Anda di halaman 1dari 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3. Pengendapan protein oleh logam


Logam Hasil Keterangan Gambar
1.HgCl ++ Mengendap

2.AgNO3 +++ Sangat mengendap

Sedikit mengendap
3.Pb Asetat +

Keterangan : +++ (Sangat mengendap)


++ (Mengendap)
+ (Sedikit mengendap)
Pembahasan
Pada percobaan uji pengendapan protein oleh logam berat digunakan larutan HgCl,
AgNO3, dan Pb asetat. Dan protein yang diujikan adalah albumin. Albumin adalah salah satu
senyawa protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas (Hawab 2004).
Penambahan logam berat tersebut bertujuan untuk melihat adanya reaksi pengendapan.
Dari hasil pratikum uji pengendapan protein oleh logam berat, penambahan logam berat
AgNO3 dapat menghasilkan endapan lebih banyak dari pada logam berat lainnya. penambahan
HgCl pada albumin menghasilkan endapan lebih sedikit dari pada penambahan logam berat
AgNO3. Dan penambahan Pb asetat menghasilkan lebih sedikit endapan daripada kedua logam
berat tersebut.
Penambahan logam berat seperti AgNO3, Pb asetat, dan HgCl akan membentuk ikatan
yaitu endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk sangat kuat sehingga akan memutuskan
jembatan garam, akibatnya protein mengalami denaturasi. Hal ini akan berdampak pada
berubahnya struktur dan karakteristik bentuk protein akibat gangguan interaki sekunder, tersier,
dan kuartener (Poedjiadi 2006).
Secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat dalam protein akan
bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Ion yang dapat membentuk
endapan logam berat adalah Ag⁺, Ca⁺⁺, Zn⁺⁺, Hg⁺⁺, Fe⁺⁺, Cu⁺⁺, Co⁺⁺, Mn⁺⁺, dan Pb⁺⁺. Selain gugus
–COOH dan gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat bereaksi dengan
senyawa lain. Gugus sulfihidril(-SH ) dapat bereaksi dengan Ag⁺ atau Hg⁺⁺ (Poedjiadi 2006).
Banyak cara yang dapat digunakan dalam melihat reaksi pengendapan protein oleh bahan
lain. Seperti uji koagulasi, pada pengujian ini digunakan panas untuk mengacaukan ikatan
hydrogen dan interaksi hidrofibik non polar pada protein albumin terdenaturasi dan terkoagulasi
sehingga kemampuan mengikat airnya menurun.
Hal ini dapat terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik, dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga
menyebabkan kacaunya ikatan molekul tersebut. Dan energi panas juga menyebabkan
terputusnya ikatan non-Kovalen yang ada pada struktur alami dari protein tapi tidak memutuskan
ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida.
Seperti yang kita ketahui bahwa logam berat memilki dampak yang buruk bagi
lingkungan. Hal ini di karenakan kandungan logam berat yang dapat mendenaturasi protein yang
ada pada makhluk hidup. Pada perairan yang tercemar logam berat, beberapa spesies seperti ikan
akan mati jika teracuni oleh limbah tersebut.
Namun spesies lain seperti Perna viridis adalah tipe hewan air yang memiliki sifat filter
feeder yaitu memakan makanan yang terlarut dalam air. Dalam hal tersebut Perna viridis akan
memakan limbah seperti logam yang terlarut di dalam air dan membahayakan bagi yang
mengonsumsinya. Sebab kerang yang hidup di perairan beracun akan cepat mengakumulasi zat-
zat beracun (Hutagalung 2011).

Tabel 4. Denaturasi protein


Pengaruh Hasil Keterangan Gambar
PH
1.Buffer asetat - Tidak megendap

2.HCl (0,1 M) - Tidak mengendap

3.NaOH(0,1 M) - Tidak mengendap

Suhu
Albumin + Mengendap

Pembahasan
Protein merupakan salah satu bio-Makroseluler yang dibutuhkan untuk membentuk sel
baru di dalam tubuh makhluk hidup. Selain itu protein juga berfungsi sebagai biokatalisator
dalam metabolism makhluk hidup (Mayang 2011). Namun, fungsi dari protein dapat terganggu
jika struktur dari protein berubah atau terjadi kerusakan (Yuliani 2011).
Berdasarkan percobaan penambahan HCl menghasilkan endapan lebih banyak karena
sifat albumin yang diujikan memiliki sifat asam yaitu PH 4,55-4,90. Hal tersebut yang
menyebabkan HCl lebih banyak mendenaturasi larutan albumin. Dan NaOH tidak terdenaturasi
karena sifat dari NaOH adalah basa. Sedangkan pada larutan albumin yang lebih cepat bereksi
adalah indicator yang bersifat asam (Poedjiadi 2006).
Buffer asetat menghasilkan endapan karena memeliki PH asam hal ini sama dengan PH
isolistrik albumin yaitu 4,55-4,90. Setiap protein memiliki titik isolistrik yang beragam. Titik
isolistrik memiliki arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya
dengan PH isolistrik ini. Pada titik di bawah isolistrik protein bermuatan negatif dan PH di atas
isolistrik PH bermuatan positif (Poedjiadi 2006).
Namun pada percobaan yang kami lakukan hasil yang didapatkan adalah tidak ada
satupun larutan yang mengendap. Hal ini dapat di sebabkan oleh kurang telitinya saat
menambahkan pereaksi kedalam larutan dan saat menghomogenkan kurang tercampur secara
sempurna sehingga hasil tidak maksimal dan berbeda dari literatur yang seharusnya HCl
menghasilkan endapan lebih banyak dan diikuti oleh buffer asetat setelahnya.
Pengaruh suhu terhadap protein juga merusak struktural dari protein. Pada hasil pratikum
pengujian albumin yang dipanaskan di atas hotplate menunjukan hasil albumin yang berubah
menjadi keruh yang menandakan rusaknya struktur pada kandungan albumin. Pangaruh suhu
sendiri pada uji denaturasi protein sering disebut dengan koagulasi. Koagulasi dapat diartikan
sebagai denaturasi protein atau perusakan susunan protein yang diakibatkan oleh suhu dan
alkohol (Winarno 2002).
Pengujian denaturasi pada protein juga dapat digunakan metode pengendapan alkohol
sebagai pereaksi untuk protein. Hasil yang ditunjukan adalah positif (terbentuk endapan). Pelarut
organik akan mengurangi konstanta dielektrik di dalam air sehingga kelarutan dari protein
berkurang. Selain itu alkohol juga akan berkompetisi dengan dengan protein di dalam air.
Ikan merupakan pakan yang bersifat perishable yaitu mudah mengalami kerusakan.
Dalam pengolahannya ikan sering kali mengalami denaturasi karena terkena panas yang
berlebihan. Pengolahan yang tidak terkontrol tersebut dapat menurunkan nilai atau kadar gizi
yang ada pada ikan. Kadar gizi tidak hanya dari kandungan protein nya namun juga berdasakan
dari dapat tidaknya protein tersebut digunakan oleh tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Hawab,HM.2004. Pengantar Biokimia. Jakarta: Bayu Media Publishing.


Poedjiyadi, Anna dkk. 2006. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press.
Hutagalung,H.P.2011.Mercury and Cadmium content in green mussel,Mytilus viridis L.From
Onrustwaters,Jakarta Bay Creator.Bull.Env.Cont.And Tox.42(6):814-820.
Mayang S.2011.Identifikasi Protein Menggunakan Transform Infrared(FTIR).FT UI 2011.
Yuliani.2006.Kandungan Mineral Protein Krim Kelapa (Blondo) yang Diperoleh dari
pengendapan Menggunakan Kalsium Sulfat.Jurnal Teknologi Pertanian 2(1):7-12,Agustus
2006.

Anda mungkin juga menyukai