Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fery Apriadi

NIM : 1706364
Mata Kuliah : Dasar – Dasar Pembiayaan Pendidikan
Nama Jurnal : Jurnal Ekonomia, Kajian Ilmu Ekonomi dan Bisnis Vol.10 No.2 tahun 2004.
Universitas Negeri Yogyakarta P-ISSN: 1858-2648 dan E-ISSN: 2460-1152
Judul Artikel : Pengaruh Pembiayaan Pendidikan, Tingkat Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi
Dan Kemiskinan Di Jawa Tengah
Dian Adi Wibowo Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia
owob.owob@gmail.com

A. RESUME

Pembangunan ekonomi adalah salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk membentuk negara
yang adil dan makmur. Pembangunan ekonomi awalnya diidentikan sebagai upaya meningkatkan
pendapatan perkapita atau yang sering disebut juga dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara maka pemasalahan terkait kemiskinan,
pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan dapat teratasi sehingga terbentuklah negara
yang adil dan makmur dari segi ekonomi.
Selain pertumbuhan ekonomi sebagai syarat dalam pengentasan kemiskinan, Haughton dan
Shahidur (2010: 157) menyebutkan bahwa pendidikan juga memiliki konstribusi dalam mengentaskan
kemiskinan. Beberapa indikator biasanya digunakan untuk menyebutkan kontribusi pendidikan dalam
sebuah analisis standar hidup rumah tangga. Indikator tersebut adalah tingkat pendidikan,
ketersediaan layanan pendidikan, dan penggunaan layanan tersebut oleh anggota keluarga miskin dan
non miskin.
Dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
diungkapkan bahwa pendidikan Indonesia adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan
potensi individu demi tercapainya kesejahteraan pribadi, masyarakat dan negara. Dari penjelasan
tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan sebagai salah satu upaya
dalam pencapaian kesejahteraan dan pengurangan kemiskinan.
Dasar penyelenggaraan pendidikan Indonesia dituangkan dalam pasal 31 UUD 1945 yang
menerangkan bahwa pemerintah mengusahakan dan meyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan menjadi salah satu tanggung jawab
pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan bangsa.
Dalam upaya setiap pencapaian tujuan pendidikan, biaya pendidikan memiliki peran yang sangat
menentukan. Pendidikan tanpa biaya memadai tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Fattah (2006) menerangkan bahwa biaya pendidikan merupakan komponen masukan instrumental
yang sangat penting dalam menyiapkan SDM melalui penyelenggaraan pendidikan.
Sesuai dengan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, penyediaan biaya

1
penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat dan pihak
swasta lainnya. Pemerintah pusat wajib menyediakan dana penyelenggaraan pendidikan melalui APBN
yang disusun tiap tahunnya. Pemerintah pusat diamanatkan melalui UUD 1945 pasal 31 ayat 4 untuk
mengalokasikan dana sebesar 20% dari total belanja pemerintah pusat dan daerah pada bidang
pendidikan demi meningkatnya kualitas SDM masyarakat yang nantinya dapat menurunkan tingkat
kemiskinan. Dengan demikian, semakin tinggi pembiayaan pendidikan yang dialokasikan oleh
pemerintah akan menyebabkan semakin rendahnya tingkat kemiskinan di Negara atau wilayah
tersebut. Sehingga dapat dianalogikan bahwa Jenjang atau tingkat pendidikan yang tinggi dengan
kompetensi yang tinggi pula akan mempermudah sesorang dalam memperoleh pendapatan yang
tinggi, dengan begitu akan kebutuhan minimum akan tercukupi dan terhindar dari kondisi miskin.
Dengan kata lain ketika tingkat pendidikan masyarakat tinggi maka tingkat kemiskinan pun dapat
menurun.
Dilihat dari kondisi ekonomi masyarakat, Jawa Tengah bukanlah provinsi yang bersih dari masalah
kemiskinan. Bahkan dalam publikasi BPS (berbagai terbitan), Jawa Tengah menempati peringkat
pertama di seluruh Indonesia sebagai provinsi dengan jumlah masyarakat miskin terbesar yang
totalnya mencapai 5,25 juta jiwa pada tahun 2011. Melalui otonomi daerah Pemerintah daerah diberi
kewenangan dalam menentukan berbagai kebijakan-kebijakan perihal pendidikan di daerah masing-
masing. Selama sepuluh tahun dari tahun 2002 hingga 2011, pemerintah Jawa Tengah mengalokasikan
pembiayaan pendidikan dalam APBD dalam porsi yang kurang dari kriteria dan cenderung fluktuatif.
Menurut data yang dihimpun dari BPS (berbagai terbitan) dan Kementrian Keuangan Republik
Indonesia, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah hanya mengalokasikan maksimal 11% penerimaan daerah
untuk pembiayaan pendidikan dalam kurun waktu tahun 2002 hingga 2011. Tentunya proporsi
tersebut jauh di bawah proporsi yang ditentukan yaitu 20%.
Besarnya pembiayaan pendidikan diharapkan mampu mengurangi jumlah penduduk miskin dengan
menambah tingkat pendapatan melalui pendidikan. Tingkat pendapatan penduduk miskin dapat
meningkat apabila tingkat pendidikannya juga tinggi. Dengan pendapatan yang tinggi, penduduk miskin
dapat keluar dari kondisi miskin dan secara otomastis penduduk miskin akan berkurang. Namun
dari data yang diterima oleh peneliti bahwa dalam kurun waktu tahun 2002 hingga 2011 jumlah tertinggi
penduduk miskin yang berpendidikan tinggi hanya sekitar 11.3% dari total jumlah penduduk miskin.
Angka tersebut juga hanya terjadi pada tahun 2005. Setelah tahun 2005 jumlah penduduk miskin
dengan pendidikan tinggi menurun dan fluktuatif hingga pada 2011 mencapai 7.3%. Hal ini tentu
cukup menghambat upaya pemerintah dalam mengurangi kemiskinan.

Dalam menganalisis data peneliti menggunakan penelitian ex- post facto yang dilakukan untuk
meneliti peristiwa yang telah terjadi. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data tingkat
kemiskinan yang merupakan persentase jumah penduduk miskin terhadap total penduduk, data
pertumbuhan ekonomi 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, data pembiayaan pendidikan yang berupa

2
persentase alokasi pembiayaan pendidikan meliputi belanja upah atau gaji, barang dan jasa, serta
belanja modal di bidang pendidikan yang tercantum dalam APBD, data serta jumlah penduduk
yang berpendidikan tinggi di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun 2002 hingga 2011.
Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif data panel dengan 350 observan. Setelah
melakukan Analisa peneliti menemukan bahwa pembiayaan pendidikan berpengaruh negative terhadap
tingkat kemiskinan di Jawa Tengah pada periode 2002-2011. Begitu pula dengan tingkat pendidikan
berpengaruh negative terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dalam periode waktu yang sama.
Sementara pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang negative terhadap tingkat kemiskinan.

B. ANALISA
Dari hasil Analisa penelitian menunjukan sebuah kejadian yang sangat berbeda dengan teori yang
berkembang dimana;

1. Tingginya pembiayaan pendidikan berpengaruh negative terhadap tingkat kemiskinan;


2. Tingkat pendidikan berpengaruh negative terhadap tingkat kemiskinan di Jawa tengah;
3. Begitu pula dengan pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negative terhadap tingkat
kemiskinan di Jawa Tengah.

Hasil temuan ini menurut saya sangat mengejutkan ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam Analisa
ataupun penggunaan metode penelitian yang kurang tepat. Namun keadaan anomali ini dapat
memberikan gambaran sederhana kepada kita bahwa penelitian kuantitatif juga dapat diikuti dengan
Analisa data kualitatif sebagai pelengkap data atau penelitian lanjutan. Jika saja penelitian ini mengambil
data kualitatif mungkin akan menemukan beberapa factor yang menyebabkan kondisi ini. Ada beberapa
kemungkinan yang dapat terjadi yaitu;
1. Pada tahapan perencanaan dan penganggaran terdapat ketidak konsistenan baik itu dalam
dokumen RPJMD – RENSTRA, RKA – PPAS, dan PPAS – APBD.

2. Kebijakan di ambil oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tidak mendukung program
pendidikan yang telah susun sebelumnya.

3. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota tidak kreatif dalam menyusun perencanaan pendidikan


sehingga hanya menggantungkan pada APBN Dekon.
4. Perencanaan pendidikan hanya terpusat pada pembangunan fisik saja sementara.
5. Penganggaran dana pendidikan di dalam APBD belum mencapai 20% seperti yang diamanatkan
dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 4.

C. SARAN
Pada prinsipnya bahwa pendidikan adalah murupakan salah satu factor penting untuk meningkatkan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan sebagai sebuah investasi yang dapat

3
menunjang pertumbuhan ekonomi, pengembangan SDM melalui pendidikan menyokong secara
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan karenannya pengeluaran untuk pendidikan harus
dipandang sebagai investasi produktif dan tidak semata-mata dilihat sebai sesuatu yang konsumtif tanpa
manfaat yang jelas. Dan terkait dengan penelitian maka penelitian ini menjadi pintu masuk bagi penelitian
lanjutan karena terkait dengan konsistensi perencanaan dengan penganggaran dalam dokumen
perencanaan dan pembiayaan, selain itu juga penyusunan anggaran yang terfokus pada pembiayaan
program peningkatan mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sekolah-sekolah rujukan/inklusif,
dan pengembangan pendidikan vokasional yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah.

Anda mungkin juga menyukai