Anda di halaman 1dari 13

Makna dalam Simbol Motif Kain Tapis Masyarakat Lampung Abung

Arnelia Putri
arneliaputri@gmail.com

Abstrak
Kain tapis adalah kain sarung yang ditenun menggunakan benang emas atau perak.
Kain ini awalnya dipakai untuk acara-acara adat dalam keluarga kerajaan di
Lampung. Namun, kini kain tapis sudah digunakan oleh semua kalangan. Kain ini
memiliki motif yang beragam. Dahulu saat kain tapis masih digunakan oleh kalangan
tertentu, motif yang dipakai menunjukkan status sosial pemakainya dalam adat. Setiap
motif yang digunakan memiliki makna sebagai simbol tertentu. Penelitian ini
bertujuan menganalisis makna dari motif dalam kain tapis Lampung menggunakan
teori semiotika denotasi, konotasi, kelas sosial, dan budaya. Teori yang digunakan
untuk menganalisis motif kain tapis yaitu, denotasi dan konotasi serta teori kode dan
pemaknaannya (kelas sosial dan budaya). Metode yang digunakan adalah kualitatif
sehingga menghasilkan data deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, wawancara, dan dokumentasi gambar. Subjek dalam penelitian ini adalah
motif dalam kain tapis Lampung.
Kata kunci: simbol, motif, kerajinan, tapis, Lampung
Tapis Cloth is a kind of crafted cloth (sarung) made by golden or silver thread.
Formerly, this cloth was used for traditional ceremony in the kingdom family of
Lampung. But, nowadays Tapis is used for everyone in every social class. This cloth
has a variety of types. When the cloth used for certain people, the type of cloth which
is used showed a social status of traditional of the user. Every type has the meaning of
a certain symbol. This research has an objection to analyze the meaning of type of
Tapis cloth in Lampung by using semiotic theories of denotation, connotation, social
class, and culture. The theory which is used to analyze The type of Tapis cloth is
denotation and connotation and also code and its meaning (social class and culture).
The used method in this research is qualitative of descriptive data. The collection of
Data is collected by using the technique of observation, interview, and images
documentation. The subject of this research is the type (motif) in Tapis cloth of
Lampung.
Keywords: symbol, motif, handycraft, tapis, Lampung
Manusia sebagai makhluk sosial tidak kesepakatan umum agar tidak terjadi
terlepas dari kegiatan berkomunikasi. kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
Dalam berkomunikasi, masyarakat Budaya yang merupakan bagian dari
memerlukan alat untuk dapat saling kajian semiotika juga memiliki simbol
memahami apa yang disampaikan. atau tanda yang dapat dipahami oleh
Bagaimana masyarakat dapat memahami pengguna budaya itu sendiri. Berger
komunikasi yang terjadi? Dengan cara dalam bukunya Pengantar Semiotika
memahami tanda atau simbol baik verbal (2010, hal. 28) menulis bahwa suatu
maupun nonverbal yang digunakan oleh simbol memiliki signifikasi dan resonansi
masyarakat tersebut. Akan tetapi, tidak kebudayaan, itulah mengapa budaya
semua masyarakat memiliki kesamaan memiliki kemampuan untuk
dalam memaknai sebuah tanda. Oleh memepengaruhi dan memiliki makna
karena itu, diperlukan kesepakatan- yang dalam. Kelompok masyarakat

