Anda di halaman 1dari 10

TUTORIAL DESEMBER 2017

CEPHALGIA

KELOMPOK 1
Nurul Muthi’ah N 111 17 006
Widya Nurul Fatimah N 111 17 030
Muhammad Iqbal N 111 17 060
Musyarafa N 111 17 058
Zha Zha Nurul Zahra N 111 17 055

Pembimbing : dr. Magdalena Sumenap, Sp.S

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2017
Learning objective
Tutorial Kelompok 1 15 desember 2017

1. Hubungan trauma kapitis dengan kejang ?


2. Kekuatan otot menurun pada ekstremitas bawah dextra, bagaimana mekanisme
kejadian tersebut?
3. Patomekanisme nyeri kepala pada kasus ini ?
4. Penatalaksanaan kasus diatas, khususnya pada chepalgia ?
5. Prognosis kasus diatas ?

1. Hubungan trauma kapitis dengan kejang ?


Jawab :
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang
berlebihan tersebut. lesi otak tengah, thalamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi diserebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membrane sel, focus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan secara
berlebihan. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebakan oleh kelebihan asetilkolin atau
defisiensi asam gamma-aminobutirat (GABA). Ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit, yang menggangu homeostatis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gagngguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. .Perubahan-perubahan
metabolic yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan
oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat hiperaktifitas neuron. Selama
kejang, kebutuhan metabolic secara drastic meningkat lepas muatan listrik sel-sel
saraf motorik meningkat menjadi 1000/detik. Aliran darah otak meningkat,
demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul dicairan

2
serebrospinal selama dan setelah kejang. Secara fisiologis, suatu kejang
merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap neuron yang rentan di
daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini sangat peka dan
untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi.
Neuron-neuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan
hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika
neuron-neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya,
menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan
struktur batang otak. Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan
listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial
postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat
mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron, sehingga
neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang. 3. Penyakit-Penyakit
Neurologis Yang Menyebabkan Kejang Penyakit-penyakit yang menyebabkan
kejang dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi penyebab kejang epileptik
dan penyebab kejang non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas tersendiri
sementara kelompok non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor,
trauma, infeksi, dan serebrovaskuler. Pemeriksaan penunjang berupa analisa
toksikologi harus dilakukan sedini mungkin dengan sampel berupa 50 ml urin, 10
ml serum, bahan muntahan, feses. Pemeriksaan lain seperti radiologis,
laboratorium klinik, dan EKG juga perlu dilakukan. Adapun standar
penatalaksanaan dari intoksikasi yaitu stabilisasi, dekontaminasi, eliminasi, dan
pemberian antidotum. Sementara gejala yang sering menjadi penyerta atau
penyulit adalah gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa ; gangguan irama
jantung ; methemoglobinemia ; hiperemesis ; distonia ; rabdomiolisis ; dan
sindrom antikolinergik. Tumor otak Sel-sel tumor bukan epileptogenik, tetapi sel-
sel neuron di sekitarnya yang terganggu fungsi dan metabolismenya dapat
menjadi focus epileptik.. Simptomatologi tumor intrakranial dapat dibagi dalam :
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi Selain
menempati ruang, tumor intrakranial juga menimbulkan perdarahan setempat.
Penimbunan katabolit di sekitar jaringan tumor menyebabkan jaringan otak
bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa diakibatkan penekanan pada
vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap likuor sehingga
terjadi penimbunan juga meningkatkan tekananintrakranial. TIK yang meningkat

3
menimbulkan gangguan kesadaran dan menifestasi disfungsi batang otak yang
dinamakan (a) sindrom unkus / kompresi diensefalon ke lateral ; (b) sindrom
kompresi sentral restrokeaudal terhadap batang otak ; dan (c) herniasi serebelum
di foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau koma tercapai, TIK yang
meninggi sudah menimbulkan gejala-gejala umum. 2. Gejala-gejala umum akibat
tekanan intrakranial yang meninggi salah satunya adalah kejang. Kejang
merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial pada 15% penderita.
Meningioma pada konveksitas otak sering menimbulkan kejang sebagai gejala
dini. Kejang umum dapat timbul sebagai manifestasi tekanan intrakranial yang
melonjak secara cepat, terutama sebagai menifestasi glioblastoma multiforme.
Kejang tonik yang sesuai dengan serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul
pada tumor di fossa kranii posterior dan secara tidak tepat dinamakan oleh para
ahli neurologi dahulu sebagai âcerebellar fitsâ. Trauma Kejang dapat terjadi
setelah cedera kepala dan harus segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia
otak dan kenaikan tekanan intrakranial serta memperberat edem otak.
Serebrovaskuler Insufisiensi serebrovasekuler arteriosklerosis dan infark
serebrum merupakan kausa utama kejang pada pasien dengan penyakit vascular,
dan hal ini tampaknya meningkat seiring dengan meningkatnya populasi orang
berusia lanjut. Infark besar dan infark dalam yang meluas kestruktur-struktur
subkorteks lebih besar kemungkinan menimbulkan kejang berulang. Stroke
mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah
stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum.
CVA (Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan secara
sinonim untuk stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada stroke
hemoragik maupun stroke non-hemoragik. Fenobarbital (Efek mengatasi kejang,
mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga
melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia

Sumber : Munir, B. 2015. Neurologi Dasar. Sagung Seto : Jakarta.

