Anda di halaman 1dari 3

Perjalanan isra dan mi’raj merupakan perjalanan yang penuh berkah yang menunjukkan

betapa Maha Kuasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana seorang hamba –Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bersama ruh dan jasadnya menempuh jarak ribuan
bahkan jutaan kilometer hanya dalam satu malam saja.

Imam as-Suyuthi adalah di antara ulama yang menjelaskan beberapa hikmah perjalanan
isra mi’raj. Beliau mengatakan tentang hikmah perjalanan isra dilakukan di malam hari karena
malam hari adalah waktu yang tenang menyendiri dan waktu yang khusus. Itulah waktu shalat
yang diwajibkan atas Nabi, sebagaimana dalam firman-Nya, “Berdirilah shalat di malam hari”
(QS. Al-Muzammil: 2) (as-Suyuthi, al-Khasha-is an-Nabawiyah al-Kubra, Hal: 391-392).

As-Suyuthi melanjutkan, hikmah beliau Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam


dipertemukan dengan Nabi Adam ‘alaihissalam pada langit pertama karena Nabi Adam adalah
nabi dan manusia pertama. Di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa‘alaihissalam karena Nabi
Isa adalah yang paling dekat masanya dengan Nabi Muhammad ‘alahima shalatu wa salam.
Kemudian di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf, karena umat Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam akan masuk ke dalam surga dengan penampilan serupawan Nabi Yusuf.
Berikutnya Nabi Idris, dikatakan bahwa beliaulah yang pertama kali diangkat ke langit sebelum
Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Kemudian bertemu dengan Nabi Harun karena dia adalah
saudara Nabi Musa yang mendapinginya dalam berjuang. Setelah itu berjumpa Nabi Musa
karena keutamaan beliau pernah diajak berbicara oleh Allah. Dan terakhir adalah Nabi Ibrahim
karena beliau adalah bapak pilihan yakni bapak para nabi.

Imam al-Qurthubi menyatakan, pengkhususkan Nabi Musa dalam peristiwa shalat. Ada
yang mengatakan karena Nabi Musa adalah nabi yang paling dekat posisinya saat Nabi
Muhmmad turun. Ada juga yang mengatakan umatnya lebih banyak dari umat nabi selainnya.
Ada lagi yang berpendapat karena kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Musa adalah kitab
yang paling mulia kedudukan dan hukum syariatnya sebelum Alquran diturunkan. Atau juga
karena umat Nabi Musa dibebankan amalan shalat sebagaimana umat nabi lainnya, lalu mereka
merasa berat dengan syariat tersebut, maka Nabi Musa kasihan dengan umat Nabi Muhammad.
Pendapat terakhir ini dikuatkan dengan riwayat tentang perkataan Nabi Musa,

‫أنا أعلم بالناس منك‬


“Saya lebih mengetahui karakter manusia dibanding Anda.”

Pengkhususan syariat shalat melalui perjalanan mi’raj karena ketika Nabi


Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mi’raj di malam itu, para malaikat sedang beribadah.
Di antara mereka ada yang berdiri dan tidak duduk, ada yang terus rukuk dan tidak sujud, ada
yang terus sujud dan tidak duduk, maka AllahSubhanahu wa Ta’ala mengumpulkan semua
ibadah ini untuk umat Nabi Muhammad. Seorang hamba menggabungkan berdiri, rukuk, sujud,
dan duduk dalam satu rakaat saja (Muhammad Amin bin Ahmad Janki, ash-Shirah an-
Nabawiyah min al-Fathi al-Bari, 1: 239-240).

Allah persiapkan perjalanan dakwah beliau yang panjang dengan membawanya ke suatu fase
dimana dipertemukan dengan Jibril, para nabi, surga dan neraka, agar kesabaran beliau kian
tertempa dalam menghadapi lika-liku perjalanan dakwah. Allah berfirman kepada Nabi
Muhammad,

‫ت َربِِّ ِه ْال ُكب َْرى‬


ِ ‫لَقَدْ َرأَى ِم ْن آَيَا‬

“Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar.” (QS. An-Najm: 18)

Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diistimewakan dengan mengimami para nabi dan
dinaikkan menuju sidratul muntaha, suatu keistimewaan yang tidak didapat oleh seoranng pun
selain beliau.

Dan sebesar-besar hikmah dari perjalanan isra mi’raj adalah disyariatkannya shalat. Dengan
melaksanankan shalat wajib tersebut seorang hamba menegakkan sebuah kewajiban ubudiyah
yang mampu meredam hawa nafsu, menanamkan akhlak-akhlak mulia di dalam hati,
menyucikan jiwa dari sifat penakut, pelit, keluh kesah, dan putus asa. Dengan shalat kita bisa
memohon pertolongan kepada Allah dari permasalahan yang kita hadapi. Allah Ta’ala berfiman,

َ‫صابِ ِرين‬ َّ ‫صالَةِ إِ َّن‬


َّ ‫َّللاَ َم َع ال‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آَ َمنُوا ا ْستَ ِعينُوا بِال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

َ ‫علَى‬
َ‫صالَتِ ِه ْم دَائِ ُمون‬ َ ‫سهُ ْال َخي ُْر َمنُوعًا ِإالَّ ْال ُم‬
َ ‫ص ِلِّينَ الَّذِينَ ُه ْم‬ َّ ‫ش ُّر َج ُزوعًا َو ِإذَا َم‬ َّ ‫سانَ ُخلِقَ َهلُوعًا ِإذَا َم‬
َّ ‫سهُ ال‬ َ ‫اإل ْن‬
ِ ‫ِإ َّن‬
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (QS. Al-Ma’arij: 19-23)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang senantiasa berdiri (shalat)
bermunajat kepada Rabbnya, sampai-sampai beliau menemukan kenikmatan dalam mengerjakan
shalat. Beliau bersabda,

َّ ‫ت قُ َّرة ُ َع ْينِي فِي ال‬


‫صال ِة‬ ْ َ‫َو ُج ِعل‬

“Dan dijadikan penyejuk hatiku di dalam shalat.”

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bersemangat dalam mengerjakan
shalat dan tidak lalai dalam mengerjakannya. Semoga shalat menjadi penyejuk hati kita dan jalan
untuk mendekatkan diri kepada Rabb kita. Amin..

Sumber: Islamstory.com

Anda mungkin juga menyukai