Molase Ahlun
Molase Ahlun
Dosen Pembimbing :
Ir. Helfi Gustia, M.Si
Oleh :
Ahlun Ahmad
(NPM : 2014610004)
Puji syukur penulis panjatakan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat serta karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PRODUKSI ETANOL DENGAN MOLASE” tepat pada
waktunya. Makalah ini di buat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dosen
mata kuliah “TANAMAN INDUSTRI DAN PENGHASIL BIOENERGI” sebagai
salah satu syarat yang harus diselesaikan mahasiswa.
Makalah ini berisikan informasi tentang bagaimana peroses pembuatan molase
dan etanol. Harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis dan
orang-orang yang membacanya. Kesulitan yang penulis alami dalam penyusunan
makalah ini ialah, mengumpulkan informasi dan menyusunnya secara rapi.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Tujuan 4
C. Rumusan Masalah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Molase 6
B. Etanol 7
C. Fermentasi 7
BAB IV KESIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara agraris, setiap tahunnya
menghasilkan limbah dari pertanian dan industri pertanian dalam jumlah
yang besar. Pada Industri Tapioka, selain menghasilkan tepung tapioka,
juga dihasilkan sisa-sisa pengolahan berupa limbah padat dan cair. Pada
industri gula tebu, selain menghasilkan gula tebu, juga dihasilkan molase
yang merupakan produk sampingan selama proses pemutihan gula.
Dibeberapa pabrik gula, molase ini diekspor ke luar negeri dengan harga
yang relatif murah. Dibanyak tempat, limbah ini masih sangat kecil daya
gunanya dan sering menjadi masalah pencemaran lingkungan.
Krisis energi dunia pada paruh kedua tahun ini yang tergolong
parah dan melanda seluruh negara di dunia telah membangkitkan
keyakinan bahwa bioenergi merupakan alternatif pemecahan hal tersebut.
Sementara harga minyak bumi yang melambung belakangan ini dengan
sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi pengembangan
bioenergi sebagai alternatif lain dari fosil energi yang kian mahal dan
langka. Insentif itu juga timbul karena semakin besarnya perhatian negara-
negara dunia pada persoalan lingkungan hidup akibat pencemaran yang
kian parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan fosil energi.
Keunggulan bionergi yang utama adalah renewable dan dampak
penggunaannnya terhadap lingkungan hidup jauh lebih ramah dari
penggunaan fosil energi selama ini. Indonesia merupakan salah satu
negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat
ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil, sementara
pengembangan bioenergi sebagai alternatif masih kurang mendapat
perhatian. Sesungguhnya potensi Indonesia untuk mengembang kan
bioenergi relatif besar, baik bioetanol maupun biodisel. Salah satu potensi
yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan baku tebu.
Dengan asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu (data
teknis di Brazil) dan produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari
setiap ha lahan tebu dapat dihasilkan 6.400 liter etanol. Apabila etanol dari
tebu dapat mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline pada tahun 2010
(33,4 milyar liter), maka target tersebut bisa dicapai dengan
pengembangan areal tebu seluas 522 ribu ha. Dengan target subsitusi itu,
jumlah gasoline yang dapat disubstitusi sebesar 3.34 milyar liter atau lebih
dari Rp 15 triliun. Data survey menunjukkan ketersediaan lahan di luar
Jawa yang sesuai untuk tebu terdapat sekitar 750 ribu ha. Melihat masalah
tersebut diatas, timbullah gagasan untuk memanfaatkan molase dengan
jalan mengubahnya menjadi bahan lain yang lebih berguna.
