Anda di halaman 1dari 27

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien


Nama / Umur : Tn.DAN / 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Duren sawit
Pekerjaan : Ekspedisi
Agama : Protestan
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal masuk : 1 April 2018
Tanggal pemeriksaan : 2 April 2018
Ruang Perawatan : Dahlia Atas

I.2 Anamnesa
Autoanamnesa di lakukan pada tanggal2April 2018

Keluhan Utama
Pusing yang berputar sejak ±7 hari SMRS

Keluhan Tambahan
Mual, muntah, kesemutan di pipi kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS Persahabatan dengan keluhan kepala pusing
seolah sekelilingnya bergerak sejak ± 7 hari SMRS. Keluhan terjadi sore hari
selepas pasien bekerja mengangkut barang di ekspedisi. Awalnya pasien hanya
merasakan sedikit seperti melayang, namun perlahan lingkungan sekitarnya
seperti berputar lalu pasien langsung duduk. Pusing berputar dirasakan konstan,
sedikit mereda ketika menutup mata dan dalam keadaan duduk. Keluhan disertai
rasa mual dan muntah 1 kali 1 hari SMRS yang berisi air. Muntah yang

1
menyemprot jauh disangkal. Keluhan penurunan kesadaran, penglihatan yang
menurun atau melihat ganda, bicara cadel dan pelo, disangkal oleh pasien.
Keluhan gangguan pendengaran (telinga berdenging) dan nyeri pada daerah
telinga disangkal oleh pasien. Namun pasien mengaku telinga sebelah kirinya
mengalami penurunan pendengaran sejak 3 tahun yang lalu setelah pasien
mengorek telinganya dengan peniti, saat itu pendengaran sempat menghilang
namun beberapa jam kemudian kembali lagi, 1 minggu setelahnya pendengaran
pasien kembali menghilang. Untuk keluhannya tersebut pasien tidak pernah
berobat karena menurutnya bukan suatu hal yang berbahaya.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.Riwayat
keluhan yang sama disangkal. Riwayat hipertensi dan darah manis disangkal.
Riwayat trauma dan pembedahan pada kepala sebelumnya disangkal oleh pasien.
Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu, alkohol, dan tidak
merokok. Pasien telah berobat ke puskesmas namun tidak mengalami perbaikan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluhan serupa pada keluarga. Hipertensi pada kakek pasien.

I.3 Pemeriksaan Fisik


Status Internis
 Keadaan umum :Tampak sakit sedang
 Gizi :Baik
 Tanda vital
Tekanan Darah :130/80 mmHg
Nadi kiri :82x/menit
Pernafasan :20x/menit
Suhu :36,2°C
 Limfonodi :Tidak ada pembesaran limfonodi
 Jantung :BJ I-II reguler,gallop(-),murmur (-)

2
 Paru :Suara dasar vesikuler,rhonki-/-,whezzing -/-
 Hepar :Tidak teraba membesar
 Lien :Tidak teraba membesar
 Ekstremitas :Akral hangat,edema(-)

Status Neurologis
 Kesadaran :Compos Mentis / E4M6V5 GCS = 15
 Rangsang Meningeal
Kanan Kiri
Kaku kuduk : (-)
Laseque : (-) (-)
Kerniq : (-) (-)
Brudzinsky I : (-) (-)
Brudzinsky II : (-) (-)

 Nervi Craniales
N.I ( Olfaktorius)
Daya penghidu : Tidak dilakukan pemeriksaan

N II (Opticus)
Ketajaman penglihatan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengenalan warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Konfrontasi :Baik
Funduscopy :Tidak dilakukan pemeriksaan

N III, IV, VI (Oculamotorius, Trochlearis, Abducens)


Kanan Kiri
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Gerakan bola mata
Lateral : Baik menurun

3
Medial : Baik Baik
Atas lateral : Baik Baik
Atas medial : Baik Baik
Bawah lateral : Baik Baik
Bawah medial : Baik Baik
Atas : Baik Baik
Bawah : Baik Baik
Pupil
Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor
Posisi : sentral sentral
Rf cahaya langsung : (+) (+)
Rf cahaya tidak langsung: (+) (+)
Rf akomodasi/konvergensi: (+) (+)

N. V (Trigeminus)
Menggigit : (+)
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas
Atas (V1) : (+) (+)
Tengah (V2) : (+) menurun
Bawah (V3) : (+) (+)
Rf Masseter : Baik
Rf Temporalis : Baik
Rf Kornea : Tidak dilakukan

N VII (Facialis)
Mengangkat alis : Simetris
Menutup mata : Dapat menutup kedua mata
Meringis :Nasolabial kiri lebih dangkal
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : tidak dilakukan pemeriksaan

