Anda di halaman 1dari 17

Pembahasan

Filsafat barat
Pemikiran filsafat yang berada di barat itu dimulai dengan lahirnya peradaban yunani yang mana
mereka mengembangkan peradaban dengan penemuan di bidang intelektual murni yaitu antara lain,
matematika, ilmu pengetahuan lain, dan filsafat. Perkembangan yunani karena kebebasan berfikir di
yunani mengakibatkan nantinya muncul ilmu filsafat.

Awal mula filsafat berkembang di yunani dikarenakan kemenangan akal atas dongeng-dongeng
atau mite-mite yang diterima dari agama, yang memberikan tentang asal-muasal segala sesuatu, baik
dunia maupun manusia.

Di dalam sejarah filsafat dijelaskan bahwa 5 abad sebelum masehi terdapat sekelompok
intelektual yang dalam bahasa Yunani disebut dengan ‘Sopihis’ , yang bermakna hakim atau
ilmuwan. Kelompok ini selain memiliki pengetahuan yang cukup luas terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan pada zamanya, mereka juga berkeyakinan bahwa tidak ada sama sekali hakikat
dan pengetahuan yang bersifat tetap. Mereka berpendapat bahwa tidak ada pengetahuan yang
bisa memberikan keyakinan dan makrifat secara pasti. Kerja mereka adalah mengajarkan metode
diskusi dan seni dalam berdebat. Mereka melahirkan banyak pengacara untuk membolak-balik
fakta yang ada disidang pengadilan. Mereka mahir membuat kebatilan menjadi kebenaran atau
kebenaran menjadi kebatilan. Oleh karna pekerjaan mereka adalah mengajarkan orang-orang
bagaimana jatuh dalam kesalahan berfikir, akhirnya perlahan-lahan mereka sendirilah yang jatuh
dalam kesalahan berfikir tersebut sehingga sampai pada suatu tahap mereka berkeyakinan bahwa
tidak ada hakikat atau realitas dibalik pemikiran manusia!
Akhirnya kata ‘sophis’ yang bermakna ilmuan tidak lagi dipakai karna kata itu lebih
dilekatkan pada orang-orang yang terjebak dalam kesalahan berfikir atau orang-orang yg
mengingkari realitas.
Didalam menghadapi gerakan skeptisisme ini, socrates adalah tokoh pertama yang
bangkit menentangnya dengan menyerang pandangan pandangan-pandanganya. Socrates
menyebut dirinya ‘philosophos’ yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu Phylos (pecinta)
dan Sophia (hikmah/bijaksana).
Sejarah filsafat mencatat bahwa alasan socrates menamakan dirinya ‘Philosophos’
dikarenakan dua hal. Pertama, karna beliau rendah hati dan mengakui akan ketidaktahuanya
mengenai sesuatu. Kedua, kritiknya pada kelompok skeptis pada masa itu yang menanamkan
dirinya kaum ‘sophis’ dimana kelompok ini muncul hanya untuk kepentingan materi dan politik.
Setelah socrates, kata filsafat senantiasa digunakan untuk menentang sophisme. Jalan socrates
kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Plato. Kemudian dilanjutkan oleh murid Plato yang begitu
luar biasa yaitu Aristoteles. Didalam filsafat, Aristoteles mendapat gelar sebagai ‘guru pertama’.
Sumbangsih sangat besar Aristoteles adalah kritik beliau terhadap pemikiran gurunya dan hal
inilah yang menyebabkan filsafat menyebar secara luas. Akhirnya, Aristoteles menulis buku
logika yang merupakan karya utama beliau dan sumbangsih terbesarnya bagi kemanusiaan.

Sokrates
Sokrates (470-399 SM) sebenarnya tidak ada penjelasan pasti mengenai kapan
sokrates itu lahir, hasil diatas lebih kepada penghitungan perkiraan bahwa saat sokrates
dihukum mati itu dia berusia sekitar 70 tahun, yang kemudian dikurangkan dengan
tahun kematiannya.
Sokrates dilahirkan di Athena, bisa dikatakan bahwa dia menjalani sebagian
besar hidupnya di alun-alun dan pasar-pasar untuk berbicara dengan orang-orang yang
ditemuinya disana. Dia juga dapat tenggelam dalam pemikiran selama berjam-jam tanpa
henti.
Sokrates, bisa dikatakan adalah tokoh paling misterius dalam sejarah filsafat.
Sokrates tidak pernah menuliskan pemikirannya bahkan sebaris pun, namun dia menjadi
salah seorang filosof yang memiliki pengaruh paling besar dalam pemikiran filsafat
kemudian. Bahkan bisa dikatakan filsafat memulai babak baru pada masa sokrates.

Sumber-sumber Sejarah Sokrates


Sulit untuk benar benar mengungkap sosok sokrates yang sebenarnya, karena
sokrates sendiri tidak pernah menulis sebaris pun tentang pemikiran-pemikirannya.
Selama ini orang-orang mempelajari sokrates melalui pengkajian terhadap sumber-
sumber yang ada, disisni kita akan membatasi diri pada keempat sumber saja namun
keempat sumber inilah yang memainkan peranan terpenting dalam menginterpretasikan
kepribadian dan ajaran sokrates.

Aristophanes

Aristophanes, Aristophanes adalah seorang Komedian ternama di Athena yang


hidup pada masa sokrates. Komedi-komedi pada abad ke 5 membicarakan dengan lucu
peristiwa-peristiwa actual, tokoh-tokohdan pikiran-pikiran yang lazim dikalangan para
penonton di Athena. Dalam salah satu karya komedinya dia menyebut sokrates yaitu pada
karya komedi yang berjudul Burung-burung dan Katak-katak dan dalam karyanya yang
berjudul awan-awan sokrates mementaskan sokrates sebagai pelaku utama.
Xenophon

Xenophon dalam beberapa waktu adalah pengikut sokrates , tetapi tidak diketahui
berapa lama dia menjadi pengikut sokrates . sebab pada tahun 401 itu ia meninggalkan
kota Athena untuk ikut serata dalam perjalanan militer kyros muda (Putra Raja Parsi
Darios).
Xenophon menulis beberapa tulisan. di mana sokrates mempunyai peranan .
karangannya yang paling penting adalah Memorabilia (Kenangan-kenangan akan
Sokrates. Namun kesaksian dari Xenophon oleh beberapa pihak disangsikan karena
dikatakan bahwa Xenophon itu terlampau lugu, jadi susah untuk mengikuti apa yang ia
katakan Xenophon jika itu mengenai masalah yang pelik dalam filsafat .i Laporan orang
yang bodoh mengenai apa yang dikatakan seorang yang pandai tak akan pernah akurat,
sebab tanpa disadari ia menerjemahkan apa yang ia dengar itu sesuai dengan tingkat
pemahamannya.
Plato

Telah kita ketahui sebelumnya, bahwa kehidupan Socrates banyak kita ketahui
melalui tulisan-tulisan plato, yang merupakan murid dari sokrates dan juga salah satu
filosof terbesar sepanjang sejarah. Plato menulis sejumlah dialog atau diskusi-diskusi
mengenai filsafat dimana dia menggunakan sokrates sebagai tokoh utama dan juru
bicaranya. Jadi bisa dikatakan sulit untuk membuktikan apakah itu benar-benar
omongan sokrates atau filsafat plato.
Aristoteles

Karena aristoteles lahir lima belas tahun setelah sokrates meninggal, kita tidak
bisa mencari kesaksian langsung mengenai sokrates tapi hal ini bukan berarti aristoteles
tidak bisa memberikan informasi yang berguna untuk memecahkan masalah historis
yang menyangkut sokrates. Aristoteles adalah murid plato sehinnga sudah pasti dia
mendengar banyak hal tentang kehidupan dan ajaran sokrates dari plato. Dalam karya-
karyanya kerap kali dia mengikhtisarkan pendirian filsuf-filsuf yang mendahuluinya.

