Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Kehamilan Serotinus dan Ketuban Pecah Dini

Pembimbing
dr. Fx. Widiarso, SpOG

disusun oleh
Dessy
11 – 2013 – 085

KEPANITERAN KLINIK
ILMU PENYAKIT OBSTETRI GINEKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RS MARDI RAHAYU KUDUS
PERIODE 1 DESEMBER 2014 – 7 FEBRUARI 2014
LAPORAN KASUS
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Obstetri Ginekologi
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
________________________________________________________________________
Nama : Dessy Tanda tangan :
NIM : 11.2013.085
Dr pembimbing / penguji : Dr. Fx. Widiarso,Sp.OG

A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. TH Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Kawin (GIP0A0) Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta Pendidikan : SMA
Alamat : Jepang RT 03 RW 12, Mejobo, Masuk Rumah Sakit : 18 Desember 2014
Kudus Pukul 10.15 WIB

Nama suami : Tn. K


Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jepang RT 03 RW 12, Mejobo, Kudus

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis tanggal 18 Desember 2014 pukul 10.25 WIB

Keluhan utama
Keluar cairan bening secara tiba-tiba dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang


Wanita 25 tahun datang dengan hamil 41 minggu dan keluar cairan bening tiba-tiba dari
jalan lahir 6 jam SMRS. Perut terasa kencang-kencang sejak 1 hari SMRS. Pasien memutuskan
untuk pergi ke bidan dan memeriksakan kandungannya. Dari bidan, pasien dirujuk ke RSMR
untuk memeriksakan kehamilannya. Setelah diperiksa barulah diketahui oleh pasien bahwa
kehamilannya sudah melewati waktu perkiraan lahir, dan pasien akhirnya diberi surat pengantar
untuk menginap di RS dan mengurus kelahiran segera.
Gerakan janin aktif dan masih dapat dirasakan. Ini adalah kehamilan pertama pasien.
Tidak ada mual muntah, tidak ada demam, tidak ada nyeri kepala ataupun nyeri perut. BAB dan
BAK pasien lancar. Pasien rutin memeriksakan kehamilannya di bidan. Pasien tidak memiliki
riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama pemeriksaan kehamilan. Pasien tidak memiliki
riwayat operasi sebelumnya.

Riwayat Menstruasi
 Menarche : 12 tahun Siklus haid : 28 hari
 Dismenorrhea :(-) Lama haid : 5-7 hari
 Leukorrhea :(-)
 Menopause :(-)
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 23 tahun, selama 2 tahun
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Hamil Usia Jenis penyulit Penolong Jenis BB/TB Umur
ke kehamilan persalinan kelamin lahir sekarang
1 2014 (Hamil ini)

Riwayat kehamilan ini:


HPHT : 6 Maret 2014
HPL : 13 Desember 2014
Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)
( - ) Pil KB ( - ) IUD
(- ) Suntikan ( - ) Lain-lain
( - ) Susuk KB
Riwayat Antenatal Care :
Pasien memeriksakan kehamilannya 1 kali setiap bulan ke bidan.
Riwayat Penyakit Dahulu
(−) Cacar (−) Malaria (−) Batu ginjal/saluran kemih
(−) Cacar air (−) Disentri (−) Burut ( hernia )
(−) Difteri (−) Hepatitis (−) Batuk rejan
(−) Tifus abdominalis (−) Wasir (−) Campak
(−) Diabetes (−) Sifilis (−) Alergi
(−) Tonsilitis (−) Gonore (−) Tumor
(−) Hipertensi (−) Penyakit pembuluh (−) Demam rematik akut
(−) Ulkus ventrikuli (−) Pendarahan otak (−) Pneumonia
(−) Ulkus duodeni (−) Psikosis (−) Gastritis
(−) Neurosis (−) Tuberkulosis (−) Batu empedu
(−) Jantung (−) Operasi (−) Kecelakaan
Lain-lain : tidak ada
Riwayat keluarga
Hubungan Umur Jenis kelamin Keadaan Penyebab
kesehatan meninggal
Ayah 43 tahun Laki-laki Hidup -
Ibu 41 tahun Perempuan Hidup -
Suami 23 tahun Laki-laki Hidup -

Ada kerabat yang menderita :


