Anda di halaman 1dari 17

PROSES PEMBUATAN ASAM LEMAK SECARA LANGSUNG DARI BUAH KELAPA

SAWIT

RONDANG TAMBUN, ST, MT


Fakultas Teknik
ProgramStudi Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang sangat
potensial khususnya sebagai bahan oleopangan dan oleokimia. Sebagai bahan
oleopangan, minyak kelapa sawit umumnya digunakan untuk minyak goreng,
margarin, vanaspati dan pengganti lemak coklat (cocoa butter), sedangkan sebagai
bahan non pangan (oleokimia) dapat berupa asam lemak, gliserin, sabun, deterjen,
pelumas, plastisizer, kosmetika dan alternatif bahan bakar diesel.
Dengan memperhatikan letak geografis, sumber daya lahan serta sumber daya
manusia, maka kelapa sawit dapat menjadi suatu komoditi andalan untuk agribisnis
di Indonesia. Pada umumnya di Indonesia, produk utama dari kelapa sawit ini adalah
untuk minyak makan, dan para produsen minyak sawit biasanya menjual produknya
dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO) atau langsung menjualnya dalam bentuk
tandan buah segar (TBS). Melihat hal ini, perlu diberi perhatian terhadap
peningkatan nilai tambah minyak sawit dengan merubahnya menjadi oleopangan dan
oleokimia. Pada akhir-akhir ini oleopangan dan oleokimia dari bahan nabati lebih
disenangi para konsumen dibandingkan dengan oleopangan dan oleokimia yang
berasal dari bahan sintetik, karena sifatnya yang biodegradable dan harganya yang
lebih murah.
Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah
asam lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin
meningkat pada tahun-tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai
pada berbagai industri seperti industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, deterjen
dan sabun. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan asam
lemak di Indonesia. Selama ini penyebab utama kurangnya minat para pengusaha
untuk memproduksi asam lemak adalah karena proses pembuatannya yang dinilai
tidak ekonomis, dan juga karena minyak sawit pada saat ini sudah memiliki pangsa
pasar yang baik sebagai bahan minyak makan.
Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh dengan cara
hidrolisa minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu sekitar 240 oC – 260 oC
dan tekanan 45 –50 bar. Cara lain yang digunakan adalah dengan menghidrolisa
minyak sawit secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim lipase. Ditinjau
dari segi ekonomi dan teknik, kedua cara ini dinilai kurang efisien karena untuk
pembuatan asam lemak ini diperlukan terlebih dahulu satu pabrik pengolahan CPO
sebagai bahan bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dikaji suatu alternatif
proses pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang dikaji
adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar kelapa
sawit secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat
pada buah kelapa sawit.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan asam lemak secara langsung dari
buah kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengaktifkan enzim lipase
yang terdapat pada buah kelapa sawit yang akan menghidrolisa trigliserida menjadi
asam lemak dan gliserol. Disamping itu, dengan proses seperti ini diharapkan
kandungan karoten (provitamin A) yang terdapat pada kelapa sawit tidak mengalami

