Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik
DEFINISI
ETIOLOGI
PATOGENESIS
1
oksigen bebas akan berhubungan erat dengan dermatitis seboroik dibandingkan
dengan perubahan respon kekebalan.
Dermatitis seboroik paling umum terjad ipada masa pubertas dan remaja,
selama periode ini produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan dengan
hormonal yang meningkat pada masa pubertas, oleh karena itu dermatitis seboroik
lebih umum pada laki –laki daripada perempuan, yang menunjukkan pengaruh
androgen pada unit pilosebum.
2
Faergemann, et al., menemukan infiltrasi sel - sel NK (natural killer) dan
makrofag pada bagian – bagian kulit yang terpengaruh, dengan aktivasi lokal yang
bersamaan dari komplemen dan pemicu sitokin proinflamasi yang semuanya bias
menyebabkan kerusakan pada epidermal.
Beberapa obat yang dikenal dapatm emicu dermatitis seboroik dari laporan
beberap apenelitian seperti laporan dari Picardo M dan Cameli N padatahun 2008
3
sepertigriseofulvin, simetidin, lithium, metildopa, arsenik, emas, auranofin,
aurothioglukose, buspiron, klorpromazin, etionamid, baklofen, interferon
fenotiasin, stanozolol, thiothixene, psoralen, methoxsalen, dan trioxsalen.
4
GAMBARAN KLINIS
5
6
7
8
DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis : skuama lebih tebal dan berlapis transparan seperti mika; lebih
dominan di daerah ekstensor tubuh
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada
akut dan sub akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan
histiosit, ada spongiosis dan hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan
folikel yang tersumbat oleh proses ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh
krusta-skuama yang mengandung neutropil yang menutupi ostium folikularis.
9
Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada
korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS
akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit
dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga
sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang
menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil
pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada
dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS
kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari
gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran
psoriasis.
TATALAKSANA PENGOBATAN
A. Pengobatan Sistemik
10
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat
dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum.
Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah
empat minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari
selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.
Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow
band UVB (TL-1) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3
x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami
perbaikan.
Data tentang efektivitas agen anti jamur sistemik untuk dermatitis
seboroik terbatas. Bila pada sediaan langsung terdapat pityrosporum ovale
yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari selama
1 – 3 minggu. Selain itu oral antijamur itrakonazol dengan dosis 200 mg per
hari selama 1 minggu tampaknya menjadi pilihan ketika dermatitis seboroik
menyebar secara luas, tahan terhadap preparat topikal, atau ketika
mempengaruhi masalah psikologis yang dapat mengubah gaya hidup pasien.
Efek anti peradangan dan aktivitas antifungi terhadap Malassezia
menunjukkan bahwa itraconazole oral akan menjadi pengobatan lini
pertama pilihan oral untuk dermatitis seboroik di masa depan. Itrakonazol
adalah anti jamur yang lipofilik dan keratinofilik sistemik. Obat ini tidak
memiliki potensi yang sama untuk menyebabkan hepatotoksisitas sebagai
ketokonazol dan mungkin, karena itu, menjadi alternatif yang lebih aman
untuk pasien yang memerlukan pengobatan oral,walaupun begitu harus
dipertimbangkan dengan cermat dalam merencanakan pengobatan untuk
kondisi kronis seperti dermatitis seboroik.
B. Pengobatan Topikal
1. Anti inflamasi (imunomodulator)
11
tubuh. Inhibitor kalsineurin topikal ini mengerahkan efek anti-inflamasi
oleh limfosit T menghambat aktivasi dan proliferasi, juga menunjukkan
sifat anti-jamur dan anti-inflamasi tanpa resiko atrofi kutaneus yang
berhubungan dengan topikal steroids. Dan mungkin menjadi alternatif
yang tepIt untuk untuk dermatitis seboroik dengan kortikosteroid
karena tidak memiliki efek samping jangka panjang.
2. Keratolitik
4. Kortikosteroid topikal
12
kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan
jangan dipakai terlalu lama karena dapat terjadi atrofi kulit dan
hipertrikosis dalam penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
PROGNOSIS
13
sukar disembuhkan meskipun terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases of the skin
Clinical Dermatology. Tenth ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2006.
14