1
pengguna budaya yang lahir dan motif kain tapis sebagai sebuah mini
berkembang di daerahnya secara tidak research menggunakan teori semiotika.
langsung memahami kode dan tanda dari
budaya yang hidup di tengah kelompok Dalam kajian semiotik, tanda adalah
masyarakatnya. Dalam hal ini, tapis yang objek kajiannya. Ada dua pendekatan
menjadi bagian budaya tradisional mengenai tanda yang dapat digunakan,
masyarakat Lampung tentunya yaitu pendekatan dengan teori tanda
merupakan tanda berupa simbol yang menurut Ferdinand de Saussure yang
memiliki makna. dikenal sebagai bapak lingustik modern
(Roland Barthes, 1968:9) dan pendekatan
Mengenal kebudayaan nusantara nampak Charles Sanders Peirce seorang pemikir
biasa-biasa saja, tetapi menggali apa yang Amerika. Pendekatan pertama, Saussure
menarik dari budaya tersebut tentu mengatakan bahwa tanda-tanda disusun
menjadi nilai yang tidak biasa. Salah satu oleh dua elemen, yaitu aspek citra tentang
kebudayaan nusantara yang ada di negeri bunyi dan suatu konsep tempat citra
ini adalah kebudayaan hasil tenun. Jenis bunyi itu disandarkan (Berger, 2010,
kerajinan tradisonal yang sudah mulai hal.13). Pendekatan yang kedua, menurut
dilupakan oleh masyarakat Indonesia Pierce (1839-1914), tanda-tanda
bahkan ditinggalkan kaum muda. berkaitan dengan objek yang
Kerajinan tenun merupakan warisan menyerupainya, keberadaannya memiliki
budaya leluhur bangsa ini. Beberapa hubungan kausal dengan tanda-tanda atau
provinsi di negeri ini memiliki budaya karena ikatan konvensional dengan tanda-
tenun, salah satunya adalah masyarakat tanda tersebut. Ia menggunakan istilah
Lampung. Kerajinan tenun dari provinsi ikon untuk kesamaannya, indeks untuk
yang terletak di ujung Pulau Sumatra ini hubungan kausalnya, dan simbol untuk
dikenal dengan kain Tapis. Kain Tapis asosiasi konvensionalnya (Burger, 2010,
pada awalnya digunakan oleh masyarakat hal.16).
Lampung dalam upacara-upacara adat di
lingkungan kerajaan. Setiap keluarga Penelitian ini menggunakan beberapa
kerajaan memiliki Tapis dengan motifnya teori, yaitu teori mengenai simbol, visual
sendiri (Sujadi, 2012, hal.60). Masyarakat grammar, denotasi dan konotasi, dan teori
Lampung memilih simbol-simbol tertentu kode serta pemaknaannya. Teori tersebut
yang digunakan dalam motif kain Tapis digunakan penulis untuk menganalisis
bukanlah sesuatu yang kebetulan. Tentu makna yang terkandung dalam motif
ada nilai budaya yang ingin disampaikan kerajinan tangan berupa kain Tapis yang
melalui sejumlah kode yang berasal dari Provinsi Lampung. Hal ini
dimunculkan. Hal ini sejalan dengan apa menjadi menarik bagi penulis karena
yang ditulis Sukyadi dalam bukunya belum banyak peneletian mengenai
(2011: 62) bahwa Marcel Danesi simbol dari motif kain Tapis
berpendapat, sebuah budaya dapat menggunakan teori semiotika.
didefinisikan sebagai salah satu jenis
Subjek dalam penelitian ini adalah motif
kode makro yang terdiri atas banyak kode
yang digunakan dalam kain Tapis
yang dengan kode itu sekelompok
Lampung. Teknik pengumpulan data
individu terbiasa menggunakannya untuk
yang digunakan yaitu, wawancara,
menafsirkan realitas. Oleh karena itu,
observasi, dan dokumentasi. Analisis data
untuk dapat memahami apa yang ada di
dalam penelitian ini menggunakan
balik realitas masyarakat Lampung,
beberapa teori semiotika yang telah
peneliti menganalisis simbol dari motif-
dipaparkan di atas, yakni denotasi dan
konotasi, visual grammar, dan teori

2
mengenai peran kode dalam semiotika karakteristik simbol adalah bahwa simbol
seperti kode dan budaya, kode dan kelas tak pernah benar-benar arbitrer.
sosial.
Peirce seorang ahli semiotika membagi
Menurut Chandler (1994), dalam tanda menjadi tiga. Ia menggunakan
semiotika, denotasi dan konotasi istilah ikon, indeks, dan simbol. Ikon
merupakan istilah untuk menggambarkan merupakan tanda yang penandanya
hubungan antara penanda dan (signifier) memiliki kesamaan dengan
petandanya, dan biasanya ada dua benda atau sesuatu yang menjadi
analisis penanda yang sering rujukannya (signified). Indeks merupakan
dikemukakan yaitu denotasi dan sebuah penanda yang berasosiasi dengan
konotasi. Denotasi merupakan makna petandanya, seperti asap yang merupakan
definisi, literal, nyata, atau anggapan indeks dari adanya api. Simbol sendiri
umum dari sebuah tanda. Sedangkan menurut Peirce adalah tanda yang tidak
istilah konotasi digunakan untuk merujuk memiliki hubungan alami dengan
kepada asosiasi sosio-kultural dan penandanya atau antara signifier dan
personal (ideologis, emosional, dll.) signified-nya (Sukyadi, 2011, hal. 25).
(Sukyadi, 2011, hal. 29). Penelitian ini
akan menganalisis makna denotasi dan Menurut Noth (1990, hal. 115), simbol
konotasi dari simbol dalam motif kain sebagai kelas tanda dikelompokkan
Tapis Lampung, analisis menggunakan menjadi tiga kategori: simbol sebagai
teori visual grammar untuk pilihan tanda konvensional, simbol sebagai jenis
bentuk dalam motif, serta makna yang tanda ikonik, dan simbol sebagai tanda
ada dalam motif tersebut dari sudut konotasional. Noth sendiri memaknai
pandang teori kode dan budaya serta kode simbol dalam arti luas adalah sinonim
dan kelas sosial. dari tanda. Dari pembagian tiga kategori
tanda di atas, simbol sebagai jenis tanda
Simbol ikonik dan sebagai tanda konotasional
adalah simbol sebagai konsep kunci
Menurut Berger (2010, hal. 27), tanda estetika dan studi kebudayaan (cultural).
adalah sesuatu yang dapat digunakan
untuk memaknai sesuatu yang lain. Tapis
Begitu pula Sukyadi (2011, hal.24)
mengatakan bahwa tanda itu merupakan Menurut Lestari dkk (1999, hal. 6), Tapis
lebel yang dilekatkan pada suatu hal. adalah sejenis kain sarung yang
Tanda dalam eksistensinya memiliki digunakan oleh masyarakat Lampung
peran untuk memaknai sesuatu yang lain. terutama oleh para gadis dan wanita suku
Dari perspektif Saussure, jenis tanda di Lampung. Kain ini memiliki ragam hias
mana hubungan antara penanda dan dari setiap jenisnya. Ragam hias pada
petanda seakan-akan bersifat arbitrer kain Tapis dibuat dengan cara menenun
dinamakan simbol (Berger, 210, hal. 27). dan menggunakan benang emas atau
Akan tetapi, kearbitreran tersebut tidak perak. Karena cara pembuatannya yang
benar-benar arbitrer, seperti yang ditulis masih ditenun, Tapis menjadi salah satu
oleh Panuti dan Aart Van Zoest (1992, kerajinan tradisional masyarakat
hal.10), bila antara tanda dan acuannya Lampung. Tapis merupakan kerajinan
tidak ada kemiripan dalam bentuk apa tradisional masyarakatnya dalam
pun maka tidak dapat terjadi hubungan menyelaraskan antara kehidupan mereka,
yang representatif. Inilah mengapa lingkungan, dan Sang Pencipta Alam
Saussure mengatakan salah satu Semesta (Sujadi, 2012, hal.60). Pendapat
ini diperkuat oleh pernyataan Bapak

