Anda di halaman 1dari 5

ROLE PLAY

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Syamsul Hadi
Maharani Dwi
Nuril Kumalasari
Ardyah Dwi
Mei Sela
Tiara Suci
Permata Putri
I Putu Ary
Fifin Ifroatul
Dwi Siska

Nn.K (27 tahun) dibawa ke RSJ K setelah dirumah melempari rumah tetangga dengan
batu. Nn.K mengatakan bahwa dia tersinggung dengan tetangganya itu karena selalu menghina
ibunya yang janda dan miskin saat acara pernikahan adiknya. Lalu keluarga berenecana
membawa Nn. K ke RSJ Lawang.
Suatu pagi, di RSJ Lawang datang seorang pasien baru diantar oleh keluarganya
menggunakan mobil. Keluarga mengatakan bahwa sebelum pasien dibawa ke rumah sakit pasien
memukul tetangganya, memukul pintu, membanting vas dan pot dari kaca, dan berteriak-teriak.
Namun, kondisi saat pasien masuk rumah sakit, pasien tampak tenang dan diam.
Ibu pasien: “Suster, tolong ini anak saya!” (dengan ekpresi cemas)
Perawat A: “Iya Bu, silahkan duduk. Ceritakan apa yang terjadi”.
Ibu pasien: “Begini, kemarin anak saya itu ngamuk. Memukul tetangganya Sus”.
Tetangga: “Iya sus, kemarin orang sebelah saya dijotos.
Perawat A: “Iya, Bu. Kemudian apalagi yang dilakukan anak Ibu?”
Ibu: “Dia banting vas dan pot dari kaca, mukul-mukul pintu sampai pintu saya rusak sus”.
Perawat A: “Kemudian apa yang Ibu lakukan?”
Ibu: “Saya minta tolong tetangga, terus anak ini diikat”.
Tetangga: “Iya, saya ikat di kamarnya. Saya takut kalua dia buat rusuh dan merusak barang-
barang yang lain”.
Ibu: “Tapi saya heran tadi pagi dia itu diam saja sus. Di tanya juga biasa saja. Tapi saya takut
kalau dia ngamuk lagi makanya saya bawa kesini”.
Perawat A: “Iya Bu, terimakasih informasinya. Saya akan melakukan pengkajian lebih lanjut
dengan anak Ibu ya”.
Ibu: “Iya sus”.
Setelah melakukan pengkajian secara lengkap. Perawat A menemukan jejas di daerah
punggung tangan dan bekas goresan di tangan. Perawat A mendiagnosis pasien baru ini dengan
risiko perilaku kekerasan. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang rawat inap kamboja.
Kemudian perawat membuat intervensi dan menentukan TUM dan TUK.

Kemudian perawat A melakukan SP1.


Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik.

Pagi hari pukul 09:30 AM di Rumah sakit Jiwa Lawang, tepatnya di dalam ruang rawat inap
kamboja, sebelum masuk ke dalam ruangan, perawat A yang bertugas (dinas) di ruang kutilang
telah mempersiapkan diri untuk berhadapan langsung dengan pasien, yaitu kesiapan fisik,
mental, pengetahuan serta teknis.

ORIENTASI

Perawat A: “Selamat pagi, Bu, perkenalkan nama saya Fina, Ibu bisa memanggil saya Fina. Saya
adalah perawat di ruang kutilang ini, jadi jika Ibu memerlukan bantuan, saya akan siap
membantu. Nama Ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”

Pasien : “Kun”

Perawat A: “Iya Bu Kun, Bagaimana perasaan Ibu saat ini? Apakah masih ada perasaan kesal
atau marah?”

Pasien: (Diam)
Perawat A: “Baiklah, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah Ibu. Berapa
lama Ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?”

Pasien: “Jangan lama-lama, bosan saya di sini,”

Perawat A : “Baik Bu, Ibu maunya kita bincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di sebelah
sana saja?” (berpindah duduk dari dalam kamar pasien menuju tempat duduk
di luar kamar sambil menggiring pasien)

Pasien: “Iya,”

KERJA

Perawat A : “Apa yang menyebabkan Bu Kun marah?”

Pasien : “Mereka itu tidak pernah menghargai perasaan orang. Saya tahu, saya dan adik saya
sudah tidak punya Ayah. Dan Ibu saya seorang janda, tapi saya juga manusia. Bahkan Ibu saya
tidak bisa bebas keluar rumah karena diejek mereka terus. Harusnya mereka tidak seperti itu,
saya sudah lama diam tapi mereka malah terus-terusan mengejek saya dan Ibu saya, selalu
menatap Ibu saya dengan tatapan sinis, seolah-olah saya memang sudah tidak bisa apa-apa lagi.
Yang jelas saya merasa tidak dihargailah. Betul-betul kurang ajar mereka,”

Perawat A : “Mereka itu Tetangga dekat Ibu?”

Pasien : “4-5 rumah dari rumah saya”

Perawat A: “Apakah sebelumnya Ibu pernah marah? Apakah penyebabnya sama dengan
sekarang?”

Pasien : “Iya”

Perawat A : “Oh... Jadi Ibu marah karena tidak dihargai dalam bermasyarakat. Pada saat Ibu
marah, apa yang Ibu rasakan? Apakah Ibu merasakan kesal kemudian dada Ibu berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

Pasien : “Ya iya lah, namanya juga lagi marah,gimana sih kamu ini” (muka meremehkan).
Perawat A : “Setelah itu apa yang Ibu lakukan?”

Pasien : “Apa yang ada disekitar saya,saya pecahkan dan saya lempar ke orang itu”.

Perawat A: “ Oh..iya, jadi Ibu memecahkan barang-barang yang ada disekitar Ibu, apakah
dengan cara ini mereka akan lebih menghargai Ibu?”

Pasien : “Tidak, tapi rasanya puas,”

Perawat A: “ Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang Ibu lakukan?”

Pasien : “Mereka ketakutan. Mereka pikir saya pasti akan membunuh mereka semua,”

Perawat A: “Betul, semua orang jadi takut kepada Ibu, barang-barang pecah, harus mengeluarkan
uang untuk membeli barang baru lagi. Menurut Ibu adakah cara lain yang lebih baik? Maukah
Ibu belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

Pasien : “Tidak tahu. Bagaimana?” (nada sewot).

Perawat A : ”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bu. Bagaimana kalau kita belajar
satu cara dulu?”

Pasien : ”Iya,”

Perawat A: ”Begini Bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Ibu rasakan maka Ibu berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, Ibu sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”

Pasien : “Agak lebih tenang,”

Perawat A: “Nah, sebaiknya latihan ini Ibu lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul Ibu sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI
Perawat A: “Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang tentang kemarahan Ibu?”

Pasien : ”Lumayan”

Perawat A : ”Iya, jadi penyebab dari kemarahan Ibu adalah karena tidak dihargai, dan yang Ibu
rasakan adalah kesal kemudian dada Ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat,
dan tangan mengepal. Yang Ibu lakukan adalah membanting dan melempar barang-barang yang
ada disekitar Ibu dan mereka semua ketakutan, semua barang juga pecah dan berhamburan,”

Perawat A : ”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Ibu yang lalu, apa
yang Ibu lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya
Bu? Sekarang kita buat jadwal latihannya ya Ibu, berapa kali sehari Ibu mau latihan napas
dalam?”

Pasien : “1 kali,”

Perawat A: “kok 1 kali? Bagaimana jika 3x Bu? Supaya cepat efektif?”

Pasien: “Ya sudah 3 x”

Perawat A: “Jam berapa saja Bu?”

Pasien : ”jam 9 pagi, Jam 12, dan jam 4 sore,”

Perawat A: ”Baik Bu, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya Bu, Selamat pagi,”

Pasien: (menganggukkan kepala)

Anda mungkin juga menyukai