Kejahatan Narkotika Di Kabupaten Banyuasin Sumsel
Kejahatan Narkotika Di Kabupaten Banyuasin Sumsel
Penegak Hukum
BAB I
Banyak nya orang yang di jadi kan Korban di zolim oleh aparat
penegak hukum di Kabupaten Banyuasin dengan bermacam m
modus Untuk jebak demi keuntungan oknum penegak hukum i
sendiri (di jadi kan Tumbal atau 86)
Tujuan Penelitian :
Kegunaan Tiori :
a. Menambah khazanah pengembangan ilmu pengetahuan ilmu
hukum khususnya di bidang hukum pidana.
b. Sebagai bahan input dan informasi dalam menambah refere
bagi kalangan akademisi atau calon peneliti yang akan mengka
isu yang sama khususnya mengenai tinjauan yuridis terhadap
proses pemusnahan barang bukti narkotika dalam pemeriksaan
perkara pidana di Kejaksaan Negeri Banyuasin.
2. Kegunaan praktis
a. Sebagai bahan informasi bagi aparat penegak hukum khusus
para penyidik di Lembaga Kepolisian dan Kejaksaan dalam
melaksanakan pemusnahan barang bukti narkotika
b. Sebagai bahan informasi bagi pejabat pemerintah/instansi te
pelaku usaha, auditor, tokoh masyarakat, stakeholder, dan
komponen masyarakat lainnya mengenai pemusnahan barang
bukti hasil kejahatan yang disita pihak penyidik.
BAB II
Pengertian Pemusnahan
Istilah ‘pemusnahan’ berasal dari kata ‘musnah’ yang biasa
disinonimkan dengan kata hancur, rusak penuh. Poerwardamin
(2003:231) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisika
pemusnahan sebagai proses penghancuran suatu benda hingga
ada yang tersisa lagi untuk digunakan atau dimanfaatkan.
Dalam konteks hukum, pemusnahan berarti penghancuran bar
bukti sitaan oleh petugas/aparat penegak hukum untuk menceg
dipergunakannya barang bukti kepada penggunaan lain yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ber
Proses pemusnahan merupakan serangkaian tahapan kegiatan
dilakukan oleh pihak penyidik untuk melakukan pemusnahan b
bukti hasil sitaan di suatu lokasi, pada waktu tertentu, dengan
menggunakan peralatan, tenaga dan sarana prasarana serta
melibatkan pihak-pihak berkompeten (stakeholder) dan masya
Proses pemusnahan barang bukti dilakukan setelah pihak peny
membuat berita acara. Hal ini tercermin dalam Pasal 91 ayat (2
Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang mengatur bahwa
Barang sitaan narkotika dan prekursor narkotika yang berada d
penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan
dimusnahkan wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (
hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari Ke
Kejaksaan Negeri setempat.
Jenis barang bukti tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHA
meliputi: Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang sel
atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebaga
dari
tindak pidana; Benda yang telah dipergunakan secara langsung
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; Bend
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana; Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
melakukan tindak pidana;Benda lain yang mempunyai hubung
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Narkotika
Secara umum yang dimaksud dengan narkotika ialah: Suatu
kelompok zat yang bila dimasukkan dalam tubuh akan memba
pengaruh terhadap tubuh si pemakai. Pengaruh tersebut dapat
berupa:
Menenangkan,
Merangsang.
Menimbulkan khayalan.
Pasal 109 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa dalam hal penyidik
mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan
pidana, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penunt
umum dalam bentuk surat yang disebut Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP). Setelah itu, Kepala Kejaksaan N
segera menunjuk salah seorang Jaksa sebagai Jaksa Penuntut U
melalui sebuah penetapan yang disebut “P-16”. Sejak saat itu
penuntut umum yang ditunjuk untuk mempersiapkan segala
sesuatunya, mempersiapkan penuntutan dan mestinya dapat m
berkoordinasi dengan penyidik sebagai perwujudan sistem per
pidana terpadu (integrated criminal justice system).
Pasal 138 ayat (2) KUHAP dikenal kode P-19, yaitu bahwa jika h
penyidikan ternyata dinilai penuntut umum belum lengkap, ma
penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyid
disertai petunjuk tentang hal yang harus dilengkapi. Dalam
praktiknya, seringkali yang terjadi pengembalian berkas perka
penuntut umum kepada penyidik tidak disertai dengan P-19 seh
menyulitkan bagi penyidik untuk mencari apa yang harus dilen
Fenomena ini berakibat pada bolak baliknya berkas perkara da
penuntut umum ke penyidik sehingga menghambat proses
penyelesaian perkara. Olehnya itu, perlu adanya ketegasan atur
dalam KUHAP tentang konsekuensi yuridis jika prosedur
pengembalian disertai P-19 tidak dilaksanakan. Demikian halny
ketegasan aturan dalam KUHAP mengenai konsekuensi yuridis
dalam batas waktu yang ditentukan penyidik tidak menyerahka
kembali berkas hasil penyempurnaan kepada penuntut umum.