3
Suherman, seorang budayawan Lampung Tapis Inuh, Tapis Cucuk Andak, Tapis
yang juga guru muatan lokal Bahasa Semaka, Tapis Kuning, Tapis cukkil,
Lampung di SMPN 3 Terbanggi Besar Tapis Jinggu;
bahwa motif kain Tapis adalah realisasi
dari imajinasi para gadis (muli) dan ibu- 2. Tapis Lampung dari Pubian Telu Suku:
ibu penenun kain Tapis ketika melihat Tapis Jung Sarat, Tapis Balak, Tapis Laut
fenomena alam yang ada. Linau, Tapis Raja Medal, Tapis Pucuk
Rebung, Tapis Cucuk Handak, Tapis
Kain Tapis termasuk kerajinan tradisional Tuho, Tapis Sasap, Tapis Lawok Silung,
karena peralatan yang digunakan untuk Tapis lawok handak;
membuat kain dasar dan motifnya masih
sederhana dan dikerjakan oleh pengrajin. 3. Tapis Lampung dari Sungkai Way
Sujadi dalam bukunya (2012) menulis Kanan: Tapis Jung Sarat, Tapis Balak,
pengrajin kain tapis kebanyakan dari Tapis Pucuk Rebung, Tapis Halom/Gabo,
kalangan ibu-ibu dan gadis-gadis Tapis Kaca, Tapis Kuning, Tapis Lawok
Lampung. Sujadi (2012, hal.60-61) Halam, Tapis Tuha, Tapis Raja Medal,
menulis pula bahwa menurut Van der Tapis Lawok Silung;
Hoop orang Lampung telah menenun
4. Tapis Lampung dari Tulang Bawang
kain Brokat yang disebut nampan
Mego Pak: Tapis Dewosano, Tapis Limar
(tampan) dan kain Pelepai sejak abad ke-
Sekebar, Tapis Ratu Tulang Bawang,
2 Masehi. Motif yang digunakan kain-
Tapis Bintang Perak, Tapis Limar
kain tersebut adalah kait dan kunci (key
Tunggal, Tapis Sasab, Tapis Kilap Turki,
and rhomboid shape), pohon hayat, dan
Tapis Jung Sarat, Tapis Kaco Mato di
bangunan yang berisikan roh manusia
Lem, Tapis Kibang Tapis Cukkil, Tapis
yang telah meninggal. Selain itu, terdapat
Cucuk Sutero;
pula motif binatang, matahari, bulan,
serta bunga melati. Ketika masuknya 5. Tapis Lampung dari Abung Siwo
ajaran islam di Lampung, perkembangan Mego: Tapis Rajo Tunggal, Tapis Lawet
motif kain tapis juga ikut dipengaruhi Andak, Tapis Lawet Silung, Tapis Lawet
ajaran islam, disamping pengarauh Linau, Tapis Jung Sarat, Tapis Raja
terdahulu tetap digunakan. Medal, Raja Nyelem di Laut Timbul di
Gunung, Tapis Cucuk Andak, Tapis
Perkembangan kain tapis dapat kita lihat
Balak, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Cucuk
dari latar belakang sejarah di atas. Motif
Semako, Tapis Tuho, Tapis Cucuk
yang ada dalam kain tapis mendapat
Agheng, Tapis Gajah Mekhem, Tapis
pengaruh dari kondisi alam dan
Sasap, Tapis Kuning, Tapis Kaco, dan
peradaban pada zaman kain ini
Tapis Serdadu Baris.
berkembang. Ketika diwawancarai,
Bapak Herman juga mengatakan bahwa Berikut ini ragam hias (motif) Tapis
pemilihan motif kain tapis dipengaruhi Lampung Menurut Lestari dkk (Membina
letak geografis dari pembuat kain itu, Kreativitas Siswa SLTP dalam Sulam
misalkan, penenun kain tapis yang tinggal Tapis Lampung, hlm.24-25) :
di gunung maka motif yang banyak ia
gunakan untuk menenun tapis adalah 1. Ragam hias flora
motif-motif alam. Ragam hias flora yang umum dipakai
adalah jenis bunga dan sulur-suluran.
Jenis Tapis Lampung menurut daerah Ragam hias bunga membentuk
asalnya menurut Sujadi (2012, hal.62-63) simetris pada bidang datar kain.
adalah sebagai berikut: Ragam hias sulur berupa sulaman
1. Tapis Lampung dari Pesisir: berbentuk tali dan berliku-liku.

4
Biasanya terdapat dalam motif Tapis peralihan dalam pandangan hidup
Cucuk Andak dan Luh. masyarakat Lampung, yaitu
melambangkan seorang menuju
derajat yang lebih tinggi.
Masyarakat Lampung dahulu
beranggapan bahwa perahu sebagai
perlambang kendaraan arwah nenek
moyang dari dunia bawah menuju
ke dunia atas.

Gambar 1. Motif bunga sulur-suluran

2. Ragam hias fauna


a. Ragam hias burung atau unggas
biasanya banyak digunakan dalam
berbagai bentuk, seperti bentuk
kepala, ekor, atau sayap. Hal ini Gambar 3. Motif kapal/ perahu
untuk dapat membedakan jenis
burung yang digunakan, misalnya
garuda, merak, atau jenis unggas
(ayam jago). Ragam hias ini
biasanya digambarkan sedang
terbang dengan sayap terentang
atau dalam keadaan berdiri. Burung
merupakan lambang kebesaran dan Gambar 4. Motif kapal
keagungan. Burung merak
melambangkan kebesaran dan c. Hewan tunggangan
keindahan, dapat dilihat dari Kuda, gajah, dan kerbau banyak
ekornya. digambarkan sebagai hewan
tunggangan dalam motif kain tapis.
Motif ini melambangkan derajat
seseorang yang tinggi. Oleh karena
itu, biasanya yang memakai tapis
dengan motif ini adalah anak gadis
dan istri pimpinan adat. Sedangkan
kerbau dan gajah melambangkan
Gambar 2. Motif burung kemakmuran. Ragam lain yang
hadir dalam motif hewan
b. Perahu garuda tunggangan adalah ragam hias
Motif ini selalu digunakan dalam manusia yang berperan dalam motif
upacara adat karena melambangkan sebagai penunggang kuda atau
derajat yang lebih tinggi. Pada gajah.
agama Hindu, garuda adalah
kendaraan Dewa Wisnu.
Penggunaan ragam hias burung
umumnya dipakai oleh wanita tua
dan menggunakan kain dasar warna
tua. Perahu sebagai lambang

5
Gambar 5.Motif hewan tunggangan Gambar 8. Motif tumpal

Denotasi dan Konotasi


Dalam semiologi, makna denotasi dan
konotasi memegang peranan yang sangat
penting. Menurut Chandler (2007, hal.
137), denotasi dan konotasi adalah istilah
untuk menggambarkan hubungan antara
Gambar 6. Motif hewan tunggangan signifier dan signified-nya, dan dua
analisis yang biasanya digunakan untuk
d. Penggunaan motif naga sebagai petanda adalah denotasi dan konotasi.
ragam hias yang mendapat Denotasi cenderung digambarkan sebagai
pengaruh dari Cina. Motif ini sebuah makna definisi, literal, dan makna
biasanya hadir sebagai motif yang jelas atau masuk akal dari sebuah
tunggal dalam kain tapis atau bisa tanda. Pada permasalahan tanda dalam
juga bersamaan dengan motif linguistik, makna denotasi disebut makna
perahu. kamus. Sedangkan menurut Chandler
(1994) sebagaimana yang dikutip
Sukyadi (2011, hal. 29), istilah konotasi
digunakan untuk merujuk kepada asosiasi
sosio-kultural dan personal (ideologis,
emosional, dll) dari sebuah tada.

Gambar 7. Motif hias naga Berger (2010, hal. 65) berpendapat,


makna denotasi bersifat langsung dan
e. Ragam hias tumpal dan sasab dapat disebut sebagai gambaran dari
Ragam hias ini disebut juga Pucuk suatu petanda. Sedangkan makna
Rebung atau tajuk. Ragam hias ini konotasi menurutnya adalah makna yang
merupakan ragam hias yang sedikit berbeda dan akan dihubungkan
dipengaruhi Dongson. Sedangkan dengan kebudayaan yang tersirat di
ragam hias sasab adalah ragam hias dalam pembungkus tanda tersebut.
yang dijahit penuh dalam satu Sekilas antara kedua istilah makna
bidang warna kain dasar tersebut terlihat bahwa makna denotasi
menggunakan benang emas atau adalah makna yang hadir terlebih dahulu
benang perak. Motif sasab atau makna pertama baru kemudian
menimbulkan tekstur yang berbeda makna konotasi. Anggapan ini pernah
pada setiap pola benang disampaikan oleh Barthes, tetapi ia mulai
penyawatnya. Kedua motif ini menggeser pendapatnya yang
yakni sasab dan tumpal sering mengatakan bahwa seolah-olah makna
digunakan bersamaan. denotasi adalah makna pertama (Sukyadi,
2011. Hal30). Petanda-petanda konotasi
disebut dengan isltilah konotator oleh
Barthes (2012. Hal. 133), konotator-
konotator ini terbentuk dari tanda-tanda

6
(penyatuan penanda dan petanda) dalam Provinsi Lampung memiliki catatan
sistem denotatif. Barthes (2012, hal. 134) sejarah mendapat pengaruh dari
mengatakan bahwa petanda konotasi berbagai unsur kebudayaan seperti
bersifat umum, global, dan tersebar. unsur Neolitikum, unsur Hindu, dan
Petanda-petanda ini memiliki komunikasi Budha. Pengaruh zaman-zaman inilah
yang sangat dekat budaya, pengetahuan, yang memberi warna pada motif flora
dan sejarah. pada kain Tapis. Begitu juga dengan
motif sulur-sulur.
Pembahasan
Motif sulur-sulur ini seperti garis yang
Kain Tapis yang berasal dari provinsi dibentuk menyerupai pucuk batang.
Lampung memiliki beragam motif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Motif-motif tersebut sudah dipaparkan di (2013), makna sulur adalah batang
bagian terdahulu, berikut pembahasan atau bagian batang, daun, tangkai
ragam hias motif kain tapis: daun, atau bagian daun yang lainnya
yang telah mengalami perbahan
1. Ragam Hias Flora
bentuk dan berfungsi sebagai alat
Ragam hias flora meliputi jenis bunga
pembantu tumbuhan untuk menjalar
dan sulur-sulur. Bunga bila
atau merambat pada sandaran atau
menggunakan teori makna denotasi
penunjang tumbuhan. Makna yang lain
adalah bagian tumbuhan yg akan
lagi masih dalam KBBI yakni julai
menjadi buah, biasanya elok warnanya
(dari tumbuhan yang menjalar); pucuk
dan harum baunya (KBBI, 2003).
batang muda (dari beberapa
Sedangkan menurut Chandler (1994)
tumbuhan). Makna di atas adalah
sebagaimana yang dikutip Sukyadi
makna denotasi dari sulur.
(2011, hal. 29), istilah konotasi
Penggunaan motif sulur dalam kain
digunakan untuk merujuk kepada
Tapis biasanya banyak divariasikan
asosiasi sosio-kultural. Oleh karena
dengan motif yang lain. Motif ini
itu, konotasi dari motif bunga dapat
dibuat pada kain Tapis membentuk
dimaknai sesuatu yang disesuaikan
pola bunga mendatar. Benang yang
dengan apa yang disebut indah, elok,
digunakan dijahit dengan susunan
dan memiliki aroma yang wangi.
yang rapat dan mendatar ke arah
Karakteristik tersebut sangat erat
kanan. Motif sulur ini selalu diikuti
kaitannya dengan wanita. Dalam
dengan motif bunga. Ada yang
paparan terdahulu, telah disampaikan
membentuk kesatuan garis lurus ke
bahwa kain Tapis dipakai oleh para
bawah saja, ada pula yang berliku-liku
gadis dan wanita pada masyarakat
seperti pada Tapis Cucuk Andak dan
Lampung. Gadis, wanita, atau
Luh (Lestari dkk, 1999, hal. 24).
perempuan identik dengan keindahan,
keelokkan, dan bau harum. Pendapat Struktur yang digunakan dalam motif
ini memiliki pijakan teoritis seperti sulur adalah struktur formal. Leborg
apa yang ditulis oleh Sukyadi (2011) menulis dalam Visual Grammar
mengenai makna konotasi yang bahwa ketika objek yang disusun
biasanya merujuk pada gender. Jadi, mendatar dalam sebuah komposisi
jelaslah bahwa pilihan motif bunga disebut struktur formal (Leborg, 2006,
yang digunakan oleh masyarakat hal. 19). Sujadi (2012) menulis bahwa
Lampung dalam kain Tapis memiliki jenis Tapis yang menggunakan motif
alasan yang dapat dianalisis ini biasanya digunakan oleh kelopok
menggunakan teori denotasi dan istri keluarga penyimbang (kepala
konotasi. Menurut Indra (2010), adat/ suku) yang sudah bergelar sutan

