Anda di halaman 1dari 13

PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN PANGAN

DI INDONESIA
DALAM UNDANG-UNDANG PANGAN NO. 18 TAHUN 2012

Penyusun oleh:

Kelompok 1

1. Dwi Dita Lestari (201510210311052)


2. Nurul Hamidah (201510210311053)
3. Majid Abdul Aziz (201510210311115)

KELAS VI A

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
I. PENDAHULUAN

Persoalan pangan bagi bangsa Indonesia dan juga bangsa-bangsa lainnya


di dunia ini adalah merupakan persoalan yang sangat mendasar, dan sangat
menentukan nasib dari suatu bangsa. Hal ini untuk dapat meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dalam segala aspek
kehidupan yang dilakukan secara terpadu, terarah, dan berkelanjutan dalam
rangka mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material
maupun spiritual. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama
dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia.
Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan
beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Untuk mencapai
semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem Pangan yang memberikan
pelindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengonsumsi
pangan.
Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan dengan
berdasarkan pada Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan
Pangan. Hal itu berarti bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi
Pangan masyarakat sampai pada tingkat perseorangan, negara mempunyai
kebebasan untuk menentukan kebijakan Pangannya secara mandiri, dan para
Pelaku Usaha Pangan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan
melaksanakan usahanya sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Pemenuhan
konsumsi Pangan tersebut harus mengutamakan produksi dalam negeri dengan
memanfaatkan sumber daya dan kearifan lokal secara optimal.
Keberlanjutan dalam pewujudan Kedaulatan Pangan, Kemandirian
Pangan, dan Ketahanan Pangan bergantung kepada kemampuan bangsa dan
negara dalam menciptakan inovasi teknologi di bidang Pangan serta
mendiseminasikannya kepada Pelaku Usaha Pangan. Oleh karena itu, Pemerintah
wajib melakukan penelitian dan pengembangan Pangan secara terus-menerus, dan
mendorong serta menyinergikan kegiatan penelitian dan pengembangan Pangan
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, lembaga pendidikan, lembaga penelitian,
Pelaku Usaha Pangan, dan masyarakat.
Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan bahwa
penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam
dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat,
mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga
yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu juga
untuk mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama
masyarakat rawan pangan dan gizi, meningkatkan nilai tambah dan daya saing
komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri, meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan
bergizi bagi konsumsi masyarakat. Tujuan penting lainnya juga meningkatkan
kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan
dan melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional
(Maulidya, 2014).
II. ISI

2.1 Definisi
Kebijakan (UU Nomor 18 Tahun 2012) tentang Pangan mengamanatkan
bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan
berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan
nasional. Mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan merupakan
hal mendasar yang sangat besar arti dan manfaatnya untuk mendukung
pelaksanaan kebijakan terkait penyelenggaraan pangan di Indonesia.
Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri
menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan
yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang
sesuai dengan potensi sumber daya local (UU Pangan No. 18 tahun 2012 Bab I
Pasal 1).
Menurut Henry Saragih, kedaulatan pangan (food sovereignty) diartikan
sebagai “pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara
budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan”. Menurut SPI (Serikat Petani Indonesia), kedaulatan pangan adalah
“hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri
dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa
adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional”, sedangkan menurut
Taufiqul Mujib, kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia
untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih
menekankan pada pertanian berbasis agriculture berdasarkan pada prinsip
keluarga atau solidaritas dan bukan pertanian berbasiskan agribusiness
berdasarkan pada profit semata. Negara mempunyai otoritas serta kapasitas untuk
mengkonsolidasikan berbagai macam sumber daya ekonomi dan politik yang
tersedia demi kepentingan pemenuhan hak atas pangan (Ika, 2014).
Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam
memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat
menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat
perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial,
ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat (UU Pangan No. 18 tahun 2012
Bab I Pasal 1).
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (UU Pangan No. 18
tahun 2012 Bab I Pasal 1).
2.2 Penjabaran
Berdasarkan UU Pangan No. 18 tahun 2012 Bab II Pasal 2 bahwa
penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan
Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Penyelenggaraan pangan sendiri memiliki beberapa tujuan yang terdapat dalam
UU Pangan No. 18 tahun 2012 Bab II pasal 4, dimana penyelenggaraan pangan
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan memproduksi Pangan secara mandiri;
b. Menyediakan Pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan Gizi bagi konsumsi masyarakat;
c. Mewujudkan tingkat kecukupan Pangan, terutama Pangan Pokok dengan
harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
d. Mempermudah atau meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat, terutama
masyarakat rawan Pangan dan Gizi;
e. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan di pasar
dalam negeri dan luar negeri
f. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Pangan yang
aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat;
g. Meningkatkan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Pelaku Usaha Pangan; dan
h. Melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya Pangan nasional.
Prinsip kedaulatan pangan sendiri berbeda dengan ketahanan pangan yang
tidak mempedulikan asal produksi pangan. Kedaulatan pangan cenderung
menjunjung tinggi hak setiap warga dan masyarakat lokal sebagai satu kesatuan
produksi, distribusi, dan pemenuhan kebutuhan pangan di atas semua kepentingan
lain. Namun, konsep kedaulatan pangan tidak bertentangan dengan prinsip
ketahanan pangan. Upaya membangun ketahanan pangan tanpa diikuti dengan
upaya menegakkan kedaulatan pangan akan melahirkan persoalan sosial baru,
seperti ketergantungan terhadap beras impor dan rendahnya produktivitas petani.
Beberapa prinsip kedaulatan pangan adalah (Adam, 2014):
a. Menghormati dan memperkuat kearifan tradisional serta pengetahuan lokal
dalam memproduksi pertanian pangan lokal sebagai landasan sistem produksi
pangan berkelanjutan;
b. Pengakuan dan penghormatan terhadap budaya yang khas dalam memilih dan
mengonsumsi pangan serta hak untuk menentukan sendiri dalam jumlah
cukup, bergizi, dan aman;
c. Rakyat desa berdaulat dalam menentukan kebijakan dan strategi produksi,
distribusi, dan konsumsi pangannya sendiri, terutama untuk memprioritaskan
peningkatan produksi pangan dalam rangka pemenuhan pangan seluruh
warga desa; dan
d. Keluarga miskin dan kurang pangan yang ada di desa mendapat prioritas
untuk mengakses berbagai sumber produktif.
Penyelenggaraan pangan sendiri tidak dapat berhasil tanpa direncanakan dan
dirancang terlebih dahulu. Hal ini agar dalam pelaksanaannya dapat mengarah
pada kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan yang diinginkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Maka dalam UU Pangan No.18 tahun
2012 Bab III pasal 6 telah dijelaskan bahwa “Perencanaan Pangan dilakukan
untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah Kedaulatan Pangan,
Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan”, dan pasal 7 tentang hal-hal yang
harus diperhatikan dalam perencanaan pangan. Perencanaan Pangan harus
memperhatikan antara lain:
a. Pertumbuhan dan sebaran penduduk;
b. Kebutuhan konsumsi pangan dan gizi;
c. Daya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan;
d. Pengembangan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pangan;
e. Kebutuhan sarana dan prasarana penyelenggaraan pangan;
f. Potensi pangan dan budaya lokal;
g. Rencana tata ruang wilayah; dan
h. Rencana pembangunan nasional dan daerah.
Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan tidak
dapat terwujud jika ketersediaan pangan tidak mencukupi kebutuhan penduduk.
Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional
suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab
itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian
saat ini dan masa mendatang (Wendra, 2013). Oleh karena itu dalam mewujudkan
Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan, ketersediaan
pangan harus terjamin dengan membentuk cadangan pangan.
Dimana sudah dijelaskan dalam UU Pangan No. 18 tahun 2012 Bab IV
pasal 23 yang bertulis bahwa: “Dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan,
Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan, Pemerintah menetapkan Cadangan
Pangan Nasional. Cadangan Pangan Nasional terdiri atas: a. Cadangan Pangan
Pemerintah; b. Cadangan Pangan Pemerintah Daerah; dan c. Cadangan Pangan
Masyarakat.” Selain itu dalam pasal 24 dijelaskan bahwa Cadangan Pangan
Nasional dilakukan untuk mengantisipasi adanya kekurangan Ketersediaan
Pangan, kelebihan Ketersediaan Pangan, gejolak harga Pangan dan keadaan
darurat. Cadangan Pangan Nasional dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja
sama internasional dan Bantuan Pangan luar negeri, pernyataan ini terdapat dalam
pasal 25. Pemerintah juga dapat mengembangkan kemitraan dengan melakukan
kerja sama dengan Pelaku Usaha Pangan, perguruan tinggi, dan masyarakat dalam
pengembangan Cadangan Pangan Nasional, hal ini terdapat dalam pasal 26.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan yang mantap, salah satu
aspek yang perlu kita bangun adalah adanya jaringan cadangan pangan baik secara
vertikal maupun secara horisontal. Jaringan cadangan pangan secara vertikal
adalah koordinasi cadangan pangan di tingkat pemerintah pusat hingga ke tingkat
pemerintah kabupaten/kota sehingga satu sama lain bersifat saling melengkapi
(komplemen). Sementara itu jaringan pangan secara horisontal adalah koordinasi
cadangan pangan yang dikuasai pemerintah, pedagang dan rumah tangga di suatu
wilayah kabupaten/kota atau bahkan wilayah adminstratif yang lebih rendah. Hal
mengenai cadangan pangan pemerintah telah diatur pada pasal 27 yang berbunyi
“(1) Dalam mewujudkan Cadangan Pangan Nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1), Pemerintah menetapkan Cadangan Pangan Pemerintah
dan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah. (2) Cadangan Pangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan bersumber dari Produksi Pangan
dalam negeri. (3) Cadangan Pangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas: a. Cadangan Pangan Pemerintah Desa; b. Cadangan
Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan c. Cadangan Pangan Pemerintah
Provinsi. Pasal 28 (1) Pemerintah menetapkan jenis dan jumlah Pangan Pokok
tertentu sebagai Cadangan Pangan Pemerintah. (2) Cadangan Pangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara berkala dengan
memperhitungkan tingkat kebutuhan. (3) Pengadaan Cadangan Pangan
Pemerintah diutamakan melalui pembelian Pangan Pokok produksi dalam negeri,
terutama pada saat panen raya. (4) Ketentuan mengenai penetapan Cadangan
Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengadaan
Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”
Selain itu juga diatur pada pasal 29 yang berbunyi “(1) Pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan/atau pemerintah desa menetapkan jenis dan
jumlah cadangan Pangan tertentu sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat
setempat. (2) Cadangan Pangan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
dan pemerintah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari
produksi dalam negeri”, dan pasal 30 yang berbunyi “(1) Pemerintah
menyelenggarakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran Cadangan Pangan
Pemerintah. (2) Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan memperhatikan
Cadangan Pangan Pemerintah Desa, Cadangan Pangan Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi.”
Adanya cadangan pangan pemerintah guna untuk ‘keadaan darurat’, yaitu
terjadinya peristiwa bencana alam, paceklik yang hebat, dan sebagainya yang
terjadi di luar kemampuan manusia untuk mencegah atau menghindarinya
meskipun dapat diperkirakan sesuai dengan yang tertulis pada pasal 31 yaitu “(1)
Penyaluran Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (1) dilakukan untuk menanggulangi: a. kekurangan Pangan; b. gejolak harga
Pangan; c. bencana alam; d. bencana sosial; dan/atau e. menghadapi keadaan
darurat. (2) Penyaluran Cadangan Pangan Pemerintah dilakukan dengan: a.
mekanisme yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga; dan b.
tidak merugikan konsumen dan produsen. (3) Dalam hal tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24, Pemerintah berhak mengatur penyaluran Cadangan
Pangan Pemerintah Daerah.”
Pada Paragraf 3 Pasal 33 diatur tentang Cadangan Pangan Masyarakat yaitu
“(1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluasluasnya dalam upaya
mewujudkan Cadangan Pangan Masyarakat. (2) Pemerintah dan Pemerintah
Daerah memfasilitasi pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat sesuai
dengan kearifan lokal.”
Menurut Rachman (2005), Cadangan pangan yang dikuasai oleh
pemerintah, pedagang maupun rumah tangga masing-masing memiliki fungsi
yang berbeda. Cadangan pangan yang dikuasai oleh pemerintah, pedagang
maupun rumah tangga masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Cadangan
pangan yang dikuasai pemerintah berfungsi untuk: (1) Melakukan operasi pasar
murni (OPM) dalam rangka stabilisasi harga, (2) Memenuhi kebutuhan pangan
akibat bencana alam atau kerusuhan sosial, (3) Memenuhi jatah beras golongan
berpendapatan tetap dalam hal ini TNI/Polri, dan (4) Memenuhi penyaluran
pangan secara khusus seperti program Raskin.
Cadangan pangan yang dikuasai pedagang umumnya berfungsi untuk: (1)
mengantisipasi terjadinya lonjakan permintaan, dan (2) mengantisipasi terjadinya
keterlambatan pasokan pangan. Sementara itu, cadangan pangan yang dikuasai
oleh rumah tangga baik secara individu maupun secara kolektif berfungsi untuk:
(1) mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan pangan pada musim paceklik, dan
(2) mengantisipasi ancaman gagal panen akibat bencana alam seperti serangan
hama dan penyakit, anomali iklim, dan banjir. Dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan yang mantap diperlukan koordinasi cadangan pangan yang baik
antara pemerintah, pedagang dan rumah tangga atau masyarakat.
Dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan
Ketahanan Pangan Nasional maka dibentuklah sebuah lembaga Pemerintah,
pembentukan lembaga ini sudah terdapat dan tercantum dalam UU Pangan No.18
tahun 2012 Bab XII pasal 126 sampai pasal 129 tentang kelembagaan pangan.
Lembaga pemerintah ini menangani bidang Pangan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden serta mempunyai tugas untuk melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang Pangan. Lembaga Pemerintah dapat mengusulkan
kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada badan usaha milik
negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan,
dan distribusi Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Kebijakan UU Pangan ini mendesaknya pembentukan lembaga otoritas
pangan yang kuat untuk memenuhi dan mengkoordinasikan serta mengatur
ataupun mengarahkan di lintas Kementerian dan Lembaga dalam berbagai
kebijakan dan program yang dilaksanakan terkait penyelenggaraan pangan
nasional. Mengingat nantinya peran dan posisinya sangat strategis dengan harapan
keberadaan badan otoritas pangan bisa terhindar dari benturan kepentingan
ataupun ego sektoral dikarenakan posisi yang lebih tinggi, bersifat lebih
independen serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Terlebih lagi
badan otoritas tersebut nantinya mempunyai fungsi sebagai pembuat kebijakan
pangan sekaligus sebagai operator pangan dengan tugas utamanya melaksanakan
pengadaan, produksi dan penyimpanan hingga pendistribusian pangan nasional
bagi kepentingan konsumsi seluruh masyarakat Indonesia ( Sekretariat Kabinet
Republik Indonesia, 2015).
Tidak hanya pemerintah saja yang dapat mewujudkan Kedaulatan Pangan,
Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan tapi masyarakat dapat terlibat dan
berperan dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan
Ketahanan Pangan. Peran masyarakat dalam pangan juga sudah diatur dan
terdapat dalam UU Pangan No. 18 tahun 2012 Bab XIII. Dimana dijelaskan
bahwa dalam pasal 130, masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan
Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Peran serta
masyarakat dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan
Ketahanan Pangan adalah dalam hal:
a. Pelaksanaan produksi, distribusi, perdagangan, dan konsumsi Pangan;
b. Penyelenggaraan Cadangan Pangan Masyarakat;
c. Pencegahan dan penanggulangan rawan Pangan dan Gizi;
d. Penyampaian informasi dan pengetahuan Pangan dan Gizi;
e. Pengawasan kelancaran penyelenggaraan Ketersediaan Pangan, keterjangkauan
Pangan, Penganekaragaman Pangan, dan Keamanan Pangan;
f. Peningkatan Kemandirian Pangan rumah tangga.
III. KESIMPULAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan


pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan
harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam
dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Penyelenggaraan Pangan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat
secara adil, merata, dan berkelanjutan dengan berdasarkan pada Kedaulatan
Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Dalam mewujudkan
Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan, masyarakat
dapat berperan serta melalui pelaksanaan produksi, distribusi, perdagangan,
konsumsi Pangan, penyelenggaraan Cadangan Pangan Masyarakat, pencegahan
dan penanggulangan rawan Pangan dan Gizi, penyampaian informasi dan
pengetahuan Pangan dan Gizi, pengawasan kelancaran penyelenggaraan
Ketersediaan Pangan, keterjangkauan Pangan, Penganekaragaman Pangan,
Keamanan Pangan, dan/atau peningkatan Kemandirian Pangan rumah tangga.
Masyarakat dapat juga menyampaikan permasalahan, masukan, dan/atau
penyelesaian masalah Pangan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Adam, Lukman. 2014. Kinerja Ekonomi Pangan Nasional: Dinamika dan


Reformulasi Kebijakan. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik. 5 (20): 173
– 192.
Ika, Syahrir. 2014. Kedaulatan Pangan dan Kecukupan Pangan Negara Wajib
Mewujudkannya. Rubrik Edukasi Fiskal.
Maulidya, Nurul Rizka. 2014. Masyarakat Ekonomi ASEAN, Undang - Undang
Pangan dalam perspektif Perlindungan Konsumen. (Staf Program
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Diperoleh 04 Maret 2018, dari
http://ylki.or.id/2014/06/membedah-uu-no-18-tahun-2012-tentang-
pangan-dalam-rangka-kesiapan-indonesia-menghadapi-pasar-bebas-
asean-economic-community/
Rachman, Handewi P.S., Adreng Purwoto, dan Gatoet S. Hardono. 2005.
Kebijakan Pengelolaan Cadangan Pangan pada Era Otonomi Daerah dan
Perum Bulog. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 23 (2): 73 – 83.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 2015. Efek Ajaib Terbentuknya Lembaga
Otoritas Pangan. Diperoleh 06 Maret 2018 dari http://setkab.go.id/efek-
ajaib-terbentuknya-lembaga-otoritas-pangan/
Undang-Undang Pangan No. 18 tahun 2012
Wendra, Erwin. 2013. 29 Kebijakan Pemerintah dalam Pencapaian Swasembada
Beras pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Diperoleh 06
Maret 2018 dari https://erwinwendra.files.wordpress.com/2013/05/jurnal-
tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf

Anda mungkin juga menyukai