolisis mikroangiopatik yang akan mengakibatkan peningkatan
kadar LDH

Peningkatan kadar transaminase serum (ALT atau AST)

Nyeri kepala yang persisten atau gangguan serebral atau visual lainnya

Nyeri epigastrik yang persisten
4. Eklamsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan
preeklampsia
5. Sindrom preeklampsia yang bertumpang tindih pada hipertensi kronis :

Proteinuria awitan baru ≥ 300mg/24 jam pada perempuan hipertensif,
tetapi tidak ditemukan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu

Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung
trombosit < 100.000 / microliter pada perempuan yang mengalami
hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.7,8

C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal
dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih
tinggi di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara
berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan
diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian
eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus
per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian
13

preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti


Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%.
Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai 16,7% dan juga
preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu nullipara
memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara.6,9
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua
di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia
adalah akibat perdarahan.6

D. ETIOLOGI
Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan pathogenesis
preeklampsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa penyakit
hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang :
1. Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya
2. Terpajan vili korionik dalam jumlah yang berlebihan, seperti pada
kehamilan ganda atau mola hidatidosa
3. Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular
4. Secara genetis beresiko untuk mengalami hipertensi dalam kehamilan.8
Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup :
(1) IMPLANTASI PLASENTA DISERTAI INVASI TROFOBLASTIK
ABNORMAL PADA PEMBULUH DARAH UTERUS
Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami remodelling
ekstensif karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel ini
menggantikan lapisan otot dan endotel untuk memperlebar diameter
pembuluh darah. Vena-vena hanya diinvasi secara superfisial. Namun,pada
preeklampsia, mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplet. Bila terjadi
invasi yang dangkal seperti ini, pembuluh desidua, dan bukan pembuluh
myometrium, akan dilapisi oleh trofoblas endovaskular. Selain itu, semakin
banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Mola hidatidosa.
Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan
preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.8
(2) AKTIVASI SEL ENDOTEL
14

Telah diajukan suatu teori bahwa disfungsi sel endotel disebabkan oleh
keadaan leukosit teraktivasi dalam sirkulasi ibu. Secara singkat, sitokin
seperti faktor nekrosis tumor (TNF-α) dan interleukin (IL) mungkin berperan
dalam timbulnya stress oksidatif terkait preeklampsia. Stres oksidatif ini
ditandai dengan terdapatnya oksigen reaktif dan radikal bebas yang
menyebabkan terbentuknya peroksida lipid. Hal ini kemudian akan
membentuk radikal yang amat toksik yang akan mencederai sel endotel,
mengubah produksi nitrat oksida, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif mencakup produksi sel busa
makrofag yang penuh lipid yang tampak aterosis. Sehingga, menyebabkan
lumen arteriola sprilaris terlalu sempit sehingga akan mengganggu aliran
darah plasenta, aktivasi mikrovaskular, yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai dengan
edema dan proteinuria.8
(3) TOLERANSI IMUNOLOGIS YANG BERSIFAT MALADAPTIF
DIANTARA JARINGAN MATERNAL, PATERNAL (PLASENTAL)
DAN FETAL
Terdapat pula data empiris yang menunjukan kemungkinan gangguan
yang diperantai system imun pada preeklampsia. Misalnya, risiko
preeklampsia meningkat secara nyata pada kondisi terganggunya
pembentukan antibodi penyekat situs antigenik plasenta (blocking
antibodies). Pada kondisi ini, kehamilan pertama akan memiliki risiko yang
lebih tinggi.8,10
Pada awal kehamilan yang ditakdirkan untuk mengalami komplikasi
preeklampsia, trofoblas ekstravilus mengekspresikan antigen leukosit
manusia (HLA-G) yang bersifat imunosupresif dalam jumlah yang
berkurang. Ekspresi yang rendah ini mungkin berperan dalam kecacatan
vaskularisasi plasenta.8
Selama kehamilan normal, dihasilkan limfosit T-penolong (Th). Sel-sel
Th2 memacu imunitas humoral, sedangkan sel Th1 merangsang sekresi
sitokin peradangan yang merupakan salah satu faktor penyebab jejas
endotel.8
(4) FAKTOR-FAKTOR GENETIK
15

Preeklampsia merupakan kelainan multifaktorial dan poligenik. Oleh


sebab itu, tidak ada satupun kandidat gen tunggal yang bertanggung jawab
terhadap kejadiannya. Sudah ditemukan lebih dari 70 kandidat gen yang
terkait preeklampsia, tetapi hanya 7 gen yang paling banyak diteliti, yaitu
gen MTHFR FS (Leiden), AGT (M235T), HLA, NOS3 (Glu 298 Asp), F2
(G20210A) dan ACE. Variasi genetic lainnya, termasuk faktor lingkungan
dan epigenetik juga sangat berpengaruh terhadap ekspresi genotype dan
fenotipe sindrom preeklampsia.10
(5) KETIDAKSEIMBANGAN PROTEIN ANGIOGENIK DAN
ANTIANGIOGENIK
Pembentukan vaskularisasi plasenta sudah tampak sejak 21 hari pasca
konsepsi. Terdapat daftar yang terus bertambah mengenai substansi
proangiogenik dan antiangiogenik yang terlibat dalam perkembangan
substansi plasenta. Kelompok faktor pertumbuhan endotel plasenta (VEGF)
merupakan yang paling banyak yang diteliti.8
Istilah ketidakseimbangan angiogenik digunakan untuk menggambarkan
jumlah berlebihan faktor antiangiogenik yang diduga dirangsang oleh
hipoksia yang memburuk pada permukaan kontak uteroplasenta. Jaringan
trofoblastik perempuan yang ditakdirkan untuk mengalami preeklampsia
menghasilkan sedikitnya dua peptida antiangiogenik secara berlebihan, yang
selanjutnya memasuki sirkulasi maternal yaitu :
1) Soluble Fms-like-tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan varian reseptor
Flt-1 untuk faktor pertumbuhan plasenta (PIGF) dan faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Peningkatan kadar sFlt-1
pada sirkulasi ibu akan menginaktifkan dan menurunkan kadar PIGF
dan VEGF bebas dalam sirkulasi sehingga terjadi disfungsi
endotel.8,11
2) Soluble endoglin (sEng) akan menyebabkan penurunan vasodilatasi
yang bergantung nitrat oksida endotelial.8,11

E. PATOGENESIS
16

Meskipun penyebab preeklampsia belum diketahui, hampir semua ahli


sepakat bahwa vasospasme merupakan awal preeklampsia. Vasospasme dapat
merupakan akibat kegagalan invasi trofolas ke dalam lapisan otot polos pembuluh
darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyeabkan
kerusakan atau jejas endotel, yang kemudian akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, dan
angiotensin) dan vasodilator (nitrit oksida dan protaksiklin) serta gangguan sistem
pembekuan darah.8,12
Ness dan Roberts (1996) serta Redman dkk (2008) memperkenalkan teori 2
tahap untuk menjelaskan etiopatogenesis preeklampsia
a) Tahap 1 disebut juga tahap preklinik, tahap ini disebabkan oleh
kegagalan invasi trofolas sehingga terjadi gangguan remodelling arteri
spiralis atau arteri uterina yang menyebabkan vasospasme dan hipoksia
b) Tahap 2 disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stres
oksidatif dan pelepasan faktor plasenta kedalam sirkulasi darah ibu yang
mencetuskan respons inflamasi sistemik dan aktivasi endotel.12
Disfungsi endotel ditandai dengan peningkatan zat vasokonstriktor,
penurunan zat vasodilator, peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan sistem
pembekuan darah yang merupakan stadium klinik sindrom preeklampsia. Tahap 2
sangat dipengaruhi oleh faktor penyakit ibu, seperti penyakit jantung atau ginjal,
DM, kegemukan atau penyakit keturunan.12
Teori ini dapat menjelaskasn patogenesis penderita preeklampsia awitan dini.
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan berbagai macam di dalam berbagai
organ atau sistem antara lain :
1) Kardiovaskular :
-
Hipertensi
-
Penurunan curah jantung
-
Trombositopenia
-
Gangguan pembekuan darah
-
Perdarahan
-
DIC (Disseminated intravascular coagulation)
-
Pengurangan volume plasma
-
Peningkatan permeabilitas pemuluh darah
-
Edema
-
Nekrosis.
2) Plasenta :
17

-
Hambatan pertumbuhan janin
-
Gawat janin
-
Solusio plasenta.9,20
3) Ginjal
-
Endoteliosis kapiler ginjal
-
Penurunan bersihan asam urat
-
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
-
Oliguria
-
Proteinuria
-
Gagal ginjal
4) Otak
-
Hipoksia
-
Kejang
-
Gangguan pembuluh darah otak.
5) Hepar :
-
Gangguan fungsi hati
-
Peningkatan kadar enzim hepar
-
Edema
-
Regangan kapsula di hepar
-
Perdarahan.
6) Mata
-
Edema papil
-
Iskemia
-
Perdarahan
-
Ablasio retina.
7) Paru-paru :
-
Edema
-
Iskemia
-
Nekrosis
-
Gangguan pernapasan hingga apneu.8

F. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan
dengan adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new
onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya
hipertensi disertai gangguan multi sistem lain yang menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria.
18

Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.6
(1) Kriteria diagnosis preeklampsia
1. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Protein urin : Protein urin melebihi 300mg dalam 24
jam atau tes urin dipstick > positif 1
(+1).6,7,13
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya
proteinurin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu :
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik atau regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
Absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).6,7,13
(2) Kriteria diagnosis preeklampsia berat
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
19

peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi


dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik atau regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
Absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV).6,7,13
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria
pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi
mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan
dalam waktu singkat.6,7,13

G. PENATALAKSANAAN
(1) Medikamentosa
a. Infus larutan ringer laktat
b. Pemberian obat :
Pemberian melalui intravena secara kontinyu
1) MgSO4
a) Dosis awal :

4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%) dilarutkan ke dalam 100cc ringer laktat,
diberikan selama 15-20 menit.
b) Dosis pemeliharaan :

10gram dalam 500cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam
(20-30 tetes per menit)
20

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :


a. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas
10% (1gram dalam 10cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5
menit
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernapasan ≥16 kali per menit
d. Produksi urin ≥ 30cc dalam 1 jam sebelumnya.12
MgSO4 dihentikan apabila :
a. Adanya tanda-tanda intoksikasi
b. Setelah 24 jam pascasalin
c. Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan tekanan
darah.12
2) Antihipertensi :
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan
hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau
diastolik ≥ 110 mmHg
a) Nifedipin
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker
yang sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk
mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai
antihipertensi.6
Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul
oral, diulang tiap 15 – 30 menit. Selanjutnya diberikan dosis
rumatan 3x10mg dengan dosis maksimum 30 mg.6,12
b) Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem
saraf pusat, adalah obat antihipertensi yang paling sering
digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis.6
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per
oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per
hari. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena
21

250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam


untuk krisis hipertensi.6,12
c) Nikardipine
Diberikan apabila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg atau
hipertensi emergensi dengan dosis 1 ampul 10 mg dalam
larutan 50cc per jam atau 2 ampul 10 mg dalam larutan
100cc tetes per menit mikro drip.12
(2) Manajemen Konservatif
a) Indikasi manajemen konservatif
Kehamilan preterm (<34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan keadaan janin baik.6
b) Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya
dosis awal MgSO4 diberikan i.m saja yaitu MgSO4 40% 8gram i.m. Atau
bila menggunakan cara intravena secara kontinyu diberikan dosis
pemeliharaan yaitu, 10gram dalam 500cc cairan RL diberikan dengan
kecepatan 1-2gram/jam (20-30 tetes per menit). Pemberian MgSO4
dihentikan apabila sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam.6
c) Pengelolaan obstetrik

Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan NST dan USG untuk
memantau kesejahteraan janin.

Apabila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan
dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus
diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.

Konsultasi :
Disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen
Syaraf, dan Departemen Mata).6
(3) Pengelolaan Aktif
a) Indikasi
22

Apabila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini :


1. Ibu :

Kehamilan > 34 minggu (dengan kortikosteroid selama 2 hari telah
diberikan, dan memberi tahu bagian perinatogi sebelum
pengakhiran kehamilan)

Adanya gejala impending eklampsia

Gagal perawatan konservatif.6
2. Janin :

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya tanda-tanda IUGR.6
3. Laboratorik :
Adanya HELLP Syndrome.6
b) Pengelolaan Obstetri
1. Belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan apabila bishop score ≥ 6. Bila perlu
dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi
persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul
dengan seksio sesarea.6
b. Indikasi dilakukan seksio sesarea yaitu :

Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi

Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam

Induksi persalinan gagal

Kelainan letak

Apabila umur kehamilan <34 minggu.6
2. Sudah inpartu
a. Perjalanan persalinan normal diikuti dengan partograph WHO
b. Kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomy dan tetes
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit setelah
pengobatan medisinal.
23

c. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan


gawat janin
d. Bila bishop score ≤6 direkomendasikan tindakan seksio
sesarea.6
3. Konsultasi :
Disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Departemen Syaraf, dan Departemen Mata).6

BAB III
KESIMPULAN

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan


timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
24

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : Faktor
Trofoblast, Faktor Imunologik, Aktivasi Sel Endotel, Faktor genetik,
Ketidakseimbangan protein pro angiogenik dan anti angiogenik. Jumlah Kematian ibu
antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :
Tekanan darah ≥ 160 / 110 mmHg, peningkatan kadar enzim hati, nyeri kepala frontal
atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru, pertumbuhan janin intra
uterine yang terhambat (IUFGR), peningkatan kadar kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia
berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : (1) Perawatan aktif yaitu
kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal, terpasang
infus RL, tirah baring miring ke satu sisi (kiri), diet cukup protein, rendah KH-lemak
dan garam, berikan anti kejang, anti hipertensi, dll (2) Perawatan konservatif yaitu
kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.

Anda mungkin juga menyukai