PPOK
PPOK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit
tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.PPOK
diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan
hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun
sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya
kebiasaan merokok dan polusi udara. Merokok merupakan salah satu faktor
risiko terbesar PPOK.1
Prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3%
dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%). Di
indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka ini
bisa meningkat dengan semakin banyaknnya perokok karena 90% pasien PPOK
adalah perokok dan mantan perokok.Jumlah perokok yang berisiko menderita
PPOK atau kanker paru berkisar antara 20 – 25%. Hubungan antara rokok dan
PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang
dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko
penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.1
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD),
PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau
gas yang berbahaya.2
PPOK merupakan salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin
sering dijumpai.Salah satu dampak negatif PPOK adalah penurunan kualitas hidup
pasiennya. Hal ini dikarenakan PPOK penyakit paru kronik, progresif yang tidak
sepenuhnya reversibel. Salah satu gejala PPOK yaitu sesak nafas, akibat sesak
nafas yang sering terjadi penderita menjadi panik, cemas dan frustasi sehingga
penderita mengurangi aktifitas untuk menghindari sesak nafas yang menyebabkan
penderita tidak aktif. Penderita akan jatuh dalam dekondisi fisik yaitu keadaan
2
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Mengetahui anatomi, histologi dan fisiologi sistem respirasi.
2. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis,
diagnosis, danpenatalaksanaanPPOK.
3. Melakukan diskusi kasuspenderita PPOK.
4. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara.
5.
3
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis
dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis serta masyarakat secara
umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Estimasi dari 12 negara Asia Tenggara diperkirakan bahwa prevalensi
PPOK sebesar 6.3 % dengan prevalensi maksimum ada di negara Vietnam (6.7%)
dan RRC (6.5%).2 Hasil penelitian Buist yang dilakukan dengan pemeriksaan
spirometri, kuesioner yang berisi gejala respirasi, status kesehatan dan faktor
pajanan menunjukkan bahwa secara umum prevalensi PPOK lebih tinggi pada
lelaki dibandingkan perempuan.7
World Health Organization (WHO) menyebutkan PPOK merupakan
penyebab kematian keempat didunia. Menurut perkiraan sekitar 80 juta orang
akan menderita PPOK pada tahun 2005 dengan merujuk pada 5% dari seluruh
kematian secara global. Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan
meningkat > 30% pada 10 tahun mendatang. Hal ini dihubungkan dengan
5
b. Pekerjaan
Pekerja yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah
terkena PPOK. Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernapasan
dipengaruhi oleh ukuran partikel tersebut. Partikel yang berukuran 5 μm
atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan
bronkus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 μm akan berhenti di
bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari
0,5 μm biasanya tidak sampai mengendap di saluran pernapasan akan
tetapi akan dikeluarkan lagi.9
Apabila terdapat debu yang masuk ke sakkus alveolus, makrofag yang ada
di dinding alveolus akan memfagositosis debu tersebut. Akan tetapi
kemampuan fagositik makrofag terbatas, sehingga tidak semua debu dapat
difagositosis. Debu yang ada di dalam makrofag sebagian akan di bawa ke
bulu getar yang selanjutnya akan dibatukkan dan sebagian lagi tetap
tertinggal di interstisium bersama debu yang tidak sempat di fagositosis.
Debu organik dapat menimbulkan fibrosis sedangkan debu mineral
(inorganik) tidak selalu menimbulkan akibat fibrosis jaringan. Reaksi
tersebut dipengaruhi juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta
kepekaan individu untuk menghadapi rangsangan yang diterima.9
c. Faktor lain
1. Jenis kelamin, dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita. Ini
dikarenakan perokok pria lebih banyak 2 kali lipat daripada wanita.9
2. Usia, di mana ini berhubungan dengan lamanya seseorang merokok,
berapa banyak bungkus rokok yang telah dihabiskan. Semakin dewasa
usia seseorang maka semakin banyak rokok yang telah dihisap.9
7
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi keparahan batas aliran udara pada COPD ditunjukkan pada
Tabel 2.1. Titik potong spirometri kkhusus digunakan untuk tujuan
kesederhanaan. Spirometri harus dilakukan setelah pemberian dosisyang cukup
sedikitnya satu short-acting inhaled bronchodilator untuk meminimalkan
variabilitas.2
Tabel 2.1
Derajat Klinis FaalParu
2.1.5 Patogenesis
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya
suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai berat sakit.10
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam
keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi
kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan
kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.10
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel
makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor
kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrienB4, tumor necrosis
9
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan napas
yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien.1
5) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-asetilsistein.Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
6) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang kental (misalnya ambroksol,
erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik,
tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
7) Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
8) Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan
memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis
kronik.Phosphodiesterase -4 inhibitor, roflumilast dapat
mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan
glukokortikosteroid. Roflumilast juga dapat mengurangi
eksaserbasi jika dikombinasikan dengan LABA.
c. Rehabilitasi PPOK
Pada pasien PPOK tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan
toleransi terhadap latihan dan memperbaiki kualitas hidup. Pasien yang
dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
1) Simptom pernafasan berat
2) Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
3) Kualitas hidup yang menurun
d. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan kronik menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi oksigen merupakan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik otot maupun organ-
organ lainnya.
1) PaO2 <60 mmHg atau Sat O2 <90%
2) PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 >89% disertai kor pulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht >55 % .
Oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.Terapi
oksigen di rumah diberikan kepada pasien PPOK stabil derajat berat
dengan gagal napas kronik.Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan
pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat, ataupun
ICU.
e. Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, atau pada pasien
PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.Ventilasi mekanis dapat
digunakan di rumah sakit, di ruang ICU, atau di rumah.
Ventilasi mekanis dapat dilakukan dengan cara :
1) Ventilasi mekanis tanpa intubasi
Ventilasi mekanis tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal
napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.
2) Ventilasi mekanis dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanis
di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut : (Gagal napas
yang pertama kali, Perburukan yang belum lama terjadi dengan
penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki misalnya pneumonia,
aktivitas sebelumnya tidak terbatas).12
17
2.1.10 Pencegahan
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang
belum ada faktor resiko PPOK, meliputi: menciptakan lingkungan yang
bersih dan berperilaku hidup sehat seperti tidak merokok.
2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
a. Kebiasaan merokok harus dihentikan
b. Memakai alat pelindung seperti masker di tempat kerja (pabrik) yang
terdapat asap mesin, debu
c. Membuat corong asap di rumah maupun di tempat kerja (pabrik)
d. Pendidikan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan PPOK
3. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah orang yang telah
sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan
menghindari komplikasi.Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk
mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih
serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian
pengobatan.
4. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Pencegahan tertier meliputi:
a. Rehabilitasi Psikis
Rehabilitasi psikis bertujuan memberikan motivasi pada penderita
untuk dapat menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak dapat
disembuhkan bahkan akan mengalami kecemasan, takut dan depresi
terutama saat eksaserbasi. Rehabilitasi psikis juga bertujuan
mengurangi bahkan menghilangkan perasaaan tersebut.
b. Rehabilitasi Pekerjaan
Rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk menyelaraskan pekerjaan yang
dapat dilakukan penderita sesuai dengan gejala dan fungsi paru
19
2.1.11 Komplikasi
1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 <60 mmHg dan Pco2 >60 mmHg,
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Ditandai oleh (sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum
bertambah purulen, demam, kesadaran menurun)
2. Infeksi berulang
Dikarenakan produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman yang memudahkan terjadinya infeksi berulang.
3. Kor pulmonal
Ditandai P pulmonal pada EKG, hematokrit >50% dapat disertai gagal
jantung.2
2.1.12 Prognosis
Prognosis tergantung pada :1
a. Beratnya obstruksi
b. Adanya kor pulmonale
c. Kegagalan jantung kongestif
d. Derajat gangguan AGDa
20
BAB III
Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah : Hal ini dirasakan pasien sudah 1 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit dan memberat dalam 2 hari ini. Sesak nafas dirasakan os memberat
saat beraktivitas.Os mengalami batuk 1 minggu ini.Batuk disertai dahak yang
berwarna kehijauan. Batuk berdarah tidak dijumpai. Os juga mengeluhkan nyeri
dada.Keluhan batuk dijumpai dan os tidak mengalami demam.Os juga mengeluhkan
kembung pada perutnya, kembung dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.Os juga mengeluhkan nyeri seperti menghisap pada ulu hatinya.Os juga
mengeluhkan mual tetapi tidak muntah.Riwayat diabetes melitus tidak
dijumpai.Riwayat hipertensi tidak dijumpai.Os mempunyai kebiasaan merokok,
Riwayat merokok dijumpai.Os merokok 6-10 batang per hati selama 20 tahun.Os
merupakan pasien paru dengan pengobatan salbutamol dan symbicort.Riwayat
minum alkohol tidak dijumpai pada os.
22
Status Present
Keadaan Umum
- Sensorium : Compos Mentis
- Tekanan Darah : 130/80mmHg
- Temperatur : 35.5 oC
- Pernafasan : 28x / menit, reguler
- Nadi : 76x / menit, equal, teg/vol. sedang
Keadaan Penyakit
- Anemi : -/- - Eritema :-
- Ikterus : -/- - Turgor : <3 detik
- Sianose :- - Gerakan aktif : -
- Dispnoe :+ - Sikap tidur paksa :-
- Edem :-
Keadaan Gizi
BB : 65 kg TB : 165 cm
RBW = 60 x 100%= 100%
(160-100)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
- Pertumbuhan rambut : dbn
- Sakit kalau di pegang :-
- Perubahan lokal : -
a. Muka
- Sembab :- - Parase :-
- Pucat :- - Gangguan lokal :-
- Kuning :-
b. Mata
- Stand mata : dbn - Jaundice : -/-
- Gerakan : dbn - Anemia : -/-
- Exoftalmus :- - Rekasi pupil :isokor
23
2. Leher
Inspeksi :
- Struma :- - Torticolis :-
- Kelenjar bengkak :- - Venektasi :-
- Pulsasi vena : dbn
Palpasi
- Posisi trachea : medial
- Tekan vena jugularis : R- 2 CmH2O
- Sakit / nyeri tekan :-
- Kosta servikalis : dbn
- Retraksi Supra Sternum :+
24
3. Thorax depan
Inspeksi
- Bentuk : Simetris Fusiformis
- Simetris/asimetris : simetris
- bendungan vena :-
- ketinggalan bernafas: -
- venektasi :-
- pembengkakan :-
- pylsasi verbal :-
- mammae :-
- barrel chest :+
- Retraksi inter costal: +
Palpasi
- Nyeri tekan : tidak dijumpai
- Fremitus suara : stem fremitus mengeras pada lapangan paru kanan
- Iktus : dbn
Perkusi
- Paru
- paru : sonor
- Batas Paru Hati (R/A) :
- Peranjakan :
- Jantung
- Batas atas jantung : kostovertebra 2 kiri
- Batas kanan jantung : linea parasternalis kanan
- Batas kanan jantung : 1 jari (1cm) medial dari linea midclavicula kiri
- batas bawah jantung: diafragma
Auskultasi
- Paru-paru
- Suara pernafasan : ekspirasi memanjang
- Suara tambahan : wheezing
- Cor
- Heart rate : 95x/menit, regular, intensitas cukup
25
5. Abdomen
Inspeksi
- Bengkak :-
- Venektasi / pembentukan vena :-
- Gembung :-
- Sirkulasi collateral :-
- Pulsasi :-
- Retraksi epigastrium :-
Palpasi
- Defens muskular :-
- Nyeri tekan :+
- Lien : tidak teraba
26
6. Genetalis
- Luka :-
- Cicatriks :-
- Nanah :-
- Hernia :-
7. Extrimitas
a. atas
- Bengkak : -/- - Reflex :
- Merah : -/- Biceps : +/+
- Stand abnormal : -/- Triceps : +/+
- Gangguan fungsi : -/- - Radio periost : -/-
- Tes rumpelit : -/-
b. bawah
- Bengkak : -/-
- Merah :-
- Oedema : -/-
- Pucat :-
- Gangguan fungsi :-
- Varises :-
- Reflex :-
KPR : +/+
APR : +/+
Struple : -/-
27
I. ANAMNESA ORGAN
Anamnese Umum
- Badan kurang enak :+ - Tidur : sulit tidur
- Merasa capek / lemas :- - Berat badan : Normal
- Merasa kurang sehat :+ - Malas :+
- Menggigil :- - Demam :-