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - √
Asma - √
Tuberkulosis - √
HIV - √
Hepatitis B - √
Hepatitis C - √
Hipertensi - √
Cacat bawaan - √
Lain – lain - √
Riwayat Operasi
Tidak ada

A. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Keadaan Umum : Sakit sedang
Nadi : 96 x/ menit (kuat angkat, teratur)
Suhu : 36,5o C
Pernafasan :18x/ menit. Abdomino-torakal
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 70 kg

Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-


Telinga : Tidak tampak kelainan
Hidung : Tidak tampak kelainan
Mulut/gigi : Tidak tampak kelainan
Leher : Tidak tampak pembesaran KGB dan tiroid
Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, Edema -/-

Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (+)
Payudara : pembesaran payudara (+), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)
Abdomen : membesar memanjang
Linea nigra (+), striae livide (+), striae albicans (-), bekas operasi (-)
Palpasi : TFU = 3 jari dibawah prosesus xiphoideus (30 cm)
TBJ = (30-11) x 155 = 2945 gram
Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)
Leopold II : Keras memanjang pada bagian kiri (PUKA)
Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)
Leopold IV : Divergen (sudah masuk PAP)
HIS = (+) 2 kali dalam 10 menit
DJJ = 12-12-12 (144x/menit)
PPV= (-)
Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher – (pukul 12.00)
Ø 1 cm, KK (-), EFF 25%
Bag.bawah janin kepala, ↓ H I
UUK kiri depan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 18 Desember 2014 (pukul 10:35)
Darah rutin
Hemoglobin 12.6 g/dL (N: 11,7 – 15,5)
Leukosit 8.49 (N: 3.600 – 11.000)
Hematokrit 38.50 % (N: 30-43)
Trombosit 243.000 (N: 150.000-440.000)
Golongan darah/Rh B/POSITIF
Waktu perdarahan/BT 1.00 menit (N: 1-3)
Waktu pembekuan/CT 5.30 menit (N: 2-6)
Imunoserologi
HBsAG stik NEGATIF Negatif

B. RINGKASAN (RESUME)
Pasien berumur 25 tahun GIP0A0 hamil 41 minggu, datang dengan keluhan keluar cairan
bening tiba-tiba dari jalan lahir 6 jam SMRS. perut terasa kencang sejak 1 hari SMRS. Pasien
rutin memeriksakan kehamilannya di bidan. Gerakan janin aktif dan masih dapat dirasakan.
Pasien mengaku ini adalah kehamilan yang pertama. Setelah diperiksa bidan, barulah
diketahui oleh pasien bahwa kehamilannya sudah melewati waktu perkiraan lahir
HPHT : 6 Maret 2014
HPL : 13 Desember 2014

Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Keadaan Umum : Sakit sedang
Nadi : 96 x/ menit (kuat angkat, teratur)
Suhu : 36,5o C
Pernafasan :18x/ menit. Abdomino-torakal
Kesadaran : Compos mentis

Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-


Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, Edema -/-

Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (+)
Payudara : pembesaran payudara (+), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)
Abdomen : membesar memanjang
Linea nigra (+), striae livide (+), striae albicans (-), bekas operasi (-)
Palpasi : TFU = 3 jari dibawah prosesus xiphoideus (30 cm)
TBJ = (30-11) x 155 = 2945 gram
Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)
Leopold II : Keras memanjang pada bagian kiri (PUKA)
Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)
Leopold IV : Divergen (sudah masuk PAP)
HIS = (+) 2 kali dalam 10 menit
DJJ = 12-12-12 (144x/menit)
PPV= (-)

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher – (pukul 12.00)
Ø 1 cm, KK (-), EFF 25%
Bag.bawah janin kepala, ↓ H I
UUK kiri depan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 18 Desember 2014 (pukul 10:35)
Darah rutin
Hemoglobin 12.6 g/dL (N: 11,7 – 15,5)
Leukosit 8.49 (N: 3.600 – 11.000)
Hematokrit 38.50 % (N: 30-43)
Trombosit 243.000 (N: 150.000-440.000)
Golongan darah/Rh B/POSITIF
Waktu perdarahan/BT 1.00 menit (N: 1-3)
Waktu pembekuan/CT 5.30 menit (N: 2-6)
Imunoserologi
HBsAG stik NEGATIF Negatif

DIAGNOSIS
Diagnosis kerja
Diagnosis kerja : pukul 10.50
GIP0A0 Umur 25 tahun, Hamil 41 minggu
Anak I hidup intrauterine
Presentasi Kepala Ʉ, PUKA
Inpartu kala I fase laten
Kehamilan serotinus, KPD
Pemeriksaan yang dianjurkan
 Pemeriksaan USG untuk melihat keadaan cairan ketuban

C. PENATALAKSANAAN
 IVFD D5% 500cc + Oksitosin 5 IU dalam 12 tpm
 Bed rest
 Pengawasan 10
 Evaluasi 4 jam

FOLLOW UP
Tanggal 18 Desember 2014, Jam 10.50 WIB
S : Perut terasa kencang-kencang
O : KU : Tampak sakit ringan
TD : 120 / 80 mmHg RR: 20 x/menit
HR : 80 x/menit T : 36,7°C
DJJ: 12 – 12 – 12 = 144 x/menit
HIS : 2x / 10 menit (40 detik)
PPV : (-)
Tanda – tanda inpartu kala I ( + )
VT :
Ø 1 , KK ( - ) Eff 25%
Bagian bawah janin kepala ↓ H I
Teraba UUK kiri depan
A : GIP0A0 Umur 25 tahun, Hamil 41 minggu
Anak I hidup intrauterine
Presentasi Kepala Ʉ, PUKA
Inpartu kala I fase laten
Kehamilan serotinus, KPD
P : Pengawasan 10, Evaluasi tiap 4 jam
Amoxan 2gr x 1
Misoprostol ¼ x1
Tanggal 18 Desember 2014 Pukul 15.00
S : Perut terasa kencang-kencang
O : TD : 130/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 84 x/menit T : 36,5°C
DJJ: 12 – 12 – 12 = 140 x/menit
HIS : 2x / 10 menit (40 detik)
PPV : (+) lendir darah
Tanda – tanda inpartu kala I ( + )
VT :
Ø 7 cm , KK ( - ) Eff 75%
Bagian bawah janin kepala ↓ H III
Teraba UUK kiri depan
A : GIP0A0 Umur 25 tahun, Hamil 41 minggu
Anak I hidup intrauterine
Presentasi Kepala Ʉ, PUKA
Inpartu kala I fase Aktif
Kehamilan serotinus, KPD
P : Pengawasan 10
Evaluasi 3 jam

Tanggal 18 Desember 2014 Pukul 17.00


S : Os merasa perut semakin kencang-kencang, os ingin mengejan
O : TD : 130/80 mmHg RR : 25 x/menit
HR : 86 x/menit T : 36,5°C
DJJ : 155 x/menit
His : 3 x / 10 menit (30 detik)
PPV : lendir darah (+)
Tanda-tanda inpartu kala II (+)
VT : pembukaan Ø 10 cm, effacement 75%, KK (-)
bagian bawah janin kepala, hodge III+
Teraba UUK
A : GI P0A0 25 tahun hamil 41 minggu
Janin I hidup intrauterine
Presentasi kepala Ʉ, PUKA
In partu kala II

P : Pimpin mengejan saat ada His


 Infuse RL + oksitosin

Tanggal 18 Desember 2014 Pukul 17.15


S : Lemas (+)
O : KU : Tampak sakit sedang
TD : 130/80 mmHg RR : 19 x/menit
HR : 84 x/menit T : 36,5°C
Bayi lahir
Jenis kelamin : Perempuan
BB lahir : 2790 gram
PB lahir : 46 cm
APGAR score : 10 – 10 – 10
Anus (+), cacat (-)
A : PIA0 25 tahun post partus spontan
Inpartu kala III
P : Pospargin 1 amp
Induksin ½ amp
Lahirkan plasenta

Pasca persalinan
Tanggal 18 Desember 2014 Pukul 17.25
S : Masih lemas
O : Plasenta lahir spontan, kesan: lengkap
TFU: 2 jari dibawah umbilicus
Kontraksi uterus baik
Air ketuban jernih, sedikit
Perdarahan pervaginam ±150 cc
A : PIA0 25 tahun post partus spontan dengan induksi, plasenta lengkap
P : Pantau 2 jam
Observasi TFU, kontraksi uterus, perdarahan