4
N. VIII ( Vestibulokoklearis )
Kanan Kiri
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) menurun
Mendengar detik arloji : (+) menurun
Tes Schawabach : Tidak dilakukan
Tes Rinne : Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan

N. IX dan X (Glossopharyngeus dan Vagus)


Posisi uvula : Tidak terdapat deviasi
uvula, arcus faring simetris
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Bersuara : Dalam batas normal
Menelan : Dalam batas normal

N. XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : Normal
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : Simetris

N.XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Deviasi kiri
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : Jelas
Tremor lidah : Tidak ada

 Motorik
Bebas Bebas
Gerakan :
Bebas Bebas
5555 5555
Kekuatan :
5555 5555

Tonus : Normotonus pada keempat ekstremitas

5
Trofi : Eutrofi pada keempat ekstremitas

 Sensibilitas
Eksteroseptif kanan kiri
Nyeri : (+) (+)
Suhu : tidak dilakukan
Taktil : (+) (+)
Propioseptif
Vibrasi : tidak dilakukan
Posisi : (+) (+)
Tekan dalam : (+) (+)

 Refleks fisiologis
Refleks Tendon Kanan Kiri
Refleks Biseps : (+) (+)
Refleks Triseps : (+) (+)
Refleks Patella : (+) (+)
Refleks Archilles : (+) (+)
Refleks Periosteum : tidak dilakukan
Refleks Permukaan
Dinding perut : tidak dilakukan
Cremaster : tidak dilakukan
Spinchter Anii : tidak dilakukan

 Refleks patologis
Kanan Kiri
Hoffmann Tromner : (-) (-)
Babinzki : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)

6
Rosolimo : (-) (-)

 Koordinasi dan keseimbangan


Tes Knee To Heel : (-), Pasien dapat melakukan dengan baik
Disdiadochokinesis :(-), Pasien dapat melakukan gerakan
supinasi dan pronasi secara cepat
Tes Jari hidung :(-), Pasien dapat melakukan gerakan
dengan baik
Tes telunjuk telunjuk : (-),Pasien dapat melakukan gerakan
dengan baik
Tes Rebound :(-), Pasien dapat mengatur gerakan tangan
Tes Romberg :(+), pasien sulit berdiri tegak saat
membuka atau menutup mata
Tes Tandem Walking :(+), Pasien cenderung berjalan dengan kaki
lebar dan cenderung miring kearah kiri

 Fungsi otonom
Miksi
Inkotinensia :Tidak ada
Retensi :Tidak ada
Anuria :Tidak ada
Defekasi
Inkotinensia :Tidak ada
Retensi :Tidak ada

I.4 Resume
Pasien Tn. DANlaki-laki umur 26 tahun datang ke IGD RS Persahabatan
dengan keluhan pusing yang sekelilingnya terasa berputar, rasa tersebut timbul
bila pasien melakukan gerakan bangun dari tempat duduk dan menggerakan
kepalanya.Keluhan gangguan pendengaran dan nyeri pada daerah telinga di
sangkal oleh pasien. Riwayat trauma dan pembedahan pada kepala di sangkal.

7
Pada pemeriksaan didapatkan status internis dalam batas normal. Pada status
neurologis didapatkan pasien compos mentis dengan GCS 15, rangsangan
meningeal dalam batas normal, reflek fisiologi dalam batas normal, reflek
patologis dalam batas normal, nervus kranialis ditemukan hipestesia nervus V
cabang maksilaris sinistra, hemiparese nervus VI sinistra, hemiparese nervus VII
sinistra sentral, hemiparese nervus XII sinistra sentral, motorik dalam batas
normal, sensibilitas dalam batas normal. Pada tes koordinasi dan keseimbangan
didapatkan tes Romberg positif dan tes tandem walking positif.

I.5 Diagnosis
Diagnosis Klinik :Hipestesia nervus V cabang Maksilaris sinistra
Hemiparese nervus VI sinistra
Hemiparese nervus VII sinistra sentral
Hemiparese nervus XII sinistra sentral
Vertigo Sentral
Diagnosis topik : Penekanan pada Pons dan Serebelum
Diagnosis etiologi : Suspek tumor sudut serebellopontine
Diagnosis Patologi Anatomi : Massa

I.6 Terapi
Medikamentosa :
 Histaminergik (Betahistine)

Non medikamentosa :
 Cukup istirahat
 Vestibular exercise (metode Brandt Daroff & latihan visual vestibuler)

