BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Gebang Kulon
Tanggal masuk : 21 Maret 2013
Jam Masuk : 13.15 WIB
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Tekanan darah tinggi 1 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang perempuan, Ny. H usia 30 tahun dengan G1P0A0 gravida 38-39
minggu datang IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 21 Maret 2018
rujukan dari Bidan Puskemas Gebang datang dengan keluhan tekanan darah
tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui pasien sejak 1 hari yang lalu
ketika melakukan ANC di Puskesmas Gebang sebesar 160/100. Riwayat tekanan
darah tinggi sebelum kehamilan disangkal. Keluhan ini tidak disertai dengan
nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah, pandangan kabur, dan kejang.
Selama kehamilan pasien melakukan pemeriksaan ANC di puskesmas,
pasien mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2 kali. Pasien menyangkal
mengikuti program KB. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat penyakit
2
IV. RESUME
Seorang perempuan, Ny. H usia 30 tahun dengan G1P0A0 gravida 38-39
minggu datang IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 21 Maret 2018
rujukan dari Bidan Puskemas Gebang datang dengan keluhan tekanan darah
tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui pasien sejak 1 hari yang lalu
ketika melakukan ANC di Puskesmas Gebang sebesar 160/100. Riwayat tekanan
darah tinggi sebelum kehamilan disangkal. Keluhan ini tidak disertai dengan
nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah, pandangan kabur, dan kejang.
Keluhan mulas-mulas sejak pukul 01.00 (21 Maret 2018) tetapi masih jarang,
keluhan keluar air-air disangkal. Pasien mengatakan bahwa gerakan janin masih
dirasakan aktif, BAB dan BAK tidak ada keluhan
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan menjalani
operasi sebelumnya. Pasien mengaku bahwa menstruasi pertama kali pada saat
usia 14 tahun dengan siklus teratur dengan lama haid 7 hari serta mengganti
pembalut sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Pada riwayat obstetri, ini merupakan
kehamilan pertama. Riwayat ANC dilakukan setiap bulan di puskesmas,
imunisasi TT sudah dilakukannya sebanyak 2 kali dan sudah melakukan USG
sebanyak 4x. Riwayat pernikahan sebanyak 1 kali dengan lama 1 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 160/110, nadi 88x/menit, respirasi
20x/menit, dan suhu 36,7°C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas
normal. Pada pemeriksaan obstetrik untuk pemeriksaan luar didapatkan TFU
30cm, DJJ : 140x/menit reguler, his 1x10’x10”. Pada leopold I teraba bagian
lunak, bulat. Leopold II teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas dan menonjol di
kiri dan teraba bagian jelas, rata dan cembung di kanan. Leopold III teraba
bagian bulat dan keras. Leopold IV bagian terbawah janin sudah memasuki PAP
(divergen). Pada pemeriksaan dalam ditemukan vulva vagina tidak ada kelainan,
portio teraba tebal lunak, pembukaan 1cm, ketuban (+), kepala di Hodge I, pada
pemeriksaam proteinuria dipstick didapatkan hasil +2
6
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin
b. Urin rutin
c. USG
VI. DIAGNOSIS
Ny. H usia 24 tahun, G1P0A0 parturien aterm kala I dengan PEB, janin tunggal
hidup intrauterine, presentasi kepala
VII. PENATALAKSANAAN
a) Umum :
Tirah baring dan miring ke salah satu sisi (kiri)
Observasi KU, TTV, His, DJJ, dan jumlah pengeluaran urin
Pasang DC
Konsul dokter Sp.OG
b) Khusus :
Pemasangan infus 2 jalur (MgSO4 dan drip oksitosin)
IVFD RL/8jam
Pemberian MgSO4
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%) dilarutkan kedalam 100cc ringer
laktat, diberikan 15-20 menit.
