Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI

SUPERVISOR PROYEK TERHADAP BIAYA, MUTU


DAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK
KONSTRUKSI DI KABUPATEN BADUNG

TUGAS AKHIR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisis


Terdapat beberapa definisi mengenai analisis, yaitu:
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:43) :
Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
2. Menurut Komaruddin (2001:53) :
Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan
menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,
hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu
keseluruhan yang terpandu.
3. Menurut Kamus Akuntansi (2000:48) :
Analisis adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-
ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang
memungkinkan tentang perbedaan yang muncul.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan berfikir
untuk menguraikan suatu pokok menjadi bagian-bagian atau komponen sehingga
dapat diketahui ciri atau tanda tiap bagian, kemudian hubungan satu sama lain serta
fungsi masing-masing bagian dari keseluruhan.

2.2 Pengaruh
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah daya yang
ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak,
kepercayaan atau perbuataan seseorang. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang dapat membentuk atau
mengubah sesuatu yang lain. Pengaruh juga dapat diartikan suatu keadaan dimana
ada hubungan timbal balik, atau hubungan sebab akibat antara apa yang
mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi. Dua hal ini adalah yang akan
dihubungkan dan dicari apa ada hal yang menghubungkannya.

5
2.3 Kompetensi
Menurut Mitrani et all., (1995) kompetensi didefinisikan sebagai
karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja
individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan
untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut
motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompetensi
dapat dinyatakan sebagai bagian dari kepribadian individual yang bersifat
permanen yang dapat menentukan atau memprediksi kinerja seseorang.
Adapun jenis atau macam kompetensi yang diperlukan atau harus dimiliki
oleh para pimpinan, telah disebutkan oleh banyak pakar. Tiap dari mereka
menguraikan kompetensi yang relatif berbeda dari yang lain. Akan tetapi, secara
substansial fokus mereka sama yakni karakteristik individu yang penting dimiliki
oleh para pemimpin dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut Zwell (2007) kompetensi pemimpin dapat dikelompokkan
kedalam lima kategori, yang meliputi:
1. Task achievement, yakni kompetensi-kompetensi yang berhubungan dengan
pelaksanaan kerja secara baik, tentang apa yang perlu dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan, dengan cara apa, dan bagaimana melakukannya.
2. Relationship, kategori kompetensi ini berkaitan dengan komunikasi dan
bekerja secara baik dengan orang lain serta memuaskan kebutuhan mereka.
3. Personal attributes, yakni kompetensi-kompetensi yang secara intrinsik
dimiliki individu dan berhubungan dengan apa yang mereka percaya,
bagaimana mereka berfikir, merasa, belajar, dan membangun.
4. Manageriali, yakni kompetensi yang secara khusus berhubungan dengan
pengaturan, pengawasan, dan pengembangan pegawai.
5. Leadership, yakni kompetensi yang berkaitan dengan aktivitas memimpin
organisasi dan orang-orang yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan,
visi, dan sasaran, yang telah ditetapkan.

6
2.4 Supervisor Proyek
Supervisor adalah orang yang berhubungan langsung dengan manajer.
Namun dalam konteks tanggung jawab, supervisor mempunyai tugas yang tidak
kalah berat. Dalam banyak kasus, supervisor memiliki tugas yang strategis karena
langsung terjun di lapangan melaksanakan semua rencana dari manajer. Hal ini
menyebabkan supervisor mempunyai kedudukan istimewa didalam perusahaan.
Bersama dengan para staf, supervisor menentukan selesai tidaknya pekerjaan
(proyek) yang menjadi rencana strategis perusahaan. Supervisor mengetahui benar
seluk beluk pekerjaan yang harus selesai sesuai jadwal beserta dinamika yang ada
di lapangan (Agung, 2014). Dalam hal ini supervisor harus menangani dua hal
langsung yaitu tugas-tugas dari manajernya sekaligus mengelola bawahannya
supaya tetap dalam kondisi prima bekerja dan menjaga keutuhan tim. Dengan posisi
di antara manajer dan staf, seorang supervisor harus mampu berperan optimal.
Ibarat jembatan, supervisor harus mampu menjembatani kepentingan manajemen
dan kepentingan staf sebagai pelaksana tugas di lapangan. Seorang supervisor juga
dituntut untuk memiliki tiga keterampilan yaitu:
1. Keterampilan teknis
Kemampuan untuk memahami dan mengerjakan aktifitas-aktifitas tertentu
dengan baik, terutama memerlukan penguasaan mengenai cara, metode,
proses, prosedur dan teknik tertentu.
2. Keterampilan manusiawi
Kemampuan untuk bekerja dengan orang lain secara efektif sebagai anggota
kelompok dan dapat membina kerjasama yang baik dalam kelompok yang
dipimpinnya.
3. Keterampilan konseptual
Kemampuan untuk melihat perusahaan secara keseluruhan, meliputi
kemampuan melihat keterkaitan antar bagian, dan kemampuan
membayangkan hubungan antar perusahaan dengan industri dimana
perusahaan terletak, serta hubungan perusahaan dengan masyarakat,
keadaan politik, sosial dan ekonomi secara keseluruhan.

7
2.4.1 Tanggung Jawab Supervisor Proyek
Tanggung jawab seorang supervisor secara umum memang sulit, seorang
supervisor harus memenuhi berbagai tanggung jawab kepada karyawan, kelompok
kerja dan organisasi. Supervisor harus bertanggung jawab dalam memastikan
semua pekerjaan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada keamanan,
keselamatan atau kesehatan yang terancam. Supervisor memiliki empat tanggung
jawab yaitu (Rohmanah, 2013):
1. Planning, merencanakan kegiatan yang menjadi tugasnya.
a. Menentukan tujuan/sasaran yang hendak dicapai (kuantitas, kualitas dan
waktu).
b. Mengembangkan beberapa alternatif/pilihan kegiatan serta menentukan
sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran.
c. Memilih alternatif kegiatan yang terbaik ditinjau dari sasaran yang ingin
dicapai dan kebutuhan sumber dayanya.
d. Menentukan/mempersiapkan langkah-langkah pencegahan dan
pemecahan bila terjadi gangguan pada pelaksanaan rencana.
2. Coordinating, mengkoordianasikan kegiatan dan tugas agar berjalan lancar.
a. Mengkoordinasikan tentang kebutuhan sumber daya yang diperlukan.
b. Mengkoordinir kelompok kerja agar tetap berada pada jalur yang tepat.
3. Directing, mengarahkan dan mengatur bagaimana agar tugas dan pekerjaan
tersebut dapat berjalan lancar.
a. Mengatur penggunaan alat, mesin serta fasilitas dan sumber daya yang
lain.
b. Mengatur pelaksanaan tugas diantara anggota-anggota kelompok kerja
(pembagian tugas).
4. Controlling, melakukan kontrol terhadap kegiatan dalam kelompok serta
pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
a. Mengumpulkan informasi/data tentang kemajuan/hasil.
b. Membandingkan pelaksanaan/hasil dengan sasaran yang telah ditentukan
dalam rencana serta melihat apakah terjadi penyimpangan.
c. Menganalisa penyimpangan yang terjadi serta mencari sebab-sebabnya.