Pasal 131 ayat (3) RUU KUHAP memuat kewenangan baru bagi
penuntut umum yang berupa ‘penyidikan tambahan’ bilamana
penyidik tidak mengembalikan/menyerahkan berkas hasil
penyempurnaan untuk dilengkapi ke penuntut umum. Hal ini s
dengan prospek RUU Kejaksaan (Pengganti UU No.5 Tahun 1991
dimana dalam Pasal 27 ayat (1) huruf e yang mana mengatur
kewenangan JPU untuk melakukan ‘Penyidikan Lanjutan’. Kete
tersebut muncul sebagai solusi untuk mempertegas aturan
pelimpahan perkara dari penyidik ke penuntut umum, khususn
untuk menghindari proses bolak baliknya berkas perkara dari
penuntut umum kepada penyidik.
Benda sitaan meskipun bukan alat bukti yang sah, tetapi dalam
praktik penegakan hukum ternyata dapat dikembangkan dan
mempunyai manfaat dalam upaya pembuktian dan atau setida
tidaknya dapat berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan
memperkuat keyakinan Hakim (Pasal 181 KUHAP).
https://sangrajalangit99.wordpress.com/2016/12/04/bnn-sosialis
uu-nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-pecandu-narkoba-w
di-rehabilitasi-bukannya-di-penjara/
BAB III
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah empiris – yuridis. Tipe penelitian emp
adalah penelitian dengan menggunakan hasil temuan di lapang
sedangkan penelitian yuridis menggunakan pendekatan norma
berupa asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan y
berlaku.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan Polres Banyuasin dan Kejaksaan
Banyuasin. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan
sebagai berikut:
Pada Polres Banyuasin, Kejaksaan Negeri Banyuasin dan Penga
Negeri Banyuasin telah mencatat sejumlah barang bukti hasil s
penyidik dan sekaligus Jarang sekali melakukan pemusnahan.
Sejumlah barang bukti terkadang di isukan telah disalahgunaka
oknum aparat penegakan hukum di lembaga hukum tersebut.
Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini dipergunakan jenis dan sumber data yaitu
primer, data sekunder, dan data tersier:
Data primer adalah data diperoleh secara langsung di lapangan
melalui wawancara mendalam dengan informan atau narasum
Adapun informan atau narasumber dalam penelitian ini adalah
penyidik Polri/Sat-Reskrim, penyidik PPNS, jaksa penyidik, haki
Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri dan narapid
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan me
kajian literatur atau studi kepustakaan, internet, buku-buku ilm
hukum, hasil penelitian, surat kabar, majalah, koran dan lain
sebagainya yang relevan dengan kebutuhan data penelitian.
Data tersier, yaitu data yang diperoleh sumber bahan hukum y
ada dan relevan dengan kebutuhan penelitian ini seperti: KUHA
undang-undang, peraturan-peraturan, keputusan presiden, kep
menteri.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil wawancara penulis dengan xxx (se orang Jaksa pada Keja
Negeri Banyuasin, tanggai 1 Mei 2015) menjelaskan bahwa : “Pr
pemusnahan barang bukti khususnya Narkoba, biasanya dilaku
dengan melalui langkah-langkah berikut:
Langkah 1
Penyegelan barang bukti
Melakukan registrasi barang bukti menurut nama,
jumlah, jenis, keterangan tempat, jam, hari, tanggai, bulan, dan
penyerahan barang sitaan oleh penyidik
Pemberian keterangan mengenai pemilik atau yang
menguasai narkotika
Identitas lengkap pejabat yang melakukan serah terima barang
Langkah 2
Membuat berita acara
Mengamankan barang bukti di tempat penyimpanan
tertentu.
Kejaksaan membentuk Tim pemusnahan barang bukti
Mengundang tokoh-tokoh masyarakat, LSM, pejabat terkait
Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Membuat berita acara
Pemusnahan barang bukti narkotika.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa :
Pemusnahan barang bukti narkotika biasanya dilakukan oleh
Kejaksaan setempat karena dikhawatirkan atau ditakutkan ada
penyalahgunaan barang bukti tersebut. Pemusnahan awal bias
dilakukan setelah barang bukti disetujui sebagian disisihkan un
dihadirkan di persidangan dan dibuatkan Berita Acara Pemusn
Barang Bukti. Proses pemusnahan barang bukti terlebih dahulu
dibuatkan registrasi (di register) atau dl tata dan dikumpulkan
satu lalu kemudian dibuatkan surat perintah pemusnahan bara
bukti, dan setelah barang bukti itu dimusnahkan maka dibuatk
berita acara pemusnahan barang bukti.