I.7 Rencana Pemeriksaan


 Audiometri
 CT scan kepala

8
I.8 Prognosa
 Ad vitam : ad bonam
 Ad Fungsionam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Vertigo
II.1.1 Definisi
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
yang berarti kondisi.Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara
definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan
sekitar yang terasa berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan
linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini lebih jarang dirasakan.
Persepsi gerakan dapat berupa:
a. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada gangguan
vestibular.
b. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang
yang timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual
Berbeda dengan vertigo, dizziness atau pusing merupakan suatu keluhan
yang umum terjadi akibat perasaan disorientasi, biasanya dipengaruhi oleh
persepsi posisi terhadap lingkungan. Dizziness sendiri mempunyai empat subtipe,
yaitu vertigo, disekuilibrium tanpa vertigo, presinkop, dan light headedness

Gambar 1 Perbedaan Dizziness

II.1.2 Epidemiologi
Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan
sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua. Sementara itu, angka kejadian

10
vertigo pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada
populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak minimal pernah
merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar
(hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo” yang disertai dengan
gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).

II.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:
a. Vertigo vestibular perifer. Terjadi pada lesi di labirin dan nervus
vestibularis
b. Vertigo vestibular sentral. Timbul pada lesi di nucleus vestibularis batang
otak, thalamus sampai ke korteks serebri.

Gambar 2 Karakteristik Vertigo Sentral dan Perifer

Gambar 3 Etiologi Vertigo Sentral dan Perifer

11
II.1.4 Kriteria Diagnosis
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif
(symptoms) dan objektif (signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh.
a. Gejala subjektif
 Pusing, rasa kepala ringan
 Rasa terapung, terayun
 Mual
b. Gejala objektif
 Keringat dingin
 Pucat
 Muntah
 Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
 Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat / diprovokasi perubahan posisi
kepala.
c. Dapat disertai gejala berikut:
 Kelainan THT
 Kelainan Mata
 Kelainan Saraf
 Kelainan Kardiovaskular
 Kelainan Penyakit Dalam lainnya
 Kelainan Psikis
 Konsumsi obat-obat ototoksik
d. Anamnesis
 Bentuk vertigo : melayang, goyang berputar
 Keadaan yang memprovokasi : perubahan posisi kepala dan tubuh,
keletihan, ketegangan.
 Profil waktu : Akut, paroksismal, kronik.
 Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
 Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin,
salisilat.

12
 Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung,
hipertensi, hipotensi, penyakit paru.
 Adanya nyeri kepala.
 Adanya kelemahan anggota gerak.
e. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan umum
Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi,
jantung, paru, abdomen.
 Pemeriksaan neurologis
 Kesadaran : kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer dan
vertigo non vestibuler, namun dapat menurun pada vertigo
vestibuler sentral.
 Nervus kranialis : pada vertigo vestibularis sentral dapat
mengalami gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, V
sensorik, VII, VIII, IX, X, XI, XII.
 Motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).
 Sensorik : gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).
 Keseimbangan (pemeriksaan khusus neuro-otologi)
- Tes nistagmus: Nistagmus disebutkan berdasarkan
komponen cepat, sedangkan komponen lambat
menunjukkan lokasi lesi: unilateral, perifer, bidireksional,
sentral.
- Tes Rhomberg : Jika pada keadaan mata terbuka pasien
jatuh, kemungkinan kelainan pada serebelum. Jika pada
mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi,
kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau
proprioseptif.
- Tes Rhomberg dipertajam (Sharpen Rhomberg): Jika pada
keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan
pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung
jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada system
vestibuler atau proprioseptif.

13
- Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien tidak
dapat melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada
kelaianan vestibuler, pasien akan mengalami deviasi.
- Tes past pointing, pada kelainan vestibuler ketika mata
tertutup maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada
kelainan serebelar akan terjadi hipermetri atau hipometri.
f. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin, dan
pemeriksaan lain sesuai indikasi.
 Pemeriksaan Radiologi : Foto tulang tengkorak leher, Stenvers
(pada neurinoma akustik).
 Pemeriksaan Neurofisiologi : elektroensefalografi (EEG),
elektromiografi (EMG).
 Pemeriksaan Neuro-imaging : CT Scan kepala,
pnemoensefalografi, Tronscronial Doppler

II.1.7 Diagnosis Banding


 Stroke vertebrobasilar
 Penyakit demielinisasi
 Meniere Disease
 Neuritis Vestibularis

II.1.8 Tatalaksana
a. Terapi kausal : sesuai dengan penyebab
b. Terapi simptomatik :
 Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan
menekan pelepasanglutamat, menekan aktivitas NMDA spesial
channel, bekerja langsung sebagai depresor labirin): Flunarisin
(Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
 Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory;
monoaminergik dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine
3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x 50 mg/hr.