Plato
Plato dilahirkan sekitar tahun 428/427 SM di Athena. Dan meninggal di sana pada
tahun 347 SM. Dalam usia 80 tahun. dia berasal dari keluarga bangsawan. Salon (abad
ke-6 SM), sang pemberi hukum bagi Athena, adalah salah satu kakek dari sisi ibunya.
Sementara dari pihak ayahnya, ia masih keturunan raja terkakhir Athena. Plato memiliki
dua saudara ( Adimantes dan Glaukon ) serta satu saudari (Potone). Saat Plato lahir,
Athena merupakan sebuah Kota yang paling berkuasa di Yunani dengan sistem
demokrasi. Kekuatan militer dan maritimnya nomor satu, kultur intelektual dan
artistiknya jauh mengatasi polis-polis lain di Yunani. Dia masih mudah ketika Athena
kalah perang, dan dia menunjuk sistem demokrasi lah penyebab kekalahan itu.
Pelajaran yang diperolehnya dimasa kecilnya. Selain dari pelajaran umum, ialah
menggambar dan melukis, belajar musik dan puisi. Ketika beranjak dewasa ia sudah
pandai membuat karangan yang bersajak.
Pada masa anak-anaknya plato mendapat pendidikan dari guru-guru filosofi.
pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya adalah
murid Herakleitos. Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Socrates. Pelajaran
itulah yang memberi kepuasaan baginya. Pengaruh Socrates makin hari makin mendalam
padanya. Ia menjadi murid socrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya socrates
tetap menjadi pujaanya.
Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai
menyatukan puisi dan ilmu, seni dan filosofi. Pandangan yang dalam dan abstrak sekali
pun dapat dilukiskannya dengan gaya bahasa yang indah. Tidak ada seorang filosof
sebelumnya yang dapat menandinginya dalam hal ini. Ketika socrates meninggal, ia
sangat sedih dan menamakan dirinya seorang anak yang kehilangan bapak. Tak lama
sesudah socrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Itulah permulaan ia mengembara
dua belas tahun lamanya, dari tahun 399 SM-387 SM. Mula-mula ia pergi ke Megara,
tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Di ceritakan bahwa di Megara ia mengarang
beberapa dialog, yang mengenai berbagai macam pengertian dalam masalah hidup,
berdasarkan ajaran socrates.
Di Megara ia pergi ke Kyrena, di mana ia memperdalam pengetahuannya tentang
matematik pada seorang guru yang bernama Theodoros. Di sana juga ia mengajarkan
filosofi dan mengarang buku-buku. Plato juga sempat di penjara dan dijual sebagai
budak. Tetapi nasib yang baik bagi Plato, di pasar budak ia dikenal oleh seorang bekas
muridnya, Annikeris dan ditebusnya. Kemudian peristiwa itu diketahui oleh sahabat-
sahabat dan pengikut-pengikut Plato di Athena. Mereka bersama-sama mengumpulkan
uang untuk mengganti harga penebus yang dibayar oleh Annikeris. Tetapi dia menolak
penggantian itu dengan berkata “Bukan tuan-tuan saja yang mempunyai hak untuk
memelihara Plato.” Akhirnya uang yang terkumpul itu dipergunakan untuk membeli
sebidang tanah yang kemudian diserahkan kepada Plato untuk dijadikan lingkungan
sekolah tempat ia mengajarkan filosofinya. Tempat itu diberi nama “Akademia”. Di
situlah Plato, sejak berumur 40 tahun, pada tahun 387 SM. Sampai meninggalnya dalam
usia 80 tahun, mengajarkan filosofinya dan mengarang tulisan-tulisan yang tersohor
sepanjang masa.

