OLEH KELOMPOK 5 :
HAKMAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah tentang DIC (Koagulasi Intravaskular Diseminata) untuk mata kuliah sistem
imunologi dan limfatik dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada kami sebagai
mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Hasnuddin.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan maupun isi
dari makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik maupun saran dari dosen
pembimbing dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami
sampaikan penghargaan dan terima kasih.Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.
Penyusun,
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan .................................................................................................................................. ii
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 20
B. Saran .................................................................................................................................. 20
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
DIC atau KID adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan
koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal
sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor
pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka
bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali
medis,karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak semua
KID digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang KID derajat
yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu di waspadai
bahwa KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan,sehingga memerlukan
pengobatan segera.
Banyak penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat banyaknya
penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi pula. Hal
ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah yang dipakai untuk KID
Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan gejala klinis karena dihubungkan dengan
patofisiologis. Istilah yang paling umum diterima sekarang ini adalah KID.
i
Kedua manifestasi klinik ini dapat terjadi bersamaan pada KID. Tetapi para dokter
lebih sering memperhatikan perdarahan daripada akibat thrombosis padahal morbiditas dan
keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat
KID itu sendiri. Dalam makalah ini akan disajikan penanganan yang obyektif mengenai
B. Tujuan
Coagulation ( DIC )?
ii
BAB II
PEMBAHASAN
bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan.
plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik yang di dapatkan
dalam sirkulasi.
kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
a. Hipofibrinogenemia
1
b. Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat terjadi
akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat meningkatnya
penghancuran trombosit).
d. Fibrinolisis berlebihan.
a. Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika,
infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat
amnion).
splenektomi).
f. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh darah.
Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga akan
C. Klasifikasi DIC
DIC dibedakan menjadi 2 bentuk klinis yaitu DIC akut dan kronik :
a. DIC akut
2
Adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik timbulnya memar atau lebam
(ekimosis) perdarahan dari mukosa (seperti perdarahan pada mukosa bibir atau genitalia)
dan penurunan jumlah trombosit dan faktor pembekuan di dalam darah. Purpura fulminan
adalah bentuk fatal yang terjadi cepat dan berbahaya dari DIC akut.
b. DIC kronik
Faktor pembekuan darah dan trombosit dapat berada pada nilai normal, dapat meningkat,
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah
secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang
terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah
pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga
kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem
sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan
3
Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks.
Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara
pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin
secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem
menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini
disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas,
pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang
penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab
darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start
diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya
yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan
trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat
4
dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik
tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan
darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian
penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel
polimorfonuklear.
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-
faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan pembentukan trombin dan ikut andil
dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di
plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada
pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan
oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III
Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC
Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem
protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down
tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi
sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada
hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas
5
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang
dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok
pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga
kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal
dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam
plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata
akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak
pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor
pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti,
karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada
Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem
fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak
berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada
beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3
(AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi
pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat
6
endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan
kematian.
Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan membrane mukosa pada klien dengan
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita KID yang disertai dengan perdarahan
gusi, penurunan kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan
adalah gangguan aliran darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan
berakibat pada kegagalan fungsi organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal
1. Syok
4. Konvulsi
5. Koma
7
G. DIC pada kehamilan
DIC adalah sindrom abnormalitas koagulasi dan fibrinolisis, DIC disebut juga konsumtif
aktivitas semua faktor koagulasi kecuali faktor XI dan XIII. Fibrinogen meningkat sejak awal
kehamilan sekitar 12 minggu dan mencapai puncaknya dengan kadar 400-650 mg/dL pada
kehamilan. Sistem fibrinolitik tertekan pada kehamilan dan persalinan akan tetapi kembali
Penyakit predisposisi :
a) Solusio plasenta
Pada solusio plasenta yang terjadi adalah enzim plasenta atau enzim jaringan, termasuk
uterus lalu beredar kealran darah ibu, dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mempercepat
Emboli cairan ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponenya kedalam
sirkulasi darah ibu. Dimana air ketuban ini mengandung struktur dengan aktivitas yang
emboli cairan ketuban jarang dijumpa. Namun, kondisi ini dapat mengakibatkan
Pada kasus sindrom kematian janin dalam kandungan yang lebih dari 5 minggu. Kejadian
DIC mendekati 50%. Kondisi awal basanya DIC ringan yang terkompensasi namun akan
berkembang menjadi thrombohemoragic yang luas. Pada keadaan ini jaringan nekrotik
8
pada janin termasuk enzim yang terbentuk dari jaringan nekrotik janin masuk kedalam
uterus lalu masuk ke sirkulasi ibu dan secara berlawanan mengaktivasi prokoagulan dan
a. D-Dimer
Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi
fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh
factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID. D-
Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai
kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT
III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini
disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis
dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan
elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D
& E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat
FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.
degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif), trombositopenia dan waktu protrombin
9
b. Partial Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai
sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin menginduksi
biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang.
Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar
PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin
monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien DIC, dan
oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme
terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada masa
protrombin.
berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada kebanyakan
pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa,
IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa
protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan memberikan hasil yang
tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC
dengan disertai peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji
fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan
c. FDP
10
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat
biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan
bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau
etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi
sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble
juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada
wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark
miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau
2. Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB iv tiap 4-6 jam. Kenaikan
kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam sesudah mencapai harga
normal.
3. Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar. Bila
dalam pengobatan yang baik, jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai
seminggu, berarti tetap mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam
4. Obat penghambat fibrinolitik. Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA) atau
asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan,
karena akan menyebabkan trombosis. Bila perlu sekali, baru boleh diberikan sesudah
11
Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat, misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis,
pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-2 hari. Pada keganasan leukemia dan penyakit-
penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif, heparin perlu lebih lama diberikan. Pada
keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara berkala. Antikoagulan lain
a. Pengkajian
Anamnese
a) Identitas Pasien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
penanggung biaya.
b) Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan KID meminta pertolongan dari tim
kesehatan, yaitu :
Nyeri
Terdapat petekie
12
obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat yang
Secara patologi KID tidak diturunkan, tetapi hanya merupakan mekanisme perantara
Pemeriksaan fisik pada klien dengan KID meliputi pemerikasaan fisik umum per system
B1 (Breathing)
Takipnea,
B2 (Blood)
Petekie
Ekimosis
Hemoptisis
Sianosis
B3 (Brain)
Kesadaran : koma
B4 (Bladder)
Oliguria
B5 (Bowel)
Distensi abdomen
13
B6 (Bone)
Lemah
c. Diagnosa keperawatan
b) Resiko tinggi terhadap kerusana integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan
14
d. Intervensi keperawatan
15
mental, dan bunyi paru serebral sekunder terhadap
setiap 4 jam hipovolemia, hipoksemia
HE:
Instruksikan klien untuk Menekan terjadinya perdarahan
menghindari aktivitas lebih parah
fisik berlebih
Kolaborasi:
Beri obat sesuai intruksi Untuk memberikan rasa nyaman
16
gantikan semua digunakan diatas lembaran
balutan yang menekan kulit karena suplai darah
setiap 4-8 jam sesuai mudah dipengaruhi
intruksi e. Meningkatkan sirkulasi dan
d. Atur posisi setiap 2 mencegah tekanan pada kulit/
jam jaringan yang tidak perlu.
e. Lakukan hygiene oral f. Mengurangi rasa nyaman,
tiap 4 jam meningkatkan rasa sehat dan
f. Untuk keamanan, mencegah pembentukan asam
bantu semua gerakan yang dikaitkan dengan partikel
untuk turun dari makanan yang tertinggal.
tempat tidur
17
untuk menyeimbangkan
oksigen antara kebutuhan dan
suplai
18
Berikan obat sesuai
indikasi sedative
misalnya barbiturate,
agen antiansientas dan
diazepam
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa Disseminated intravascular
coagulation (D.I.C) adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh
bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal
didalam kapiler diseluruh tubuh. Gangguan DIC ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia,
Infeksi, komplikasi kehamilan, setelah operasi, trauma berat, keganasan. Bila penyakit
sudah parah dapat terbentuk banyak bekuan yang menyebabkan hambatan aliran darah di
semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas. Angka kematian lebih dari
50 %.
DIC adalah suatu sindrom ditandai dengan adanya perdarahan atau kelainan
pembekuan darah sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan kerusakan
pada berbagai organ. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan salah satunya adalah
sekunder. Dari diagnose tersebut, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
memantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru dan
potensial.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan DIC dengan tepat sehingga dapat mencegah
20
DAFTAR PUSTAKA
arif , & Muttaqin. (2009). Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta
: Salemba Medika.
Handayani, Wiwik, Haribowo, & Sulistyo, A. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Suparman. (2002). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
21