14
 Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis
lateralis) : Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg.
 Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di
M. oblongata): Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
 Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron
pada n. vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr
 Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin
(Dilantin) 3 x 100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan
kelainan EEG)
 Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr
c. Terapi rehabilitasi
Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Galt Exercise
Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua tungkai
tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali.
Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan selama
30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang
dan malam hari masingmasing diulang 5 kali serta dilakukan selama 2
minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari.

II.2 Neuroma akustik


II.2.1 Definisi
Neuroma Akustik (NA) atau sering pula disebut Vestibular Schwannoma
merupakan tumor primer otak yang cukup banyak ditemukan di daerah
infratentorial. Sekitar 8% dari semua tumor primer otak adalah schwannoma.
Lokasi tersering berada di CPA, dimana 90% diantaranya adalah akustik neuroma
dan hanya 10% tumor dengan tipe histologik lainnya.
NA biasanya muncul dari medial IAC (Internal Auditory Canal) atau
lateral CPA (Cerebellopontine Angle) dan menyebabkan gejala-gejala klinis yang
khas akibat adanya pergeseran, perubahan, atau penekanan struktur organ
disekitar CPA. Jika tumor ini berkembang terus, maka ia juga dapat menekan
batang otak dan serebellum. Walaupun penelitian menunjukkan bahwa tumor ini

15
termasuk jinak, namun pada kenyataannya ia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi yang berbahaya.

II. 2. 2. Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang terjadi. Dapat mengenai
siapapun di dunia tanpa ada kecenderungan etnis tertentu. Angka kejadiannya
hanya 10 dari satu juta orang setiap tahunnya. Tidak terdapat kecenderungan
terkena pada salah satu jenis kelamin, dan paling banyak terjadi pada usia 40 – 60
tahun. 95% NA muncul dengan etiologi yang belum diketahui dengan pasti.
Sisanya 5% pasien memiliki neurofibromatosis tipe 2 (NF2) atau familial NA
(non-sporadic NA), suatu gen yang diwariskan, dan dapat muncul gejalanya pada
dekade ke-2.

II.2.3 Gejala
NA biasanya tumbuh secara perlahan dan membutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk berkembang. Beberapa kejadian NA ukurannya sangat kecil sehingga tidak
menimbulkan gelaja apapun.

Gambar 4. Neuroma Akustik kecil (warna biru) dalam kanalis auditori internal (IAC) yang
membawa saraf-saraf pendengaran, keseimbangan dan wajah (warna kuning)

Gejala klinis sangat tergantung pada ukuran tumor. Menurut Hardy et al.
(1989) gejala AN yang tersering adalah tuli perseptif unilateral (96%),

16
ketidakseimbangan (77%), tinitus (71%), nyeri mastoid atau otalgia (28%), wajah
baal (7%) dan diplopia (7%).
Tuli muncul pada 96% pasien dengan NA. Pasien dengan tuli perseptif
unilateral atau bilateral asimetris atau unilateral tinitus yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya harus dieksplorasi untuk menyingkirkan NA. Kebanyakan tuli
terjadi secara progresif lambat dengan distorsi bising. Dua puluh persen pasien
mengalami tuli mendadak. Perbaikan pada tuli dengan atau tanpa terapi belum
menyingkirkan adanya kemungkinan penyakit retrokoklea. Salah satu tanda yang
cukup khas adalah menurunnya skor pada pemeriksaan speech discrimination
yang tampak lebih jelas dibandingkan pemeriksaan dengan pure tone audiometry.
Salah satu bentuk manifestasi menurunnya skor speech discrimination adalah
kesulitan pasien dalam mendengarkan pembicaraan di telepon. Biasanya pada
pemeriksaan audiometri didapatkan hipakusis pada frekuensi tinggi (lebih dari
1kHz). Ditemukannya tanda-tanda tersebut menunjukkan gangguan pendengaran
disebabkan oleh lesi retrokoklea dan merupakan indikasi untuk dilakukan
pemeriksaan brainstem auditory evoked responses. Hanya 5% pasien dengan NA
memiliki pendengaran yang normal dan ini biasanya terjadi bila ukuran tumor
sangat kecil, namun tingkat keparahan tuli tidak dapat memperkirakan besarnya
tumor. Mekanisme yang pasti yang mendasari gangguan pendengaran pada NA
belum jelas benar. Diduga karena kompresi langsung pada N. koklearis,
berkurangnya suplai darah ke N. VIII atau ke koklea.
Disekuilibrium dan vertigo sering ditemukan pada tumor ini mengingat
tumor ini memang berasal dari N. Vestibularis. Insiden gejala ini berkorelasi
dengan ukuran tumor. Meskipun demikian jika tumor tumbuh lambat, defisit
vestibuler ipsilateral juga akan muncul bertahap (lambat) sehingga
memungkinkan kompensasi dari input vestibuler kontralateral. Akibatnya
manifestasi vertigo menjadi tidak tampak jelas.
Tinitus ditemukan pada 70% pasien dengan NA. Seringkali bersifat
persisten, high-pitched dan ipsilateral tumor. Namun keluhan ini jarang membawa
pasien ke dokter dan tidak ada karakter khusus tinnitus yang terkait dengan NA.
Sakit kepala sangat jarang terjadi sebagai gejala NA kecil tetapi mungkin
hadir di daerah frontal atau oksipital, atau seluruh kepala pada setengah dari