b. Dosis pemeliharaan :
10 gram MgSO4 dalam 500cc cairan RL, diberikan dengan
kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes permenit)
Drip oksitosin 5IU dalam 500cc D5% (20-60tpm)
Metildopa 3x500mg p.o
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam
7
BAB II
PENDAHULUAN
Sekitar delapan juta perempuan per tahun mengalami komplikasi kehamilan dan
lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara
berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara
maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di
Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan
dan persalinan.1
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan
nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia
Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tren AKI di Indonesia
menurun sejak tahun 1991 hingga 2007, yaitu dari 390 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup. Jika dibandingkan kawasan ASEAN, AKI pada tahun 2007 masih
cukup tinggi, AKI di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per
8
100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan
Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun, Millenium
development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015, namun pada tahun 2012 SDKI mencatat kenaikan
AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. 2,3 Peningkatan jumlah penduduk dan jumlah kehamilan berisiko turut
mempengaruhi sulitnya pencapaian target ini. Berdasarkan prediksi Biro Sensus
Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015
dengan jumlah kehamilan berisiko sebesar 15 -20 % dari seluruh kehamilan.2,3
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka kematian
ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi penyebab
kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-eklampsia, jalan lahir
sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia diperkirakan 3,2% dari di
setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total sekitar lebih dari 4 miliar kasus per
tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh WHO tahun 2011,
dengan peserta wanita yang hamil atau wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di
periode antara tahun 1997-2002, terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan
preeklampsia. Selain itu preeklampsia merupakan pembunuh nomor satu penyebab
kematian ibu di Amerika Latin sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak
9,1%. Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama negara
yang sedang berkembang.2,3
Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda kesehatan
yang paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan terjadi 300–400
kematian ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia meninggal setiap
jamnya karena kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun
2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih
tergolong tinggi.3
9
BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan
dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut.6
1. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Protein urin : Protein urin melebihi 300mg dalam 24 jam atau
tes urin dipstick > positif 1 (+1)
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :
11
Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik celup
(dipstick)
Kemungkinan preeklampsia meningkat :
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 110
Proteinuria 2,0g/24jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup
(dipstick)
trombosit < 100.000 / microliter
Hemolisis mikroangiopatik yang akan mengakibatkan peningkatan
kadar LDH
Peningkatan kadar transaminase serum (ALT atau AST)
Nyeri kepala yang persisten atau gangguan serebral atau visual lainnya
Nyeri epigastrik yang persisten
4. Eklamsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan
preeklampsia
5. Sindrom preeklampsia yang bertumpang tindih pada hipertensi kronis :
Proteinuria awitan baru ≥ 300mg/24 jam pada perempuan hipertensif,
tetapi tidak ditemukan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu
Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung
trombosit < 100.000 / microliter pada perempuan yang mengalami
hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.7,8
C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal
dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih
tinggi di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara
berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan
diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian
eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus
per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian
13
D. ETIOLOGI
Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan pathogenesis
preeklampsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa penyakit
hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang :
1. Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya
2. Terpajan vili korionik dalam jumlah yang berlebihan, seperti pada
kehamilan ganda atau mola hidatidosa
3. Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular
4. Secara genetis beresiko untuk mengalami hipertensi dalam kehamilan.8
Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup :
(1) IMPLANTASI PLASENTA DISERTAI INVASI TROFOBLASTIK
ABNORMAL PADA PEMBULUH DARAH UTERUS
Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami remodelling
ekstensif karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel ini
menggantikan lapisan otot dan endotel untuk memperlebar diameter
pembuluh darah. Vena-vena hanya diinvasi secara superfisial. Namun,pada
preeklampsia, mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplet. Bila terjadi
invasi yang dangkal seperti ini, pembuluh desidua, dan bukan pembuluh
myometrium, akan dilapisi oleh trofoblas endovaskular. Selain itu, semakin
banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Mola hidatidosa.
Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan
preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.8
(2) AKTIVASI SEL ENDOTEL
14
Telah diajukan suatu teori bahwa disfungsi sel endotel disebabkan oleh
keadaan leukosit teraktivasi dalam sirkulasi ibu. Secara singkat, sitokin
seperti faktor nekrosis tumor (TNF-α) dan interleukin (IL) mungkin berperan
dalam timbulnya stress oksidatif terkait preeklampsia. Stres oksidatif ini
ditandai dengan terdapatnya oksigen reaktif dan radikal bebas yang
menyebabkan terbentuknya peroksida lipid. Hal ini kemudian akan
membentuk radikal yang amat toksik yang akan mencederai sel endotel,
mengubah produksi nitrat oksida, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif mencakup produksi sel busa
makrofag yang penuh lipid yang tampak aterosis. Sehingga, menyebabkan
lumen arteriola sprilaris terlalu sempit sehingga akan mengganggu aliran
darah plasenta, aktivasi mikrovaskular, yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai dengan
edema dan proteinuria.8
(3) TOLERANSI IMUNOLOGIS YANG BERSIFAT MALADAPTIF
DIANTARA JARINGAN MATERNAL, PATERNAL (PLASENTAL)
DAN FETAL
Terdapat pula data empiris yang menunjukan kemungkinan gangguan
yang diperantai system imun pada preeklampsia. Misalnya, risiko
preeklampsia meningkat secara nyata pada kondisi terganggunya
pembentukan antibodi penyekat situs antigenik plasenta (blocking
antibodies). Pada kondisi ini, kehamilan pertama akan memiliki risiko yang
lebih tinggi.8,10
Pada awal kehamilan yang ditakdirkan untuk mengalami komplikasi
preeklampsia, trofoblas ekstravilus mengekspresikan antigen leukosit
manusia (HLA-G) yang bersifat imunosupresif dalam jumlah yang
berkurang. Ekspresi yang rendah ini mungkin berperan dalam kecacatan
vaskularisasi plasenta.8
Selama kehamilan normal, dihasilkan limfosit T-penolong (Th). Sel-sel
Th2 memacu imunitas humoral, sedangkan sel Th1 merangsang sekresi
sitokin peradangan yang merupakan salah satu faktor penyebab jejas
endotel.8
(4) FAKTOR-FAKTOR GENETIK
15
E. PATOGENESIS
16
-
Hambatan pertumbuhan janin
-
Gawat janin
-
Solusio plasenta.9,20
3) Ginjal
-
Endoteliosis kapiler ginjal
-
Penurunan bersihan asam urat
-
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
-
Oliguria
-
Proteinuria
-
Gagal ginjal
4) Otak
-
Hipoksia
-
Kejang
-
Gangguan pembuluh darah otak.
5) Hepar :
-
Gangguan fungsi hati
-
Peningkatan kadar enzim hepar
-
Edema
-
Regangan kapsula di hepar
-
Perdarahan.
6) Mata
-
Edema papil
-
Iskemia
-
Perdarahan
-
Ablasio retina.
7) Paru-paru :
-
Edema
-
Iskemia
-
Nekrosis
-
Gangguan pernapasan hingga apneu.8
F. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan
dengan adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new
onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya
hipertensi disertai gangguan multi sistem lain yang menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria.
18
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.6
(1) Kriteria diagnosis preeklampsia
1. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Protein urin : Protein urin melebihi 300mg dalam 24
jam atau tes urin dipstick > positif 1
(+1).6,7,13
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya
proteinurin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu :
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik atau regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
Absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).6,7,13
(2) Kriteria diagnosis preeklampsia berat
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
19
G. PENATALAKSANAAN
(1) Medikamentosa
a. Infus larutan ringer laktat
b. Pemberian obat :
Pemberian melalui intravena secara kontinyu
1) MgSO4
a) Dosis awal :
4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%) dilarutkan ke dalam 100cc ringer laktat,
diberikan selama 15-20 menit.
b) Dosis pemeliharaan :
10gram dalam 500cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam
(20-30 tetes per menit)
20
BAB III
KESIMPULAN
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : Faktor
Trofoblast, Faktor Imunologik, Aktivasi Sel Endotel, Faktor genetik,
Ketidakseimbangan protein pro angiogenik dan anti angiogenik. Jumlah Kematian ibu
antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :
Tekanan darah ≥ 160 / 110 mmHg, peningkatan kadar enzim hati, nyeri kepala frontal
atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru, pertumbuhan janin intra
uterine yang terhambat (IUFGR), peningkatan kadar kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia
berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : (1) Perawatan aktif yaitu
kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal, terpasang
infus RL, tirah baring miring ke satu sisi (kiri), diet cukup protein, rendah KH-lemak
dan garam, berikan anti kejang, anti hipertensi, dll (2) Perawatan konservatif yaitu
kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.