Anda di halaman 1dari 26

Makalah Sistem Hematology dan Limfatik

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

OLEH KELOMPOK 5 :

FIFI RISKAYANI WAHDANI SARIWARSI


ANDI NURFADILAH REZKI SULAEHA
FADILATU MAR’AH ELNIWARI SYAM
DWI UTARI TAJRIAH ARFADILAH
IFTITA FARADILAH ANDI UMI HANI SAHRA
RENI HARDIANTI LIS EUNIKE

HAKMAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah tentang DIC (Koagulasi Intravaskular Diseminata) untuk mata kuliah sistem
imunologi dan limfatik dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada kami sebagai
mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Hasnuddin.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan maupun isi
dari makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik maupun saran dari dosen
pembimbing dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan berikutnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami
sampaikan penghargaan dan terima kasih.Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Penyusun,

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ....................................................................................................................... i

B. Tujuan .................................................................................................................................. ii

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) .................................................... 1

B. Etiologi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ..................................................... 1

C. Klasifikasi DIC .................................................................................................................... 2

D. Patofisiologi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ............................................. 3

E. Manifestasi klinis DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ..................................... 7

F. Komplikasi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ............................................... 7

G. DIC pada kehamilan ............................................................................................................ 8

H. Pemeriksaan penunjang DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ............................ 9

I. Penatalaksanaan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ..................................... 11

J. Askep DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)...................................................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 20

B. Saran .................................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 21


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

DIC atau KID adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan

koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal

sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor

pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka

bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali

dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali.

Koagulasi intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan

medis,karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak semua

KID digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang KID derajat

yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu di waspadai

bahwa KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan,sehingga memerlukan

pengobatan segera.

Banyak penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat banyaknya

penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi pula. Hal

ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah yang dipakai untuk KID

seperti konsumsi koagulopati,hiperfibrinolisis,defibrinasi dan sindrom trombohemoragik.

Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan gejala klinis karena dihubungkan dengan

patofisiologis. Istilah yang paling umum diterima sekarang ini adalah KID.

Trombohemoragik menggambarkan terjadinya thrombosis bersamaan dengan perdarahan.

i
Kedua manifestasi klinik ini dapat terjadi bersamaan pada KID. Tetapi para dokter

lebih sering memperhatikan perdarahan daripada akibat thrombosis padahal morbiditas dan

mortalitas lebih banyak dipengaruhi thrombosi. Keberhasilan pengobatan selain ditentukan

keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat

KID itu sendiri. Dalam makalah ini akan disajikan penanganan yang obyektif mengenai

diagnosis klinis dan laboratorium,etiologi,patofisiologi,menentukan berat KID,menilai

respons terhadap pengobatan,dan tatalaksana pada umumnya.

B. Tujuan

1. Apa yang dimaksud dengan Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC)?

2. Bagaimana etiologi, patofisiologi, komplikasi, diagnosis Disseminated Intravaskular

Coagulation ( DIC )?

ii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-

bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada

pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk

mengendalikan perdarahan.

Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan

adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena terbentuknya

plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik yang di dapatkan

dalam sirkulasi.

Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai

kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada

mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury.

Kesimpulan : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan

dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan

penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang

diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.

B. Etiologi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut:

a. Hipofibrinogenemia

1
b. Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat terjadi

akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat meningkatnya

penghancuran trombosit).

c. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah

d. Fibrinolisis berlebihan.

Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut:

a. Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika,

infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat

yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)

b. Komplikasi kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli cairan

amnion).

c. Setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,

splenektomi).

d. keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).

e. Penyakit hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif).

f. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh darah.

Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga akan

melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah yang besar kemudian

mengaktivasi pembekuan darah secara sistemik.

C. Klasifikasi DIC

DIC dibedakan menjadi 2 bentuk klinis yaitu DIC akut dan kronik :

a. DIC akut

2
Adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik timbulnya memar atau lebam

(ekimosis) perdarahan dari mukosa (seperti perdarahan pada mukosa bibir atau genitalia)

dan penurunan jumlah trombosit dan faktor pembekuan di dalam darah. Purpura fulminan

adalah bentuk fatal yang terjadi cepat dan berbahaya dari DIC akut.

b. DIC kronik

Faktor pembekuan darah dan trombosit dapat berada pada nilai normal, dapat meningkat,

atau bahkan sedikit menurun.

D. Patofisiologi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Patofisiologi 1: Consumptive Coagulopathy

Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah

secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang

terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah

kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi

pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga

menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada

kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan

terjadi komplikasi perdarahan.

Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem

fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus,

terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat

menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis

sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan

untuk dikenali dan ditatalaksana.

3
Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks.

Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara

faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya

pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin

secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem

fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin

menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini

disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas,

pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang

menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena

penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka

tulisan ini akan membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.

Patofisiologi 2: Depresi Prokoagulan

DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab

utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan

darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start

jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian

diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin

sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.

Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya

bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi

yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan

trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat

4
dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik

tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan

darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian

penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel

polimorfonuklear.

Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-

faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan pembentukan trombin dan ikut andil

dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di

plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada

pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan

oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III

pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut.

Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC

hingga mencapai gagal organ.

Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem

protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down

regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi

rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi

sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada

hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas

dan mortalitas DIC.

5
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang

berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini

dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok

pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga

kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal

dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam

plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata

akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak

pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor

pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan

koagulasi di masa depan.

Patofisiologi 3: Defek Fibrinolisis

Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti,

karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada

keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen

Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem

fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak

berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada

beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3

(AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi

hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan

tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada

pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat

6
endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan

kematian.

E. Manifestasi klinis DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan membrane mukosa pada klien dengan

syok, komplikasi persalinan, sepsis / kanker.

2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.

3. Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.

4. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.

Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita KID yang disertai dengan perdarahan

misalnya: petekie, ekimosis, hematuria, melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan

gusi, penurunan kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan

otak. Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular

adalah gangguan aliran darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan

berakibat pada kegagalan fungsi organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal

nafas akut, iskemia fokal, gangren pada kulit.

F. Komplikasi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

1. Syok

2. Nekrosis tubular akut

3. Gagal ginjal kronis

4. Konvulsi

5. Koma

6. Gagal sistem organ besar

7
G. DIC pada kehamilan

DIC adalah sindrom abnormalitas koagulasi dan fibrinolisis, DIC disebut juga konsumtif

koagulopati. Kehamilan menyebabkan kondisi status hiperkoagulasi. Terdapat peningkatan

aktivitas semua faktor koagulasi kecuali faktor XI dan XIII. Fibrinogen meningkat sejak awal

kehamilan sekitar 12 minggu dan mencapai puncaknya dengan kadar 400-650 mg/dL pada

kehamilan. Sistem fibrinolitik tertekan pada kehamilan dan persalinan akan tetapi kembali

normal daam satu jam setelah plasenta lahir.

Penyakit predisposisi :

a) Solusio plasenta

Pada solusio plasenta yang terjadi adalah enzim plasenta atau enzim jaringan, termasuk

prokoagulan dan struktur yang menyerupai tromboplastin mungkin masuk kedalam

uterus lalu beredar kealran darah ibu, dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mempercepat

proses kelahiran dapat menekan berkembangnya proses DIC.

b) Emboli air ketuban

Emboli cairan ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponenya kedalam

sirkulasi darah ibu. Dimana air ketuban ini mengandung struktur dengan aktivitas yang

menyerupai tromboplastin dalam jumlah yang tinggi. Dalam kenyataanya memang

emboli cairan ketuban jarang dijumpa. Namun, kondisi ini dapat mengakibatkan

kematian ibu dengan cepat yang diakibatkan oleh perdarahan.

c) Kematian janin dalam kandungan yang berlangsung lama

Pada kasus sindrom kematian janin dalam kandungan yang lebih dari 5 minggu. Kejadian

DIC mendekati 50%. Kondisi awal basanya DIC ringan yang terkompensasi namun akan

berkembang menjadi thrombohemoragic yang luas. Pada keadaan ini jaringan nekrotik

8
pada janin termasuk enzim yang terbentuk dari jaringan nekrotik janin masuk kedalam

uterus lalu masuk ke sirkulasi ibu dan secara berlawanan mengaktivasi prokoagulan dan

sistem fibrinolitik dan memicu DIC yang hebat.

H. Pemeriksaan penunjang DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

a. D-Dimer

Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi

fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh

factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID. D-

Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai

kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT

III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer

FDP abnormal pada 75 % kasus.

Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini

disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis

sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang

dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan

elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D

& E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat

menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan

FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.

Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrinogemia, peningkatan produk hasil

degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif), trombositopenia dan waktu protrombin

yang memanjang (long prothrombin time).

9
b. Partial Thrombin Time (PTT)

PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai

sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin menginduksi

biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang.

Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar

fibrinogen kurang dari 100 mg%.

PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin

monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien DIC, dan

oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme

terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada masa

protrombin.

C. Kadar Faktor Pembekuan

Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang

berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada kebanyakan

pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa,

IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa

protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan memberikan hasil yang

tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC

dengan disertai peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji

sistem F Xa melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi

fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan

diinterpretasi sebagai kadar F VIII yang tinggi.

c. FDP

10
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat

biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan

bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau

etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi

sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble

juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada

wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark

miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau

arteri, dan pasien dengan tromboemboli.

I. Penatalaksanaan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

1. Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC

2. Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB iv tiap 4-6 jam. Kenaikan

kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam sesudah mencapai harga

normal.

3. Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar. Bila

dalam pengobatan yang baik, jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai

seminggu, berarti tetap mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam

keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.

4. Obat penghambat fibrinolitik. Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA) atau

asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan,

karena akan menyebabkan trombosis. Bila perlu sekali, baru boleh diberikan sesudah

heparin disuntikkan. Lama pengobatan tergantung dari perjalanan penyakit primernya.

11
Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat, misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis,

pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-2 hari. Pada keganasan leukemia dan penyakit-

penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif, heparin perlu lebih lama diberikan. Pada

keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara berkala. Antikoagulan lain

jarang diberikan. Sodium warfarin kadang-kadang memberikan hasil baik.

J. Askep DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

a. Pengkajian

Anamnese

a) Identitas Pasien

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan

penanggung biaya.

b) Keluhan utama

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan KID meminta pertolongan dari tim

kesehatan, yaitu :

 Nyeri

 Demam dengan suhu tinggi

 Terdapat petekie

 Kesadaran yang menurun sampai koma

c) Riwayat penyakit saat ini

d) Riwayat penyakit terdahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien

pernah atau sedang menderita menderita penyakit menahun. Tanyakan mengenai

12
obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat yang

meliputi penghilang rasa nyeri tersebut.

e) Riwayat penyakit keluarga

Secara patologi KID tidak diturunkan, tetapi hanya merupakan mekanisme perantara

berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu.

b. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

Pemeriksaan fisik pada klien dengan KID meliputi pemerikasaan fisik umum per system

dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2

(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

B1 (Breathing)

 Takipnea,

B2 (Blood)

 Petekie

 Peningkatan suhu tubuh

 Ekimosis

 Hemoptisis

 Sianosis

B3 (Brain)

 Kesadaran : koma

B4 (Bladder)

 Oliguria

B5 (Bowel)

 Distensi abdomen

13
B6 (Bone)

 Lemah

c. Diagnosa keperawatan

a) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia perifer.

b) Resiko tinggi terhadap kerusana integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan

syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.

c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan thrombus mikrovaskuler

d) Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan

beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita.

14
d. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 Perubahan perfusi jaringan Kriteria hasil : Mandiri:
berhubungan dengan a. menunjukkan tidak ada a. Berikan tranfusi darah a. Memperhatikan volume
iskemia perifer. manifestasi syok seperti yang diminta sirkulasi untuk memaksimalkan
b. menunjukkan pasien dan sesuai dengan perfusi jaringan.
tetap sadar dan penatalaksanaan b.Mencegah menegjan yang
berorientasi medis. akhirnya meningkatkan
c. menunjukkan tidak ada b. Berikan pelunak feses tekanan intaabdomen dan
lagi peredaran (bila tes guaiak resiko robekan vaskuler/
d. menunjukkan nilai-nilai negative) perdarahan.
laboratorium normal c. Pertahankan tirah c. Menghindari trauma yang tidak
baring klien diinginkan.
d. Pertahankan posisi d.Mengurangi tekanan
kepala, tempat tidur intakranial dengan resiko
ditinggikan terjadinya hemoragi
e. Pantau tanda vital, intracranial
warna kulit dan suhu, e. Perubahan dapat menunjukkan
nadi pedalis, status penurunan perfusi jaringan

15
mental, dan bunyi paru serebral sekunder terhadap
setiap 4 jam hipovolemia, hipoksemia
HE:
Instruksikan klien untuk Menekan terjadinya perdarahan
menghindari aktivitas lebih parah
fisik berlebih
Kolaborasi:
Beri obat sesuai intruksi Untuk memberikan rasa nyaman

2 Resiko tinggi terhadap Kriteria hasil : Mandiri:


kerusana integritas kulit kulit akan tetap utuh tanpa a. Kaji semua permukaan a. Menentukan garis dasar dimana
yang berhubungan dengan ada bagian yang mengalami kulit setiap 4 jam. perubahan pada status dapat
keadaan syok, hemoragi, memar atau lecet Periksa jumlah SDP dibandingkan dan melakukan
kongesti jaringan dan terhadap potensi intervensi yang tepat
penurunan perfusi jaringan infeksi. Kaji semua b. Mempercepat penanganan
orificium terhadap klien agar tidak sakit
adanya hemoragi atau berkelanjutan
memar c. Balutan basah meningkatkan
b. Evaluasi semua resiko kerusakan jaringan/
keluhan-keluhan infeksi.
c. Angkat, periksa, dan d. Catatan balutan tekanan tidak

16
gantikan semua digunakan diatas lembaran
balutan yang menekan kulit karena suplai darah
setiap 4-8 jam sesuai mudah dipengaruhi
intruksi e. Meningkatkan sirkulasi dan
d. Atur posisi setiap 2 mencegah tekanan pada kulit/
jam jaringan yang tidak perlu.
e. Lakukan hygiene oral f. Mengurangi rasa nyaman,
tiap 4 jam meningkatkan rasa sehat dan
f. Untuk keamanan, mencegah pembentukan asam
bantu semua gerakan yang dikaitkan dengan partikel
untuk turun dari makanan yang tertinggal.
tempat tidur

3 Gangguan pertukaran gas Kriteria hasil : Mandiri:


berhubungan dengan kebutuhan oksigen klien a. Posisikan agar a. Meningkatkan oksigenasi yang
thrombus mikrovaskuler terpenuhi ventilasi udara efektif adekuat antara kebutuhan dan
b. Berikan oksigen dan suplai
pantau responnya b. Meningkatkan oksigenasi yang
c. Lakukan pengkajian adekuat antara kebutuhan dan
pernapasan dengan suplai
sering c. Memperoleh data yang akurat

17
untuk menyeimbangkan
oksigen antara kebutuhan dan
suplai

4 Kriteria hasil : Mandiri


Ansietas berhubungan
a. Klien menunjukan rileks a. Catat petunjuk a. Indikator derajat ansietas/
dengan rasa takut mati
dan melaporkan perilaku, misalnya stress misalnya pasien merasa
karena perdarahan, penurunan ansietas gelisah, peka tidak dapat terkontrol di
sampai tingkat dapat rangsang, kurang rumah, kerja atau masalah.
kehilangan beberapa aspek
ditangani. kontak mata, perilaku Stress dapat gangguan fisik
kemandirian karena
b. Klien menyatakan menarik perhatian. juga reaksi lain
penyakit kronis yang kesadaran ansietas dan b. Dorong menyatakan b. Membuat hubungan
cara sehat menerimanya. perasaan, beri umpan terapeutik, membantu klien
diderita.
balik mengidentifikasi penyebab
c. Akui bahwa masalah stress.
ansietas dan masalah c. Validasi bahwa perasaan
mirip dengan normal dapat membantu
diekspresikan orang menurunkan stress
lain, tingkatkan d. Dapat digunakan untuk
perhatian menurunkan ansietas
mendengarkan klien dan memudahkan
d. Kolaborasi: istirahat.

18
Berikan obat sesuai
indikasi sedative
misalnya barbiturate,
agen antiansientas dan
diazepam

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa Disseminated intravascular

coagulation (D.I.C) adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh

bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal

didalam kapiler diseluruh tubuh. Gangguan DIC ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia,

rombositopenia, beredarnya antikoagulan, dalam sirkulasi darah, fibrinolisis berlebihan,

Infeksi, komplikasi kehamilan, setelah operasi, trauma berat, keganasan. Bila penyakit

sudah parah dapat terbentuk banyak bekuan yang menyebabkan hambatan aliran darah di

semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas. Angka kematian lebih dari

50 %.

DIC adalah suatu sindrom ditandai dengan adanya perdarahan atau kelainan

pembekuan darah sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan kerusakan

pada berbagai organ. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan salah satunya adalah

resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi

sekunder. Dari diagnose tersebut, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah

memantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru dan

potensial.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan

asuhan keperawatan pada pasien dengan DIC dengan tepat sehingga dapat mencegah

terjadinya kegawatdaruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Andra. (2007). Ancaman Serius Koagulasi Intravaskular Diseminata . Jakarta: EGC.

arif , & Muttaqin. (2009). Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta

: Salemba Medika.

Handayani, Wiwik, Haribowo, & Sulistyo, A. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Suparman. (2002). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

Waterbury, L. (2009). Buku Saku Hematology Edisi 3. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai