MAKALAH
Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Matakuliah Bahasa Indonesia
Oleh
Devina Maharani 135120207111046
KATA PENGANTAR
Fenomena yang sering terjadi saat ini adalah banyak media massa yang memberitakan berita
keburukan negara yang tak henti-hentinya. Sebenarnya hal tersebut dapat berdampak pada khalayak
luas. Dampak inilah yang harus diwaspadai. Sebagai warga negara tentu memiliki keinginan
memperbaik bangsanya, begitu juga dengan wartawan.
Mengubah paradigma pewarta tentang bad news is good news merupakan langkah awal
yang dapat dilakukan. Pemberitaan yang harus ditampilkan pada khlayak tidak harus selalu berita
negatif. Jusrtu yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah berita-berita positif yang dapat
mendongkrak semangat menuju perubahan yang lebih baik.
Dalam upaya penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa kelancaran
penyusunan makalah ini adalah berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena
itu penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Ucapan puji syukur sudah sepatutnya penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang selalu memberikan limpahan rahmat kesehatan, kekuatan dan kesabaran, serta petunjuk
dan bimbingan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Paradigma Bad News is Good News dalam Jurnalistik Indonesia”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha menyajikan yang terbaik.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
2.1 Jurnalistik
1. Teori Lippmann
Lippmann memahami peran jurnalisme adalah untuk bertindak sebagai
mediator atau penerjemah antara masyarakat dan kaum elit pembuat kebijakan.
Wartawan menjadi perantara ketika elit berbicara, wartawan mendengarkan dan
mencatat informasi. Informasi disaring lalu memberikannya kepada masyarakat untuk
dikonsumsi.
Menurut Lippmann publik tidak cukup cerdas untuk memahami rumitnya isu-
isu politik. Selain itu, masyarakat sudah cukup tersibukkan dengan kehidupan sehari-
hari mereka untuk peduli pada kebijakan publik yang kompleks. Karena itu seseorang
yang butuhkan masyarakat untuk menafsirkan keputusan atau kebijakan para elit
menjadi informasi yang jelas dan sederhana, itulah peran wartawan.
Wartawan juga bertindak sebagai pengawas elit, ketika masyarakat memilih
dengan suara mereka. Inilah membuat masyarakat di rantai kekuasaan paling bawah
dapat menangkap arus informasi yang diturunkan dari para ahli atau elit secara
efektif.
2. Teori Dewey
Menurut Dewey, wartawan harus melakukan lebih dari sekadar menyampaikan
informasi. Dia percaya bahwa wartawan harus mempertimbangkan konsekuensi dari
kebijakan yang berlaku. Seiring waktu, gagasannya telah diimplementasikan di berbagai
tingkat, dan lebih dikenal sebagai “jurnalisme komunitas”. 1
Jurnalisme adalah seni dan profesi dengan tanggung jawab profesional-art and craft with
professional responsibilities- yang mensyaratkan wartawannya melihat dengan mata yang segar
pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik. Tetapi mata itu harus
mempunyai fokus, suatu arah untuk mengawali pandangan. Hal ini penting bagi penulis berita
untuk menunjukan arah yang wajar. Dave Barry, seorang kolumnis, berkata bahwa dirinya adalah
seorang penulis yang baik dan mengira itu sudah cukup untuk menjadi wartawan. Ia sadar
bahwa ternyata itu keliru. Jurnalisme bukanlah tentang menulis saja. Anda belajar tentang “apa
sesungguhnya mencari itu dan apa sebenarnya bertanya mengenai hal-hal pelik dengan
kegigihan”.2
1
Anne Ahira, “Teori Jurnalisitk”, diakses dari http://www.anneahira.com/teori-jurnalistik.htm, pada
tanggal 1 Desember 2013 pukul 17.45
2
Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2005). hlm. 7.
menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan
pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang
Dasar 1945 harus dijamin.
Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, kemerdekaan menyatakan
pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi,
merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perlu adanya satu payung hukum yang melindungi para pekerja pers nasional.
Pada Bab II tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers diatur
masalah kemerdekaan pers. Dijelaskan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu
wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan
supremasi hukum (Pasal 2). Sedangkan penjelasan lebih lanjut mengenai
kemerdekaan pers ini dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 1.
Berbagai upaya diplomatik dan politik melalui perundingan dan sebagainya
dapat disuarakan secara internasional melalui media massa. Untuk itu, undang-
undang pers ini diharapkan menjadi payung hukum bagi para jurnalis, sehingga
lebih fokus dan objektif dalam menyiarkan informasi kepada publik.