17
pasien dengan tumor yang besar (lebih dari 30mm). Kebanyakan pasien yang
memiliki sakit kepala di sisi tumor mereka memiliki riwayat sebelumnya,
mungkin sakit kepala mendahului onset pertumbuhan tumor atau yang diperburuk
oleh tumor.
Nistagmus pada tumor CPA bisa berupa nistagmus spontan, posisional
maupun optokinetik. Yang tersering adalah nistagmus labirintin unilateral berupa
nistagmus horisontal dengan komponen lambat searah dengan lesi. Nistagmus ini
dapat diinhibisi dengan fiksasi visual. Selain itu dapat pula ditemukan Brun’s
nistagmus yang merupakan nistagmus yang khas ditemukan pada lesi di CPA.
Nistagmus ini merupakan kombinasi antra nistagmus gaze paretic dan nistagmus
vestibuler.
Meluasnya NA ke CPA menyebabkan kompresi nervus kranialis lainnya
yang melewati sisterna ini. Ke arah anterior tumor ini akan mendesak N. VII
menyebabkan kelemahan otot wajah dan gangguan pengecapan. Ekstensi ke
rostral dapat mendesak N.V dan mengkompresi nervus ini di antara massa tumor
dan tentorium serebeli. Gejala dan tanda yang ditimbulkannya berupa
hipestesi/anestesi daerah wajah, otalgia dan menurunnya atau hilangnya refleks
kornea. Sedangkan ekstensi ke kaudal dapat mengkompresi nervus kranialis di
foramen jugulare menyebabkan disfagia, disfonia dan pada proses lanjut
menimbulkan paralisis bulber. Dengan bertambahnya ukuran tumor, serebelum
dan batang otak juga akan terkompresi. Kompresi serebelum menyebabkan gait
ataxia dan gangguan koordinasi. Kompresi batang otak menimbulkan depresi
pernapasan dan gejala long track seperti hemiparesis. Efek pendesakan tumor ini
juga dapat mengobstruksi ventrikel 4 sehingga terjadi hidrosefalus non
komunikan dan peningkatan tekanan intrakranial dengan manifestasi berupa sakit
kepala, mual, muntah, menurunnya ketajaman penglihatan dan diplopia.
Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan batang otak tertarik ke kaudal
sehingga menekan N. VI yang melintasi apeks petrosus.

18
Gambar 5. Neuroma Akustik besar. Tumor (biru) lebih dari 2,5 cm (ini adalah 2,6
cm) menyebakan penekanan ke dalam batang otak (warna silver) dan serebelum
(warna emas).

II. 2. 4. Pemeriksaan Radiologis


Jika pasien diduga NA, biasanya dilakukan Magnetic Resonance Imaging
(MRI). MRI adalah evaluasi yang sangat akurat yang mampu mendeteksi hampir
100% dari neuroma akustik. Computerized tomography (CT scan, CAT scan)
tidak dapat mengidentifikasi tumor yang lebih kecil, tetapi dapat digunakan ketika
NA dicurigai dan MRI tidak dapat dilakukan. Selain untuk membantu
menegakkan diagnosis CT Scan dan MRI digunakan untuk mengevaluasi ukuran
tumor
MRI dengan kontras gadolinium merupakan standar baku dalam
mendiagnosis maupun meyingkirkan kemungkinan neuroma akustik. MRI dapat
pula direncanakan sebagai pedoman pembedahan. Bermacam-macam lesi di CPA
dapat ditemukan. Gambaran khas pada MRI neuroma akustik adalah massa
hipointens globuler diatas IAC. Kebanyakan AN terlihat pada sekuens T1 non
kontras tetapi tidak pada T2 karena tumor tampak isointens sama dengan LCS.
Pemberian kontras Gadolinium dapat meningkatkan kemampuan mendeteksi
tumor yang berukuran kecil. Pasca pemberian kontras akan tampak penyangatan.
Dalam situasi dimana MRI tidak dapat digunakan atau tidak dapat diakses,
CT scan dengan kontras iodin atau respons otak auditori dapat menjadi alternatif
sebagai modalitas skrining. CT scan dengan kontras dapat mengidentifikasi tumor