8
d. Mengambil tindakan yang perlu untuk memperbaiki kesalahan,
mencegah semakin meluasnya penyimpangan ataupun meningkatkan
hasil pelaksanaan tugas.

2.4.2 Tugas Supervisor Proyek Konstruksi


Supervisor diberi kepercayaan untuk memberikan instruksi kerja,
pengawasan, dan monitoring serta melakukan pekerjaan dalam suatu kelompok.
Berikut ini adalah beberapa tugas dari seorang supervisor didalam sebuah
pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi:
1. Memahami gambar desain dan spesifikasi teknis sebagai pedoman dalam
melaksanakan pekerjaan di lapangan.
2. Bersama dengan bagian engineering menyusun kembali metode
pelaksanaan konstruksi dan jadwal pelaksanaan perkerjaan.
3. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan di lapangan sesuai
dengan persyaratan biaya, mutu dan waktu yang telah ditetapkan.
4. Membuat program kerja mingguan dan mengadakan pengarahan kegiatan
harian kepada pelaksana pekerjaan.
5. Mengadakan evaluasi dan membuat laporan hasil pelaksanaan pekerjaan di
lapangan.
6. Membuat program penyesuaian dan tindakan turun tangan, apabila terjadi
keterlambatan dan penyimpangan pekerjaan di lapangan.
7. Melakukan pemeriksaan dan memproses berita acara kemajuan pekerjaan di
lapangan.
8. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program kerja mingguan, metode
kerja, gambar kerja dan spesifikasi teknik.
9. Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan jadwal tenaga kerja dan mengatur
pelaksanaan tenaga dan peralatan proyek.
10. Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga dan alat di
lapangan.
11. Membuat laporan harian tentang pelaksanaan dan pengukuran hasil
pekerjaan di lapangan.
12. Mengadakan pemeriksaan dan pengukuran hasil pekerjaan di lapangan.

9
13. Membuat laporan harian tentang pelaksanaan pekerjaan, agar selalu sesuai
dengan metode konstruksi dan instruksi kerja yang telah ditetapkan.
14. Menerapkan program keselamatan kerja dan kebersihan di lapangan.
Supervisor dituntut memiliki wibawa sebagai seorang pemimpin yang siap
berkorban serta menjalankan tugas yang diemban agar visi dan misi perusahaan
dapat tercapai. Tugas dan tanggung jawab supervisor memang sangat luas, pada
intinya adalah bagaimana ia memastikan bahwa semua pekerjaan dapat dilakukan
dengan baik. Supervisor juga dituntut dapat memberikan motivasi kepada karyawan
atau bawahannya agar kembali semangat kerja serta di jalur yang benar dalam
melakukan pekerjaan.

2.4.3 Faktor-Faktor Kompetensi Supervisor Proyek


Kompetensi seorang supervisor proyek dalam pekerjaan di suatu organisasi
atau perusahaan dipengaruhi beberapa faktor antara lain (Listiawati, 2004):
1. Faktor Perencanaan
Faktor perencanaan merupakan salah satu faktor penting. Kejayaan atau
keruntuhan seorang supervisor proyek ditentukan oleh rencana kerja.
Karena masa depan yang tidak pasti dapat kita buat lebih baik dengan
melakukan perencanaan dari pada hanya berupa kemungkinan. Perencanaan
akan mempercepat proses penyelesaian suatu masalah. Memilih dan
menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-
asumsi mengenai masa depan yang akan datang dalam hal memvisualisasi
serta merumuskan aktivitas-aktivitas yang diusulkan yang dianggap perlu
untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan merupakan tindakan dari
perencanaan.
2. Faktor Pengaturan
Kegiatan ini bertujuan melakukan pengaturan dan pengelompokam
kegiatan proyek konstruksi agar kinerja yang dihasilkan sesuai dengan
harapan. Tahap ini menjadi sangat penting karena ketidaktepatan
pengaturan dan pengelompokan kegiatan yang terjadi akan berakibat
langsung terhadap tujuan proyek.

10
3. Faktor Pengontrolan
Faktor pengontrolan dilakukan untuk mengetahui perkembangan pekerjaan
apakah pekerjaan sesuai dengan jalur yang direncanakan ataukah ada
penyimpangan. Supervisor proyek akan mengetahui dari laporan berkala
yang diterima sehingga dia setiap waktu sadar akan hasil dari usahanya
dalam merencana, mengorganisir, dan mengarahkan seluruh pekerjaan
proyek. Supervisor proyek tidak hanya mengontrol dari laporan yang
diterimanya tetapi harus mengecek langsung ke lapangan apakah laporan
yang dibuat cocok dengan situasi sesungguhnya di lapangan.
4. Faktor Pengkoordinasian
Koordinasi dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Koordinasi
internal dilakukan untuk melakukan evaluasi diri terhadap kinerja yang
telah dilakukan, terutama kinerja staf dalam organisasi itu sendiri,
sedangkan koordinasi eksternal adalah proses evaluasi kinerja pihak-pihak
yang terlibat dalam proyek konstruksi (kontraktor), konsultan dan owner.

2.5 Proyek Konstruksi


Ada beberapa pengertaian mengenai proyek konstruksi yang dikemukakan
oleh beberapa pihak yaitu sebagai berikut:
1. Soeharto (1995) memberikan pengertian kegiatan proyek merupakan suatu
aktivitas sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan
alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas,
yang sasaran atau tujuannya yang telah digariskan dengan jelas.
2. Proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya
pembangunan suatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup
pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur.
Meskipun tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain seperti teknik industri,
mesin, elektro, geoteknik dan sebagainya (Listiawati, 2004).
3. Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan
tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi
suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam

11
rangkaian kegiatan itu tentunya melibatkan pihak-pihak yang tekait, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan
hubungan kerja (Ervianto, 2003).

2.5.1 Karakteristik Proyek Konstruksi


Proyek konstruksi mempunyai tiga karakteristik, adapun ketiga
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Ervianto, 2003):
1. Bersifat unik
Keunikan dari proyek konstruksi adalah tidak pernah terjadi rangkaian
kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek identik, yang ada adalah proyek
sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu telibat grup pekerja yang
berbeda-beda.
2. Dibutuhkan sumber daya (resources)
Setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya, yaitu pekerja dan
“sesuatu” (uang, mesin, metode, material). Pengorganisasian semua sumber
daya dilakukan oleh manajer proyek.
3. Organisasi
Setiap organisasi mempunyai keragaman tujuan dimana didalamnya terlibat
sejumlah individu dengan keahlian yang bervariasi, perbedaan ketertarikan,
kepribadian yang bervariasi, dan ketidakpastian. Langkah awal yang harus
dilakukan oleh manajer proyek adalah menyatukan visi menjadi satu tujuan
yang ditetapkan oleh organisasi.
Sehingga suatu proyek konstruksi yang merupakan rangkaian kegiatan yang
nantinya akan mewujudkan suatu hasil berupa bangunan, memiliki ciri-ciri pokok
antara lain (Soeharto, 1995):
1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.
2. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai
tujuan.

12
3. Bersifat sementara, dalam artian umumnya dibatasi oleh selesainya tugas,
titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas.
4. Nonrutin, tidak berulang dan jenis serta identitas kegiatan berubah
sepanjang proyek langsung.

2.5.2 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi


Proyek-proyek konstruksi yang umumnya dikerjakan dapat dibedakan
menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu (Ervianto, 2003):
1. Bangunan gedung
Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan gedung
adalah rumah, kantor, pabrik, dan lain-lain. Adapun ciri-ciri dari kelompok
bangunan ini adalah:
a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi
pondasi umumnya sudah diketahui.
c. Dibutuhkan manajemen terutama untuk progressing pekerjaan.
2. Bangunan sipil
Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan sipil adalah
jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Adapun ciri-ciri dari
kelompok bangunan ini adalah:
a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar
berguna bagi kepentingan manusia.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi
pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.
c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.

2.5.3 Tim Proyek


Adapun yang dimaksud dengan tim proyek bila ditinjau secara lebih luas
dapat diartikan sebagai semua pihak atau peserta yang berkepentingan dan terlibat
dalam penyelenggaraan dan hasil proyek. Sering juga disebut sebagai stake holder.
Pihak-pihak ini mempunyai peranan dan kepentingan tertentu atas keberhasilan
proyek dan dapat dikelompokkan menjadi:

13
1. Pihak I : Pemilik proyek, pemakai produk (end-user), penyandang dana.
2. Pihak II : Organisasi atau perusahaan yang membangun proyek.
3. Pihak III : Subkontraktor, supplier, konsultan dan lain-lain.
Masing-masing organisasi dan pihak diatas mempunyai tim tersendiri yang
sesuai dengan peranan dan kepentingannya dalam proyek yang bersangkutan
(Soeharto, 1995).

2.5.4 Organisasi Proyek Konstruksi


Pada setiap proyek konstruksi terdapat organisasi lapangan, yang
pembentukannya ditujukan untuk kepentingan internal terkait dengan tujuan
pengendalian oleh kantor pusat sebagai organisasi induk. Organisasi lapangan yang
dibentuk dimulai dari unsur pelaksanaan yang paling bawah yakni kelompok
tukang yang membawahi para pekerja, kemudian mandor, sub-kontraktor,
kontraktor, dan konsultan. Adapun struktur organisasi satuan kerja proyek
konstruksi, adalah sebagai berikut
1. Struktur Organisasi Mandor
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Mandor

Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)

14
2. Struktur Organisasi Kontraktor

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Kontraktor


Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)

3. Struktur Organisasi Sub-kontraktor

Gambar 2.3 Struktur Organisasi Sub-Kontraktor


Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)

15
4. Struktur Organisasi Konsultan

Gambar 2.4 Struktur Organisasi Konsultan


Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)

2.6 Biaya Pelaksanaan Proyek


Menurut Soeharto (1995), biaya adalah segala usaha dan pengeluaran yang
dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi dan aplikasi produk, sedangkan
biaya pelaksanaan proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan
dalam menyelesaikan suatu proyek. Secara garis besar biaya pelaksanaan proyek
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Biaya Langsung (Direct cost)
Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang langsung berhubungan
dengan konstruksi / bangunan. Biaya langsung didapat dengan mengalikan
volume / kwantitas suatu pos pekerjaan dengan harga satuan (unit cost)
pekerjaan tersebut.
Hal-hal yang mempengaruhi dan perlu diperhatikan pada perhitungan biaya
langsung adalah sebagai berikut:
a. Material
b. Upah Buruh / Man Power
c. Biaya Peralatan / Equipments
d. Biaya Subkontraktor

16
2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) adalah biaya yang tidak secara
langsung berhubungan dengan konstruksi, tetapi harus ada dan tidak dapat
dilepaskan dari proyek tersebut. Yang termasuk dalam biaya tak langsung
adalah:
a. Biaya Overhead
b. Biaya tak terduga (Contigencies)
c. Keuntungan profit
d. Penalti / Bonus
Dalam keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai biaya
tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan. Biaya langsung dan
tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya proyek, sehingga pada
pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini perlu diperhatikan. Baik
biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah sesuai dengan waktu dan
kemajuan proyek. Meskipun tidak diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada
umumnya makin lama proyek berjalan maka makin tinggi kumulatif biaya tak
langsung diperlukan (Soeharto, 1995).

2.7 Mutu Hasil Produksi


Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang penilaiannya selalu berubah
dari waktu ke waktu. Dimana mutu hasil produksi yang baik merupakan syarat
mutlak, sehingga proses produksi harus diarahkan pada upaya untuk memenuhi
persyaratan dan segenap kebutuhan pemberi tugas akan standar mutu tadi. Proses
produksi tersebut dinyatakan dalam bentuk perencanaan yang menjadi acuan dalam
seluruh proses pelaksanaan. Penetapan mutu hasil produksi sendiri dilakukan
melalui kegiatan pengawasan, pemeriksaan, pengukuran, dan pengujian
laboratorium. Pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu pada hakekatnya penentuan
langkah demi langkah terhadap proses pelaksanaan suatu pekerjaan yang mencakup
penilaian terhadap metode kerja, ketrampilan kerja, pengadaan material, pengadaan
peralatan, pengadaan tenaga kerja, keamanan dan keselamatan kerja demi hasil
yang sesuai dengan yang direncanakan.

17
Adapun hal-hal yang ditinjau sesuai dengan kriteria mutu yang diisyaratkan
seperti :
1. Kinerja dan kehandalan mengenai prosentase ketepatan dalam prediksi
analisis telah sesuai dengan rencana.
2. Upaya penambahan karakteristik pelengkap untuk menambah estetika dan
kehandalan bangunan seperti pembangunan pagar, taman, tempat parkir,
dan lainnya.
3. Upaya pengukuran penyimpangan terhadap standar yang telah disepakati.
4. Pelaksanaan konstruksi yang dilaksanakan telah sesuai dengan spesifikasi
teknis dan dokumen kontrak.
5. Penetapan jenis material dan metode konstruksi yang dipakai telah
memenuhi syarat peraturan bangunan.
6. Tenaga kerja yang terampil dan mempunyai komitmen yang taat dan
bertanggung jawab akan memberikan kualitas yang lebih baik.
7. Pengkajian kualitas dan kuantitas personil serta peralatan akan memberikan
hasil yang lebih baik.
8. Pengendalian kemajuan pelaksanaan proyek secara keseluruhan agar sesuai
dengan rencana dalam pelaksanaannya di lapangan.
9. Penyusunan jadwal rencana telah memperhitungkan estimasi kebutuhan
sumber daya dan penggunaannya.
10. Pengendalian distribusi material dan peralatan.

2.8 Waktu dan Penjadwalan Kerja


Jadwal waktu proyek merupakan tulang punggung keseluruhan proses
konstruksi, sehingga harus dibuat berdasarkan pada sasaran dan pencapaian target
yang jelas. Dengan memakai jadwal rencana kerja yang tepat, sumber daya yang
memadai dapat tersedia pada saat yang tepat, setiap tahap proses mendapatkan
alokasi waktu cukup dengan berbagai kegiatan dapat dimulai pada saat yang tepat
pula. Dalam menyusun jadwal rencana kerja harus sudah mempertimbangkan dan
mencakup estimasi kebutuhan sumber daya dan dana disertai dengan analisa
penggunaannya yang tepat dan menentukan rambu-rambu marka pengukuran target
kemajuan proyek.

18
Masalah-masalah yang berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan proyek
lebih banyak disebabkan oleh mekanisme penyelenggaraan, seperti keterlambatan
pengadaan peralatan, material, keterlambatan jadwal perencanaan, perubahan-
perubahan pekerjaan selama berlangsungnya konstruksi, kelayakan jadwal
konstruksi, peraturan-peraturan dari pemerintah mengenai keamanan perencanaan
dan metode konstruksi, dampak lingkungan, kebijakan di bidang ketenagakerjaan
dan sebagainya. Untuk menganalisis terjadinya penyimpangan dilakukan dengan
membandingankan kurun waktu yang dipakai dengan waktu yang direncanakan.
Pada Gambar 2.5 memperlihatkan kurun waktu kegiatan, grafik yang dibuat
dengan sumbu vertikal sebagai nilai kumulatif penyelesaian pekerjaan dan sumbu
horisontal sebagai waktu kalender dari periode pelaksanaan penyelesaian pekerjaan
dari angka 0 sampai angka 100 ini, umumnya berbentuk menyerupai huruf “S”.
Jadwal rencana penyelesaian proyek memeliki tingkat kehandalan yang dinyatakan
dalam suatu indeks kerja. Adapun besarnya indek kinerja (IKJ) atau produktifitas
jadwal dapat ditentukan dengan rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛
𝑑𝑖𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
Indek Kinerja Jadwal = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 (2.1)
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙

% penyelesaian fisik Akhir proyek

Awal proyek

Waktu (bulan)

Gambar 2.5 Grafik “S” Waktu Penyelesaian Proyek

19
2.9 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi
Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa
pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan
potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan
pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko atau kriteria penggunaan
teknologi atau kriteria besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan).
Dalam UU 18 tahun 1999 mengenai kualifikasi usaha jasa konstruksi dalam
pasal 8 dan 9 disyaratkan para pelaku pekerjaan konstruksi harus memiliki
sertifikat.
1. SKT (Sertifikat Keterampilan) adalah bukti kompetensi dan kemampuan
profesi keterampilan kerja bidang Jasa Pelaksana Konstruksi (Kontraktor)
yang harus dimiliki tenaga kerja/ahli perusahaan untuk dapat ditetapkan
sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dalam permohonan Sertifikasi dan
Registrasi Jasa Pelaksana Konstruksi.
Kualifikasi tenaga terampil Jasa Pelaksana Konstruksi adalah;
a. Tingkat I
b. Tingkat II
c. Tingkat III
SKT adalah salah satu persyaratan utama untuk mengajukan permohonan
Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi
kualifiaski kecil. SKT tersebut dikeluarkan oleh asosiasi profesi jasa
konstruksi yang telah diakreditasi LPJK. SKT hanya untuk tenaga ahli
perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi (kontraktor). Setiap perusahaan jasa
pelaksana konstruksi yang ingin mengajukan permohonan Sertifikasi dan
Registrasi Badan Usaha untuk kualifikasi kecil harus memiliki tenaga kerja
bersertifikat keterampilan (SKT) sebagai persyaratan untuk dapat
ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
2. SKA (Sertifikat Keahlian) adalah bukti kompetensi dan kemampuan
profesi keahlian kerja tenaga ahli bidang (Kontraktor), atau (Konsultan),
dengan kualifikasi tenaga ahli sebagai berikut;
Kualifikasi tenaga ahli Jasa Konstruksi adalah;

20
a. Ahli Utama:
Berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman minimal 12 tahun atau S2
dengan pengalaman minimal 5 tahun.
b. SKA Ahli Madya:
Berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman minimal 7 tahun atau S2
dengan pengalaman minimal 2 tahun.
c. SKA Ahli Muda:
Berpendidikan minimal DIII dengan pengalaman minimal 5 tahun atau S1
dengan pengalaman minimal 2 tahun atau S2 dengan pengalaman minimal
1 tahun.
Salah satu persyaratan utama untuk mengajukan permohonan Sertifikasi dan
Registrasi Badan Usaha bidang Jasa Konstruksi adalah memiliki tenaga ahli
bersertifikat keahlian (SKA) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab
Teknik (PJT) atau Penanggung Jawab Bidang (PJB). SKA tersebut
dikeluarkan oleh asosiasi profesi jasa konstruksi yang telah
diakreditasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). SKA untuk
tenaga ahli perusahaan Jasa Perencana dan Jasa Pengawas Konstruksi
(konsultan) Setiap perusahaan jasa perencana konstruksi dan jasa pengawas
konstruksi yang ingin mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi
Badan Usaha baik untuk kualifikasi Kecil, Menengah atau Besar harus
memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian (SKA) sebagai persyaratan untuk
dapat ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Penanggung
Jawab Bidang (PJB).
Kita dapat melihat pada konsep yang dipakai Permen PU 8/2011, tentang
Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi lampiran 3
Kualifikasi Usaha Pelaksana Konstruksi, dalam menentukan subkualifikasi
berdasarkan kompetensi penyedia pelaksana konstruksi (bisa juga dibandingkan
dengan Lampiran 3 Peraturan Menteri Nomor 08/PRT/M/2011 Tanggal: 13 Juni
2011: Versi LPJK) yang terlampir pada Tabel 2.1 Kualifikasi Jasa Pelaksana
Konstruksi di bawah ini.

21
Tabel 2.1 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi
Kualifikasi Nilai Proyek Kualifikasi Badan Usaha
Proyek Tenaga Kerja
Kecil K1 0 s.d Rp. 1 1 orang Badan usaha dapat
milyar bersertifikat tenaga berbentuk PT, CV,
terampil (SKTK) Firma atau
tingkat 3 Koperasi
K2 0 s.d Rp. 1,75 1 orang Badan usaha dapat
milyar bersertifikat tenaga berbentuk PT, CV,
terampil (SKTK) Firma atau
tingkat 2 Koperasi
K3 0 s.d Rp. 2,5 1 orang Badan usaha dapat
milyar bersertifikat tenaga berbentuk PT, CV,
terampil (SKTK) Firma atau
tingkat 1 Koperasi
Menengah M1 0 s.d Rp. 10 Minimal 2 orang Badan usaha harus
milyar bersertifikat berbentuk PT atau
keahlian (SKA) ahli Koperasi
muda
M2 0 s.d Rp. 50 Minimal 2 orang Badan usaha harus
milyar bersertifikat berbentuk PT atau
keahlian (SKA) ahli Koperasi
madya
Besar B1 0 s.d Rp. 250 Minimal 2 orang Badan usaha harus
milyar bersertifikat berbentuk PT
keahlian (SKA) ahli
madya
B2 0 s.d tidak Minimal 2 orang Permohonan baru
terbatas bersertifikat hanya untuk badan
keahlian (SKA) ahli usaha PT-PMA
madya

22
2.10 Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh
data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang
perlu diketahui. Penggunaan kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan
menggunakan daftar pertanyaan (angket) atau daftar isian terhadap objek yang
diteliti (populasi atau sampel) (Sugiyono, 2012).

2.11 Teknik Sampling


Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sedangkan pengertian dari populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2011). Teknik sampling sangatlah diperlukan dalam sebuah penelitian
karena hal ini digunakan untuk menentukan siapa saja anggota dari populasi yang
hendak dijadikan sampel. Untuk itu teknik sampling haruslah secara jelas
tergambarkan dalam rencana penelitian sehingga jelas dan tidak membingungkann
ketika terjun dilapangan.
Menurut Sugiyono (2011) teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Berikut pemaparan
masing-masing teknik sampling tersebut:
1. Probability Sampling
Probability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011). Probability Sampling terdiri dari
4 macam yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel
dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2011).
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang
tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2011).

23
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila
populasi berstrata tetapi kurang proporsional (Sugiyono, 2011).
d. Cluster Sampling
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila
objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono,
2011). Teknik sampel ini terdiri dari 2 tahap, yaitu pertama tahap
penentuan sampel daerah, dan kedua tahap penentuan orang-orang
yang ada di daerah itu.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011).
Nonprobability Sampling terdiri dari 6 macam yang akan dijabarkan sebagai
berikut ini:
a. Sampling Sistematis
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut
(Sugiyono, 2011).
b. Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari
populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota
yang diinginkan (Sugiyono, 2011)
c. Sampling Insidential
Sampling Insidential adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidential
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber
data (Sugiyono, 2011).
d. Sampling Purposive
Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu ( Sugiyono, 2011). Teknik ini paling cocok

24
digunakan untuk penelitian kualitatif yang tidak melakukan
generalisasi.
e. Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Hal ini sering
digunakan untuk penelitian dengan jumlah sampel dibawah 30
orang, atau untuk penelitian yang ingin membuat generalisasi
dengan tingkat kesalahan yang sedikit atau kecil.
f. Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-
mula jumlahnya kecil, kemudian membesar (Sugiyono, 2011).

2.12 Jenis Data


Menurut Usman et al (1995) jenis data dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu data ordinal, data interval, dan data rasio.
1. Data Ordinal
Data ordinal adalah data yang sudah diurutkan dari jenjang yang paling
rendah sampai ke jenjang yang paling tinggi, atau sebaliknya tergantung
peringkat selera pengukuran yang subjektif terhadap objek tertentu. Kita
dapat menyatakan bahwa saya lebih suka jeruk A daripada jeruk B
meskipun sama-sama tergolong jenis jeruk. Selanjutnya jeruk B kita bobot
1 dan jeruk A kita bobot 2, pembobotan biasanya merupakan urutannya.
Oleh sebab itu, data ordinal disebut juga sebagai data berurutan, data
berjenjang, data berpangkat, data tata jenjang, data ranks, dan data petala,
data bertangga atau data bertingkat.
Pemberian jenjang tersebut pada umumnya dapat dilakukan sebagai berikut
: mula-mula kita urutkan data itu mulai dari yang terendah sampai yang
tertinggi. Demikian juga sebaliknya, kemudian berilah angka 1 untuk yang
tertinggi, angka 2 pada yang berada di bawahnya dan seterusnya.
2. Data Interval
Data interval memiliki sifat-sifat nominal dari data ordinal. Disamping itu
ada sifat tambahan lainnya pada data interval yaitu mempunyai nol mutlak.

25
Akibatnya ia mempunyai skala interval yang sama jaraknya. Pengukuran
data interval tidak memberikan jumlah yang absolut dari objek yang diukur.
Contohnya adalah sebagai berikut : dalam Indeks Prestasi Komulatif (IPK)
mahasiswa dikenal standar-standar penilaian sebagai berikut:
A = 4, B = 3, C = 2, D = 1
Interval antara A dengan B = 4 – 3 = 1
Interval antara B dengan C = 3 – 2 = 1
Interval antara C dengan D = 2 – 1 = 1
Interval antara A dengan C = 4 – 2 = 2
Interval antara B dengan D = 3 – 1 = 2
Interval antara A dengan D = 4 – 1 = 3
Interval antara A dengan D – Interval D dengan C
= (A-C) + (C-D) = (4-2) + (2-1) = 3
Contoh-contoh lainnya dari data interval adalah : persepsi, tanggapan, dan
sebagainya. Data interval bersifat ekskuisif, mempunyai urutan, mempunyai
ukuran baru, tetapi tidak mempunyai nilai nol mutlak.
3. Data Rasio
Data rasio mengandung sifat-sifat interval, dan selain itu ia sudah
mempunyai nilai nol mutlak. Contoh dari data rasio diantaranya adalah berat
badan, tinggi, panjang, atau jarak. Misalnya kita mempunyai data panjang
A = 10 m, B = 20 m, C = 30 m, dan D = 40 m. Kita dapat menyimpulkan
bahwa panjang D = 4 x A atau 2 x B. Panjang B dapat disebut sebagai 2 x
A atau 1⁄2 x D dan seterusnya. Data rasio ini sering dipakai dalam
penelitian keilmuan atau enginering. Karena data rasio, ordinal, dan interval
merupakan hasil pengukuran, maka pada ketiga data tersebut ditemui
adanya bilangan pecahan. Data rasio bersifat ekskuisif, mempunyai urutan,
mempunyai ukuran baru, dan mempunyai nilai nol mutlak.

26
2.13 Tabulasi dan Pengolahan Data
Tabulasi data dilakukan untuk mendapatkan hasil berupa data yang siap
digunakan pada tahap analisis berikutnya. Dalam tahap tabulasi dilakukan
pengelompokkan data kedalam parameter-parameter dalam tahap analisis, dari data
awal yang masih berupa kumpulan kuesioner hasil pengisian di lapangan, laporan-
laporan pekerjaan dan time schedule. Tabulasi data dapat dikategorikan menjadi
empat yaitu data kompetensi supervisor proyek, data biaya pelaksanaan proyek
kontruksi, mutu hasil produksi proyek konstruksi dan data laporan pekerjaan proyek
konstruksi serta time schedule . Data dari pengisian kuesioner mengenai kompetensi
supervisor proyek dan mengenai biaya pelaksanaan proyek konstruksi serta mutu
hasil produksi berupa lima pilihan jawaban yaitu SB, B, C, K dan SK kemudian
diberi nilai atau bobot menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian
atau gejala sosial (Riduwan, 2006).
1. Jawaban sangat baik (SB) diberi nilai/bobot = 5
2. Jawaban baik (B) diberi nilai/bobot = 4
3. Jawaban cukup baik (C) diberi nilai/bobot = 3
4. Jawaban kurang baik (K) diberi nilai/bobot = 2
5. Jawaban sangat kurang baik (SK) diberi nilai/bobot = 1
Sedangkan untuk data dari laporan pekerjaan serta time schedule berupa
perbandingan kurva S antara laporan pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam
proyek konstruksi yang bersangkutan dengan time schedule yang telah
direncanakan sebelumnya. Data yang diperoleh dari perbandingan kurva S tersebut
telah ditetapkan dengan skala ordinal kemudian diberi bobot dengan kriteria
sebagai berikut:
1. 1,00 s.d <1,00 diberi nilai/bobot = 5
2. 0,80 s.d 0,99 diberi nilai/bobot = 4
3. 0,50 s.d 0,79 diberi nilai/bobot = 3
4. 0,20 s.d 0,49 diberi nilai/bobot = 2
5. 0,00 s.d 0,19 diberi nilai/bobot = 1

27
2.14 Pengujian Kuesioner
Instrumen penelitian memegang peranan penting dalam penelitian, karena
kualitas data yang diperoleh dalam banyak hal ditentukan oleh kualitas instrumen
yang digunakan. Jika instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat
dipertanggungjawabkan, maka data yang diperoleh nantinya juga dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya data yang bersangkutan dapat mewakili atau
mencerminkan keadaan sesuatu yang diukur pada diri subjek penelitian atau
sipemilik data (Nurgiyantoro et al., 2004). Sehingga instrumen-instrumen
penelitian tadi harus memiliki kualifikasi secara ilmiah, yang mana persyaratan
kualifikasi tersebut berupa aspek reliabilitas dan validitas.

2.14.1 Uji Reliabilitas


Reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah
sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu
ke waktu (Nurgiyantoro et al., 2004). Salah satu metode pengujian reliabilitas
adalah dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar yang digunakan
dalam menentukan relaibel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umunya adalah
perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf signifikan 5%. Apabila
dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach, maka nilai r
hitung diwakili oleh nilai Alpha (Triton, 2006). Menurut Santoso dalam Triton
(2006) apabila Alpha hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian dapat
disebut relaibel. Adapun rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai
berikut:
(∑𝑋𝑖)2
(∑𝑋𝑖)2 −
σi =2 𝑁
(2.2)
𝑁

Keterangan:
σi2 : varians butir pertanyaan ke-n (misal ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya)
∑Xi2 : jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke-n
𝑘 (∑𝜎𝑖)2
r = 𝑘−1 (1 − ) (2.3)
(𝜎)2

Keterangan:
r : koefisien reliabilitas
k : jumlah butir pertanyaan (soal)

28
σi2 : varians butir pertanyaan (soal)
σ2 : varians skor test
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala
Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan dalam lima kelas
dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan Alpha dapat diinterpretasi
seperti tabel berikut (Triton, 2006):
Tabel 2.2 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20 Kurang reliabel
>0,20 s.d 0,40 Agak reliabel
>0,40 s.d 0,60 Cukup reliabel
>0,60 s.d 0,80 Reliabel
>0,80 s.d 1,00 Sangat reliabel
Sumber: Triton (2006)

2.14.2 Uji Validitas


Validitas berkaitan dengan “apakah instrumen yang dimaksud untuk
mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan
diukur tersebut”. Validitas sendiri terdiri dari dua jenis kategori validitas yakni
(Nurgiyantoro et al., 2004):
1. Validitas berdasarkan analisa rasional
Validitas berdasarkan analisa rasional terdiri dari:
a. Validitas konstruk (construct validity) merupakan validitas yang
mempertanyakan, apakah butir-butir pertanyaan dalam instrumen
tersebut telah sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan.
Sehingga menyusun butir-butir pertanyaan didasarkan pada teori-teori
yang terkait dengan permasalahan yang diangkat.
b. Validitas isi (content validity) merupakan validitas yang
mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan
dan deskripsi bahan yang diajarkan atau deskripsi masalah yang akan
diteliti. Untuk mengetahui kesesuaian kedua hal tersebut, penyusunan
instrumen haruslah berdasarkan pada kisi-kisi yang sengaja disiapkan.

29
Kisi-kisi tersebut memuat deskripsi bahan, indikator-indikator terhadap
masalah yang diangkat tersebut.
2. Validitas yang bersifat empirik
Validitas yang bersifat empirik memerlukan data-data di lapangan dari hasil
penyebaran instrumen penelitian yang berupa data kuantitatif, jadi untuk
keperluan analisa validitas ini memerlukan jasa statistik. Adapun bagian-
bagian dari analisa validitas yang bersifat empirik adalah sebagai berikut:
a. Validitas sejalan (concuren validity) mempertanyakan apakah
kemampuan atau karakteristik subjek penelitian dalam suatu bidang
sesuai dengan kemampuan atau karakteristik lain yang dalam bidang
yang sama. Analisa pengujian ini menggunakan teknik korelasi Product
Moment :
𝑁∑𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌)
r= (2.4)
√(𝑁∑𝑋 2 )−(∑𝑋)2 .(𝑁∑𝑌 2 )−(∑𝑌)2 )

Keterangan:
r = koefisien korelasi
N = jumlah sampel
Nilai r selalu terletak antara -1 dan +1 (-1 < r < +1)
r = +1, berarti adanya korelasi positif sempurna
r = -1, berarti adanya korelasi negatif sempurna
r = 0, berarti tidak ada korelasi antara variabel
Kriteria yang digunakan untuk menentukan derajat pengaruh antara dua
variabel adalah sebagai berikut (Usman et al., 1995):
0,00 tidak ada korelasi
0,01-0,20 korelasi yang sangat rendah
0,21-0,40 korelasi yang rendah
0,41-0,60 korelasi yang agak rendah
0,61-0,80 korelasi yang cukup
0,81-0,99 korelasi yang tinggi
1,00 korelasi yang sangat tinggi

30
b. Validitas ramalan (predictive validity) mempertanyakan apakah
penampilan atau unjuk kerja subjek penelitian yang sekarang dapat
digunakan untuk meramalkan penampilan atau unjuk kerja di waktu
datang.

2.15 Teknik Analisis Data


Pada penulisan penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang
dilakukan secara manual serta dengan bantuan program (software) computer yakni
aplikasi analasis data SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 23.
yaitu dengan metode analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier
berganda digunakan apabila variabel prediktor lebih dari satu, banyaknya variabel
prediktor ini tergantung pada banyaknya variabel prediktor yang dimiliki dalam
penelitian.
Adapun langkah-langkah dalam teknik analisis regresi linier berganda
dengan variabel prediktor lebih dari satu adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan Persamaan Garis Regresi
Hubungan antara variabel prediktor dengan variabel kriterium biasanya
dilukiskan dalam sebuah garis, yaitu yang disebut sebagai garis regresi.
Adapun rumus umum persamaan garis regresi adalah sebagai berikut:
Ŷ = a + b1.X1 + b2.X2 + ..... + bn.Xn (2.5)
Rumus persamaan regresi tersebut dapat disederhanakan kedalam metode
skor deviasi, yaitu y (y = Y- Ῡ), x1 (x1= X1- X̅1), x2 (x2 = X2- X̅2),......., xn
(xn = Xn- X̅n). Sehingga rumus (2.4) dapat ditulis sebagai berikut
(Nurgiyantoro et al., 2004):
y = b1.X1 + b2.X2 + ..... + bn.Xn (2.6)
Keterangan:
Ŷ = Y yang diprediksikan
Y = variabel kriterium
X = variabel prediktor
b = koefisien prediktor
a = bilangan konstan
X̅ = rata-rata data variabel prediktor

31
Y̅ = rata-rata data variabel kriterium
Untuk menghitung nilai a, b1, b2,....., bn terlebih dahulu dilakukan
perhitungan skor-skor deviasi dari data-data sampel yang diperoleh,
berdasarkan rumus berikut (Nurgiyantoro et al, 2004):
(∑𝑋1)2
∑X12 = ∑X12 - (2.7)
𝑁
(∑𝑋𝑛)2
∑Xn2 = ∑Xn2 - (2.8)
𝑁
(∑𝑌)2
∑Y2 = ∑Y2 - (2.9)
𝑁
(∑X1)(∑Xn)
∑X1Xn = ∑X1Xn - (2.10)
𝑁
(∑X1)(∑Y)
∑X1Y = ∑X1Y - (2.11)
𝑁
(∑Xn)(∑Y)
∑XnY = ∑XnY - (2.12)
𝑁

Keterangan:
N = jumlah sampel
Setelah perhitungan skor-skor deviasi di atas dilakukan perhitungan a, b1,
b2, ......., bn dengan menggunakan rumus-rumus berdasarkan skor deviasi
sebagai berikut, (Nurgiyantoro et al., 2004):
∑x1y = b1∑x12 + b2∑x1.x2 + ..... + bn∑x1.xn (2.13)
∑x2y = b2∑x2.x1 + b2∑x22 + ..... + bn∑x2.xn (2.14)
∑xny = bn∑xn.x1 + b2∑xn.x2 + ..... + bn∑xn2 (2.15)
2. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg)
Dalam analisis regresi berganda, salah satu cara untuk memperoleh nilai F
Regresi (Freg) adalah melalui perhitungan dari koefisien korelasi berganda
(R). Langkah-langkah dalam mencari nilai F regresi (Freg) melalui
perhitungan dari koefisien korelasi berganda adalah sebagai berikut
(Nurgiyantoro et al., 2004):
a. Perhitungan Koefisien Korelasi Berganda (R)
Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau
lebih variabel prediktor (X1, X2, ...., Xn) secara serentak terhadap
variabel kriterium (Y). Nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin
mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya
nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah.

32
Perhitungan koefisien korelasi berganda (R), menggunakan rumus
sebagai berikut:
b1∑x1.y + b2∑x2.y + .....+ bn∑xn.y
Ry.1n = √ (2.16)
∑𝑌 2

b. Analisis Determinasi (R2)


Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk
mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel prediktor (X1, X2,
....., Xn) secara serentak terhadap variabel kriterium (Y). Koefisien ini
menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel kriterium. R2 =
0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang
diberikan variabel prediktor terhadap variabel kriterium, atau variasi
variabel prediktor yang digunakan dalam model tidak menjelaskan
sedikitpun variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model tidak
menjelaskan sedikitpun variasi variabel kriterium. Sebaliknya R2 = 1,
maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel prediktor
terhadap variabel kriterium adalah sempurna, atau variasi variabel
prediktor yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi
variabel kriterium. Perhitungan determinasi (R2) menggunakan rumus:
R2 = R x R x 100% (2.17)
c. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Regresi (JKreg)
Perhitungan jumlah kuadrat total regresi (JKreg), menggunakan rumus
sebagai berikut:
JKreg = R2.(∑y2) (2.18)
d. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Residu (JKres)
Perhitungan jumlah kuadrat total residu (JKres), menggunakan rumus
sebagai berikut:
JKres = (1-R2).( ∑y2) (2.19)
e. Perhitungan Rata-Rata Hitungan Kuadrat (RK)
Perhitungan rata-rata hitungan kuadrat (RK), menggunakan rumus
sebagai berikut:
𝐽𝐾𝑟𝑒𝑔
RKreg = 𝑑𝑏𝑟𝑒𝑔 (2.20)
𝐽𝐾𝑟𝑒𝑠
RKres = 𝑑𝑏𝑟𝑒𝑠 (2.21)

33
Derajat kebebasan (db) untuk:
RKreg = jumlah variabel prediktor
RKres = jumlah sampel – jumlah variabel prediktor – 1
f. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg)
Perhitungan nilai F regresi (Freg), menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑅𝐾𝑟𝑒𝑔
Freg = (2.22)
𝑅𝐾𝑟𝑒𝑠

g. Konsultasi Tabel Nilai F


Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel prediktor (X1, X2,
...., Xn) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel kriterium (Y). Atau untuk mengetahui apakah model regresi
dapat digunakan untuk memprediksi variabel kriterium atau tidak.
Konsultasi tabel nilai-nilai F, dilakukan dengan membandingkan nilai F
yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan tabel nilai-nilai kritis F
pada taraf signifikan 5%. Apabila nilai F hitung > F tabel pada taraf
signifikan 5% maka variabel prediktor berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel kriterium.
3. Perhitungan Sumbangan Relatif
Setelah didapatkan persamaan regresi dan nilai F regresi, analisis data dapat
dilanjutkan dengan perhitungan besarnya sumbangan relatif dari masing-
masing prediktor terhadap proses prediksi. Adapun analisis tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Sumbangan Relatif (SR%X)
Sumbangan relatif dihitung dalam bilangan persentase, yang
menunjukkan besarnya sumbangan (secara relatif) tiap prediktor untuk
keperluan prediksi dengan rumus sebagai berikut (Nurgiyantoro et al.,
2004):
𝑏∑𝑋𝑌
SR%X = 𝐽𝐾𝑟𝑒𝑔 𝑥 100% (2.23)

Sedangkan untuk perhitungan melalui program computer hanya perlu


dimasukan rangkuman pengolahan data kuesioner lalu akan diproses melalui
program SPSS (Statistical Product and Service Solution) ver. 23.

34
2.16 Tingkat Signifikan
Tingkat signifikan merupakan suatu nilai kemungkinan tertentu yang
dilambangkan dengan 𝛼. Nilai 𝛼 ini berkaitan dengan kemunculan harga tertentu
dari tes statistik sama dengan atau lebih kecil dari 𝛼. Tingkat yang dipilih dalam
penentuan nilai 𝛼 ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang pentingnya atau makna
praktis yang mungkin terkandung dalam temuan. Dalam penelitian ini tingkat
signifikan atau alpha (𝛼) yang digunakan adalah 5%.

2.17 Jumlah Responden


Dalam penelitian ini jumlah responden ditentukan secara khusus
berdasarkan tujuan penelitian ini (Porpusive Sampling). Untuk meneliti pengaruh
kompetensi supervisor proyek terhadap keberhasilan proyek dari segi biaya, mutu
dan waktu pelaksanaan, maka yang dijadikan responden adalah orang-orang yang
terlibat langsung di lapangan serta dapat menilai kompetensi dari supervisor di
proyeknya. Karena keterbatasan sumber daya manusia di lapangan maka peneliti
hanya mengambil lima responden yaitu:
a. Responden 1 : Project Manager
b. Responden 2 : Site Manager / Site Engineer
c. Responden 3 : Surveyor / Quantity Surveyor
d. Responden 4 : Logistik / Administrasi
e. Responden 5 : Mekanik

35

Anda mungkin juga menyukai