Ajaran tentang ide


Salah satu pemikiran Plato yang sangat fenomenal yakni ajaran tentang ide-ide.
Ajaran tentang ide-ide ini merupakan inti dasar seluruh filsafat Plato. Namun, arti ide
yang dimaksud oleh Plato berbeda dengan pengertian orang-orang modern sekarang,
yang hanya mengartikan bahwa kata ide adalah suatu gagasan atau tanggapan yang hanya
terdapat dalam pemikiran saja. Sehingga orang-orang akan menganggap bahwa ide
merupakan suatu yang bersifat subjektif belaka. Plato mengartikan kata ide itu
merupakan suatu yang objektif. Menurut Plato ada ide-ide yang terlepas dari subjek yang
berpikir. Beliau mengatakan bahwa semua yang ada di entitas ini semuanya ada di alam
ide tersebut, yakni alam tersebut di analogikan seperti cetakan kue dan kue-kuenya itu
adalah entitas-entitas ini.
Menurut Plato ide-ide tidak bergantung pada pemikiran, sebaliknya pemikiran
bergantung pada ide-ide. Justru karena ada ide-ide yang berdiri sendiri. Pemikiran kita
dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain dari pada menaruh perhatian kepada ide-ide itu.
1. Adanya ide-ide
Munculnya pemikiran Plato tentang ide-ide adalah terinspirasi dari gurunya yakni
Socrates. Dimana Socrates dikisahkan bahwa beliau berusaha mencari defenisi-defenisi,
ia tidak puas dengan menyebut satu persatu perbuatan-perbuatan yang adil atau tindakan-
tindakan yang berani. Ia ingin menyatakan apa keadilan atau keberanian itu sendiri, atau
bisa dikatakan bahwa Socrates mencoba mencari hakikat atau esensi keadilan dan
keutamaan-keutamaan lain tersebut. Karena pemikiran gurunya ini lah Plato kemudian
meneruskan usaha gurunya tersebut lebih jauh lagi. Menurut dia esensi itu mempunyai
realitas, terlepas dari segala perbuatan kongkret. Ide keadilan, ide keberanian dan ide-ide
lain itu ada.1
Ada pun asal usul yang lain tentang ajaran Plato tentang ide-ide ialah berkaitan
dengan ilmu pasti. Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu pasti sangat di utamakan dalam
akademi Plato dan di bidang ini Plato terpengaruh oleh kaum Pythagorean. Menurut Plato
ilmu pasti yang berbicara tentang segitiga, namun segitiga yang dimaksud itu bukan
segitiga yang kongkret, melainkan segitiga yang ideal, maka Plato menarik kesimpulan
bahwa segitiga itu memiliki realitas juga, biar pun tidak dapat ditangkap oleh indra.
Tidak mungkin bahwa ilmu pasti membahas sesuatu yang tidak ada! Jadi, mesti terdapat
suatu ide ”segitiga”. Segitiga yang digambarkan pada papan tulis hanya merupakan tiruan
tak sempurna saja dari ide “segitiga”.
Namun contoh lain yang sama dengan konsep pada segitiga tersebut, seperti ”
kata bagus”, begitu banyak yang boleh dikatakan bagus : kain bagus, patung bagus,
rumah bagus, dan lain sebagainya. Sehelai kain tidak disebut bagus karena itu kain, sebab
terdapat juga kain yang jelek. Yang menyebabkan kain itu disebut bagus ialah ide tentang
bagus itu. Selain kain tersebut masih banyak yang bisa dikatakan bagus, karena ide
tentang bagus merupakan bagus itu sendiri secara sempurna, tidak tercampur dengan
yang lain. Plato menyebut ini dengan kata-kata Yunani yaitu idea serta eidos dan juga
kata morphe yang berarti bentuk.
2. Dua dunia
Menurut Plato realitas itu terbagi menjadi dua yakni:
a. Dunia indrawi
Realitas yang pertama ini yakni adalah yang mencakup benda-benda jasmani yang
disajikan kepada panca indra, atau bisa dikatakan relaitas yang pertama yang dimaksud
Plato adalah sesuatu yang dapat dijangkau oleh indra seperti bunga, pohon dan lain-lain.
Pada taraf ini harus diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang
kini bagus keesokan harinya sudah layu, lagi pula dunia indrawi ditandai oleh pluralitas.
Sehingga bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga.
b. Dunia ide
Disamping ada dunia indrawi yang senantiasa berubah, menurut Plato ada juga
sebuah dunia yang tidak pernah berubah yakni disebut dunia ideal atau dunia yang terdiri
atas ide. Dalam dunia ideal tidak sama sekali yang pernah berubah. Semua ide bersifat
abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal tidak ada banyak hal yang bagus karena
hanya terdapat satu ide “yang bagus”. Demikian pula dengan ide-ide yang lain yang
bersifat abadi dan sempurna.
Namun, ketika Plato mengatakan bahwa dunia itu ada yakni dunia indrawi dan
dunia ideal, kemudian apa keterkaitan antara kedua dengan dunia ini tersebut? Ide-ide
sama sekali tidak di pengaruhi oleh benda-benda jasmani. Lingkaran yang digambarkan
pada papan tulis lalu di hapus lagi, sama sekali tidak mempengaruhi ide “lingkaran”.
Tetapi Ide-ide mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani.
1
K. Bertens “sejarah filsafat Yunani”, (Yogyakarta KANISIUS,1999). Hal. 130
Hubungan antara ide-ide dan realitas jasmani bersifat seperti yang ada di atas,
sehingga benda-benda jasmani tidak bisa tanpa pendasaran oleh ide-ide itu. Plato
mengungkapkan hubungan itu dengan tiga cara:2
1. Pertama-tama ia mengatakan bahwa Ide itu hadir dalam benda-benda konkret. Tetapi
dengan ide itu sendiri tidak dikurangi sedikit pun juga.
2. Dengan cara lain, ia mengatakan bahwa benda kongkret mengambil bagian ide.
Dengan demikian Plato mengintroduksikan “partisipasi” (metexis) ke dalam filsafat.
Tiap-tiap benda jasmani berpartisipasi pada satu atau beberapa ide. Kalau kita
mengambil sebagai contoh: satu bunga bagus, maka bunga itu mengambil bagian
dalam ide “bunga”,”bagus” dan “satu”. Tetapi, partisipasi itu tidak mengurangi ide
bersangkutan.
3. Plato mengatakan juga bahwa ide merupakan model atau contoh (paradigma) bagi
benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna
yang menyerupai model tersebut.
Menurut Plato seperti yang di atas bahwa hubungan antara kedua dunia itu
adalah demikian seperti yang diatas, yakni bahwa ide-ide dari dunia ide itu hadir
dalam benda yang kongkrit, contohnya ide manusia berada pada tiap manusia dan
sebagainya, dan sebaliknya benda-benda itu berpartisipasi dengan idea-ideanya,
artinya mengambil bagian ide-ideanya, bukan hanya dalam satu idea saja, melainkan
dapat juga lebih (umpamanya: bunga bagus, berpartisipasi dengan idea bunga dan
idea bagus). Dengan demikian idea-idea itu berfungsi sebagai model atau contoh
benda-benda yang kita amati di dalam dunia ini.
Menurut Plato di dalam dunia ide tiada kejamakan, yakni berarti bahwa “
yang baik” hanya lah satu saja, dan seterusnya, sehingga tiada bermacam-macam “
yang baik”. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa dunia ide ini hanya terdapat satu ide
saja. Ada banyak ide. Oleh karena itu, dilihat dari segi lain harus juga di katakan
bahwa ada kejamakan, ada bermacam-macam ide seperi ide manusia, binatang, dan
lain-lainnya. Idea yang dihubung-hubungkan dengan idea yang lain contohnya ide
bunga yang dikaitkan dengan ide bagus, idea api dihubungkan dengan ide panas, dan
sebagainya. Hubungan antara kedua ini disebut koinonia ( persekutuan). Di dalam
dunia ide itu juga ada hirarki, contohnya ide anjing termasuk ide binatang menyusui,
termasuk ide binatang, termasuk ide makhluk, dan seterusnya. Segala ide itu jikalau
disusun secara hirarkis memiliki ide “yang baik” sebagai puncaknya yang menyinari
segala ide. Plato sangat menganjurkan untuk tidak menganggap dunia sebagai jahat.
Dunia justru harus di atur oleh manusia.
Salah satu dasar dari munculnya dua dunia menurut Plato ini adalah untuk
mencoba menyatukan pemikiran dua filosof sebelumnya yakni Heraklitus, yang
meyakini tentang pergerakan atau perubahan dan menolak tentang pemberhentian
atau meyakini realitas itu senantiasa berubah, sedangkan permenides meyakini bahwa
tentang pemberhentian dan menolak segala gagasan tentang gerak atau meyakini
suatu kesatuan yang tidak dibeda-bedakan. Kemudian Plato mencoba
menggabungkannya dengan menganalisis bahwa ada sesuatu yang senantiasa

2
K. Bertens op.cit hal.132
berubah, namun ada juga sesuatu yang bersifat tetap tidak berubah dan kekal.
Sehingga munculnya pemikirannya yaitu dua dunia, yakni dunia pertama itu adalah
dunia yang senantiasa terdapat perubahan, dimana tidak sesuatu yang sempurna,
dunia yang dapat diamati dan dapat diindra, dan dunia yang kedua disebut dunia ide,
dimana tidak ada perubahan, tiada kejamakan, dan bersifat kekal.
Biografi Aristoteles
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stageria pada semenanjung Kalkalide
di Trasia (Balkan). Ayahnya bernama Machaon adalah seorang dokter istana pada
raja Macedonia amyntas II yang sangat dihormati. Ia banyak mendapat pelajaran
teknik membedah karena dari kecil ia mendapat asuhan ayahnya. Ia banyak
menggeluti ilmu-ilmu alam terutama ilmu biologi sampai berumur 18 tahun. Latar
belakang inilah yang telah memberikan gambaran pada ajaran filsafat Aristoteles. Ia
bukan hanya sebagai filosof Yunani besar yang terakhir, namun ia juga sebagai ahli
biologi besar Eropa yang pertama.
Tatkala ayahnya meninggal, ia pergi ke Atena dan belajar pada Plato di
Akademia selama 20 tahun. Disaat itulah ia banyak rajin membaca dan
mengumpulkan banyak buku-buku sehingga Plato mempunyai penghargaan besar
terhadap muridnya Aristoteles karena telah menyusun suatu bibliotik (perpustakaan)
pertama di atena dan rumahnya diberi julukan “rumah pembaca”.
Setelah Plato meninggal, Aristoteles meninggalkan Atena bersama dengan
kawan belajar di Akademia, Xenokrates. Mereka berangkat ke sebuah kota kecil di
pantai Asia Minor, kota Atarneus yang dikuasai ole Hermias (mantan murid Plato di
Akademia). Kedatangan mereka disambut dengan gembira dan sebagai penghargaan
terhadap Aristoteles, Hermeis menikahkannya dengan saudara perempuannya yang
bernama Pythias. Namun, kedua ahli filosofi ini hanya tinggal selama 3 tahun di
Aternus karena ada serangan dari tentara kerajaan Persia. Namun ia berhasil
melarikan diri bersama istrinya dan menerima undangan dari raja Macedonia
Philippos untuk mendidik anaknya Alexandros yang berusia 13 tahun.
Ia juga mendirikan lingkungan sekolah dengan nama “Lykeios”, bertempat di
sebelah pinggir kota yang tidak jauh dari candi Lykeios. Selain dari mengajar, ia
juga banyak menulis hingga akhir tuanya.Sebagian besar buah pikirannya yang
tertulis dituliskannya dalam masa itu. Pada tahun 322 SM, Aristoteles
menghembuskan nafasnya pada usia 63 tahun karena penyakit perut yang membawa
ia maut. Jika sekiranya umurnya lebih panjang, tentu semua tulisannya itu disiapkam
menjadi buku yang besar nilainya. Namun, pikiran Aristoteles menguasai masa
sesudahnya sampai dua ribu tahum lamanya3.Hasil karyanya banyak sekali. Akan
tetapi, sulit menyusun karyanya itu secara sistematis. Berbeda-beda cara orang
membagi-bagikannya. Ada yang membaginya atas 8 bagian, yang mengenai : logika,
filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika politik dan ekonomi dan akhirnya
retorika dan poetika ada juga orang yang menguraikan perkembangan pemikiran
Aristoteles meliputi 3 tahap, yaitu :

3
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 119
 Tahap di akademi, yaitu ketika dia masih setia kepada gurunya, Plato,
termasuk ajaran Plato tentang idea.
 Tahap di Assos, ketika ia berbalik daripada Plato, mengkritik ajaran Plato
tentang ide-ide serta membentuk pemikiran filsafatnya sendiri.
 Tahap ketiga yaitu tahap ketika ia di sekolahnya di Athena, waktu itu ia
berbalik dari berspekulasi ke penyeidikan empiris, mengindahkan yang konkrit
dan yang individual .4
Pandangan Aristoteles
Menurut Aristoteles filsafat ilmu adalah sebab dan asas segala benda. Oleh
karena itu dia menamakan filsafat sebagai teologi. Filsafat sebagai refleksi dari
pemikiran sistematis manusia atas realitas dan sekitarnya, tentunya tidak berdiri
sendiri, tidak tumbuh diruang dan tempat yang kosong. Lingkungan keluarga,
sosial alam dan potensi diri akan ikut mempengaruhi seseorang dalam melakukan
refleksi filosofis. Oleh karenanya dalam sejarah pemikiran manusia terdapat tokoh
pemikir ataupun filosof yang selalu saja muncul dari zaman ke zaman dengan
tema yang berbeda-beda. Aristoteles (381 SM-322 SM) mengatakan bahwa
filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran. Aristoteles memiliki pendapat yang
sama terhadap gurunya Plato, bahwa tujuan terakhir dari filosofi ialah
pengetahuan adanya dan yang umum. Ia juga berpandangan bahwa kebenaran
yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jalan pengertian. Namun, pandangan
Aristoteles lebih realis dari pandangan Plato. Plato mempelajari keseluruhan
adanya yang dipelajari ialah dunia yang tidak kelihatan yakni bentuk-bentuk kekal
atau ide-ide. Sedangkan Aristoteles mempelajari adanya lingkungan pada
kenyataan-kenyataan yang kelihatan yakni memperhatikan perubahan-perubahan
alam atau proses alam. Ini disebabkan karena pengaruh didikan diwaktu kecil
yang senantiasa di hadapkan kepada bukti dan kenyataan.
Ia lebih memandang kepada yang konkrit atau nyata. Awalnya ia
mengumpulkan fakta-fakta kemudian dususun menurut ragamnya dan sifatnya. Ia
menyelidiki sebab-sebab yang terjadi dalam keadaan yang nyata dan mencari
keterangan. Cara kerjanya dengan memperhatikan pendapat ahli-ahli filosofi
terdahulu secara kritis dan diperbandingkan kemudian barulah dikemukakan
pendapatnya sendiri dengan alasan yang dipertimbangkan.
Maka tak heran, Aristoteles lebih menjelajah pada ilmu-ilmu spesial. Tiap-
tiap buku yang dikarangnya membahas masing-masing masalah yang ditinjaunya
dengan kumpulan masalah yang terpisah. Ia menulis uraian-uraian tersendiri
tentang logika, fisika, biologi, metafisika, etik dan politik. Jadi, filosofi
Aristoteles adalah kumpulan dari segala ilmu pengetahuan yang diuraikan satu
persatu.
Kita menemukan bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara Plato dan
Aristoteles. Plato adalah seorang penyair dan ahli mitologi, sedangkan tulisan-
tulisan Aristoteles sangat kering dan kaku seperti ensiklopedia serta kebanyakan

4
Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat,( Kanisius 19800, Hlm 45
didasarkan pada telaah-telaah lapangan yang sangat cermat. Dari catatan Yunani
kuno, diperkirakan terdapat 170 judul tulisan Aristoteles. Dari semua itu, 47 judul
berhasil dilestarikan.5