4
2. Kekuatan otot menurun pada ekstremitas bawah dextra, bagaimana mekanisme
kejadian tersebut?
Jawab :
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau
suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan
terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau
lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang
terkena.
- Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau
ekstremitas bawah.
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke
LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-
neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis. Oleh karena itu, gyrus
tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka berada di lapisan Ke V dan masing-
masing memiliki hubungan dengan gerak otot tertentu . Yang berada di korteks
motorik yang menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi
dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motorik dekat
dengan fisura lateralis serebri mengurus gerak otot larings, farings, dan lidah.
Penyelidikan dengan elektrostimulasi mengungkapkan bahwa gerak otot seluruh
belahan tubuh dapat dipetakan pada seluruh kawasan korteks motorik sisi
kontralateral. Peta itu dikenal sebagai homenkulus motorik.
Dari bagian mesial gyrus presentralis (area 4 = korteks motorik) ke
bagian lateral bawah, secara berurutan terdapat peta gerakan kaki, tungkai bawah,
tungkai atas, pinggul, abdomen/thoraks, bahu, lengan, tangan jari-jari, leher,
wajah, bibir, otot pita suara, lidah dan otot penelan. Yang menarik adalah luasnya
kawasan peta gerakan tangkas khusus dan terbatasnya kawasan gerakan tangkas
umum. Seperti diperlihatkan oleh homenkulus motorik, kawasan gerakan otot-
otot jari/tangan adalah jauh lebih luas ketimbang kawasan gerakan otot jari/kali.
Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungkan motoneuron yang
membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron di kornu anterius medulla
spinalis. Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar – kortikospinal.
Perjalan jaras kortikospinal

5
Gyrus presentralis  axon turun sebagai capsula interna 
mesenchepalon  axon turun sebagai pedinculus cerebri  medulla oblongata
sebagai piramis di ventral medulla oblongata  antara medulla oblongata dan
medulla spinalis, jaras corticospinal menyilang di decussatio pyramidalis.

Sehingga, Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti


pada tumor, infark, atau cedera traumatic, menyebabkan kelemahan
sebagian tubuh sisi kontralateral.

Daerah pada sistem saraf pusat tersebut yang terletak di bagian bawah
mengatur respon tubuh yang bersifat otomatis dan segera terhadap rangsang
sensoris sedangkan bagian yang tinggi mengatur gerakan-gerakan yang dikontrol
oleh proses berpikir dari serebrum.

Monoparese dapat terjadi jika terdapat lesi UMN, berdasarkan topisnya :

 Kontralateral monoparese : Terjadi akibat lesi pada hemisfer serebral dan


hanya mencakup bagian homunculus motoric sehingga terjadi kelemahan
secara kontralateral dari tubuh terutama bagian kaki.

 Ipsilateral monoparese : Terjadi kelainan unilateral pada medulla spinalis


dibawah leher. Memberikan gambaran kelemahan spastik pada satu kaki.

Penyebab yang dapat menimbulkan kelainan pada medulla spinalis yaitu


:
 Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus
intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah
kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus
vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh
korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan
trauma hiperekstensi.
 Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan
gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi.
Toleransi medulla spinalis terhadap regangan akan menurun
dengan bertambahnya usia.

6
 Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah trauma
menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.

Sumber : Munir, B. 2015. Neurologi Dasar. Universitas Brawijaya Malang.

3. Patomekanisme nyeri kepala pada kasus ini ?


Jawab :
Nyeri nosiseptif dibagi atas 4 tahapan yaitu :
- transduksi : stimulasi noksius yang kemudian ditransformasikan
menjadi impuls berupa suatu aktivitas elektrik pada ujung bebas saraf
sensorik
- transmisi : propagasi atau perambatan dari impuls tersebut pada
system saraf sensorik
- modulasi : proses interaksi antara system analgesic endogen dengan
input nyeri yang masuk dikornu posterior medulla spinalis
- persepsi : adanya interaksi antara transduksi, transmisi dan modulasi
yang kemudian membentuk suatu pengalaman emosional yang
subjektif.