Follow Up
Tanggal 19 Desember 2014 Pukul 07.30
S : keluhan (-)
O : Keadaan umum : baik
kesadaran : compos mentis
TD : 110/80 mmHg Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu : 36°C
Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Paru-paru : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Jantung : BJ1-BJ2 murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Mamae : Puting menonjol (+), ASI belum keluar
Abdomen : TFU : 2 jari dibawah umbilicus, kontraksi uterus (+), BU (+,
Normal)
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat
PPV : lochia (+)
A : PIA0 25 tahun post partus spontan hari pertama
P : Bactesyn 2x1
Pospargin 2x 1
Zegavit 1x1
Kaltrofen 2x1
ASI eksklusif 6 bulan, kontrol di poliklinik obgyn 1 minggu.
TINJAUAN PUSTAKA

KEHAMILAN POSTTERM
Pendahuluan
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama
haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38 – 42 minggu dan ini merupakan
terjadinya periode persalinan normal. Namun, sekitar 3.4 – 14 % atau rata rata 10% kehamilan
berlangsung sampai 42 minggu atau lebih.1
Kehamilan postterm terurama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih
banyak diperdebatkan dan sampai sekarang rnasih belum ada persesuaian paham. Dalam
kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai
kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya
meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari
semestinya atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.
Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal ataupun
makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan
pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu
yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup
tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan
memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian, terutama kematian
perinatal. 1

Definisi
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan
lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/ pos datisme atau
pascamaturitas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari (WHO 1977, FIGO 1986).
Seringkali istilah pascamaturitas dipakai sebagai sinonim dismaturitas. Sebenarnya hal ini
tidak tepat. Pascamaturitas merupakan diagnosis waktu yang dihitung menurut rumus Naegele.
Sebaliknya, dismaturitas hanya menyatakan kurang sempurnanya pertumbuhan janin dalam
kandungan akibat plasenta yang tidak berfungsi dengan baik, sehingga janin tidak tumbuh seperti
biasa. Hal ini dapat terjadi pada beberapa keadaan seperti hipertensi, preeklampsia, gangguan
gizi, ataupun pada keharnilan postterm sendiri. Jadi, janin dengan dismaturitas dapat dilahirkan
kurang bulan, genap bulan, ataupun lewat bulan.1
Istilah pascamaturitas lebih banyak dipakai oleh dokter spesialis Kesehatan Anak,
sedangkan istilah postterm banyak digunakan oleh dokter spesialis Kebidanan. Dan dua istilah
ini sering menimbulkan kesan bahwa bayi yang dilahirkan pada kehamilan postterm disebut
sebagai pascamaturitas.1

Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal,
yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga
kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas
sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesterone, peningkatan oksitosin tubuh dan
reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitive terhadap rangsangan. Pada
kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitive terhadap rangsangan, karena
ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim.
Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Factor lain adalah
hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun
setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai
50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian
perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15%
postpartum.
Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan
postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara
lain sebagai berikut : 1
1. Pengaruh progesteron.
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin sehingga beberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron. 1

2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan
atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm. 1

3. Teori Kortisol/ACTH janin.


Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan
adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis
pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
dapat berlangsung lewat bulan. 1

4. Saraf uterus.
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm. 1

5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren
(1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postterm. 1

Diagnosis
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis
kehamilan postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan
terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm
merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm tidak
dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam menentukan diagnosis
kehamilan postterm disamping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan
antenatal.1

Riwayat haid
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama haid
terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan
beberapa kriteria antara lain:1
 Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
 Siklus 28 hari dan teratur
 Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postterm
kemungkinan adalah sebagai berikut :
 Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal
 Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi
 Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat
bulan (keadaan ini sekitar 20 — 30 % dari seluruh penderita yang diduga kehamilan
postterm)1
Riwayat pemeriksaan antenatal
 Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat 2
minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
 Gerak janin. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan
18 — 20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan minggu sedangkan
pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah
quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada
multiparitas.
 Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur
kehamilan 18 — 20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan
10 — 12 minggu.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4
kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut :
 Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
 Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
 Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
 Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec.1

Tinggi fundus uteri


Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat
Bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi
fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar. 1