Filsafat Timur
Filsafat timur berkembang di wilayah Asia, khususnya di India,
Tiongkok dan daerah-daerah lainnya. Filsafat Timur adalah suatu sebutan kepada
para pemikir filosofis yang berasal dari Asia. Filsafat yang muncul dari dunia
Asia di antaranya adalah Filsafat China, Filsafat India, Filsafat Jepang, Filsafat
Islam, Filsafat Buddhisme dan lain sebagainya.
Salah satu ciri khas Filsafat Timur adalah tak lepas hubungan filsafat
dengan agama. Filsafat Timur memiliki perbedaan dengan Filsafat Barat karena
Filsafat Timur lebih mengedepankan agama. Sehingga muncul banyak perdebatan
antara para tokoh Filsafat barat dengan Filsafat Timur.
Walaupun ada perbedaan antara Filsafat Timur dan Filsafat Barat, namun
mereka memiliki keunikan masing-masing. Meskipun sama-sama bertujuan
menemukan kebenaran, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Agama
mengajarkan kepatuhan, sedangkan filsafat mengandalkan kemampuan berfikir
kritis yang sering tampil dalam keraguan, mempertanyakan, dan membongkar
sampai ke akar-akarnya. Dan semoga dengan kedua filsafat ini dapat menambah
wawasan serta keilmuan kita semakin luas. Dan kita makin bijaksana dalam
menyikapi sesuatu. Jangan sampai pikiran kita terbatas yang membuat kita
menyalahkan pihak lain yang wawasannya luas dan tak terbatas.
Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak
rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur
lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan
sistematika seperti dalam filsafat barat. Misalnya dalam pemikiran Cina
sistematikanya berdasarkan pada konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan
alam hingga meninggalnya manusia dijalin secara runtut.
Yang menjadi pokok pembahasan saya adalah hanya fokus pada Filsafat India saja.

FILSAFAT INDIA
a. Sejarah Filsafat India

Filsafat India termasuk filsafat tertua setelah filsafat barat dan filsafat cina.
Alam pemikiran India lebih mendekati arti philosophia itu sendiri, yakni ajaran
hidup yang bertujuan untuk memaparkan bagaimana orang dapat mencapai
kebahagiaan yang kekal. Alam pikiran India boleh dikatakan “Magic Religius”
dan karena itulah filsafat ini berkembang pada saat itu. Tidak mencakup dalam
bidang ilmu saja, tetapi juga suatu faktor penting dalam usaha pembebasan diri.

5
Jostein Gaarder, Dunia Sophie, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004), hlm. 126.
Sesudah abad 14, filsafat india mulai mundur, disebabkan pemikiran para
tokoh generasi pada abad tersebut. Dalam arti, pada abad ini filsafat India
mengalami kemunduran tidak seperti pada abad-abad sebelumnya. Para tokoh-
tokoh pemikir pada abad tersebut hanya setngah-setengah saja meniru gema-suara
para pemikir zaman yang lampau.
Keadaan tersebut berlarut-larut hingga akhir abad ke 18. Pada waktu itu
timbullah kemungkinan serta awal perkembangan baru. Hal ini disebabkan karena
pertemuan pemikiran India dengan kebudayaan Barat. Kedatangan kebudayaan
Barat menimbulkan reaksi yang hebat dari pihak ahli pikir India.
Kebangkitan filsafat India yang sebenarnya dimulai sejak pertemuannya
dengan kebudayaan Barat, yaitu dengan pembaharuan yang diusahakan oleh Ram
Mohan Roy (1772-1833).
1. Filsafat Buddha
Sebutan Buddha berarti “Yang telah dicerahkan”. Sebutan tersebut
adalah sebutan suatu “tokoh rohani”, yang menurut keyakinan agama Buddha.
Pengertan Budhisme dalam arti filsafat adalah filsafat Budha dari
seorang tokoh filsafat budha yang bernama Sidharta Gautama atau juga disebut
Sakyamuni Budha dan berkembang menjadi filsafat agama Budha setelah Maha
Pari-Nirvana Sang Budha yang disebut Filsafat Mahayana.
Sidharta Gautama adalah tokoh pertama dalam filsafat Budha. Sidharta
Gautama adalah putra dari raja Suddhodana, dari kerajaan suku Sakya. Sidharta
Gautama dilahirkan kira-kira pada tahun 563 SM di Kapilawastu. Ketika ia telah
dewasa ia meninggalkan kerajaannya untuk mencari kebenaran. Setelah
pergumulan yang lama akhirnya dia mendapatkan kebenaran yang ia cari selama
ini. Sesudah hal tersebut ia dapatkan, lalu ia mengembara untuk memberitakan
ajarannya kepada orang lainnya yang belum tercerahkan atau belum mendapatkan
kebenaran.
Penderitaan yang dialami Sidharta tak terbatas dan kematian yang
dirasakan begitu hebat menekan, itu disebabkan karena beliau melepaskan diri
mencari kebenaran dan meninggalkan istananya demi hal tersebut.
Ajaran Sidharta Gautama yang asli sudah tidak dapat diketahui lagi. Yang
ada sekarang ini adalah pengumpulan berita-berita yang diteruskan oleh para
murid, yang terjadi jauh setelah kehidupannya itu sendiri berakhir. Ajaran
Sidharta Gautama sekarang ini terdapat di dalam dua macam sumber; sumber
yang pertama yaitu yang tertulis di dalam bahasa Pali (dipakai oleh aliran
Theraweda) dari golongan Hinayana yang terdapat di Langka, Birma, dan
Muangthai, dan sumber yang kedua yaitu yang tertulis di dalam bahasa Sanskreta
(kebanyakan dipakai oleh aliran Mahayana) yang terdapat di Nepal, Tibet, Cina
dan Jepang.
Telah tampak bahwa cara Sidharta Gautama membawa umat manusia
kepada kebebasan atau kelepasan itu memakai cara ilmu dokter. Artinya dokter
yang akan menyembuhkan pasiennya, maka si dokter tahu benar penyakit si
pasien tersebut baik itu yang menyebabkan pasiennya sakit, obatnya dan tahu cara
memakai obat tersebut. Begitu juga Sidharta Gautama ini, membebaskan orang
dari segala penderitaan dan menuju kebahagiaan.
Sidharta Gautama berpendapat bahwa kelahiran hingga mati, ternyata
penuh dengan penderitaan. Jika hal ini tidak ada di dalam dunia ini, niscaya ia
tidak akan dilahirkan.