2.2 Pers
Pers memainkan berbagai peranan dalam masyarakat. Bernard C. Cohen dalam
Advanced Newsgathering karangan Bryce T. McIntyre menyebutkan bahwa beberapa
peran yang umum dijalankan pers di antaranya sebagai pelapor (informer). Disini pers
bertindak sabagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa yang di luar
pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka.4
Tugas sebagai pelapor ini juga diwujudkan ketika pers kadangkala berperan sebagai alat
pemerintah (an instrument of government), misalnya ketika ada siaran langsung pidato atau
komentar seorang presiden di televisi. Tentu saja dalam peran tersebut pers harus tetap netral.
Memang dalam sejarah media kerap dijadikan saluran untuk penyebaran pernyataan-
pernyataan pemerintah yang sering dieksploitasi oleh tokoh-tokoh politik yang berkuasa.
Selain sebagai pelapor, pers juga memiliki peran sebagai interpreter yang memberikan
penafsiran atau arti pada suatu peristiwa. Di sini selain melaporkan peristiwa, pers menambah
bahan dalam usaha menjelaskan artinya, misalnya analisis berita atau komentas berita.
3
Anne Ahira, Loc. Cit.
4
Lih. Bryce T. McIntyre, Advenced Newsgathering (New York: Preager Publishers, 1991). hlm. 8.
Cohen melaporkan juga bahwa ada yang melihat pers sebagai wakil dari publik. Hal ini benar
bagi politikus yang menganggap laporan atau berita mengenai reaksi masyarakat adalah
barometer terbaik bagi berhasilnya suatu kebijaksanaan. Pers juga berperan sebagai pengritik
terhadap pemerintah. Konsep yang sudah disebutkan di atas adalah peran penjaga (watchdog).
Terakhir, Cohen menyebutkan bahwa pers sering berperan sebagai pembuat kebijaksanaan
dan advokasi. Peran ini terutama tampak pada penulisan editorial dan artikel, selain juga
tercermin dari jenis berita yang dipilih untuk ditulis oleh para wartawannya dan cara
menyajikannya.5
Istilah yang beredar dewasa ini adalah “Hak publik untuk tahu dan tanggung jawab
pers”. Ini mengisyaratkan pergeseran teoritis atas konsepsi kebebasan pers, yakni dari
yang semula bertumpu pada individu ke masyarakat. Kebebasan pers yang semula
dianggap sebagai kebenaran universal, kini hanya diartikan sebagai akses publik, atau hak
masyarakat untuk tahu.6
5
Luwi Ishwara, Loc. Cit.
6
William L. Rivers, et. Al diterjemahkan oleh Haris Munandar & Dudy Priatna, Media Massa &
Masyarakat Modern (Jakarta: Prenada Media, 2003). hlm. 102.
nilai berita, beberapa nilai berita yakni aktual, artinya hangat atau baru terjadi;
faktual, benar-benar terjadi, ada faktanya, bukan berita bohong; menarik,
yakni menarik minat pembaca, menarik hati publik untuk tahu,
membangkitkan rasa ingin tahu; dan penting, yakni menyangkut kepentingan
orang banyak dan atau menyangkut orang penting (public figure).
Selain memenuhi nilai berita tersebut, sebuah berita juga harus
memenuhi struktur baku penulisan berita, seperti judul, lead, dan body (isi
berita). Sebuah berita yang bagus menggunakan bahasa jurnalistik, yakni
baku, hemat kata, ringkas, sederhana, mudah dimengerti dan sebagainya.
Berikutnya adalah memenuhi unsur 5W+1H sehingga info yang disampaikan
lengkap. Berita itu harus berimbang, balance, covering both side, karena tugas
wartawan adalah menampilkan fakta apa adanya dan fair. Namun bukan
netral, wartawan tidak boleh dan memang tidak ada yang netral.7
7
Anonim, “Kriteria Berita Bagus”, diakses dari http://romeltea.wordpress.com/2008/10/10/kriteria-berita-
bagus/, pada tanggal 6 Januari 2014 pukul 23.50
BAB III
PEMBAHASAN
Di kalangan insan pers dikenal istilah “a bad news is good news”. Bagi pers, kejadian yang
buruk itulah berita yang bagus. Anjing menggigit manusia itu sudah biasa, tapi kalau manusia
menggigit anjing itu baru luar biasa. Itu baru berita yang bagus. Apalagi kalau yang menggigit
adalah seorang “public figure” layaknya pejabat dan artis ngetop. Tak heran mengapa di
berbagai media banyak bermunculan berita mengenai kerusuhan, kasus korupsi, kriminalitas,
bencana dan tragedi yang menimpa manusia, karena berita seperti itu membuat banyak orang
tertarik. Orang lain menangis, malu, dan bahkan perih menahan derita, kita liput, lalu
dipublikasikan melalui media tempat kita berkarya, dan dibaca, didengar, atau ditonton oleh
ribuan hingga jutaan manusia, sehingga mereka tahu apa yang sedang terjadi dengan saudara di
ujung sana. Itulah dunia pers, “a bad news” ibarat sebongkah harta karun yang sangat bernilai
dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Jika wartawan mendapat harta karun tersebut, lalu
dikemas dan diolah secara baik, maka bukan tak mungkin apresiasi hingga percepatan karier
akan menghampirinya. Jika biasanya jadi wartawan peliput (reporter), maka mungkin saja ia jadi
terkenal dan dikenal luas oleh publik melalui karya jurnalistiknya.
Pemberitaan dengan paradigma bad news is good news yang dilakukan oleh pemburu berita
maupun pers adalah untuk menarik pembaca dan meningkatkan keuntungan bagi mereka. Bad
news is good news telah menjadi perhatian yang cukup besar pada sebagian besar media masa
di Indonesia. Berita yang jelek, apakah itu kuropsi, kejahatan, perampokan, kekerasan,
pelecehan seksual merupakan pilihan berita yang baik untuk ditampilkan di halaman depan
Media Indonesia.
Media dituntut untuk selalu akurat, dan tidak boleh berbohong. Dalam masyarakat modern,
isi media merupakan sumber-sumber informasi dominan, sehingga media lebih dituntut untuk
menyajikan berita yang benar. Tidak selamanya akurasi mudah ditegakkan, apalagi jika alasan
ekonomis menjadi penghalang. Koran-koran kuning tetap menyajikan kepala berita serba
sensasional demi meraih cukup pembeli. Desakan waktu dan mahalnya liputan juga menjadi
alasan media untuk tidak menampilkan kebenaran secara utuh.
Adakalanya pers terjebak dalam retorika ketimbang fakta, dan lebih mengejar sensasi
ketimbang kejujuran. Dalam kenyataannya banyak pula artikel pers yang bukan saja salah namun
menyesatkan. Secara umum kepercayaan masyarakat terhadap mereka cukup tinggi, meskipun
tidak sedikit pula yang lantas menyalah gunakan kepercayaan itu. Sejumlah pers digugat karena
kesalahan liputan.8
Media massa merupakan industri atau perusahaan. Sudah barang tentu selalu mengkaitkan
untung rugi dalam mengeluarkan suatu berita. Yang keluar bukan berita yang sahih, tetapi berita
yang menguntungkan perusahaannya.
Kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada media massa (pers) dibandingkan terhadap
pemerintah ataupun lembaga civil society lainnya hendaknya tetap dipertahankan dan dijaga
oleh kalangan pers dengan membuat berita dan menganalisis berita secara lebih cermat,
sehingga peran pers yang sangat mulia sebagai titik equilibrium terwujudnya masyarakat yang
kritis dan demokratis dengan kebutuhan terjaganya kepentingan nasional serta clean and good
government dapat diwujudkan.
Penyalahgunaan kebebasan pers dapat berangkat dari paradigma bad news is good news,
karena apabila hal ini tidak dilakukan melalui check, crosscheck dan recheck oleh kalangan
media massa, maka akan menjadi palu godam kematian pers itu sendiri, karena pihak yang
merasa dirugikan oleh pemberitaan media massa dapat menuntut mereka melalui jalur hukum.
Salah satu media massa internasional yang bangkrut karena terlalu sering menerapkan bad
news is good news adalah ‘The New York Times’ yang akan mengalami kebangkrutan.
Penulis dan juga mungkin publik agak kaget dengan sikap beberapa media massa yang
memiliki kecenderungan sulit diatur atau mengabaikan saran, rekomendasi atau peringatan
yang dikeluarkan Dewan Pers, Komisi Informasi Publik (KIP) dan organisasi yang menaungi
media. Kondisi ini jika berlanjut dapat menggerus kepercayaan dan simpati publik terhadap
media massa.
Oleh karena itu, jika ada langkah pemerintah merangkul pers ataupun kalangan pers
membentuk Forum Pemred sebenarnya adalah wajar saja asalkan untuk kepentingan nasional,
bukan hal-hal yang mendegradasikan kredibilitas pers ataupun negara.