19
CPA yang lebih besar dari 1,5 cm atau yang setidaknya memiliki komponen CPA
sebesar 5 mm. NA muncul sebagai massa seperti telur terpusat diatas IAC dengan
penyangatan nonhomogeneous. CT scan dengan kontras tidak dapat mendeteksi
tumor intrakanalikular kecuali ada perluasan ke tulang IAC.
Karakteristik CT Scan pada NA berupa lesi hipo atau isodens yang
menyangat kontras homogen dengan posisi meatus auditoris internus di garis
tengahnya. Secara radiologis tumor ini mirip dengan meningioma. Akan tetapi
terdapat beberapa perbedaan seperti: pada meningioma CPA tumor biasanya
hiperdens sebelum pemberian kontras dan letaknya terhadap meatus akustikus
internus tidak simetris seperti NA. Erosi dan pelebaran meatus akustikus internus
biasanya dijumpai pada NA. Sedangkan pada meningioma erosi ditemukan pada
permukaan posterior dari piramid petrosus. Perbedaan lain yang dapat dilihat
adalah daerah batas antara tumor dan dura. Pada meningioma tampak permukaan
tumor yang melekat pada permukaan os petrosus cukup luas. Sedangkan pada NA,
sudut yang dibentuk antara tumor dengan os petrosus cukup tajam. Akibatnya
pada NA bentuk tumor biasanya bulat atau oval dan pada menigioma bentuknya
semilunar atau hemisferik. Struktur anatomi tulang akan tervisualisasikan dengan
baik menggunakan CT Scan. Akan tetapi kelemahan CT Scan untuk lesi di fossa
posterior adalah adanya Hounsfield artefak (strek-like beam hardening) yang
berasal dari tulang petrosus yang mengganggu gambaran jaringan lunak
disekitarnya.

II.2.5 Pemeriksaan Khusus


II.2.5.1 Audiologi
Rata-rata pasien membutuhkan waktu 4 tahun dari pertama kali gejalanya
muncul sampai terdiagnosis neuroma akustik. Mayoritas pasien datang dengan
keluhan tuli pada salah satu telinganya atau pendengarannya berkurang, tinnitus
unilateral, vertigo atau disequilibrium, rasa baal pada wajah, lemah, atau kaku
badan. Pasien dengan gangguan pendengaran, keseimbangan dan sensoris wajah
memerlukan evaluasi yang cermat untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
retrokoklea. Langkah awal adalah dengan tes audiologi. Jika hasil audiologi
menunjukkan adanya gangguan pada retrokoklea, maka diperlukan gambaran

20
CPA secara radiologis untuk mengetahui ada atau tidaknya lesi retrokoklea. Tes
vestibular memiliki spesifisitas yang rendah dalam mendiagnosis NA.
Tes audiologi standar meliputi audiometri nada murni, skor audiometri
tutur, ambang refleks akustik (acoustic reflex thresholds) dan refleks kelelahan
akustik (acoustic reflex decay). Audiometri nada murni pada pasien NA
menunjukkan kurva menurun dan asimetris, tuli sensorineural pada frekuensi
tinggi pada 70% pasien. Pendengaran dapat normal, normal pada frekuensi rendah
saja, atau frekuensi tinggi saja. Tuli karena lesi retrokoklea menyebabkan skor
audiometri tutur jauh lebih rendah dari yang diprediksi oleh ambang nada murni.
Penurunan ini lebih terlihat saat di tes ulang dengan intensitas tutur yang lebih
tinggi. Ini disebut fenomena roll-over. Skor audiometri tutur yang rendah
ditemukan pada 50% pasien dengan NA. Hilangnya refleks akustik atau adanya
refleks kelelahan akustik terjadi pada sebagian besar kasus NA. Namun refleks
akustik normal belum dapat menyingkirkan NA.

II.2.5.2 Tes Vestibular


Tes ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang kurang terhadap NA. Tes
yang umum dilakukan untuk menilai organ keseimbangan adalah
elektronistagmogram (ENG). ENG pada pasien NA menunjukkan respon terhadap
kalori yang menurun pada telinga yang sakit. ENG juga dapat membedakan
apakah tumor berada di saraf vestibularis superior atau inferior, karena ia menilai
kanalis semisirkularis lateralis yang dipersarafi oleh n. vestibularis superior.