2. Filsafat Hindu

Sebelum kita menelusuri filsafat Hindu, alangkah baiknya kita mengenal


terlebih dahulu sejarah serta pengertian Hindu. Kata Hindu berasal dari bahasa
sansekerta Shindhu, serta pada abad pertengahan dikenal dengan bahasa Persia,
Hindho yang barasal dari kata Avestan kuno, yaitu Hendaya yang berarti
“Penghuni Sungai Hindu”. Daratan di sekitar aliran sungai tersebut dikenal
dengan nama Hindostan, atau dalam bahasa Yunani yaitu Indos dan Indikos
yang berarti bangsa India.
Bagus Takwin menguraikan bahwa; awal mula Hindu tidak lepas dari
agama Hindu, atau dengan kata lain tak lepas dari kata Hinduisme. Hinduisme
adalah sebuah nama yang menaungi berbagai agama dan sebuah nama agama
yang berbeda bernaung di bawahnya. Pada dasarnya Hinduisme merupakan suatu
kepercayan monetheistik. Percaya hanya pada satu Tuhan. Dan dikenal juga
sebagai Sanathana Dharma, yang berarti “kebajikan”.
Para filsuf Hindu berfikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi
dan masuk ke dalam kebebasan yang baginya merupakan kebenaran. Kebenaran
yang dicari semata-mata untuk membebaskan diri dari dunia.
Menurut para filsuf Hindu, manusia adalah bagian dari alam yang tak
terpisahkan. Manusia seperti makhluk lainnya, berpatisipasi dalam karakter alam
sebab segala sesuatu memanifestasikan dan mengomunikasikan realitas Yang
Maha Kuasa. Manusia dan alam bukanlah dua hal, melainkan satu hal. Manusia
dan alam adalah satu kesatuan.
3. Para Pemikir Filsafat Hindu

1. Ramanuja

Menurut Ramanuja, Tuhan adalah asas yang imanen atau yang berada di
dalam jiwa (purusa) dan di dalam benda (prakrti). Jika Tuhan berada bagi dirinya
sendiri, maka jiwa dan benda berada bagi Tuhan. Tuhan, jiwa dan benda
ketiganya mewujudkan suatu kesatuan yang organis, namun ada juga perbedaan.

2. Ram Mohan Roy


Ia adalah seorang tokoh pembaharu yang berasal dari Hindu yang
mengemban pendidikan di Barat. Ia mempelajari berbagai agama, di antaranya
agama Hindu,Buddha dan Kristen. Ia mengadakan kebaktian-kebaktian

3. Sri Ramakrisna

Ia adalah seorang imam dari kuil Dakshinawar, sebuah tempat di dekat


Calcutta. Di dalam persekutuannya dengan Tuhan ia mengalami bahwa tiada
perbedaan antara dia dengan Tuhan. Berhari-hari ia dapat berada di dalam
keadaan bersekutu dengan Tuhan yang demikian itu, sehingga perasaannya tiada
yang lain kecuali Tuhannya. Setelah ia melakukan hal itu dan ia mendapatkan
keyakinan. Ia mulai mempelajari dan mempraktekkan ajaran agama Islam dan
Kristen. Kesimpulan yang diambilnya ialah bahwa jalan yang bermacam-macam
yang menuju kepada satu tujuan, yaitu pengrealisasian Tuhan.
Ia melatih para muridnya,yang biasanya terdiri dari orang-orangmuda. Di
bawah pimpinan Swami Vivokananda, para pemuda itu memberitakan amanat
kerohanian Sri Ramakrsna yang universal itu keseluruh pelosok India, bahkan
keseluruh muka bumi.

4. Mahatma Gandhi

Mahatma Gandhi (1869-1948) adalah seorang tokoh pembaharu agama


Hindu yang besar sekali pengaruhnya, khususnya di bidang politik. Baginya
hanya ada satu ruh yang terbagi-bagi dan tidak bisa dibagi-bagi. Tuhan ini oleh
orang theist disebut Allah. Gandhi sendiri menyebutnya “Kebenaran”. Kebenaran
ini menjadi asas segalanya dan menjadi tujuan hidup. Sebagai bukti kebenaran
tersebut adanya alam semesta, sehingga segala yang ada adalah bagian-bagiannya.
Ia mengatakan, bahwa suatu keuntungan yang besar bahwa kita dilahirkan
sebagai manusia, sebab hal itu memberi kesempatan kepada jiwa kita untuk
mencapai tujuannya, yaitu penyempurnaan. Bagi Gandhi ahimsa (tanpa
perkosaan) berarti tanpa kesalahan di dalam pikiran, di dalam kata-kata dan
perbuatan, serta menerima seluruh alam semesta di dalam kasih yang tak
terbelenggu. Tugas Gandhi dalam hidupnya ialah menunjukkan kepada dunia,
bahwa Kebenaran dan ahimsa dapat dipakai sebagai senjata guna mencapai tujuan
politik dan sosial.
Tehnik perjuangan yang direncanakan Gandhi guna mencapai
kemenangan dalam politik disebut Satyagraha (Kekuatan kebenaran). Artinya
bahwa orang harus memegang teguh kepada Kebenaran, sekalipun pada saat-saat
yang membahayakan. Kejahatan harus dilawan; cara melawannya bukan dibalas
dengan kejahatan lagi melainkan dengan kebaikan. Musuh tidak perlu dibenci.
Kita harus mengalahkannya dengan kasih.

5. Sri Aurobindo
Sri Aurobindo (1872-1950), ia berusaha mengubah dunia menjadi
kerajaan sorga melalui yoga yang sempurna. Pada waktu itu, karena perkara
politik ia ditahan di penjara di Alipur; ia merasa mendapat panggilan dari
Tuhannya untuk menjalankan misi rohani. Di dalam bukunya “The Life Divine”,
ia menguraikan filsafatnya tentang yoga. Filsafatnya disebut monisme, sekalipun
ia mengakui kenyataan dunia yang beraneka ragam ini.
Alam yang lebih tinggi dikuasai oleh pengetahuan, sedang alam yang
lebih rendah dikuasai oleh ketidaktahuan.

6. Sri Ramana Maharsi

Filsafat Sri Ramana sebenarnya sama dengan Adwaita-Wedanta. Tujuan


yang terakhir yang hendak dicapai ialah pengrealisasian diri. Seluruh ajarannya
berpusat kepada penyelidikan Pribadi. Menurutnya, manusia memiliki dua “aku”
yaitu “aku palsu”; sama dengan “ego”, dan “aku yang benar”; sama dengan
Pribadi. Pada umunya keduanya dianggap sama dan dijadikan satu. Membedakan
keduanya

Filsafat china
Apakah Laot-Tze merupakan nama dari seseorang? Inilah yang masih
menjadi perdebatan para sejarawan. Pasalnya, tokoh –yang mempunyai nama–
tersebut disebut sebagai salah satu filsuf yang mempengaruhi peradaban Cina
sampai saat ini. Hingga tidak jarang terlihat sikap bangsa China yang sangat
toleran, ramah dan tekun dalam segala hal. Ditambah kondisi alam dan sumber
daya manusia yang mengalami akselerasi dalam segal bidang, tak terkecuali
teknologi. Apakah yang sebenarnya yang melatar-belakangi pola pikir bangsa
China yang mengakibatkan mereka seperti perahu yang kuat dihantam badai
globalisasi dan modernisasi? Siapakah tokoh yang disebut Laot-Tzuitu?
Bagaimana falsafah kehidupannya?
Banyak tokoh yang melatar belakangi berdirinya prinsip-prinsip falsafah
China, diantaranya Confucius, Mo Tzu, Chuang Tzu dan Laot-Tzu. Tokoh yang
disebut terkahir inilah yang akan penulis bahas sebagai salah satu tokoh yang
berpengaruh. Tentunya, produk pemikiran dari Laot-Tzu sangatlah banyak, oleh
karena itu tidaklah cukup dibahas semuanya disini. Penulis hanya akan membatasi
pembahasan pada Biografi dan isi pemikirannya tentang sang “Thao” yang
kemudian dikenal dengan istilah “thaoisme”.Dalam buku Filsafat China (dari
Confecius sampai Han Fei Tzu), Soejono Soemargono menjelaskan bahwa kata
Laot-Tzu adalah sebuah nama dalam bahasa China yang berarti “empu Tua”.6
Tidak ada satupun sejarawan yang menetapkan secara pasti kapan Laot-
Tzu lahir, akan tetapi sebagian sejarawan menentukan tempat dia lahir, yaitu di
Negara Ch’u yang terletak di daerah yang kini disebut sebagai propinsi Honnan di