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan ultrasonografi pada
trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20 %. Bila
telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat
dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-
rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
Pada umur kehamilan sekitar 16 — 26 minggu, ukuran diameter biparietal dan panjang
femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan. Selain CRL, diameter
biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai
seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari
beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut di atas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelah
trimester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan
plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk memastikan usia
kehamilan.1

Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis femur
bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat
setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini
sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga
pengaruh radiologik yang kurang baik terhadap janin.1

Pemeriksaan laboratoriurn
 Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur kehamilan
sekitar 22 — 28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28 — 32 minggu, pada kehamilan
genap bulan rasio menjadi 2 : 1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan
kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang
untuk dilahirkan yang berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran
kehamilan.
 Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan
darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41
— 42 minggu ATCA berkisar antara 45 — 65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapat ATCA antara 42 —46 detik menunjukkan
bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.1
 Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah
sel yang mengandung lemak melebihi 10 %, maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan
apabila 50 % atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih. 1
 Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20 %) mempunyai sensitivitas 75 %.
Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.1

Permasalahan Kehamilan Postterrn


Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama
terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi
mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain sebagai berikut :1
1. Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan
postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta
sebagai berikut: 1
 Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan kalsium
pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterin
yang dapat meningkat sampai 2 — 4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai
dengan progresivitas degenerasi plasenta. Namun, beberapa vili mungkin mengalami
degenerasi tanpa mengalami kalsifikasi.
 Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat
menurunkan mekanisme transpor plasenta.
 Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis,
trombosis intervili, dan infark vili.
 Perubahan biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar
DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transpor kalsium tidak
terganggu, aliran natrium, kalium, dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat
molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan gama globulin biasanya mengalami gangguan
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin. 1
Pengaruh pada Janin
Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm rnenambah bahaya pada janin, sedangkan
beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap janin terlalu
dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak di antara keduanya. Fungsi plasenta mencapai puncak
pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini
dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi
plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 3 kali. Akibat dari
proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan menurun di samping adanya
spasme arteri spiralis. Sirkulasi utero-plasenter akan berkurang dengan 50 % menjadi hanya 250
ml/menit. Beberapa pergaruh kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai berikut :
Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi
penurunan berat janin. Dan penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36
minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah
42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga
berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling
menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan
postterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6 %. Risiko persalinan
bayi dengan berat lebih dari 4.000 gram pada kehamilan postterm meningkat 2 — 4 kali lebih
besar dari kehamilan term.1
Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa
tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kuilt kering, keriput seperti kertas (hilangnya
lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya
verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna
cokelat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan
rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan
tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12 — 20 %
neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat
insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium I: kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,
rapuh dan mudah mengelupas
Stadium II : gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat. 1
Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan 42
minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh:
 Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan, fraktur
klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
 Insufisiensi plasenta yang berakibat:
o Pertumbuhan janin terhambat
o Oligohidramnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang kental,
perubahan abnormal jantung janin
o Hipoksia janin
o Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada janin.
 Cacat bawaan: terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus
Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30 % sebelum persalinan, 55 % dalam
persalinan dan 15 % pascanatal. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir ialah
suhu yang tak stabil, hipoglikemi, polisitemi, dan kelainan neurologik.1

Clifford (1954) mendeskripsikan bayi postmatur menjadi derajat atau stage, yakni :
1. keriput, kulit mengelupas, badan kecil dan kurus.
2. ciri-ciri stage 1 disertai dengan fetal distress dan adanya mekonium.
3. ciri-ciri stage 1 dan 2 disertai dengan ditemukannya kulit dan kuku janin yang dikotori
oleh mekonium.