II.2.5.3 Auditory brainstem response (ABR)


ABR merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan
fungsi n. VIII. Caranya dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel
koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga inti-inti tertentu
di batang otak. Prinsipnya yaitu menilai perubahan potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi menempuh
perjalanan melalui n. VIII di koklea (gelombang I), nukleus koklearis (gelombang
II), nulkleus olivarius superior (gelombang III), lemniskus lateralis (gelombang
IV), kolikulus inferior (gelombang V), lalu ke korteks auditorius di lobus

21
temporal otak. Setiap perubahan potensial listrik di otak akan diterima oleh ketiga
elektroda di kulit kepala, lalu dapat dinilai bentuk gelombang dan waktu yang
diperlukan dari saat pemberian rangsang suara sampai mencapai nukleus-nukleus
saraf tersebut. Dengan demikian, setiap keterlambatan waktu untuk mencapai
masing-masing nukleus saraf dapat memberi arti klinis keadaan saraf
pendengaran, maupun jaringan otak disekitarnya.
Pada pasien NA, respons dapat tidak muncul sama sekali, hilang timbul,
atau terlambat pada gelombang V di telinga yang sakit, dibandingkan dengan
gelombang V yang tersembunyi pada telinga sebelahnya. Secara keseluruhan
ABR memiliki sensitifitas >90% dan spesifisitas >90% dalam mendeteksi NA.

II.2.6 Diagnosis Banding


Tiga tumor terbanyak dalam kelompok tumor cerebellopontine angle
termasuk schwannoma, menigioma, dan epidermoid. Masing-masing tumor ini
memiliki gejala klinis tertentu dan dapat dibedakan dari gambaran radiologisnya.
Lesi CPA lainnya yang dapat sebagai diagnosis banding adalah congenital rest
lesion, schwannoma dari saraf kranialis lain, tumor intra-aksial, metastasis, lesi
vaskular dan lesi diluar basis tengkorak.
Schwannoma (yang melibatkan n. V, VII, dan VIII)
Common CPA Lesion Meningioma
Epidermoid
Epidermoid
Congenital Rest Lesion Kista arakhnoid
Lipoma
Hemangioma
Paraganglioma (glomus jugulare)
Vascular Lesion
Aneurisma
Hemangioblastoma
Medulloblastoma
Astrositoma
Intra-Axial Tumors Glioma
Tumor ventrikel 4
Hemangioblastoma
Lesions Extending from the Skull Kolesterol granuloma

22
Base Tumor glomus
Chordoma
Kondrosarkoma

Other Malignant Disorders Metastasis

Tabel 1. Kelainan-kelainan lain cerebellopontine angle (CPA)

II.2.7 Komplikasi
Perjalanan penyakit neuroma akustik dimulai dari pertumbuhan tumor
secara perlahan di dalam IAC yang lalu bergerak ke sisterna CPA. Penelitian
menunjukkan bahwa masa pertumbuhan tumor silih berganti dengan masa tenang.
Rata-rata laju pertumbuhan tumor adalah 1,8 mm per tahun. Pertumbuhan ini
mengakibatkan gejala dan tanda-tanda yang seringkali berbahaya karena ada
perpindahan, distorsi dan kompresi dari struktur di IAC dan kemudian berlanjut
ke CPA.
Pertumbuhan tumor didalam kanalikuli mempengaruhi saraf
vestibulokoklearis dan menyebabkan tuli unilateral, tinnitus, dan vertigo atau
disequilibrium. Ketiga gejala ini adalah keluhan utama tidak hanya pada NA, tapi
juga pada pasien lain dengan lesi di CPA. Komponen motorik n. fasialis tahan
terhadap kerusakan yang disebabkan oleh fase pertumbuhan tumor, sehingga
fungsi motorik wajah pasien tetap normal. Kompresi n. V menyebabkan nyeri
pada tengah wajah, kornea, atau baal pada wajah. Kerusakan lanjut n. VIII dan
VII menyebabkan tuli yang lebih parah, dan disequilibrium, dan juga kelemahan
atau kekakuan wajah. Penekanan tumor pada batang otak menyebabkan
penyempitan ventrikel 4.
Pertumbuhan lebih lanjut menyebakan suatu sindrom CPA. Muncul tanda-
tanda klinis sebagai akibat penekanan flokulus dan pedunkulus serebellum. Tanda
klinis berupa hidrosefalus obstruktif juga dapat muncul akibat menyempitnya
ventrikel 4. Peningkatan tekanan intrakranial berakibat terjadinya perubahan pada
mata, nyeri kepala, perubahan status mental, mual dan muntah. Jika NA terus
tumbuh tanpa adanya terapi, maka pasien dapat meninggal karena gagal napas.

23
II.2.8 Terapi
Dalam hal tatalaksana terdapat tiga strategi yang dapat digunakan yaitu observasi,
radioterapi dan bedah mikro. Pengobatan utamanya adalah secara bedah.
Observasi dan radiasi ditujukan untuk pasien dengan toleransi operasi yang
rendah, atau pasien dengan harapan hidup yang terbatas.

24
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan keluhan pasien Tn.DAN usia 26 tahun pemeriksa mengarah


pada vertigo tipe sentral yang berdasarkan definisi vertigo itu sendiri, yaitu ilusi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya; adanya keluhan
pusing berputar dengan onset perlahan, konstan, durasi berhari-hari, dan tidak ada
gangguan pendengaran dan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
hemihipestesi nervus V cabang maksilaris sinistra, hemiparese nervus VI,VII, XII
sinistra, gangguan keseimbangan yang dinyatakan dari hasil tes Romberg,
Tandem walking yang positif.
Nervus kranialis V,VI, VII, dan XII terletak di batang otak, adanya temuan
gangguan pada nervus tersebut disertai adanya gangguan keseimbanan menjadi
dasar pemeriksa berpikir kearah adanya penekanan batang otak dan serebelum
dari massa pada sudut serebellopontin.

Pemeriksaan anjuran
 Audiometri : dikonsulkan ke bagian tht, untuk evaluasi telinga kiri
 CT-Scan kepala: mencari adanya tanda-tanda kelainan yang mungkin ada
pada otak.

Terapi
1. Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan
antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan
termasuk di antaranya adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat,
meklozin, dan prometazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan
vestibuler tidak banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai
efek terhadap reseptor histamin sentral. Antihistamin mungkin juga
mempunyai potensi dalam mencegah dan memperbaiki “motion sickness”.
Efek sedasi merupakan efek samping utama dari pemberian penghambat
histamin-1. Obat ini biasanya diberikan per oral, dengan lama kerja

25
bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya, siklizin) sampai 12 jam (misalnya,
meklozin).

2. Non medikamentosa :
 Cukup istirahat
 Terapi rehabilitatif
Terapi ini ditujukan untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi
sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular.
Pasien dianjurkan untuk Latihan Vestibuler, yaitu metode Brandt Daroff
dan Latihan visual vestibuler disesuaikan dengan kemampuan pasien.
Tujuan latihan ini adalah melatih mata dan otot.
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe sentral, prognosis
tergantung dari penyakit yang mendasarinya.Sedangkan pada tipe
periferumumnya baik, dapat terjadi remisi sempurna.
 Ad Vitam: bonam (keadaan umum, tanda-tanda vital & kesadaran pasien
dalam keadaan stabil).
 Ad Fungsionam: dubia ada bonam ( tidak ditemukan defisit neurologis
berat pada nervus cranialisnya: kemungkinan fungsi organnya dapat
kembali seperti semula ).
 Ad Sanationam: dubia ada bonam (pasien masih mampu melakukan
kebutuhan hidup dasar sehari-hari & masih semangat latihan berjalan).

26
DAFTAR PUSTAKA

Baehr M, Fotscher M 2010. Diagnosis topic neurologi Duus: anatomi, tanda,


gejala, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Gnerre P, Casati C, Frualdo M, Cavalleri M, Guiztti S, 2015, Management of
Vertigo: form evidence to clinical practice, Italian Journal Medicine volume
9; 180-192
Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT, 2016, Acuan Panduan Praktik Klinis
Neurologi, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Jakarta; hal. 133-
137
Setiawati M, Susianti, 2016, Diagnosis dan Tatalaksanan Vertigo, Majority
Volume 5 Nomor 4, Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Skilbeck, CJ, Saeed, SR 2013, ‘Cerebellopontine angle tumours’ dalam Textbook

of Ear, Nose and Throat 2nd ed. Lt Col BS Tuli, Jaypee Brothers Medical

Publisher, Darayaganj, hh. 471-478.


Tew, J, McMahon, N 2013, Acoustic Neuroma (Vestibular Schwannoma),
Mayfield Clinic University of Cincinnati Department of Neurosurgery, Ohio
Thompson TL & Amedee R, 2009, Vertigo: A review of Common peripheral and
Central Vestibular Disorder, The Oschner Journal 9: 20-26
Wahyudi KT, 2012, Vertigo, CDK-198 vol 139 No 10; 738-741

27

Anda mungkin juga menyukai