Hasil wawancara penulis dengan Sala satu Jaksa (Jaksa pada
Kejaksaan Negeri Banyuasin) menjelaskan bahwa :
Sebelum dilakukan pemusnahan barang bukti narkotika, terleb
dahulu dibentuk Tim Pemusnahan Barang Bukti (TPBB) yang te
dari unsur petugas dari Polres Banyuasin, Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyuasin, Pemda Kabupaten Banyuasin, dan Angg
DPRD Kabupaten Banyuasin. Kepala Kejaksaan Negeri Banyuas
biasanya mengeluarkan Surat Perintah kepada penyidik untuk
melaksanakan perintah pemusnahan barang bukti dengan disa
atau bersama-sama dengan Tim Pemusnahan Barang Bukti. Lan
dijelaskan, Tim Pemusnahan Barang Bukti mengemban tugas y
Pemusnahan barang bukti narkotika merupakan bagian integra
sistem hukum yaitu substansi hukum (legal substance), struktu
hukum (legal Structure) dan kultur hukum (legal culture) (Fried
2002).
Ditinjau dari konsepsi sistem hukum tersebut, maka proses
pemusnahan barang bukti narkotika sudah seharusnya diduku
substansi hukum yang kuat (legal substance), didukung kemam
aparatur dan kelembagaan penegak hukum (legal structures) se
didukung partisipasi masyarakat dalam melaporkan setiap keja
penggunaan/pemanfaatan narkotika dan obat-obatan terlarang
cultures).
Dari hasil penelitian diketahui masih adanya kelemahan-le;ema
baik dari aspek substansi hukum, struktur hukum maupun kult
hukum. substansi hukum terutama yang terkandung dalam Un
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika masih memili
beberapa kelemahan terutama dalam kewenangan pemusnaha
barang bukti dan pelaksanaannya sehingga masih mudah disal
tafsirkan. Dalam hal struktur hukum juga dinilai masih lemah k
belum optimalnya peran kelembagaan hukum dalam membera
penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang; sedangk
aspek kultur hukum juga dinilai masih rendah oleh karena kesa
hukum baik aparat penegak hukum maupun masyarakat masih
kurang menaruh perhatian atau merasa takut melaporkan setia
kejadian penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang
lingkungan sekitarnya.
upaya melaksanakan pemusnahan barang bukti narkotika mut
melalui suatu proses sebagaimana sudah diatur dalam Undang
Undang Nomr 35 Tahun 2009. Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 mengatur bahwa:
Penyidik kepolisian negara Republik Indonesia atau penyidik B
yang melakukan penyitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika
yang di duga Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang
mengandung Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib melaku
penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari pen
dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat:
Nama, Jenis, sifat dan jumlah
Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan
tahun dilakukan penyitaan;
Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika
dan prekursor narkotika; dan
Tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan
penyitaan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyidik dari Kepolisian
Banyuasin) dan Kejaksaan Negeri Banyuasin biasanya melakuk
penyegelan atas setiap barang bukti narkotika namun dalam
pembuatan berita acara perkara (BAP) terkadang kurang sesua
terutama jumlah/kadar antara yang disita dengan yang dilapor
Pasal 87 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
mengatur bahwa :
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala
kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga
dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusan
disampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat, Menter
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Menurut hemat Saya mewakili MBM meski penyidik diberi
kewenangan untuk melakukan penyitaan, Pasal 38 KUHAP
mengharuskan penyidik mendapatkan surat izin dari ketua
Pengadilan Negeri. Keharusan itu hanya dapat dikecualikan dal
keadaan amat perlu dan mendesak yang mengharuskan penyid
melakukan tindakan segera. Meski demikian, setelah penyitaan
karena alasan darurat dilakukan, penyidik wajib segera melapo
kepada ketua pengadilan.
Dari hasil wawancara penulis dengan xxx (Se orang Jaksa pada
Kejaksaan Negeri Banyuasin ) bahwa :
Dengan alasan kurangnya personil yang melaksanakan admini
sehingga untuk urusan administrasi seringkali terabaikan. Sela
berkas putusan Pengadilan Negeri seringkali terlambat diterim
petugas pencatat buku register sehingga petugas yang mengerja
administrasi tidak mengetahui apakah perkara dan barang buk
tersebut telah dieksekusi sesuai bunyi amar putusan atau belum
(wawancara tanggal 2 Mei 2015).
Begitu juga pemusnahan barang bukti. Pasal 45 Ayat (4) KUHAP
menentukan, benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang
untuk diedarkan harus dimusnahkan. Untuk mematuhi ketentu
penyidik sering mempertontonkan pemusnahan barang bukti y
dilarang untuk diedarkan itu. Seperti penyitaan, karena tidak m
dan hampir tidak mungkin mengecek kebenaran data yang
diumumkan penyidik dalam pemusnahan barang bukti.
Berkembangnya isu penggelapan barang bukti yang dilakukan
aparat penegak hukum tidak jarang menyebabkan lepasnya ter
dan hilangnya barang bukti dalam kasus narkoba yang ditanga
Penyidik. Disinyalir ada oknum aparat hukum yang pada saat
pemeriksaan perkara pidana mengambil sebagian barang bukt
dimusnahkan.
https://sangrajalangit99.wordpress.com/2016/11/08/mesteri-dan
dinamika-peradapan-hukum-narkoba-di-tanah-sedulang-setudu
kab-banyuasin-sum-sel/
http://sumsel.tribunnews.com/2015/05/25/polsek-rambutan-gaga
pengiriman-satu-kilogram-sabu