Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ABORTUS

1.1. Pengertian Abortus

Abortus didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar
kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gr atau umur kehamilan kurang dari 28
minggu.(manuaba, 2009). Abortus adalah berakhirnya kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup diluar kandungan (saiffudin, 2006).Abortus atau keguguran adalah terhentinya
kehamilan sebelum janin dapat bertahan hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 22 minggu
atau berat janin belum mencapai 500 gram. Abortus biasanya ditandai dengan terjadinya
perdarahan pada wanita yang sedang hamil, dengan adanya peralatan USG, sekarang dapat
diketahui bahwa abortus dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yang pertama adalah abortus
karena kegagalan perkembangan janin dimana gambaran USG menunjukkan kantong
kehamilan yang kosong, sedangkan jenis yang kedua adalah abortus karena kematian janin,
dimana janin tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung janin atau
pergerakan janin yang sesuai dengan usia kehamilan (obstetrik patologi FK UNFAD).

1.2. Etiologi Abortus


Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh
faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang terjadi
disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).

 Faktor ovofetal :

Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus,
ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin.
Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan
chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan
implantasi dengan adekuat.

 Faktor maternal :

Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic
lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus
berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa,
inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula
dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.

1.3. Mekanisme Abortus


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi
akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat
yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau
di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya
selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta
masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis
atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah
dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan
terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak
namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (saifuddin, 2009).

1.4. Tahapan Abortus


Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :

1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum
uteri dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan
masih ada yang tertinggal. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.
4. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.
5. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
6. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
7. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis (saifuddin, 2009)

2. Abortus Imkompletus (Keguguran Bersisa)


2.1. Pengertian
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi, sebelum
umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram (SPMPOGI, 2006).
Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih
ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (saifuddin, 2009).

2.2. Gejala-gejala Abortus Inkompletus


Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

 Amenorea

 Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya berupa darah beku

 Sakit perut dan mulas – mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan.

 Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang –
kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri dan
uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan (Mochtar, 1998).

2.3. Diagnosis Abortus Inkompletus


Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan
b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat juga
menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.
d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak. 3.
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.
b) Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil
konsepsi

2.4. Komplikasi Abortus Inkompletus


Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada
perlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur (Prawirohardjo, 1999).
2.5. Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus
1. Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:
PengeIuaran Secara digital. Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa.
Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks
uteri yang dapat dilalui oleh satu janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas, karena
manipulasi ini akan menimbulkan rasa nyeri.
2. Kuretase
Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam
untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus.
3. Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum
(Setyasworo, 2010). 2.6. Penanganan Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai
menimbulkan gejala klinis syok, tindakan pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan
umum. Tindakan selanjutnya adalah untuk menghentikan sumber perdarahan.
 Tahap Pertama : Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak
jatuh ke tingkat syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju
keadaan yang lebih balk. Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan
tahap ke dua umumnya akan berjalan dengan baik pula. Pada penanganan tahap
pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :
a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi,
frekuensi pernafasan, dan suhu badan).
b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya
takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen
melalui kateter nasal).
c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg.
d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl
0,9%, Ringer laktat).
e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan
dengan pengukuran tekanan vena sentral).
f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus,
Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH darah, pO2,
pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang
sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan
dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul
gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-
tanda asidosis harus segera dikoreksi.
 Tahap kedua :
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan.
Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan tindakan menghentikan
perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini
dilakukan berdasarkan etiologinya. Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian
hasil konsepsi telah keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil
konsepsi segera diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi
pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum, karena tidak
memerlukan anestesi (saifuddin, 1992).

2.7. Tindakan pengobatan abortus inkompletus.


Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan tindakan
pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya. Biasanya tindakan
evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala
yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai dengan kendaraan umum.
Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan abortus inkompletus di
setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya akan mengurangi risiko
kematian dan kesakitan. Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :

 Membuat diagnosis abortus inkompletus

 Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana pengobatan.

 Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.

 Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.

 Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim (Saifuddin, 2006).

Anda mungkin juga menyukai