Molase yang merupakan produk sampingan, masih banyak
mengandung gula dan asam-asam anorganik. Hal ini menimbulkan ikut
sertanya mikrobia dalam pengolahan molase. Molase seperti juga air
kelapa, dapat dipakai sebagai media pertumbuhan mikrobia terutama
khamir, sehingga merupakan bahan baku yang sangat baik untuk industri
pembuatan etanol. Produksi etanol dari molase ini melibatkan mikrobia
yang dapat menghasilkan etanol. Berbagai jenis mikrobia dapat digunakan
untuk menghasilkan etanol. Khamir Saccharomycess cereviceae
merupakan mikrobia yang paling banyak dan paling baik untuk digunakan
dalam fermentasi etanol karena relatif lebih efisien dalam merubah gula
menjadi etanol dan lebih toleran terhadap etanol bila dibandingkan dengan
mikrobia lain. Untuk meningkatkan efisien produksi etanol, para ahli telah
menyelidiki biokimia dari proses fermentasi etanol, sehingga teknologi
fermentasi etanol mengalami kemajuan yang berarti.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah bioenergi tentang produksi
etanol dengan molase ialah :
1. Mengetahui proses yang dibutuhkan pada pembuatan etanol dari
molase.
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat adanya pemanfaatan
tetes molase sebagai energi alternatif salah satunya adalah etanol
4
3. Menyelesaikan tugas pembuatan makalah sebagai syarat dari mata
kuliah “Tanaman Industi dan Penghasil Bioenergi”
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembentukan molase dari hasil sampingan
pembuatan gula ?
2. proses pembuatan etanol dari fermentasi molase ?
5
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Molase
Bahan sisa dari industri gula banyak dijumpai di samping hasil
utamanya. Dari berbagai bahan sisa yang dihasilkan industri gula, molase
merupakan bahan dasar yang berharga sekali untuk industri dengan
fermentasi. Molase adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses
pengkristalan gula pasir. Molase tidak dapat dikristalkan karena
mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Molase
merupakan produk limbah dari industri gula di mana produk ini masih
banyak mengandung gula dan asam – asam organik, sehingga merupakan
bahan baku yang sangat baik untuk industri pembuatan etanol. Bahan ini
merupakan produk sampingan yang dihasilkan selama proses pemutihan
gula. Kandungan gula dari molase terutama sukrosa berkisar 40 – 55 %
(http://www.whfoods.com, 2008).
Molase masih mengandung kadar gula yang cukup untuk dapat
menghasilkan etanol dengan proses fermentasi, biasanya pH molase
berkisar antara 5,5 – 6,5. Molase yang masih mengandung kadar gula
sekitar 10 – 18 % telah memberikan hasil yang memuaskan untuk
pembuatan etanol. Jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses ini
adalah golongan khamir Saccharomyces cerevisiae
(http://www.wikipedia.com, 2008)
Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1
kelas 2 dan “black strap”. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus
tebu dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak
mengkristal dan berwarna bening. Maka sisa jus ini langsung diambil
sebagai molase kelas 1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut
dengan ”Dark” diperoleh saat proses kristalisasi kedua. Warnanya agak
kecoklatan sehingga sering disebut juga dengan istilah ”Dark”. Dan
molase kelas terakhir, ”Black Strap” diperoleh dari kristalisasi terakhir.
Warna ”black strap” ini memang mendekati hitam (coklat tua) sehingga
tidak salah jika diberi nama ”Black Strap” sesuai dengan warnanya.
”Black strap” ternyata memiliki kandungan zat yang berguna. Zat-zat
tersebut antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan besi. ”Black strap”
memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, karena terdiri dari glukosa
dan fruktosa (http://www.bioetanolindo.blogspot.com., 2007)
B. Etanol
Etanol (sering disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah
alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena sifatnya yang tidak beracun, bahan ini banyak dipakai sebagai
pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol
tidak berwarna dan tidak berasa tapi memiliki bau yang khas. Bahan ini
dapat memabukkan jika diminum.
Etanol mempunyai rumus molekul adalah C2H5OH atau rumus
empiris C2H6O. Etanol dapat diproduksi dengan cara fermentasi bahan
mentah mono/disakarida (gula tebu, tetes tebu), bahan berpati (jagung,
padi, umbi), dan bahan berselulosa (kayu, limbah pertanian) (Bailey,
1986). Dengan potensi yang sangat besar sebagai negara agraris,
pengembangan etanol secara fermentasi di Indonesia sangat mungkin
dilakukan. Molase atau tetes tebu mengandung kurang lebih 60% selulosa
dan 35,5% hemiselulosa. Kedua bahan polisakarida ini dapat dihidrolisis
menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi
etanol.
C. Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas
yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan
7
anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal (Dirmanto, 2006).
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim
beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari
fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi
alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi senyawa organik. (Hidayat, et
al., 2006) Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada
jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat,
glukose (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui
fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini
dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan. Persamaan
Reaksi Kimia yaitu : C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi
yang dilepaskan:118 kJ per mol) Dijabarkan sebagai Gula (glukosa,
fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi
(ATP) (Nurdyastuti, 2008).
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis
gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang
merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar
organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang
dihasilkan (Duryatmo, 2006
8
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
pencampuran selesai, campuran dipanaskan hingga suhunya mencapai
90OC. Tujuan diberikannya air panas adalah untuk mempercepat
proses pelarutan, sedangkan pemanasan dengan uap air panas adalah
untuk sterilisasi larutan tetes. Setelah semua tercampur dengan baik,
ditambahkan asam sulfat (H2SO4) dengan kepekatan 96,5% sampai
pH mencapai 4,5 – 5. Pemberian asam sulfat bertujuan untuk
mengendapkan garam-garam mineral di dalam tetes dan untuk
memecah disakarida (sukrosa) di dalam tetes menjadi monosakarida
berupa senyawa d-glukosa dan d-fruktosa.
c. Tahap pengendapan
11
Tahap ini menggunakan tangki prefermentor yang dilengkapi pipa
aliran udara dan pipa aliran air pendingin pada bagian luar dinding
tangki. Tahap ini bertujuan untuk mengembangbiakkan ragi jenis
Saccharomyces cerevisiae dengan menggunakan media tetes. Untuk
pembuatan larutan ragi, mula-mula diawali dengan cara memasukkan
air proses bersuhu 15OC dan tetes dari tangki pengendap tetes ke
dalam tangki seeding dan mencampurkannya, yang disertai dengan
aliran udara dari blower dengan fungsi ganda yaitu untuk
mempercepat tercampurnya tetes dengan air dan juga untuk konsumsi
kebutuhan oksigen bagi ragi Saccharomyces cerevisiae yang
berlangsung pada suasana aerob. Selain itu juga menjaga suhu tangki
konstan pada 30OC dengan mengalirkan air pada dinding luar tangki.
Jika tidak dijaga, maka ragi yang sedang dikembangbiakkan akan
terganggu kelangsungan hidupnya dan kemudian akan mati.
Kemudian memasukkan ragi roti (gist) yang telah dilarutkan dengan
air secukupnya. Bahan aktif yang terkandung dalam ragi roti yaitu
Saccharomyces cerevisiae (ragi roti) yang dapat memfermentasi gula
menjadi etanol. Kebutuhan ragi sebanyak 0,2% dari kadar gula dalam
larutan molase.
b. Tahap penambahan urea dan NPK
Untuk keperluan nutrisi ragi, ditambahkan urea dan NPK. Kebutuhan
urea sebanyak 0,5% dari kadar gula larutan fermentasi. Sedangkan
kebutuhan NPK sebanyak 0,1% dari kadar gula larutan fermentasi.
Urea dan NPK dihaluskan dengan penggerusan lalu dimasukkan.
Ditambahkan pula PHP dengan tujuan untuk mempertahankan pH
agar tetap konstan yaitu 4.5 – 5. Dari hasil campuran ini didapatkan
biakan ragi.