Trauma kepala dapat langsung, misalnya kepala terbentur tembok, atau


tidak langsung, misalnya bila pengemudi mobil yang lari kencang tiba-tiba
berhenti mendadak atau menabrak. Dengan kata lain cedera otak dapat terjadi
karena benturan atau guncangan. Pada suatu benturan dapat diidentifikasikan

7
beberapa macam kekuatan: (1) Konmpresi, sebagai contoh bila kepala dalam
keadaan diam, bersandar pada tembok, mendapat gaya; (2) Akselerasi, contohnya
bola kepala yang bebas bergerak menerima gaya, dapat pada kepala atau badan;
(3) Deselerasi, terjadi bila kepala yang bergerak cepat, mendadak berhenti; (4)
Gelombang kejut (shock wave), dipancarkan dari tempat benturan kesegala arah,
baik lewat jaringan otak maupun lewat tulang kepala.
Dalam suatu benturan sulit dibedakan mana yang paling berperan. Ini
tergantung pada kejadian benturan itu sendiri, besarnya permukaan benturan serta
kecepatan gaya yang bekerja.
Lesi yang dapat timbul setelah terjadinya trauma kepala adalah :
1. Kulit kepala robek atau mengalami perdarahan subkutan
2. Otot-otot dan tendo pada kepala mengalami kontusio
3. Perdarahan terjadi di bawah galea aponeurotika
4. Tulang tengkorak patah
5. Gegar otak (komosio serebri)
6. Edema serebri traumatik
7. Kontusio serebri
8. Perdarahan subarakhnoidal
9. Perdarahan epidural
10. Perdarahan subdural
Keluhan nyeri kepala mengharuskan orang mengetahui struktur peka
nyeri yang ada di dalam kepala. Bangunan-bangunan yang peka nyeri ialah
sebagai berikut : (1) semua struktur ekstrakranial terutama arteri, (2) sinus-sinus
vena besar dan percabangan dari permukaan otak, (3) bagian duramater pada
dasar otak, (4) arteri meningeal dan arteri serebral besar pada dasar otak dan (5)
saraf kranial V, IX, X dan 3 saraf servikal atas. Sementara kranium, parenkim
otak, sebagian duramater, hampir semua piaarakhnoid, dan ependimal yang
melapisi ventrikel dan pleksus khoroideus tidak sensitif terhadap stimuli mekanis,
termal, elektrikal, atau kimiawi. Delessio membuat tabel sebagai berikut;
 Jaringan kranial peka nyeri :
Intrakranial :
a. Sinus kranial dan vena aferen

8
b. Arteri-arteri duramater
c. Arteri dasar otak dan cabang-cabang besarnya
d. Bagian-bagian duramater (sekitar pembuluh darah besar)
Ekstrakranial :
a. Kulit, kulit kepala, fasia, otot-otot

b. Mukosa
c. Arteri (vena: kurang sensitif)
Saraf :
a. Trigeminal, fasial, glossofaringeal, vagal
b. Saraf servikal II dan III
 Bangunan tidak peka nyeri :
a. Parenkim otak
b. Ependimal, pleksus khoroideus
c. Piamater, membran arakhnoid, bagian-bagian lain duramater
d. Tulang kepala (periosteum: sedikit peka)
Stimulasi struktur peka nyeri pada atau diatas permukaan superior
tentorium serebeli menimbulkan nyeri pada bagian kepala sebelah depan garis
yang ditarik dari telinga menyilang puncak kepala, sedangkan stimulasi struktur
pada atau dibawah permukaan inferior tentorium serebeli biasanya menimbulkan
nyeri dibelakang garis tersebut diatas, tetapi lokasi tertentu dapat berproyeksi
pada kening atau belakang mata. Telah diketahui bahwa nosisepsi dari struktur
supratentorial diperantarai oleh saraf trigeminus, sementara impuls nosiseptif dari
stimulasi struktur infra tentorial dihantarkan oleh serabut aferen saraf kranial V,
IX, X dan tiga saraf servikal atas

Sumber : Munir, B. 2015. Neurologi Dasar. Sagung Seto : Jakarta.

4. Penatalaksanaan kasus diatas, khususnya pada chepalgia ?


Jawab :

9
5. Prognosis kasus diatas ?
Jawab :
Prognosis pasien dengan trauma kepala tergantung dari lokasi dan
beratnya kejadian trauma. Rata-rata kematian nol pada pasien dengan
keluhan yang ringan dan kurang dari 2% jika terjadi edeme serebral dan
kongesti. Angka mortalits akan meningkat tajam jika terjadi kontusio
korteks serebri (5%) atau laserasi (41%). Kematian dapat terjadi dengan
cepat mengikuti suatu trauma atau terjadi dalam beberapa minggu
kemudian. Kematian mungkin sebagai suatu efek langsung oleh suatu
trauma atau komplikasi.

Sumber : Munir, B. 2015. Neurologi Dasar. Sagung Seto : Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai