Usaha Tani Dan Pemasaran Jahe
Usaha Tani Dan Pemasaran Jahe
I. PENDAHULUAN
Tabel 2. Rata-rata produksi jahe Indonesia tahun 1989 sampai 2008 (ton)
Tabel 4. Jumlah dan nilai penggunaan jahe pada industri besar dan sedang
tahun 2007
No. Industri KKI Volume (ton) Nilai (Rp.)
1 Pengolahan dan pengawaten ikan & biota perairan 011170204 9.93 9,933,000
2 Roti dan sejenisnya 011170204 0.78 4,334,000
3 Makanan dari coklat dan kembang gula 011170204 172.27 708,090,000
153170107 572.92 2,003,113,000
4 Kecap 153170107 0.29 1,296,000
5 Kerupuk dan sejenisnya 011170204 9.94 29,880,000
153170107 298.29 1,063,054,000
6 Bumbu masak dan penyedap masakan 011170204 505.69 492,873,000
153170107 177.59 254,324,000
7 Kue-kue basah 011170204 345.04 341,936,000
8 Anggur dan sejenisnya 153170107 1.58 1,575,000
9 Minuman ringan 011170204 2.57 4,980,000
153170107 56.56 146,974,000
10 Farmasi 858.90 2,947,168,000
11 Jamu 011170204 4,600.70 8,231,010,000
153170107 102.31 132,796,000
242330252 43.08 243,554,000
50.40 108,000,000
12 Kosmetik 011170204 13.86 6,095,000
Total 7,822.69 16,730,985,000
Sumber : diolah dari BPS (2007)
IV. PEMASARAN
V. STANDAR MUTU
Persyaratan khusus
No Jenis uji
Satuan Persyaratan
5.2. Simplisia
Simplisia jahe diperoleh dari jahe yang telah dikeringkan. Untuk
ekspor terdapat dua jenis simplisia: ”scrapped ginger” yaitu jahe kering
berbentuk irisan dan ”white ginger” yaitu jahe kering utuh. Persayaratan
ekspor simplisia lebih terinci dibandingkan ekspor jahe segar, diantaranya:
uji organoleptik, makroskopis, mikroskopis, serta syarat khusus tentang
cemaran organik yang dapat diterima negara tujuan (Tabel 10 dan 11).
6.1. Usahatani
Pada bab terdahulu telah diuraikan bahwa peningkatan produksi
jahe Indonesia disebabkan oleh peningkatan produktivitas yang sangat
nyata, pada kurun 2000-2004 rata-rata produktivitas jahe nasional adalah
9,24 ton/ha dengan laju peningkatan 2,95 % per tahun menjadi rata-rata
19,06 ton/ha pada kurun 2005-2008. Akan tetapi pada kurun 2005-2008
laju peningkatan produktivitas menurun sebesar 0,11% per tahun.
Produktivitas jahe nasional hampir setara dengan produktivitas
jahe yang dihasilkan oleh lembaga penelitian seperti Balittro yaitu 20
ton/ha. Akan tetapi dengan kondisi penurunan laju produktivitas yang
terjadi pada tahun 2005-2008, pengembangan jahe nasional perlu perlu
diwaspadai agar tidak tejadi keberlanjutan penurunannya yang akan
berdampak pada produksi.
Jika diamati lebih lanjut penurunan laju produktivitas pada kurun
waktu 2005-2008 juga dipengaruhi perubahan yang sangat ekstrim kondisi
iklim Indonesia yaitu tingginya curah hujan dan hal ini tidak
menguntungkan bagi pertanaman jahe, serta peningkatan harga jual
saprodi menyebabkan petani tidak dapat memelihara pertanamannya
secara optimal. Berdasarkan kedua fenomena tersebut dalam
pengembangan jahe beberapa faktor yang sangat menentukan dan harus
menjadi perhatian pelaku agribisnis jahe yaitu : penanaman di ekologi yang
sesuai, serta tersedianya sarana produksi seperti bibit unggul, teknologi
budidaya yang memadai dan adanya kepastian pasar.
6.2. Pemasaran
Kendala pemasaran yang paling dirasakan oleh petani jahe adalah
fluktuasi harga jual produk yang sangat tinggi, dimana petani berada pada
posisi price taker, dan harga jual ditentukan oleh pedagang pengumpul.
Dalam rangka meningkatkan posisi tawar petani, perlu dibentuk
DAFTAR PUSTAKA