6
Tidak ada referensi yang pasti kenapa dinamakan “Empu Tua”. Dugaan sementara penulis, bahwa dikatakan
demikain karena usia Laot-Tzu yang sudah mulai tua namun memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Sehingga sebutan
itu merupakan panggilan kehormatan secara kultural. Lihat, Soejono Soemargono dalam Filsafat China, hal. 122
China. Selain itu, Laot-tzu juga disinyalir sejaman dengan Confusius yang
menurut perkiraan umum telah memberikan pelajaran tentang “upacara spiritual”.
Hal itulah yang menyebabkan muncul sebuah kitab yang diberi nama Laot-Tzu,
kelak dikenal juga dengan nama sebagai Tao Te Ching yang berarti “kitab klasik
mengenai jalan dan Dayana”. Kitab tersebut dipandang dan diakui oleh hampir
seluruh sejarawan sebagai peletak batu pertama dalam membangun kefilsafatan di
China. Akan tetapi, belakangan dunia modern mengeluarkan kesimpulan ganjil
dengan mengatakan bahwa Laot-Tzu hidup jauh setelah Confusius.7

Lao-Tzu: sebagai Tokoh atau sebagai nama sebuah Kitab?


Perdebatan tentang hal ini tidak bias dipungkiri lagi. Sebagian mengatakan
bahwa Lao-Tzu hanyalah nama sebuah Kitab; Bukan nama seorang tokoh. Namun
sebagian lagi mengatakan bahwa Lao-tzu merupakan nama seorang tokoh juga
nama sebuah kitab yang dinisbatkan kepada nama tokoh. Masalah yang lebih
serius dari itu adalah ketika masa hidup Sang tokoh Lao-Tzu terpaut jauh dari
kitab yang berjudul Laot-Tzu.
Secara historis, memang terdapat nama Lao-Tzu jauh sebelum Confusius
yang dikatakan bahwa nama keluarganya bernama Li, sedangkan nama pribadinya
ialah Tan. Dalam hal ini, tidak ada pernyataan apakah Kitab yang berjudul Lao-
Tzu memang ditulis oleh tangan dari tokohnya sendiri atau bukan. Hal ini masih
menjadi kajian serius bagi sejarawan. Karena itulah para pemikir lebih menarik
mengkaji isi filsafat Lao=Tzu dari pada asal-usul sang tokoh sampai kepada kitab
yang dinisbatkan kepada Lao-Tzu itu.
Lao-Tzu, baik disebut sebagai sebuah nama kitab ataupun diyakioni
sebagai nama seorang tokoh, keduanya memiliki peranan penting dalam
perkembangan filsafat China selanjutnya. Kedua akan selalu bergandengan dalam
eksistensinya dalam sejarah peradaban china, dan hal inilah yang penulis duga
bahwa kitab tersebut adalah nama sebuah kitab yang pada saat yang sama juga
nama seorang tokoh yang mengarang kitab tersebut. Oleh karena itu, lebih baik
diyakini keduanya benar dari pada menegasikan salah satu keduanya, karena hal
tersebut akan berakibat pada kerancuan referensi. Disatu sisi, Lao-Tzu sebagai
tokoh tidak meninggalkan satu bentuk karya pun, sementara di sisi lain ada
sebuah sebuah kita yang bernamakan Lao-Tzu.
Dalam kitab tersebut, sebenarnya terdiri dari beberapa bab yang
merupakan perkataan Lao-Tzu yang disebut sebagai sang Guru. Bab-bab tersebut
ditulis dengan gaya sastra yang cukup tinggi dan memiliki tingkat paradox yang
tinggi pula. Misalnya, dalam bab 21, lao-Tzu mengatakan:”…keberhasilan dan
kegagalan sama bahayanya.” Kalimat tersebut sepintas mempunyai makna bahwa
keberhasilan dan kegagalan bukanlan suatu tujuan, melainkan –sebaliknya –harus
dihindari demi menggapai tujuan yang sebenarnya. Tujuan yang sebenarnya,
dimaksudkan oleh Lao-Tzu sebagai Thao yang dijadikannya sebagai prinsip
filsafat yang menaungi segala bentuk pemikiran yang hendak mencari makna

7
Soemargono Soejono, Filsafat Timur, hal.122
kehidupan. Sedangkan makna kehidupan itu sendiri taK bias diraih tanpa
meninggalkan semua keinginan semu mamnusia, yaitu keinginan untuk berlomba,
yang pada akhirnya melukai manusia lain.
Kalau kita baca secara seksama, ajaran yang ditanamkan Lao-Tzu melalui
kitabnya, memiliki nilai mistik yang tinggi. Nilai-nilai mistik tersebut menuntut
akal kita untuk menggali lebih dalam agar terhindar dari penilai-penilaian yang
tidak relevan dengan maksud pengarang. Karena kata-kata yang dirangkai oleh
Lao-Tzu merupakan aksioma-aksioma yang padat, juga merupakan hasil
pemadatan makna dari segala deskripsi dan argumentasinya.
Dengan ini, penulis tidak berani menegaskan bias historis yang
mengatakan bahwa antara Lao-Tzu sebagai tokoh juga sebagai nama sebuah kita
tidak ada kaitannya sama sekali. Semata-mata karena kitab tersebut sangat jelas
memuat perkataan-perkataan Lao-tzu yang asli bahkan tidak tidak ditemukan di
kitab lain. Penulis hanya bisa mengungkapkan bahwa semua karakter dan system
pemikiran filsafat dalam buku tersebut tidaklah mungkin berasal dari masa yang
sejaman dengan atau sebelum masa Confusius.

Apakah Tao itu?