- Nafsu makan : DBN - Pening :+
Anamnesa organ
1. Cor
- Dyspnoe d’effort :+ - Cyanosis :-
- Dyspnoe d’repos :- - Angina pectoris :-
- Oedem :- - Palpitasi cordis :-
- Nycturia :- - Asma cardial :-
2. Sirkulasi perifer
- Claudicatio intermitten :- - Gangguan tropis :-
- Sakit waktu istirahat :- - Kebas-kebas :-
- Rasa mati ujung jari :-
3. Tractus respiratorius
- Batuk :+ - Stridor :-
- Berdahak :+ - Sesak nafas :+
- Haemaptoe :- Pernafasan cuping :-
Sakit dada waktu bernafas :- Suara parau :-
4. Traktus digestivus
A. Lambung
- Sakit di epigastrium :+ - Sendawa :-
Sebelum /sesudah makan :- - Anoreksia :-
- Rasa panas di epigastrium :- - Mual-mual :+
- Muntah (freq, warna, isi, dll) :- - Dysphagia :-
- Hematemesisi :- - Foetor ex ore :-
- Ructus :- - Pyrosis :-
28
B. Usus
- Sakit di abdomen :- - Melena : -
Borborygmi :- - Tenesmi :-
- Defekasi (freq, warna, konsistensi) : DBN - Flatulensi :-
- Obstipasi :- - Haemorrhoid :-
- Diare (freq, warna, kosistensi) :-
6. Sendi
- Sakit :- - Sakit digerakkan :-
- Sendi kaku :- - Bengkak :-
- Merah :- - Stand abnormal :-
7. Tulang
- Sakit :- - Faktur spontan :-
- Bengkak :- - Deformasi :-
8. Otot
- Sakit :- - Kejang-kejang :-
- Kebas-kebas :- - Atrofi :-
29
9. Darah
- Sakit di mulut dan lidah : - - Muka pucat :-
- Mata berkunang-kunang : - - Bengkak :-
- Pembengkakan kelenjar : - - Penyakit darah :-
- Merah di kulit :- - Pendarahan sub kutan : -
10. Endoktrin
a. Pankreas
- Poilidipsi :- - Pruritus :-
- Polifagi :- - Pyorrhea :-
- Poliuri :-
b. Tiroid
- Nervositas :- - Struma :-
- Exoftalmus :- - Miksodem :-
c. Hipofisis
- Akromegali :- - Distrfi adipos kongenital
:-
14. Psikis
- Mudah tersinggung :- - Pelupa :-
- Takut :- - Lekas marah :-
- Gelisah :-
Anamnesa makanan
- Nasi : freg 3x/hari - Sayur-Sayuran : cukup
- Ikan : cukup - Daging : cukup
Anamnesa family
- Penyakit-penyakit family : Tidak di jumpai
- Penyakit seperti orang sakit : Tidak di jumpai
- Anak-anak, hidup, mati : 0,0,0
31
Urinalisa
Hasil Unit Nilai Normal
Warna Kuning - Kuning
Reduksi Negatif - Negatif
Protein Negatif - Negatif
Bilirubin Negatif - Negatif
Sedimen Eritrosit 0 /lpb <3 /lpb
Sedimen Leukosit 0 /lpb <5 /lpb
Sedimen Epitel Negatif /lpb Negatif
Silinder Negatif /lpb Negatif
Urobilinogen Positif - Positif
Resume
Keluhan Utama : Dyspnoe
Telaah : Dyspnoe (+) sudah dialami dalam 1 minggu ini. Dyspnoe
dirasakan saat os banyak aktivitas. Batuk (+) berdahak berwarna putih , Haemaptosis
(-), Meteorismus (+), nyeri epigastrium (+), mual (+), muntah (-), BAK dan BAB
dalam batas normal. Riwayat penggunaan Obat Salbutamol dan Symbycort
(Budesonide - Formoterol).
Diagnosa Banding:
PPOK Eksaserbasi Akut dd Bronkiektasis
PPOK Eksaserbasi Akut dd Asma Bronkial
Diagnosa sementara
PPOK eksaserbasi akut
32
Rencana Penatalaksanaan
1. Aktivitas: Tirah baring
2. Diet: MB
3. Medikamentosa
- O2 1-2 liter/menit via nasal kanul
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Inj. Ranitidine 50 gr/12 jam/hari
- Nebul ventolin 1 ampul/8jam
- Nebul flexotide 1 ampul/8 jam
- Ambroxol syr 3x C1
- Sucralfat syr 3 x C1
Anjuran
- Cek BTA 3DS
- Foto thorax PA
- kultur sputum
O2 2-4 liter/i
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/12jam/iv
Nebul Ventolin 1 ampul/8jam
Nebul Flexotide 1ampul/8jam
Ambroxol syr 3 x C1
Sucralfat syr 3 x C1
R/
Cek BTA DS 3X
16-02-2018
S: sesak napas (+), batuk berdahak(+), nyeri ulu hari (+)
O: Sensorium: CM, TD: 130/80 , HR: 75 , RR: 26 , Temp: 37.3oc
PF:
Kepala: anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher: TVJ R-2 cmH2O, pemb. KGB (-)
Thorax:
SP: ekspirasi memanjang
ST: wheezing(+/+)
Abdomen: soepel, H/LR: ttb, BU (+) N, nyeri tekan (+)
Extremitas: edema (-/-)
Lab: BTA 3DS (H1) Negatif
Foto Thorax: Tidak tampak kelainan
A: PPOK eksaserbasi akut + Gastritis
P: Tirah baring
Diet MB
O2 2-4 liter/i
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/12jam/iv
34
18-02-2018
S: Sesak nafas(+), batuk berdahak(+), nyeri ulu hati (-)
O: Sensorium: CM, TD: 130/80 mmHg , HR: 72x/i , RR: 24 x/i, Temp: 35,0°C
PF:
Kepala: anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher: TVJ R-2 cmH2O, pemb. KGB (-)
Thorax:
SP: ekspirasi memanjang
ST: wheezing
Ekstremitas: edema (-/-)
Lab: BTA 3DS (H3) Negatif
A: PPOK eksaserbasi akut + Gastritis
P: Tirah baring
Diet MB
O2 2-4 liter/i
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/12jam/iv
Nebul Ventolin 1 ampul/8jam
Nebul Flexotide 1ampul/8jam
Ambroxol syr 3 x C1
Sucralfat syr 3 x C1
R/
19-02-2018
S: Sesak nafas(-), batuk berdahak(+), nyeri ulu hati (-)
O: Sensorium: CM, TD: 120/80 mmHg , HR: 69x/i , RR: 22 x/i, Temp: 35,0°C
PF:
Kepala: anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher: TVJ R-2 cmH2O, pemb. KGB (-)
36
Thorax:
SP: ekspirasi memanjang
ST: -
Ekstremitas: edema (-/-)
A: PPOK eksaserbasi akut + Gastritis
P: Tirah baring
Diet MB
O2 2-4 liter/i
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/12jam/iv
Nebul Ventolin 1 ampul/8jam
Nebul Flexotide 1ampul/8jam
Ambroxol syr 3 x C1
Sucralfat syr 3 x C1
R/
PBJ
Obat PBJ:
Ventolin Inhalasi
Metilprednisolon 3x4mg
Omeprazole tab 2 x 20mg
Sucralfat syr 3 x C1
37
BAB V
DISKUSI KASUS
Teori Pasien
Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Pasien laki-laki 59 tahun dengan keluhan
adalah penyakit paru kronik dengan sesak nafas yang telah dialami os 7 hari
karakteristik adanya hambatan aliran udara di sebelum masuk rumah sakit.
saluran napas yang bersifat progresif,
nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya.
Faktor Resiko
d. Kebiasaan merokok Pasien berjenis kelamin laki laki dengan
Pada perokok berat kemungkinan untuk umur 59 tahun memiliki riwayat merokok
mendapatkan PPOK menjadi lebih tinggi. ±20 tahun. Os mengkonsumsi rokok6-10
WHO menyatakan hampir 75% kasus batang/hari. Riwayat hipersensitivitas tidak
bronkitis kronik dan emfisema dijumpai pada OS.
diakibatkan oleh rokok. Perokok lebih
beresiko 45% untuk terkena PPOK
dibanding yang bukan perokok.
e. Pekerjaan
Pekerja yang bekerja di lingkungan yang
berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.
Perjalanan debu yang masuk ke saluran
pernapasan dipengaruhi oleh ukuran
partikel tersebut. Partikel yang berukuran
5 μm atau lebih akan mengendap di
hidung, nasofaring, trakea dan
38
Gejala Klinis
Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut dapat Pasien mengeluhkan sesak nafasyang
dibagi menjadi gejala respirasi dan gejala progresif, terus menerus dan memberat
sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak ketika beraktivitas 7 hari sebelum masuk
napas yang semakin bertambah berat, rumah sakit dan memberat 2 hari ini. Pasien
peningkatan volume dan purulensi sputum, juga mengalami batuk produktif disertai
batuk yang semakin sering dan napas yang dengan produksi sputum berwarna
dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai kehijauan. Pasien juga mengalami mudah
dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan lelah.
denyut nadi serta gangguan status mental
pasien.
39
Penatalaksanaan
BAB VI
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA