Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERENCANAAN PAJAK

REVALUASI ASET TETAP & PMK 191


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam keadaan inflasi, dimana harga-harga barang secara keseluruhan mengalami kenaikan, maka
nilai buku dari aktiva/aset yang dimiliki perusahaan dipandang tidak relevan lagi. Bukan hanya
dalam keadaan inflasi, dalam keadaan ekonomi normal pun sebenarnya nilai buku dianggap
tidak relevan karena tidak mencerminkan nilai aktiva/aset yang sebenarnya.
Revaluasi merupakan salah satu cara untuk mewajarkan nilai aktiva/aset yang dimilki perusahaan
dan seringkali digunakan untuk menghemat pajak yang harus dibayar. Akan tetapi ada banyak
hal yang perlu diperhatikan apabila perusahaan ingin melakukan revaluasi terhadap aktiva/aset
yang dimilikinya.
Makalah ini akan membahas tentang pengertian revaluasi, dasar hukum yang berkaitan dengan
revaluasi, syarat dan prosedur revaluasi, serta manfaat yang akan diterima perusahaan jika
melakukan revaluasi. Dan perhitungan perbandingan jika perusahaan akan mengadakan
revaluasi dan tidak melakukan revaluasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan tema yang saya ambil untuk paper ini, maka rumusan
masalah yang akan saya bahas diantaranya adalah
1. Revaluasi aset tetap dalam paket kebijakan ekonomi jilid V
2. Pendalaman materi mengenai revaluasi asset dalam paket kebijakan
ekonomi jilid V terutama terkait keuntungan revaluasi aktiva bagi
perusahaan dan perbedaan dengan PMK 79/PMK.03/2008
3. Target penerimaan pajak dalam APBN 2016 setelah adanya
paket kebijakan ekonomi jilid V

1.3 TUJUAN

Penyusunan makalah ini berutujuan untuk :


1. Memahami maksud dari revaluasi aktiva dalam paket kebijakan
ekonomi jilid V
2. Memahami keuntungan revaluasi aktiva dalam perusahaan
3. Memahami perbedaan revaluasi aktiva menurut PMK-
191/PMK.10/2015 dengan PMK79/PMK.03/2008.
BAB II
PEMBAHASAN

1. REVALUASI ASET TETAP DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI JILID V

1. Revaluasi Aset

Kebijakan ini dikeluarkan karena masih banyak perusahaan yang belum


melakukan revaluasi aktiva dengan adanya perubahan nilai aktiva, baik akibat
inflasi maupun depresiasi rupiah. Juga dipandang perlu adanya dukungan
pemerintah untuk meningkatkan performa finansial perusahaan melalui revaluasi
aktiva.

Kebijakan ini diharapkan bisa membantu perusahaan meningkatkan


performa finansialnya melalui perbaikan nilai asset yang terkena dampak
depresiasi rupiah dan inflasi.Dengan perbaikan performa finansial, ada ruang
bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha. Manfaat lainnya adalah
beban cashflow pajak saat revaluasi menjadi lebih ringan, karena tarif PPh
revaluasi yang rendah. Beban PPh pada tahun-tahun setelah revaluasi juga lebih
rendah.Kebijakan ini memberikan insentif keringanan pajak. Revaluasi aset
akan meningkatkan kapasitas dan performa finansialnya akan meningkat secara
signifikan. Pada tahun- tahun berikutnya akan membuat profit lebih besar.

Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan adalah WP badan dan


orang pribadi yang melakukan pembukuan, termasuk WP yang melakukan
pembukuan dalam mata uang dolar. Pada saat pengajuan permohonan pada 2015,
permohonan revaluasi dapat dilakukan berdasarkan perkiraan (estimasi), yang
penyelesaian penilaiannya dapat dilakukan sampai dengan 31 Desember 2016.
Untuk permohonan tahun 2016 berlaku hal yang sama, dengan penyelesaian
penilaian paling lambat tahun 2017.

Direktorat Jendral Pajak akan memberikan persetujuan dalam waktu 30 hari sejak
berkas diterima lengkap.
Tanggal Pengajuan Permohonan Besaran Tarif Khusus pph
Final Turun dari 10% Menjadi

Sejak Berlaku PMK Ini s.d 31/12/15 3%

1 Januari 2016 - 30 Juni 2016 4%

1 Juli 2016 - 31 Desember 2016 6%

2. Menghilangkan pajak berganda dana investasi Real Estate, Properti dan


Infrastruktur.
Kebijakan di sektor ini diberikan karena produk pasar modal Indonesia masih
relatif terbatas, sehingga kapitalisasi Bursa Efek Indonesia relatif kecil dibanding
negara-negara tetangga. Untuk itu perlu dikembangkan produk seperti Kontrak
Investasi Kolektif (KIK) untuk Infrastruktur, KIK – Dana Investasi Real Estate
(KIK-DIRE) dan sejenisnya, yang sejalan dengan upaya pendalaman pasar
keuangan. Menurut perhitungan OJK, aset di Indonesia yang dijual dalam bentuk
DIRE di Singapura mencapai Rp 30 Triliun. Untuk mendorong produk-produk
pengembangan ini, maka pemerintah memberikan pengurangan pajaknya, yaitu
dengan menghilangkan adanya double tax pada transaksi KIK, seperti KIK
DIRE, KIK Efek Beragun Aset (EBA) dan sejenisnya. Kebijakan ini diharapkan
bisa menarik dana yang selama ini diinvestasikan di luar negeri (tax-heaven
country) ke pasar sektor keuangan dalam negeri, di samping mendorong
pertumbuhan investasi di bidang infrastruktur dan real estate. Dampak positif dari
fasilitas perpajakan ini adalah meningkatnya akumulasi dana KIK, mendorong
tumbuhnya pembangunan infrastruktur dan real estate, serta tumbuhnya jasa
konstruksi. Tak kalah penting adalah meningkatnya PPh dari kegiatan usaha
tersebut

3. Deregulasi di bidang perbankan syariah.

Dari empat Paket Kebijakan Ekonomi yang sudah dikeluarkan sebelumnya,


pemerintah belum menyinggung peran dan potensi industri keuangan syariah.
Oleh sebab itu melalui Otoritas Jasa Keuangan, pemerintah ingin mendorong
pertumbuhan industri keuangan syariah.
Sebab, industri ini dari tahun ke tahun tumbuh sangat pesat.

Deregulasi yang dilakukan adalah menyederhanakan peraturan dan


perizinan bagi produk-produk perbankan syariah. Perizinan tidak perlu lagi
mengirim surat, tapi akan ada kodefikasi produk-produk syariah. Jadi, apabila
sudah masuk dalam kode tertentu maka tidak perlu meminta izin lagi. Demikian
juga produk-produk lain yang terkait dengan pegadaian oleh perbankan syariah.
Pemerintah tetap memperhatikan kehati-hatian dan juga tetap memperhatikan
gadai emas yang banyak disimpan masyarakat.
Selain itu, juga dimungkinkan kemudahan untuk memperluas jangkauan
perbankan syariah dalam hal membuka kantor-kantor cabang. Hal ini akan
mendorong efisiensi sehingga harga dan suku bunga akan lebih affordable bagi
masyarakat.

2. KEUNTUNGAN REVALUASI ASSET BAGI PERUSAHAAN

Dalam rangka menambah setoran tunai pajak penghasilan, pemerintah telah


mengeluarkan fasilitas perpajakan terkait revaluasi aset. Fasilitas ini memberikan
tiga keuntungan bagi pelaku usaha jika pelaku usaha melakukan revaluasi aset
tahun 2015 dan tahun 2016. Jika tahun 2017 atau setelahnya, maka
pemajakannya tidak mendapat diskon.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

nomor 191/PMK.010/2015 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan perpajakan


terkait revaluasi, khususnya revaluasi yang dilakukan tahun 2015 dan 2016.
Peraturan menteri keuangan ini diberi nama "Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan Yang Diajukan Pada Tahun 2015 Dan
Tahun 2016".

Secara formal,tujuan kebijakan khusus ini adalah:

 menjaga stabilitas ekonomi makro, dan


 mendorong pertumbuhan ekonomi

Karena bersifat khusus, maka Peraturan Menteri Keuangan nomor


191/PMK.010/2015 tidak mencabut atau mengubah Peraturan
Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008. Jadi, setelah 2016 ketentuan tentang
PPh atas revaluasi kembali lagi ke Peraturan Menteri Keuangan nomor
79/PMK.03/2008 dan tarif yang dikenakan 10%.

Tarif khusus tahun 2015 dan 2016 itu sebagai berikut:

 3% (tiga persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh


penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai
publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan sampai
dengan tanggal 31 Desember 2015;
 4% (empat persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh
penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai
publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud
dalam jangka waktu sejak tanggal1 Januari 2016
sampai dengan tanggal 30 Juni 2016;
 6% (enam persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh
penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai
publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud
dalam jangka waktu sejak tanggal1 Juli 2016 sampai dengan tanggal
31 Desember 2016

Maka dari itu hal yang harus diperhatikan adalah mengenai jangka waktu
setor PPh atas revaluasi :

o tiga persen untuk tahun 2015


o empat persen untuk semester I tahun 2016, dan
o enam persen untuk semester II tahun 2016

Jangka waktu penyetoran PPh ini adalah indikasi bahwa pemerintah dalam
keadaan mengejar target penerimaan pajak untuk 2015 dan sebagai persiapan
untuk target penerimaan pajak pada tahun 2016 (dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat
(3) Peraturan Menteri Keuangan
nomor 191/PMK.010/2015). Karena secara idealnya PPh atas revaluasi ini
dikenakan selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa
buku fiskal semula. Selisih lebih ini diketahui setelah ada laporan perusahaan jasa
penilai atau ahli penilai. Inilah yang diatur di Peraturan Menteri Keuangan nomor
79/PMK.03/2008.

Selanjutnya terkait dengan keuntungan bagi Wajib Pajak yang


melakukan revaluasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor
191/PMK.010/2015 ini adalah:

1. Diskon tarif PPh menjadi lebih kecil yaitu, 3%, 4% atau 6% saja;
2. Sisi aktiva Neraca perusahaan akan naik sebesar nilai lebih dan
dicatat dalam akun "Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Wajib Pajak Tanggal .... ". Akun ini disusutkan sesuai masa manfaat aktiva
Tetap. Artinya, tahun-tahun setelah revaluasi penghasilan
neto fiskal akan tergerus oleh penyusutan selish lebih revaluasi.
3. Sisi ekuitas Neraca akan muncul "saham baru" baik berupa saham bonus
atau saham baru tanpa penyetoran. Saham baru ini bukan objek PPh
sesuai Pasal 2 hurup b Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010.
Secara umum, penambahan saham tanpa setoran, apapun namanya,
dianggap dividen. Bisa dicek bagian penjelasan Pasal 4 (1) hurufg UU
PPh.

Maka dari itu keuntungan bagi pebisnis dengan revaluasi ini adalah selain
mendapat diskon pajak penghasilan, pemegang saham juga dapat tambahan
saham yang bukan objek PPh, dan secara fiskal penghasilan neto akan lebih
kecil dibanding tahun lalu.

Satu lagi keuntungan revaluasi adalah bahwa dengan "tambahan nilai aktiva"
maka perusahaan bisa menambah jumlah utang ke bank untuk modal kerja atau
menaikkan nilai sahamsebelum initial publik
offering (IPO).
4. PERBEDAAN REVALUASI AKTIVA MENURUT PMK-191 DENGAN PMK-79
5. TARGET PENERIMAAN PAJAK DALAM APBN 2016
Target Pendapatan Negara naik Rp60,9 T dari APBNP 2015 atau tumbuh sebesar
3,5%. Kenaikan tersebut terutama bersumber dari meningkatnya penerimaan
perpajakan sebesar Rp57,4 T

Masih lemahnya ICP dan harga komoditas menyebabkan pendapatan yang


bersumber dari SDA mengalami penurunan dari target APBNP 2015

Target penerimaan perpajakan direncanakan secara realistis dengan mendasarkan


pada kondisi perekonomian terkini dan dukungan
pelaksanaan kebijakan dan administrasi perpajakan yang komprehensif. Selain
itu, Pemerintah juga mempertimbangkan upaya untuk mengoptimalkan potensi
pajak yang ada dalam perekonomian dengan tetap memerhatikan iklim investasi.

Target Penerimaan Perpajakan naik Rp57,4 T dari APBNP 2015 atau tumbuh
sebesar 3,9%, yang terdiri dari:

• Penerimaan Pajak naik Rp 65,9 T atau tumbuh sebesar 5,1% dari APBNP
2015, terutama dipengaruhi oleh perbaikan pertumbuhan ekonomi dan extra
effort di bidang perpajakan tahun 2016

• Kepabeanan dan Cukai turun Rp8,5 T atau sebesar 4,3% dari APBNP 2015,
terutama disebabkan turunnya tarif bea keluar CPO beserta turunannya
sebagai dampak dari kebijakan pembentukan Badan Penghimpun Dana
Perkebunan Kelapa Sawit.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

APBN 2016 yang dalam skema penerimaan pajaknya mengalami peningkatan


yang cukup tinggi dari tahun 2015 yaitu Rp 57,4 T tentunya akan membutuhkan
usaha yang besar pula untuk mencapainya. Paket kebijakan ekonomi yang
hampir setiap bulan diterbitkan pemerintah menjadi salah satu solusinya agar
target yang tinggi tersebut dapat tercapai.

Paket kebijakan ekonomi jilid V yang telah diterbitkan pada Oktober 2015
terutama terkait perihal revaluasi aktiva BUMN dan BUMS diharapkan dapat
berperan besar dalam penerimaan pajak APBN 2016. Hal itu dapat dilihat dari
target penerimaan PPh Non Migas tahun 2016 yang memiliki presentase 53% dari
total penerimaan pajak. Hal lain yang dapat dijadikan acuan adalah bahwa pada
akhir tahun 2015 setelah diterbitkannya paket ekonomi jilid V DIREKTORAT
Jenderal Pajak memperkirakan fasilitas diskon pajak penghasilan (PPh) final atas
penilaian kembali aktiva tetap atau revaluasi aset tahun 2015 akan melebihi target.
Penerimaan pajak dari kebijakan revaluasi aset per 31 Desember 2015 telah
mencapai Rp 14,3 triliun dan angka ini masih bersifat sementara. Pencapaian itu
telah melebihi target, sebab pemerintah hanya menargetkan dapat meraup Rp 10
triliun dari revaluasi aset dengan tarif 3%. Wajib pajak yang memanfaatkan
fasilitas ini sebanyak 1.438 wajib pajak, wajib pajak badan swasta maupun Badan
Usaha Milik Negara (BUMN). Antara lain PT Angkasa Pura I dan II, PT
Perkebunan Nasional III, PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, dan PT Bank Artha
Graha International Tbk. PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN) juga turut memanfaatkan fasilitas ini. Besaran setoran
PPh final dari revaluasi aset PLN mencapai Rp 6 triliun, setengahnya
dibayarkan tunai ke kas negara dan sisanya diperhitungkan dalam besaran
subsidi pemerintah.Akan tetapi untuk tahun 2016 Direktorat Jenderal Pajak
belum dapat memberikan target penerimaan pajak dari kebijakan ini. Yang jelas
pada tahun 2016 tarif PPh final atas revaluasi aktiva akan naik menjadi 4% pada
semester I dan 6% pada semester II.

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam paper ini. Semoga paper ini dapat memberi manfaat khususnya
bagi para pembaca. Atas segala kekurangan dalam makalah ini, penulis
mohon maaf.

Anda mungkin juga menyukai