Kata Tao itu sendiri mengacu pad system filsafat atau pemikiran Lao-Tzu.
Dewasa ini, istilah Tao sering digunakan bagi sesuatu yang lebih bersifat mistik
ketimuran, khususnya filsafat China. Disebut mistik karena Tao sendiri mengejar
kebahagian yang tidak terletak pada makna lahiriah, lebih jauh dari itu, Tao
mengajarkan bagaimana menemukan makna dari “apa yang ada dibalik ragawi
dan lahiriah.” Dunia lahirian adalah dunia kasat mata yang bisa ditangkap oleh
panca indra, dan dengannya manusia hidup bersosial serta berkomunikasi sampai
masuk pada system jual-beli materi. Akan tetapi, dunia materi ini seringkali
terjadi sebuah fatamorgana yang tak bisa dihindari. Fatamorgana tersebut bukan
hanya terletak pada pandangan mata yang melihat objek luar secara keliru,
melainkan juga masuk pada pengertian-pengertian umum tentangnya. Hingga,
tidak jarang ditemukan pertarungan pengetahuan indrawi yang tak berujung.
Malah, alih-alih untuk kemaslahatan manusia, produk pengetahuan ini menjadi
kontra produktif (misorientasi).
Ketika manusia menyaksikan realitas eksternal, mereka melihat objek-
objek tersebut secara jelas. Dan dengan itu pula mereka tidak mengalami
kesulitan ketika mengungkapkannya dengan bahasa lisan ataupun ketika masih
diolah dalam pikiran. Akan tetapi, sebenarnya, tanpa disadari apa yang mereka
katakana hanyalah kumpulan dari nama-nama objek yang kemudian disusun
subjek dan predikatnya hingga menjadi kalimat. Maka, persoalannya disini
adalah, apakah nama-nama tersebut memiliki makna bahwa segala yang diberi
nama harulah Nampak sebagai sesuatu yang bisa diindrai?
Tak diragukan lagi, bahwa segala yang Nampak sebagai benda materi
mempunyai symbol-simbol yang disebut sebagai nama. Ketika seseorang
menyebut kata “Kursi”, maka lawan bicara akan memahami perkataan itu dengan
menunjuk benda yang berkaki empat dan mempunyai sandaran kemudian
dijadikan tempat duduk. Ataupun ketika saya mengatakan satu kata “Buku”, maka
pembaca akan langsung memahami setidaknya ada satu benda dengan tumpukan
kertas yang tersusun rapid an memiliki sub-sub judul. Akan tetapi, berbeda jika
saya menyebut satu nama, misalnya “Malaikat”. Tentu seseorang yang
mendengarnya tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk malaikat, kecuali
hanya terbayangkan wujud malaikat yang bisa disimbolkan dengan jubbah hitam
atau putih dan membawa tongkat. Hal ini terjadi karena Malaikat bukanlah objek
indrawi yang bisa dilihat dengan mata telanjang, yang kemudian bisa masuk ke
alam memori pikiran manusia.
Kemudian, jika saya menyebut kata “Tao”, tidak ada seorang pun yang
mampu menggambarkan apa itu atau siapakah itu. Karena Lao-Tzu sendiri
memang mengatakan bahwa Tao bukanlah entitas yang bisa diberi nama, itu
karena Tao sendiri diluar dari kesamaan dengan entitas-entitas indrawi. Maka dari
itulah, Tao merupakan wujud yang diluar ruang dan waktu. Jika jika menyebut
kata “tao”, kata tersebut bukanlah menunjuk pada Tao sebagai tao, melainkan
hanya sebagai istilah yang digunakan untuk menunjuka sesuatu yang tidak
terbatas. Tidak seperti ketika seseorang menyebut kata “meja”, maka meja yang ia
sebut menunjuk pada meja yang sebenarnya. Sementara Tao, mungkin, mungkin
tao itu sendiri.
Di dalam kita Lao-Tzu bab pertama disebutkan bahwa Tao yang diberi
nama bukanlah tao yang kekal nan abadi, karena nama yang bisa disebut dengan
sebuah nama bukanlah sesuatu yang abadi. Ia akan hilang, rusak atau bahkan
direduksi dengan istilah lain. Maka, boleh saja bagi kita untuk mengganti Tao
menjadi Helmet misalnya, karena Tao yang kita sebut bukan Tao yang
sebenarnya. Kemudian dalam bab tiga puluh, Lao-Tzu mengatakan;…”Tao
bersifat abadi, tidak bisa diberi nama, belum terukir.” Dari perkataan itulah Tao
juga bisa diartikan sebagai “balok yang belum terukir.”
Di dalam system filsafaty Tao, terdapat peralihan antara “Yu yang berarti
“yang ada” dengan “wu” yang berarti “bukan yang ada”, dan antara “yu ming”
yang berarti “ mempunyai nama” dengan “wu ming” yang berarti “tidak
mempunyai nama, tidak diberi nama.” Pemilahan semacam ini merupakan satu
macam pemilahan, karena yu dan wu merupakan satu ringkasan antara yu-ming
dan wu-ming. Dan juga, pemilahan seperti ini untuk mempermudah pembahasan
selanjutnya bahwa ada sesuatu yang abadi da nada sesuatu yang tidak abadi. Yang
abadi bisa dikatakan sebagai “wu’ dan yang tidak kekal disebut dengan “yu”.
Jika tao bukanlah sesuatu yang bisa diberi nama, maka ia bukanlah sesuatu
itu, melainkan keabadian sebelum munculnya nama-nama. Darinya muncullah
yang satu, dari satu satu muncul yang tiga dan seterusnya. Oleh karena tao sendiri
bersifat abadi dan kekal adanya, maka kehidupan manusia yang penuh dengan
pengertian-pengertian tentang nama-nama, haruslah kembali pada pondasi
keabadian Tao. Dan ini bukanlah sesuatu yang mustahil, karena dalam diri
manusia ada sisi “yu-ming” yang merupakan peneluran dari “”wu-ming”. Selain
itu, manusia juga mempunyai jiwa yang tidak dibatasi oleh indra, karena itulah
jiwa manusia juga tidak terbatas. Akan tetapi ketidak-terbatasannya masih
dibatasi oleh ketidak-terbatasannya sendiri. Mengapa? Karena jiwa (ruh) manusia
masih berada dan terikat oleh alam materi. Satu-satunya jalan untuk kembali dan
menyadari keberadaan tao yang tidak terbatas itu, ialah menghindari keinginan-
keinginan yang bersifat indrawi. Karena keinginan ataupun kehendak semacam
itu, pada gilirannya akan menghancurkan jiwa. Karena jiwa senantiasa menuntut
manusia untuk menyadari serta kembali pada sesuatu yang abadi dan sederhana.
Jadi, intinya, sang tao merupakan istilah yang Lao-tzu gunakan untuk
menunjuk pada sesuatu yang abadi. Walaupun pada saat yang sama, Tao sendiri
bukanlah tau yang sebenarnya. Akan tetapi karena manusia butuh bahasa untuk
mengajarkannya kepada orang lain, maka yang abadi (yang belum terukir) itu
perlu diberi nama. Setelah manusia sadar akan adanya entitas yang mengawali
sebagal realitas, maka seyogyanya manusia kembali pada kesadaran akan
keabadian Tao yang dirumuskan dalam Yu dan Wu. Inilah kunci kebahagian
sejati menurut Laot-Tzu. Jika tidak, maka manusia selamnya akan berada dalam
kebimbangan yang tiada henti. Kebimbangan yang hanya merusakan jiwa
manusia sampai pada tahap kehilangan arah dan tujuan. Karena keinginan-
keinginan mereka di dunia ini hanyalah bersifat materiil semata, sementara materi
senantiasa bergerak dan berubah. Dan yang bergerak akan mengalami perubahan,
berubah berarti dari tiada akan menuju tiada kembali.

i
Betrand Russel, Sejarah Filsafat Barat. Hal. 112

Anda mungkin juga menyukai