2002 digitized by USU digital library 1


kerusakan dan kemungkinan lebih mudah dipisahkan, sehingga dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin A.
Penelitian ini menggunakan buah kelapa sawit yang baru dipanen. Pada
penelitian ini diamati kenaikan kandungan asam lemak dalam buah kelapa sawit
akibat aktifitas enzim lipase. Kondisi percobaan yang dilakukan meliputi kadar air,
tingkat pelukaan buah, pengadukan, kematangan buah dan temperatur, yang
disesuaikan dengan aktifitas optimum dari enzim lipase sebagai fungsi waktu.
Perlakuan secara mekanik untuk melukai buah sawit sehingga akan meningkatkan
aktifitas enzim lipase untuk menghidrolisis buah sawit dikaji pada penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Guinea di pesisir Afrika
Barat, kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara dan Amerika
Latin sepanjang garis equator (antara garis lintang utara 15o dan lintang selatan
12o). Kelapa sawit dapat diklasifikasikan atas beberapa varietas antara lain :
1. Dura
Cangkangnya tebal, daging buah tipis, intinya besar, dan hasil ekstraksi
minyaknya rendah, yaitu berkisar 17-18%.
2. Pisifera
Tidak mempunyai cangkang, serat tebal mengelilingi inti yang kecil. Jenis ini
tidak dikembangkan untuk tujuan komersil.
3. Tenera
Suatu hibrida yang berasal dari penyilangan Dura dan Pisifera. Cangkangnya
tipis, mempunyai cincin dikelilingi biji dan hasil ekstraksi minyaknya tinggi, yaitu
berkisar 23-26%.
Kelapa sawit tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan suhu antara 24 oC -
o
32 C dengan kelembaban yang tinggi dan curah hujan 200 mm per tahun. Kelapa
sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang
tipis. Kandungan minyak dalam perikarp sekitar 30% – 40%. Kelapa sawit
menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu :
1. Minyak sawit (CPO), yaitu minyak yang berasal dari sabut kelapa sawit
2. Minyak inti sawit (CPKO), yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit
Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam palmitat,
oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak sawit
merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari
gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh asam
lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut.

Tabel 2.1 Karakteristik Minyak Sawit


Karakteristik Harga
Specific Gravity pada 37,8 oC 0,898-0,901
Iodine Value 44 – 58
Saponification Value 195 – 205
Unsaponification Value, % < 0,8
Titer, °C 40 – 47
Sumber : Bailey, 1950 [2]

2002 digitized by USU digital library 2


2.1.1 Komponen-Komponen pada Minyak Kelapa Sawit
Komponen penyusun minyak sawit terdiri dari trigliserida dan non trigliserida.
Asam-asam lemak penyusun trigliserida terdiri dari asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh.

2.1.1.1 Komponen Trigliserida

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Sawit dari Berbagai Sumber
Asam Lemak Malaysia Indonesia Zaire
(%) (%) (%)
Miristik 0,5-0,8 0,4-0,8 1.2-2.4
Palmitik 46-51 46-50 41-43
Stearik 2-4 2-4 4-6
Oleik 40-42 38-42 38-40
Linoleik 6-8 6-8 10-11
Sumber : Salunkhe, 1992 [18]

2.1.1.2 Komponen non-Trigliserida


Komponen non-trigliserida ini merupakan komponen yang menyebabkan rasa,
aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam jumlah
sedikit ini, sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu minyak.

Tabel 2.3 Kandungan Minor Minyak Sawit


Komponen ppm Komponen ppm
Karoten 500 – 700 Besi ( Fe ) 10
Tokoferol 400 – 600 Tembaga ( Cu ) 0,5
Sterol Mendekati Air 0,07 – 0,18
300
Phospatida 500 Kotoran-kotoran 0,01
Sumber : Ketaren, 1986 [11]

• Karoten
Senyawa ini menimbulkan warna oranye tua pada CPO. Karoten larut dalam asam
lemak, minyak, lemak dan pelarut minyak serta pelarut lemak, tetapi tidak larut
dalam air. Senyawa ini dapat dihilangkan dengan proses adsorpsi dengan tanah
pemucat. Fraksi karoten yang paling berpengaruh dalam CPO adalah β-carotein,
pigmen ini juga tidak stabil terhadap pemanasan.
• Tokoferol
Tokoferol merupakan antioksida di dalam minyak sawit (CPO). Tokoferol dapat
dibedakan atas α, β, θ tokoferol.
• Senyawa Sterol
Sterol adalah komponen karakteristik dari semua minyak. Senyawa ini merupakan
senyawa unsaponifiable. Pengambilan senyawa ini dari minyak banyak dilakukan
karena senyawa ini penting untuk pembentukan vitamin D dan untuk membuat obat-
obat lain. Senyawa sterol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan disebut phytosterol.
Dua senyawa phytosterol yang telah dapat diindentifikasikan karakteristiknya adalah
β-sitosterol dan α-stigmasterol.
• Senyawa Phospatida
Senyawa ini dapat dianggap sebagai senyawa trigliserida yang salah satu asam
lemaknya digantikan oleh asam phosphoric. Senyawa phospatida yang terpenting
dalam CPO ialah lesitin. Senyawa ini larut dalam alkohol.