7
dalam menghadiri upacara yang ingin disampaikan melalui
perkawinan. Selain itu di daerah simbol burung dalam motif kain
Kabupaten Lampung Utara, motif Tapis pada masyarakat Lampung
jenis ini digunakan oleh pengantin adalah simbol kebesaran,
wanita dalam upacara perkawinan keagungan, keindahan, dan
adat. Berdasarkan beberapa pendapat senantiasa berada pada posisi
di atas, dapat kita fahami bahwa yang tinggi. Simbol ini
masyarakat Lampung menggunakan menggambarkan bahwa
motif sulur dalam kain Tapis selain masyarakat ini adalah
memiliki makna keindahan (estetika) masyarakat yang menjunjung
mereka juga ingin menunjukan status nilai-nilai kebesaran dalam adat-
sosial seseorang dalam adat Lampung. istiadatnya. Senantiasa
Di mana pemakaian kain Tapis dengan menganggap bahwa mereka
motif sulur ini, sebagai penanda adalah masyarakat yang besar
bahwa seseorang dengan status sosial dan agung. Hal ini dapat kita
tinggi dan digunakan dalam acara lihat melalui makna dari empat
formal. falsafah hidup masyarakat ini.
Falsafah hidup yang menjadi ruh
2. Ragam Hias Fauna dalam bermasyarakat dan
a. Motif Uanggas kepribadian diri sebagai individu
Lestari (1999) mengatakan dalam masyarakat berbudi
bahwa motif yang digunakan pekerti.
oleh masyarakat Lampung
dalam kain Tapis yang berupa b. Motif Perahu Garuda
ragam hias fauna adalah jenis Kain Tapis bermotif perahu
unggas termasuk burung. Jenis garuda ini selalu digunakan
burung yang sering digunakan dalam upacara adat Begawi
adalah burung garuda, enggang, masyarakat Lampung.
dan burung merak, sedangkan Menurut Lastri dkk (1999)
jenis unggas yang lain adalah perahu garuda melambangkan
ayam jago. Motif tersebut sebuah kendaraan yang
digunakan dalam kain Tapis digunakan untuk mencapai
tidak selalu digambarkan utuh, derajat yang lebih tinggi.
tetapi hanya bagian-bagian Menurut kepercayaan orang
tertentu saja, seperti bagian Hindu, garuda adalah
kepala, sayap, atau ekor. kendaraan yang digunakan
Dewa Wisnu. Perahu adalah
Masyarakat Lampung memaknai alat transportasi air, makna
simbol burung merupakan ini adalah makna denotasi
lambing kebesaran dan menurut KBBI (2013).
keagungan (Lestari dkk, 1999).
Masyarakat Lampung mengenal Apabila kita melihat kedua
burung enggang sebagai burung makna perahu di atas maka
yang selalu terbang pada pucuk ada keterkaitan antara
pohon yang tinggi dan bersuara keduanya. Menurut
keras. Sedangkan burung merak masyarakat Lampung, kapal
melambangkan kebesaran. atau perahu bermakna
Secara tidak langsung kita dapat kendaraan yang digunakan
melihat latar belakang budaya untuk mencapai derajat yang

8
lebih tinggi, sedangkan terbagi menjadi empat
makna perahu menurut KBBI wilayah. Dari keempat
adalah alat transportasi air. wilayah inilah, masyarakat
Jadi, persamaan antara Lampung memiliki marga
keduanya adalah sama-sama atau silsilah yang dikenal
bermakna kendaraan ata alat dengan istilah Kebuaian.
transportasi yang digunakan Penyebaran masyarakat
di air. Makna lain yang dapat Lampung pada awal sejarah
kita lihat dari simbol perahu ini mengikuti aliran sungai
dalam kain Tapis Lampung yang disebut Way. Bagaimana
yakni kaitan kehidupan sebuah peradaban dapat
ekonomi masyarakat ini yang menyebar melalui jalur
dahulunya sebagai pedagang sungai? Tentu saja dengan
dan nelayan. Hal ini dapat alat bantu transportasi air. Di
kita analisis berdasarkan letak sinilah perahu sangat
geografi dan sejarah yang berperan peting terhadap
melekat dengan provinsi ini. masyarakat Lampung.
Lampung seperti yang kita Pendapat ini diperkuat oleh
ketahui adalah provinsi yang budayawan Lampung Bapak
terletak di ujung selatan Pulau Herman yang peneliti
Sumatra. Secara geografis wawancarai, ia mengatakan
letak provinsi ini dibatasi bahwa motif yang digunakan
sebuah selat dengan Pulau oleh masyarakat Lampung
Jawa yakni Selat Sunda. khususnya para wanita dan
Menurut Sujadi (2012), gadis penenun adalah buah
masyarakat ini dari imajinasi pemikiran
bermatapencaharian sebagai mereka yang mengikuti
pedagang dan nelayan. Letak daerah tempat tinggalnya.
daerah yang dekat dengan
selat secara tidak langsung Setelah kita menganalisis
menjadi pusat perdagangan makna simbol perahu
dan pintu masuk bagi para berdasarkan letak geografis
pedagang di luar daerah dan sejarah masyarakat
bahkan nrgara tetangga. Oleh Lampung, kini kita akan
karena itu, masyarakat sedikit menganalisis dari
provinsi Lampung tidak sudut pandang religi.
sedikit menggunakan alat Menurut Lestari dkk dan
transportasi perahu atau kapal Sujadi (2012), pada zaman
dalam kehidupan sehari-hari. prasejarah, kepercayaan
masyarakat Lampung yang
Dari sudup pandang sejarah, berkembang adalah Hindu.
provinsi lampung memiliki Pada zaman Hindu ini
asal usul yakni terbagi masyarakat mengenal dewa-
menjadi empat daerah dewa, seperti Dewa Wisnu,
kekuasaan yang dipimpin Dewi Sri, Dewi Padi, dan
oleh empat orang raja yang Dewi Kemakmuran.
bersaudara (Sujadi, 2012). Kepercayaan masyarakat
Keempat saudara ini Lampung masih berupa
memerintah daerah yang dinamisme dan animisme.

9
Masyarakat Lampung oleh masyarakat Lampung
beranggapan bahwa perahu khususnya para wanita dan
adalah sebagai lambang gadis penenun adalah buah
kendaraan arwah nenek dari imajinasi pemikiran
moyang untuk berpindah dari mereka yang mengikuti
dunia bawah menuju ke dunia daerah tempat tinggalnya.
atas.
c. Ragam Hias Naga
Perahu sebagai motif yang Ragam hias naga biasanya
digunakan dalam kain Tapis terdapat dalam Tapis naga.
oleh masyarakat Lampung Penggunaan motif naga
memiliki makna denotasi dan dalam Tapis mendapat
konotasi. Makna denotasi dari pengaruh dari kebudayaan
penggunaan motif ini adalah Cina. Menurut Moedjiono
seperti yang telah dipaparkan (2011), bagi masyarakat Cina
di atas bahwa perahu sebagai ragam hias naga sangat
alat transportasi air. populer dan sering digunakan
Berdasarkan pemaparan dalam ragam hias dan prosesi
panjang tersebut, dapat kita karena naga dipercaya
analisis makna konotasi yang memiliki tenaga yang
tersirat dari simbol perahu berubah-ubah dan berkuasa.
dalam kain Tapis berdasarkan Simbol naga dalam
latar belakang sejarah dan masyarakat Cina yang
geografis provinsi ini maka diadopsi oleh masyarakat
kita tahu bahwa masyarakat Lampung menandakan bahwa
Lampung ingin Lampung adalah provinsi
menyampaikan yang tidak hanya hidup
kebubudayaan, kehidupan dengan masyarakat asli, tetapi
ekonomi (matapencaharian), juga hidup berdampingan
dan sejarah masyarakatnya. dengan penduduk pendatang
Perahu sebagai alat seperti Cina. Makna simbol
transportasi berperan dalam dari naga yang berarti
penyebaran masyarakat kekuatan dan kekuasaan
Lampung melalui aliran dipilih oleh para pengrajin
sungai-sungai. Secara tidak kain tapis dalam motif Tapis
langsung makna perahu sebagai tanda bahwa
sebagai kendaraan yang masyarakat Lampung adalah
digunakan untuk mencapai orang yang kuat.
tempat yang lebih tinggi
adalah bagaimana masyarakat d. Ragam Hias Sasab dan
ini berpindah dari tempat Tumpal
yang lama ke tempat yang Ragam hias sasab termasuk
baru menuju kesejahteraan dalam bentuk formal seperti
dan kehidupan yang lebih yang ditulis Leborg dalam
layak. Pendapat ini diperkuat Visual Grammar (2006),
oleh budayawan Lampung yakni ketika objek yang
Bapak Herman yang peneliti disusun mendatar dalam
wawancarai, ia mengatakan sebuah komposisi disebut
bahwa motif yang digunakan struktur formal. Motif sasab

10
nampak biasa saja karena kerbau. Berikut makna ketiga
hanya susunan benang emas hewan tersebut menurut KBBI
atau perak yang rapat dalam (2003), kuda adalah binatang
satu bidang warna kain Tapis, menyusui, berkuku satu, dapat
tetapi yang membuat motif dipelihara sebagai kendaraan
sasab indah adalah cara (tunggangan, angkutan) atau
menjahit benang penyawat penarik kendaraan. Gajah adalah
yang membentuk pola. Pola binatang menyusui berbelalai,
yang digunakan bermacam, bergading, berkaki besar, berkulit
seperti belah ketupat atau zig- tebal, berbulu abu-abu (ada juga yg
zag. Sedangkan motif tumpal putih), berdaun telinga lebar, dan
atau yang lebih akrab dikenal hidupnya menggerombol di hutan.
motif pucuk rebung adalah Kerbau adalah binatang memamah
motif yang mendapat biak yang biasa diternakkan untuk
pengaruh dari kebudayaan diambil dagingnya atau untuk
Dongson. Menurut dipekerjakan (membajak, menarik
Wikipedia, kebudayaan pedati), rupanya seperti lembu dan
Dongson adalah kebudayaan agak besar, tanduknya panjang,
zaman perunggu. Salah satu suka berkubang, umumnya berbulu
kebudayaan di zama ini yang kelabu kehitam-hitaman. Ketiga
terkenal adalah nekara. makna hewan tunggangan di atas
Nekara adalah gendang adalah makna denotasi dari masing-
perunggu yang berbentuk masing jenisnya. Sedangkan makna
seperti dandang berpinggang konotasi motif kerbau dan gajah
pada bagian tengahnya. Lalu menurut Lastri dkk (1999), yaitu
apa kaitan antara Dongson, sebagai lambing dari kemakmuran
nekara, dan motif tumpal. masyarakat Lampung. Ketiga
Lestari dkk (1999) hewan tunggangan tersebut juga
mengatakan bahwa motif melambangkan derajat yang tinggi.
tumpal pada Tapis Lampung Dalam upacara adat, Tapis yang
mendapat pengaruh Dongson menggunakan motif ini adalah para
yakni ukiran pada nekara anak gadis dan istri pimpinan adat.
pada kebudayaan perunggu Kuda, gajah, dan kerbau adalah
tersebut. Hal ini dapat jenis hewan yang berkaki empat
dimaknai bahwa masyarakat dan ketiga hewan tersebut sering
Lampung tepatnya nenek dimanfaatkan tenaganya oleh
moyang masyarakat Lampung manusia untuk dijadikan kendaraan
sudah hidup di zaman atau tunggangan. Hal ini karena
tersebut. Penggunaan motif hewan-hewan tersebut termasuk
tumpal ini dalam Tapis hewan yang memiliki kekuatan
Lampung dapat dimakna tenaga. Jadi, makna konotasi yang
bahwa masyarakat Lampung dapat dianalisis adalah citra
termasuk kebudayan tua di masyarakat dan daerah yang penuh
nusantara. kemakmuran serta memiliki
penghargaan pada status sosial
3. Ragam Hias Hewan tunggangan dalam adat.
Hewan tunggangan yang sering
digunakan sebagai motif dalam
kain Tapis, seperti kuda, gajah, dan

11
Simpulan digunakan dalam kain Tapis,
penenun atau pengrajin kain Tapis
Pakaian adat, dalam hal ini kain seolah menggambarkan bagaimana
Tapis, menjadi kode budaya masyarakat mereka dan seperti apa
sekaligus sebagai kode sosial dalam budaya yang ada di dalamnya.
masyarakat Lampung. Setiap Entah sadar atau tidak setiap
budaya yang lahir dan berkembang perilaku baik yang abstrak atau
di dalam masyarakat tertentu adalah konkret, langsung atau tidak
tanda dari banyak hal yang langsung pasti memiliki makna
berkaitan dengan masyarakat yang ingin disampaikan. Berger
tersebut. Setiap yang menjadi tanda (2010) mengatakan bahwa simbol
pastilah memiliki makna. Makna atau tanda itu memiliki signifikasi
dibentuk melalui kesatuan tanda dan resonansi kebudayaan.
yang dikonvensi oleh masyarakat
pemilik dan pengguna budaya Sukyadi (2011) menulis bahwa
tertentu. Tapis adalah salah satu penggunaan bahasa berfungsi
jenis kebudayaan masyarakat sebagai salah satu identitas sosial.
Lampung. Tapis merupakan Bahasa adalah tanda, tanda dapat
warisan leluhur nenek moyang berupa verbal dan nonverbal. Jadi,
masyarakat Lampung berupa kain baik bahasa maupun nonbahasa
sarung yang ditenun. Tapis sebagai selama ia berupa tanda yang
simbol dari kebudayaan masyarakat digunakan oleh masyarakat tertentu
Lampung tidak hanya sebagai maka ia menjadi identitas sosial
pakaian semata. Setiap motif yang suatu masyarakat. Kain Tapis
digunakan dalam kain Tapis adalah budaya material yang
memiliki makna yang tidak sekadar merupakan identitas sosial
melukiskan apa yang ditangkap masyarakatnya. Apa yang telah
oleh kasat mata. dibahas terdahulu, yakni makna
dari beberapa motif kain Tapis
Kain Tapis jika dilihat dari sisi adalah ketinggian derajat, martabat,
sejarah memiliki motif yang dan kekuasaan dalam adat. Hal ini
senantiasa berkembang, namum menunjukkan bahwa kain Tapis
dalam perkembangannya motif dari menjadi identitas sosial masyarakat
unsur-unsur kebudayaan lama tidak Lampung karena pembedaan kode
dihilangkan, melainakan tetap sosial berupa motif dalam kain
dijaga dalam khasanah motif kain Tapis Lampung menunjukkan
Tapis. Motif kain Tapis mendapat perbedaan status sosial meskipun
pengaruh dari berbagai aspek mulai hal ini sudah mulai diabaikan.
dari letak geografis provinsi
Lampung, sejarah masyarakat
lampung, dan kepercayaan atau
religi. Setiap motif yang
dimunculkan dari kain Tapis
melambangkan makna yang tersirat
baik itu mengenai nilai-nilai yang
berkaitan dengan falsafah hidup
hingga perekonomian masyarakat
Lampung. Apabila mengamati lebih
mendalam setiap motif yang

12
DAFTAR PUSTAKA

Chandler, Daniel. (2007). Semiotics The Basics (second edition). New York, NY:
Reutledge.
Barthes, Roland. (2012). Elemen-Elemen Semiologi; Sistem Tanda Bahasa,
hermeneutika, dan Strukturalisme (M. Ardiansyah, Trans.). Yogyakarta:
IRCiSoD.
Berger, Arthur Asa. (2010). Pengantar Semiotika ;Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Indra. (2010). Kain Tapis-Tentang Indonesia. http://t
indonesia.com/kolom/wforum.cgi?no=5650&reno=5649&oya=5649&mode=m
sgview&page=0
Leborg, Christian. (2006). Visual Grammar. New York: Princeton Architectural Press.
Lestari, Dyah Ayu Puji dkk. (1999). Membina Kreativitas Siswa SLTP dalam Sulam
Tapis Lampung. Lampung.
Moedijiono. (2011). Ragam Hias dan Warna Sebagai Simbol Arsitektur Cina.
Bookfi.org: http://en.bookfi.org/s/?q=simbolic+analisys&t=0
Sudjiman, Panuti, & Aart van Zoest. (eds.). (1992). Serba-Serbi Semiotik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sujadi, Firman. (2012). Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai. Jakarta: Cita Insan Madani.
Sukyadi, Didi. (2012). Petunjuk Teknis Pencegahan Plagiat Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia.
Sukyadi, Didi. (2011). Teori dan Analisis Semiotika. Bandung: Rizqi Press.

13

Anda mungkin juga menyukai