4. Tahap fermentasi
Tahap ini menggunakan tangki fermentor dengan dilengkapi pipa
aliran udara dan pipa aliran air pendingin yang berasal dari air sungai
untuk menjaga suhu fermentasi pada 30 – 32OC. Fermentasi ini
bertujuan untuk mendapatkan alkohol dengan kadar 8,5 – 9% atau
lebih. Pertama dimulai dengan sterilisasi tangki fermentor yang masih
12
kosong dengan uap air panas (steam) sampai suhu 121OC lalu
membiarkan suhu di dalam tangki turun sampai 30OC. Setelah itu
memasukkan air proses dengan suhu 30OC, larutan tetes, dan proses
fermentasi ini berjalan secara aerob. Selanjutnya biakan ragi yang
telah dibiakkan pada tangki pre-fermentor dipompa masuk ke tangki
fermentor. Setelah itu, tetes dipompa masuk ke tangki dan proses
berlangsung selama 36 jam. Untuk pH larutan ini dijaga sekitar 4,5 –
5. Untuk nutrisi ragi dimasukkan urea dan NPK. Sedangkan turkey red
oil ditambahkan sebagai anti foam untuk mencegah pembentukan
foam selama proses terjadi. Tahap fermentasi berlangsung hingga
kadar alkohol mencapai 8,5 – 9%. Setelah kadar tersebut terpenuhi,
larutan hasil fermentasi dipompa menuju separator untuk dipisahkan
antara hasil fermentasi (cairan mash) dengan ragi (yeast cream).
Separator ini menggunakanalat rotary vacuum filter yang merupakan
alat dengan prinsip vacuum sehingga ragi (yeast cream) dengan cairan
hasil fermentasi (cairan mash) yang memiliki perbedaan massa jenis
dapat dipisahkan. Dari hasil fermentasi, tidak semuanya dipisahkan
raginya, hanya sekitar 80 – 90% saja. Sisanya 10 – 20 % tidak diambil
raginya karena mengandung kotoran-kotoran sisa berupa endapan
garam mineral. Hasil fermentasi yang telah dipisahkan ini langsung
masuk ke tangki mash (mash tank). Dan selanjutnya didestilasi
sehingga menjadi alkohol prima (fine alcohol) dengan kadar mencapai
96,5%.Pada tahap fermentasi terjadi reaksi hidrolisa, di mana sukrosa
diubah menjadi glukosa. Persama reaksi hidrolisa yaitu:
C12H22O11 +H2O ----> 2C6H12O6 Sedangkan reaksi utama adalah
reaksi fermentasi, yaitu glukosa diubah menjadi etanol dan air.
C6H12O6 ----> 2C2H5OH + 2CO2 Selain reaksi utama terjadi pula
reaksi samping yang menghasilkan asam asetat, asetaldehid, dan funel
oil. C6H12O6 ----> C3H8O3 + CH3CHO + 2CO2
C6H12O6 + H2O ----> 2C3H8O3 + CH3COOH + C2H5OH + 2CO2
13
Setelah proses fermentasi selesai, berlanjut ke tahap purifikasi yang
terdiri dari unit destilasi. Cairan fermentasi dimasukkan ke dalam
evaporator. Panaskan evaporator dan suhunya dipertahankan 79 –
81OC. Pada suhu ini, etanol sudah menguap, sedangkan air tidak
menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar
dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama biasanya kadar
etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar distilasi masih di bawah
95% maka perlu dilakukan distilasi ulang hingga kadar etanolnya
95%.
Proses distilasi ini dilakukan dengan metode distilasi bertingkat
dengan jumlah 5 buah kolom distilasi. Tiap-tiap kolom distilasi
memiliki beberapa jumlah dan ukuran tray tertentu dengan jenis plate
bubble cup yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya untuk
memisahkan alkohol dari senyawa-senyawa pengikutnya. Alat untuk
distilasi terdiri dari 5 kolom distilasi utama yaitu:
1.Kolom pertama: Mash Column & Degasification Column
2.Kolom kedua: Pre-Running Separating Column
3.Kolom ketiga: Less Column & Rectifying Column
4.Kolom keempat: Repulfying Column
5.Kolom kelima: Alcohol column
Setelah kadar etanol 95% tercapai, selanjutnya dilakukan dehidrasi
atau penghilangan air.Untuk menghilangkan air bisa menggunakan
kapur tohor atau zeolit sintetis.
Distilator
Etanol 80 -95 %,
Water
Water Ragi dll BROTH TANK
in
Water
Out
BAB IV
KESIMPULAN
17