8
Ibid., hlm. 105
3.3 Dampak Bad News is Good News
Media sifatnya umum, dengan demikian dapat kita hipotesakan bahwa kepribadian orang
per orang merupakan cerminan kepribadian kita secara umum. Bila kepribadian orang per orang
buruk akibat dari hujan berita setiap saat setiap hari, maka konklusinya kepribadian masyarakat
kita adalah kepribadian yang jelek.
Seseorang kita katakan berkepribadian jelek, apabila merespon suatu peristiwa selalu
melihat dari sisi negatif atau jeleknya. Masyarakat kita sebut berkepribadian jelek apabila
mereka merespon suatu peristiwa selalu melihat dari sisi negatif atau jeleknya.
Dalam kejadian sehari-hari dapat kita lihat di masyarakat kita, pertengkaran antar kampung,
demo perusahaan, perselisihan antar aparat dan warga merupakan contoh yang faktual
terhadap jeleknya kepribadian masyarakat. Masyarakat mengedepankan persepsi negatif dalam
melihat suatu fenomena yang muncul dihadapannya.
Dalam melihat keadaan ini tentunya kita sangat prihatin. Pemikiran negatif sering kali
membutakan kita terhadap hal-hal yang baik, dan jika pemikiran negatif ini terjadi pada seluruh
masyarakat tentu akan menjauhkan dari ketrentaman, karena ketrentaman lebih dekat dengan
pemikiran positif daripada pemikiran negatif.
Merosotnya moral baik bangsa Indonesia kira kira juga merupakan dampak adanya pilihan
berita negatif sebagai berita yang utama oleh para pebisnis media masa. Bahkan ada TV yang
80% tayangannya dapat dikategorikan sebagai tayangan yang bermuatan negatif dan anehnya
masyarakat lebih suka tayangan yang bermuatan negatif.
Berdasarkan hukum asosiasi, salah satu hukum dalam psikologi, mengatakan bahwa hal-hal
yang mirip akan mudah terkoneksi. Ketika data base dalam otak kita dalam otak masyarakat,
lebih besar muatan negatifnya maka apabila medapatkan berita negatif akan langsung
terkoneksi dan ada perasaan senang. Inilah kira-kira yang menjadi akar permasalahan mengapa
masyarakat lebih suka berita negatif dari pada berita bernuansa positif.
Cek dilapangan, koran atau majalah yang mengulas masalah perselingkuhan, pelecehan,
kriminal atau sejenisnya pasti oplahnya lebih banyak dari pada majalah yang bermuatan positif
only.
Dikarenakan bad news is good news, penulis sarankan untuk selalu selektif dalam memilih
bahan bacaan atau berita, termasuk melihat tayangan TV. Sayangnya kita atau masyarakat
umum tidak menyadari bahwa berita yang bermuatan negatif itu dapat merusak atau
menciderai kearifan pemikiran kita. Bahkan ada orang yang meyakini dan mempercayai
kebenaran berita di media masa 100%.
Opini publik, cara padang masyarakat, bahkan pola tingkah laku masyarakat sangat
bergantung pada media massa. Dalam ilmu komunikasi medium atau media diartikan sebagai
alat menyalurkan gagasan isi jiwa dan kesadaran manusia. Pengertian tersebut menjelaskan
bagaimana sebuah media massa dapat mempengaruhi kesadaran dan isi jiwa manusia. Segala
hal yang tersaji dalam media massa tentu akan diserap langsung oleh masyarakat. Hal inilah
yang menjadi pertimbangan, bagaimana seharusnya seorang pewarta dan media membenahi
kembali apa yang akan disajikannya untuk masyarakat. Bad news is good news sudah tidak
berlaku lagi apabila para pewarta ingin mencerdaskan bangsanya.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Dalam hal ini kita bisa mengambil analog dari peran rasul. Setiap rasul yang diutus
oleh Allah adalah sebagai basyiiran (pembawa kabar gembira) dan nadziiran (pemberi
peringatan). Media masa sebaiknya juga mendahulukan peran sebagai pembawa kabar
gembira, meski tetap menjalankan peran sebagai pemberi peringatan. Ada baiknya
disetiap penyampaian bad news media massa memberikan himbauan untuk tidak
mengambil berita tersebut hanya dari sisi negatif saja karena sesungguhnya pemberitaan
bad news juga dapat berguna untuk mendewasakan masyarakat, tergantung bagaiaman
media massa mengulas berita tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Lih. Bryce T. McIntyre (1991). Advenced Newsgathering. New York: Preager Publishers.
William L. Rivers, et. Al. Media Massa & Masyarakat Modern, Terj. Haris Munandar & Dudy Priatna,
Jakarta: Prenada Media, 2003