TABEL-1: Skoring biofisik menurut Manning


Dikutip dari: Hidayat W. Pemantauan biofisik Janin, Jilid I. Unpad. Bandung. 1997
Variabel biofisik Nilai 2 Nilai 0
Gerak nafas Dalam 30 menit ada gerak Tidak ada gerak
nafas minimal selama 30 detik nafas lebih dari 30
detik
Gerak Janin Dalam 30 menit minimal ada 3 Gerak kurang dari 3
gerak janin yang terpisah kali
Tonus Ada gerak ekstensi dan fleksi Tidak ada
sempurna, atau gerak gerak/ekstensi lambat
membuka dan menutup tangan disusul fleksi parsial
NST reaktif Dalam 30 menit minimal 2 Kurang dari 2
akselerasi selama 15 detik akselerasi, kurang
dengan amplitude 15 dari 15 kali/menit
kali/menit
Cairan Amnion Minimal ada satu kantung Kantung amnion <1
amnion dengan ukuran cm
vetikal >1 cm

Penatalaksanaan:
Nilai 10: janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Pada lewat waktu
pemeriksaan diulang 2 kali seminggu
Nilai 8: Janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Bila ada
ologohidramnicn dilakukan terminasi kehamilan.
Nilai <6: Kecurigaan terjadi asfiksia kronik dan dilakukan terminasi kehamilan.
Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan adanya mekonium di
dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi janin segera dilahirkan dan
memerlukan amnioinfusion untuk mengencerkan mekonium.

Pengaruh pada Ibu


 Morbiditas/mortalitas ibu: dapat meningkat sebagai akibat dan makrosomia janin dan tulang
tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate
uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan
traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi besar.1
 Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung
melewati taksiran persalinan.
Pengelolaan Kehamilan Postterm
Kehamilan postterm merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat ini
pengelolaanya masih belum memuaskan dan rnasih banyak perbedaan pendapat. Perlu ditetapkan
terlebih dahulu bahwa pada setiap kehamilan postterm dengan komplikasi spesifik seperti
diabetes mellitus, kelainan faktor Rhesus atau isoimunisasi, preeklampsia/eklampsia, dan
hipertensi kronis yang meningkatkan risiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan
berlangsung lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan dengan faktor risiko lain seperti
primitua, infertilitas, riwayat obstetrik yang jelek. Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan
perlu dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm. 1
Beberapa masalah yang sering dihadapi pengelolaan kehamilan postterm antara lain
sebagai berikut:
 Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan tepat,
sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.
 Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau mengalami morbiditas
serius bila tetap dalam rahim.
 Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai dengan tambahnya
umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
 Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita didapatkan sekitar 70 %
serviks belum matang (unfavourable) dengan nilai Bishop rendah sehingga induksi tidak
selalu berhasil.
 Persalinan yang berlarut—larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
 Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu (8% pada
kehamilan genap bulan, 14 % pada postterm).
 Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narkose, sehingga perlu penetapan
jenis narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar (risiko bedah sesar 0.7 % pada genap
bulan dan 1,3 % pada postterm).
 Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada oligohidramnion
pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko kompresi tali pusat tetapi sebaliknya
dengan pemecahan selaput ketuban akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan
amnion.1
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan
postterm. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan postterm, antara lain adalah:
 Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah
ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara
ekspektatif/menunggu.
 Bila dilakukan pengelolaan aktif apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan
41 atau 42 minggu.1
Pengelolaan aktif: yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41
atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif: didasarkan pandangan bahwa persalinan
anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai risiko/komplikasi cukup
besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan
terus-menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai
persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
kehamilan postterm adalah sebagai berikut :
 Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm) atau
bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari post-term ini.
 Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
o Pemeriksaan kardiotokografi seperti Nonstress Test (NST) dan contraction stress test
dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau
kontraksi uterus. Bila didapat hasil reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8%
menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk
menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan
dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan kualitas air
ketuban.
o Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar
Estriol.
o Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/ 20 menit atau
secara objektif dengan tokografi (normal 10 kali/20 menit).
o Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan
janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan
mengalami risiko 33 % asfiksia.
 Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan
penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa
induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana
serviks telah matang. 1
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41
minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan,
maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau
sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian neonates
meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih.
Tabel 1. Skor Bishop
Faktor 0 1 2 3
Cervical Closed 1-2 3-4 5+
dilatation (cm)
Cervical 0-30 40-50 60-70 80+
effacement (%)
Fetal station -3 -2 -1,0 11,12
Cervical Firm Medium Soft
consistency
Cervical Posterior Mid Anterior
position

 Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop > 5) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin. Induksi
pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan
tindakan.1
 Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak
diakhiri:
 NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali.
 Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikal atau indeks cairan
amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi
persalinan.
 Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi (CST) harus
dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas
abnormal (< 5/20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar
janin segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST
negatif kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari
kemudian.1
 Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan
dapat diakhiri bila serviks matang.
 Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.1

Pengelolaan selama persalinan


 Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin. Pemakaian
continuous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat.
 Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
 Awasi jalannya persalinan.
 Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin.
 Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus dan
dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur
mekonium.
 Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemi,
hipovolemi, hipotermi dan polisitemi.
 Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
 Hati-hati kemungkinan terjadi distosia bahu.1
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm
sehingga setiap persalinan kehamilan postterm harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya
dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang memadai.1
Ketuban Pecah Dini
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian
perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang
sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. 7,8
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama
pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan,
sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan
dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.7,8
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban
yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak
adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen
yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan
pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau
prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering
timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom
(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru. 7

Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
mulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi
pada hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu, kejadiannya tidak terlalu
banyak. 8,9
1. Pecahnya ketuban sebelum inpartu atau sebelum timbulnya persalinan minimal lebih dari 1
jam sebelum inpartu.
2. Pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila diameter serviks pada primigravida < 3 cm dan
multi gravida <5 cm.
3. Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada umur kehamilan > 28 minggu sebelum waktu
persalinan, dan dibagi menjadi dua :
 PROM  (Prelabour Rupturs of the Membranes) Pecahnya selaput ketuban pada usia
kehamilan > 37 minggu sebelum waktu persalinan.
 PPROM  (Preterm Prelabour rupturs of the membranes) pecahnya selaput ketuban pada
usia kehamilan < 37 minggu.
Arti klinis ketuban pecah dini adalah : 8,9
 Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapses tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar.
 Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang
masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda adanya gangguan
keseimbangan feto pelvik.
 KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
 Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya
 Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang, kejadian
ini akan mengakibatkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan
janin.

Patofisiologi
Patofisiologi KPD berkaitan dengan adanya faktor predisposisi.:

1. Faktor selaput ketuban  Membran ketuban memiliki karakteristik kemampuan suatu


material viscoelastis. Dimana jika ada tekanan internal saat persalinan dan juga adanya
infeksi membuat membran menjadi lemah dan rentan.  membran pecah.7,9

2. Faktor infeksi  Pada infeksi dan inflamasi terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan
prostaglandin  menghasilkan kolagenase jaringan  sehingga terjadi depolimerase
kolagen pada selaput korion/ amnion  menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan. 7,9
3. Faktor trauma dan tekanan intra abdominal adanya stress material dan fetal menyebabkan
peningkatan pelepasan plasental cortikotropin releasing hormon (CRH), sehingga terjadi
pembentukan enzym matriks metalloproteinase (MMP)  ketuban pecah. 7-9

Komplikasi
Pengaruh KPD pada kehamilan :
1. Timbulnya persalinan  Masa laten merupakan waktu dari ketuban pecah sampai mulainya
persalinan. Makin tua kehamilan maka masa latennya makin pendek. Dan makin muda umur
kehamilan maka makin panjang pula masa latennya. Persalinan spontan dapat terjadi < 24
jam pada 80%-85% kehamilan aterm dan 50% kehamilan prematur.7
2. Lamanya persalinan  lamanya persalinan menjadi lebih pendek yaitu ; pada primigravida ±
9 jam dan pada multigravida ±6 jam.7,9
Pengaruh KPD pada janin :
1. Prematuritas, pada prematuritas dapat terjadi komplikasi pada bayi yaitu :
 Prolaps tali pusat, asfiksia neonatorum
 Respiratory Distress Sindrom (RDS)
 Sindroma deformitas fetal  growth retardation, hipoplasia paru-paru, deformitas muka
dan tubuh karena kompresi. 7,9
2. Infeksi intra uterin.
Pada infeksi intra partum janin terinfeksi lebih dulu dibandingkan ibu, infeksi ini terjadi
karena adanya infeksi asendens dari vagina ke intra uterin (Khorioamniositis). Infeksi yang
dapat terjadi pada janin yaitu : pnemonia, septikemia, infeksi saluran kemih, konjungtivitis.
Bila terjadi infeksi pada janin didapatkan suhu tubuh ibu meningkat dan DJJ meningkat
(Fetal distress). 7-9
3. Peningkatan morbiditas dan mortilitas janin.
Prematuritas, intra uterin fetal disstres, infeksi dan masa laten yang meningkat dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas janin.7,8
Pada masa laten yang lama terjadi peningkatan angka kematian janin. Dimana bila masa laten
> 12jam maka terjadi peningkatan 4-6% angka kematian janin. Bila > 24 jam meningkat 2 x
lipat dan > 48 jam meningkat 4x lipat. 7,9
Pengaruh KPD pada ibu :
1. Infeksi partial
2. Infeksi nifas (puerpuralis)
3. Peritonitis, septikemia
4. Dry labor
5. Prolonged labor (partus lama)
6. Atonia uteri
7. Chorioamnionitis, endometritis
8. Kematian ibu karena septikemia7,9

Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan ketuban pecah dini ada beberapa hal dasar yang harus dilakukan
sebelum melakukan tindakan yaitu:
 Memastikan diagnosis
 Menentukan usia kehamilan
 Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
 Tanda-tanda inpartu dan gawat janin
Penderita dengan kemungkinan ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar maka pasien
dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis dan
gawat janin maka kehamilan diterminasi. Bila ketuban pecah pada kehamilan premature maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih komprehensif. Secara umum, penatalaksanaan pasien
ketuban pecah dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin,
penatalaksanaanya bergantung pada usia kehamilan. 8,9
Secara umum, terdapat 2 jenis penanganan dan penatalaksanaan pada kasus ketuban
pecah dini yaitu:
A. Konservatif 7,9
Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik ( ampicilin atau eritromisin 4x500mg dan
metronidazol 2x500mg selama 7 hari.
 Jika usia kehamilan < 32 – 34 minggu maka pasien dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
 Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi dan tes busa negative
maka diberikan dexametason IM 5mg setiap 6 jam sebanyak 4x, observasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi kehamilan pada usia kehamilan 37 minggu
 Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi maka berikan tokolitik
(salbutamol), dexametason IM 5mg setiap 6 jam sebanyak 4x dan induksi persalinan setelah
24 jam
 Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu dan ada infeksi maka beri antibiotic dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.

B. Aktif 7,9
 Pada kehamilan ≥37 minggu dan taksiran berat janin (TBJ) ≥ 2500gram, keadaan ibu dan
janin baik, skor pelvic ≥ 5 dan ICA > 5 maka dilakukan induksi dengan oksitosin. Dapat pula
diberikan misoprostol 25µg - 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila gagal maka
dilakukan seksio sesarea.
 Pada kehamilan ≥37 minggu dan taksiran berat jangin (TBJ) ≥ 2500gram, skor pelvic < 5,
ICA ≤ 5, keadaan ibu dan janin kurang baik ( terdapat tanda-tanda infeksi intra partum, NST
non-reaktif atau CST positif, terdapat indikasi obstetric) dan ketuban pecah ≥12 jam maka
berikan antibiotic dosis tinggi dan kehamilan diakhiri dengan seksio sesarea.7,9

Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo S. Kehamilan postterm; Dalam: Ilmu Kebidanan. Ed.4. Jakarta: P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2008. h. 685-95.
2. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC. 1993. Preterm and
Postterm Pregnancy and Fetal Growth Retardation. In : Williams Obstetrics. Edisi 19.
Connecticut : Prentice-Hall International Inc. Hal 853-89
3. Cunningham. F.G. dkk.Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan Williams. Edisi 21. Vol 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2006. Hal 624-656.
4. Handaria, Diana. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kehamilan Lewat
Waktu (Thesis). Semarang : Program Pendidikan Spesialis I Obstetri-Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
5. Leveno KJ, Quirk JG, Cunningham FG, Nelson SD, Ramos SR, Toofanian A, De Palma RT.
1984. Prolonged Pregnancy: I, Observations concerning the causes of fetal distress. Am J
Obstet Gynecol
6. Wibowo, B, Wiknjosastro GH. 1991. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal 302-322
7. Prawirohardjo S. Ketuban pecah dini; Dalam: Ilmu Kebidanan. Ed.4. Jakarta: P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2008. h. 677-81
8. Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.
9. Premature Rupture of The Membranes with Intrauterine Spread. http//lpig.doe report.com.

Anda mungkin juga menyukai