Disusun oleh :
Vindi Athira
Pembimbing :
Anastesi Epidural
Definisi:
Blockade saraf dengan menempatkan obat diruang epidural (peridural,
ekstradural) ruang ini berada di antara lig. Flavum dan duramater. Awal kerja
anastesia epidural lebih lambat disbanding anastesia spinal, sedangkan kualitas
blockade sensorik motoric juga lebih lemah.
Indikasi:
Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah, tatalaksana nyeri saat
persalinan, penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak
pendarahan, tambahan pada anastesi umum ringan karena penyakit tertentu,
Persiapan:
Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang atau pasien terlalu gemuk sehingga sulit
teraba prosesus spinosus. Informed concet, pemeriksaan fisik untuk melihat ada
tidaknya kelainan pada tulang punggung, pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hematocrit, PT, PTT.
Peralatan:
Monitor (Tekanan darah, nadi, oksimetri, EKG), resusitasi/ anastesia umum,
jarum epidural.
Teknik analgesi epidural:
Posisi pasien sama seperti anastesi spinal.
Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-L4, karena jarak
antara lig. Flavum – duramater pada ketinggian ini adalah yang terlebar.
Jarum yang digunakan ada 2 macam, jarum ujung tajam untuk dosis tunggal dan
jarum ujung khusus (tuohy) biasanya jarum ditandai setiap cm untuk memandu
memasukan kateter keruang epidural..
Untuk mengenal ruang epidural digunakan 2 teknik. Yang pertama teknik
hilangnya resistensi (loss of resistence), yang kedua menggunakan teknik tetes
tergantung (hanging drop) dengan test dose.
Komplikasi:
Blok tidak merata, depresi kardiovaskular, hipoventilasi, mual – muntah.
Spinal needle Epidural needle
Insiden terjadinya hipotensi pada anestesi spinal cukup signifikan. Pada beberapa
penelitian menyebutkan insidensinya mencapai 8 – 33 %. (Liguori, 2007)
Tabel.1. Insidensi Hipotensi Pada Neuraxial Anesthesia
(Liguori, 2007)
Penyebab utama terjadinya hipotensi pada anestesi spinal adalah blokade tonus
simpatis. Blok simpatis ini akan menyebabkan terjadinya hipotensi, hal ini disebabkan oleh
menurunnya resistensi vaskuler sistemik dan curah jantung. Pada keadaan ini terjadi pooling
darah dari jantung dan thoraks ke mesenterium, ginjal, dan ekstremitas bawah. (Liguori,
2007; Salinas, 2009)
Manifestasi fisiologi yang umum pada anestesi spinal adalah hipotensi dengan derajat
yang bervariasi dan bersifat individual. Terjadinya hipotensi biasanya terlihat pada menit ke
20 – 30 pertama setelah injeksi, kadang dapat terjadi setelah menit ke 45 – 60. Derajat
hipotensi berhubungan dengan kecepatan obat lokal anestesi ke dalam ruang subarachnoid
dan meluasnya blok simpatis. Blok yang terbatas pada dermatom lumbal dan sakral
menyebabkan sedikit atau tidak ada perubahan tekanan darah. Anestesi spinal yang meluas
sampai ke tingkat thorax tengah berakibat dalam turunnya tekanan darah yang sedang.
Anestesi spinal yang tinggi, di atas thorax 4 – 5, menyebabkan blokade simpatis dari serabut-
serabut yang menginervasi jantung, mengakibatkan penurunan frekwensi jantung dan karena
kotraktilitas jantung dan venous return menyebabkan penurunan curah jantung. Semuanya itu
menyebabkan hipotensi yang dalam. (Covino, 1994; Salinas, 2009)
Gambar. 3
Patofisiologi Hipotensi Dan Bradikardi Pada Anestesi Spinal
(Liguori, 2007)
Pada beberapa penelitian dikatakan efek terhadap kardiovaskuler lebih minimal pada
blok yang terjadi dibawah T5. (Liguori, 2007; Salinas, 2009)
Gambar. 4
(Covino, 1994)
2. Posisi Pasien
Kontrol simpatis pada sistem vena sangat penting dalam memelihara venous return dan
karenanya kardiovaskuler memelihara homeostasis selama perubahan postural. Vena-vena
mempunyai tekanan darah dan berisi sebagian besar darah sirkulasi (70%). Blokade simpatis
pada anestesi spinal menyebabkan hilangnya fungsi kontrol dan venous return menjadi
tergantung pada gravitasi. Jika anggota gerak bawah lebih rendah dari atrium kanan, vena-
vena dilatasi, terjadi sequestering volume darah yang banyak (pooling vena). Penurunan
venous return dan curah jantung bersama-sama dengan penurunan tahanan perifer dapat
menyebabkan hipotensi yang berat. Hipotensi pada anestesi spinal sangat dipengaruhi oleh
posisi pasien. Pasien dengan posisi head-up akan cenderung terjadi hipotensi diakibatkan oleh
venous pooling. Oleh karena itu pasien sebaiknya pada posisi slight head-down selama anestesi
spinal untuk mempertahankan venous return. (Covino, 1994)
Gambar. 5
(Covino, 1994)
Mekanisme lain yang dapat menjelaskan bagaimana anestesi spinal dapat menyebabkan
hipotensi adalah efek sistemik dari obat anestesi lokal itu sendiri. Obat anestesi lokal tersebut
mempunyai efek langsung terhadap miokardium maupun otot polos vaskuler perifer. Semua
obat anestesi mempunyai efek inotropik negatif terhadap otot jantung. Obat anestesi lokal
tetracaine maupun bupivacaine mempunyai efek depresi miokard yang lebih besar
dibandingkan dengan lidocaine ataupun mepivacaine. (Liguori, 2007)
Adapun beberapa faktor resiko lain terjadinya hipotensi pada anestesi spinal, diantaranya
adalah hipertensi preoperatif, usia lebih dari 40 th, obesitas, kombinasi general anestesi dan
regional anestesi, alkoholisme yang kronis, dan tekanan darah baseline kurang dari 120 mmHg.
(Liguori, 2007; Salinas, 2009)