2002 digitized by USU digital library 3


Kontaminan logam besi (Fe) dan tembaga (Cu) merupakan katalisator yang
baik dalam proses oksidasi, walaupun dalam jumlah yang sedikit, sedangkan
kotoran-kotoran merupakan sumber makanan bagi pertumbuhan jamur lipolitik yang
dapat mengakibatkan terjadinya hidrolisa.
Air merupakan bahan perangsang tumbuhnya mikroorganisme lipolitik, karena
itu di dalam perdagangan, kadar ini juga menentukan kualitas minyak. Jika
kandungan air dalam minyak tinggi, maka dapat menaikkan asam lemak bebas
selama selang waktu tertentu. Akan tetapi minyak yang terlalu keringpun mudah
teroksidasi, sehingga nilai optimum kadar air dan bahan menguap juga harus diuji.

2.1.2 Mutu Minyak Kelapa Sawit


Warna minyak kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten dalam
minyak tersebut. Karoten dikenal sebagai sumber vitamin A, pada umumnya
terdapat pada tumbuhan yang berwarna hijau dan kuning termasuk kelapa sawit,
tetapi para konsumen tidak menyukainya. Oleh karena itu para produsen berusaha
untuk menghilangkannya dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan
ialah dengan menggunakan bleaching earth.
Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena
jika kadar asam lemaknya bebasnya tingi, maka akan timbul bau tengik di samping
juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan naiknya kadar asam lemak bebas dalam CPO antara lain
adalah :
- Kadar air dalam CPO.
- Enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam CPO tersebut.
Kadar air dapat mengakibatkan naiknya kadar asam lemak bebas karena air pada
CPO dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan enzim
lipase dalam CPO tersebut.

2.1.3 Kriteria Masa Panen

2.1.3.1 Interval Kematangan


Minyak mulai terakumulasi pada buah yang masih muda dan perkembangannya
akan sangat cepat sekitar 130 hari setelah penyerbukan. Pada tandan kelapa sawit,
buah tidak akan matang secara serempak. Biasanya ada buah yang belum matang,
matang dan yang sangat matang sekali. Di Malaysia, standard kematangan minimum
buah adalah jika salah satu buah telah lepas dengan sendirinya dari tandannya
sebelum dilakukan penebahan. Hal ini berarti, ketika salah satu buah telah lepas dari
tandannya, maka buah yang lain yang masih berada pada pohon/tandannya akan
semakin matang. Untuk mengatasi hal ini, maka dibuat interval masa panen, yaitu
antara 7 sampai 10 hari tergantung kepada umur dan jenis kelapa sawit.
2.1.3.2 Pengaruh Kematangan Buah Terhadap Kadar Minyak dan Kadar Asam
Lemak Bebas
Hubungan antara kematangan buah dengan kandungan minyak dan kadar
asam lemak bebas telah banyak dipublikasikan, antara lain :
1.
Dufrane dan Berger (1957) [15]
Dufrane dan Berger melakukan penelitian di Bokondji, Zaire. Mereka
menyimpulkan bahwa jika buah dipanen pada saat kematangan masih meningkat
(dari 2% menjadi 46% buah lepas dari tandannya), maka kandungan minyak
pada mesokarp akan meningkat dari sekitar 46% menjadi 51%, atau terjadi
kenaikan sekitar 5%. Pada saat yang bersamaan, kandungan asam lemak bebas
pada minyak meningkat dari 0,5% menjadi 2,9%.
2. Ng dan Southworth (1973) [15]

2002 digitized by USU digital library 4


Ng dan Southworth melakukan penelitian di Johor, Malaysia. Mereka
menyimpulkan bahwa pada persilangan tanaman sawit Dura dengan Pisifera yang
telah berumur 11 tahun, kenaikan persentase pelukaan buah dari 10% menjadi
30% menghasilkan kenaikan kandungan minyak pada mesokarp dari kira-kira
47,5% menjadi 50%, atau naik sekitar 2,5%. Pada saat yang bersamaan,
kandungan asam lemak bebas juga mengalami kenaikan, yaitu dari 1,1%
menjadi 2,1%.
3. Wuidart (1973) [15]
Wuidart melakukan penelitian di Ivory Coast terhadap kelapa sawit persilangan
Dura dengan Pisifera yang telah berumur 10 tahun. Wuidart menyimpulkan
bahwa persentase minyak pada mesokarp buah pada tandan akan meningkat
sesuai dengan kematangan buah.
Dari penelitian-penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kandungan minyak
pada buah tergantung kepada kematangan buah, dimana kandungan minyak pada
buah akan maksimum jika buah sudah benar-benar matang, dan kandungan
minyaknya akan sedikit jika buah belum matang.

2.1.4 Perkembangan Asam Lemak pada Kelapa Sawit


Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan asam lemak pada minyak
kelapa sawit telah banyak diteliti, dan 2 penemuan yang paling pokok dari
penelitian-penelitian tersebut yaitu:
1. Penemuan Fickenday (1910),[15] yang menyatakan bahwa hidrolisa minyak secara
enzimatik dipengaruhi oleh lipoid yang terdapat di dalam minyak.
2. Penemuan Loncin (1952),[15] yang menyatakan bahwa hidrolisa autokatalitik
secara spontan dapat terjadi pada minyak tumbuh-tumbuhan.
Pada minyak kelapa sawit, asam lemak bebas dapat terbentuk karena adanya
aksi mikroba atau karena hidrolisa autokatalitik oleh enzim lipase yang terdapat
pada buah sawit. Hal yang harus diingat bahwa pada pelaksanaan penelitian ini,
perikarp buah sawit ditumbuk dan dikupas dan selanjutnya dipisahkan dari inti,
tanpa adanya pemanasan terlebih dahulu untuk mengeluarkan minyak.

2.1.4.1 Peran Mikroorganisma dalam Pembentukan Asam Lemak


Ada 2 pendapat yang menyatakan pengaruh mikroorganisma pada buah sawit :
1. Fickendey, dkk,[15] menyatakan bahwa keasaman akan meningkat dengan cepat
pada perikarp buah yang dilukai, jika buah ini diletakkan pada tempat terbuka
dan mengandung jamur.
2. Wilbaux,[15] menyatakan bahwa jamur dari tipe Oospora (kemungkinan
Geotrichium candidum) terbukti mampu meningkatkan kandungan asam lemak
bebas pada buah sawit segar.
Jika hasil penelitian ini dihubungkan dengan penelitian Loncin, maka dapat
disimpulkan bahwa hidrolisa karena adanya aktifitas mikroba dapat terjadi secara
berdampingan dengan hidrolisa secara autokatalitik. Hal ini kemungkinan dapat
terjadi terutama jika kondisi optimum dari mikroba dan enzim lipase dapat
dipertahankan, seperti :
- temperatur harus dibawah 50 oC
- adanya nutrien yang cocok untuk mikroorganisma

2.1.4.2 Hidrolisa Secara Autokatalitik


Pada penelitian Loncin, kesimpulan yang diberikan adalah sebagai berikut :
A. Adanya kandungan uap pada minyak sangat penting untuk kelangsungan reaksi.
B. Hasil reaksi dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas mula-mula, suhu reaksi
dan lama reaksi. Hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

2002 digitized by USU digital library 5


K.t
log A = log Ao +
2,3
dimana : Ao = kadar asam lemak mula-mula
A = kadar asam lemak pada waktu t
K = koefisien temperatur
t = lama reaksi
Pada tabel berikut, Loncin memberikan harga K pada berbagai temperatur.

Tabel 2.4 Harga K pada Berbagai Temperatur


Temperatur ( oC) K
37 0,025
50 0,051
60 0,102 - 0,164 (biasanya 0,125)
70 0,250 – 0,288
80 0,505
100 1,480
Sumber : Olie, 1988 [15]

Dari tabel di atas, umumnya harga K menjadi sekitar 2 kali lipat untuk setiap
kenaikan temperatur 10 oC.

2.2 Enzim
Suatu sel tumbuhan mengandung lebih kurang 5 - 50 x 108 molekul enzim.
Enzim-enzim ini masing-masing bergaris tengah antara 20 - 100 Ǻ, berat 10.000
sampai beberapa juta Dalton, dan tersusun dari asam-asam amino sebanyak 100
sampai 10.000 buah.
Enzim atau disebut juga fermen merupakan suatu golongan biologis yang
sangat penting dari protein. Enzim disebut biokatalisator karena semua perombakan
zat makanan dalam organisme hanya dapat terjadi jika didalamnya terdapat enzim.
Zat-zat yang diuraikan oleh enzim digolongkan sebagai substrat. Fungsi enzim pada
umumnya dapat merombak sesuatu zat dalam bentuk yang lebih kecil untuk
kemudian diuraikan menjadi zat-zat yang siap diresorpsi.
Jika suatu enzim mengalami perubahan dalam bentuknya, misalnya denaturasi
(perusakan), maka struktur kimianya sebagai protein atau proteida akan mengalami
perombakan. Daya katalitiknya menghilang, tetapi susunan rangkaian asam amino
masih terdapat lengkap. Bagian enzim sebagai pembawa protein disebut apo-enzim
dan yang bersifat katalitik disebut ko-enzim.
Dalam ko-enzim terdapat daya kerja yang spesifik, karena itu enzim disebut
juga biokatalisator yang spesifik atau katalisator biospesifik. Suatu ko-enzim dapat
mengkatalisi suatu substrat secara berulang kali. Oleh sebab enzim terdiri atas
pembawa protein (koloidal) dan gugus prostetis atau ko-enzim, maka reaksi
kimianya dapat ditulis sebagai berikut :
apo-enzim + ko-enzim holo-enzim
Ko-enzim sebagai golongan yang aktif secara kimiawi bersifat katalitik dan dapat
dirubah. Disini sifat katalitiknya berlainan. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu
katalisator tidak mengalami perubahan dalam reaksinya, tetapi pada biokatalisator
terjadi perubahan, tetapi setelah itu terdapat reaksi yang sekunder dengan enzim
kedua, sehingga keadaan semula dipulihkan kembali. Pembawa protein bertanggung
jawab terhadap berlangsungnya daya komponen ko-enzim, yaitu pusat semua
aktifitas dan ko-enzim tersebut merupakan organ pelaksana terjadinya perubahan-
perubahan (reaksi) dalam metabolisme. Molekul-molekul yang mengalami perubahan

2002 digitized by USU digital library 6


ini adalah substrat. Protein (pembawa) menentukan molekul-molekul yang mana
dapat bereaksi dengan ko-enzim sebagai partner reaksinya.
Enzim dapat diklasifikasikan atas beberapa bagian, antara lain :
1. Esterase : pancreatic lipase, liver esterase, ricinus lipase, chlorophyllase,
phosphatases, azolesterase.
2. Proteinase dan Peptidase : pepsin, trypsin, erepsin, rennin, papain, bromelin,
cathepsin, ficin, aminopeptidase, carboxypeptidase, dipeptidase.
3. Amidase : urease, arginase, purine amidase.
4. Karbohydrase : sucrase, emulsin, amylase.
5. Oxidase : dehydrogenase, catalase, peroxidase, tyrosinase, laccase, indophenol
oxidase, uricase, luciferase.

Skema aktifitas enzim dapat dilihat seperti berikut ini :


h1
S a E S b

S +S S
h2

S c

S + E ⇔ ES → E + hasil reaksi (h1 + h2)

Pada skema di atas terlihat suatu reaksi antara substrat (S) dan enzim (E). Terdapat
3 trayek reaksi, yaitu trayek a yang membentuk kompleks enzim-substrat (ES),
trayek b menguraikan (merombak) kompleks enzim-substrat dan pembentukan hasil
reaksi h1 dan h2, dan trayek c menyusun kembali reaksi-reaksi ulangan.
Aktifitas enzim tergantung pada :
1. Kadar (konsentrasi) dan jenis substrat
Jika konsentasi substrat kecil, maka reaksinya ditentukan oleh substratnya,
sehingga tercapai keseimbangan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi
substrat. Tetapi jika substratnya dalam keadaan berlebih, maka reaksinya
tergantung pada jumlah enzim yang ada. Kecepatan reaksi enzim tidak
tergantung pada konsentrasi substrat yang ada.
2. Temperatur
Reaksi–reaksi enzim sangat tergantung kuat pada temperatur. Temperatur dapat
menentukan aktifitas maksimum dari enzim. Temperatur optimum tergantung
pula pada macamnya enzim, susunan cairan, dan lamanya percobaan. Pada
umumnya setiap kenaikan 10 oC, kecepatan reaksi dapat meningkat menjadi 2
atau 3 kali lipat. Tetapi pada suhu di atas 50 oC, umumnya enzim sudah
mengalami kerusakan.
3. Konsentrasi ion-hidrogen (H+)
pH optimum tergantung pada masing-masing enzim. pH ini juga tergantung pada
macam dan konsentrasi substrat yang dipakai dan syarat-syarat percobaan
lainnya. Pada umumnya pH optimum untuk beberapa enzim adalah sekitar
larutan netral atau asam lemah.
4. Pengaruh dari efektor
Substansi-substansi yang mempertinggi aktifitas suatu enzim disebut aktivator
dan yang menghambat disebut inhibitor. Tiap percobaan dengan enzim
mempunyai aktivator dan inhibitor dalam jumlah dan macam yang berbeda.

2002 digitized by USU digital library 7


2.2.1 Enzim pada Kelapa Sawit
Enzim yang sangat berpengaruh dalam pembentukan asam lemak dan gliserol
adalah enzim lipase. Enzim lipase banyak terdapat pada biji-bijian yang mengandung
minyak, seperti kacang kedelai, biji jarak, kelapa sawit, kelapa, biji bunga matahari,
biji jagung dan juga terdapat dalam daging hewan dan dalam beberapa jenis bakteri.
Dalam buah kelapa sawit, selain enzim lipase terdapat juga enzim oksidase, yaitu
enzim peroksidase. Enzim lipase yang terdapat pada kelapa sawit ini adalah ricinus
lipase yang cara kerjanya sangat mirip dengan pancreatic lipase. Enzim lipase
bertindak sebagai biokatalisator yang menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Enzim peroksidase berperan dalam proses pembentukan
peroksida yang kemudian dioksidasi lagi dan pecah menjadi gugusan aldehid dan
keton. Senyawa keton ini jika dioksidasi lagi akan pecah menjadi asam.
Indikasi dari aktifitas enzim lipase ini dapat diketahui dengan mengukur
kenaikan bilangan asam. Enzim lipase ini sangat aktif, bahkan pada kondisi yang
baik, minyak sawit jarang diproduksi dengan kandungan asam lemak bebas dibawah
2 % atau 3 %, dan pada kondisi yang optimum, kandungan asam lemak pada
minyak bisa mencapai 60 % atau lebih. Enzim lipase akan mengalami kerusakan
pada suhu 60 oC, dan aktifitas enzim ini lambat pada buah yang baru dipanen, tetapi
aktifitasnya akan cepat meningkat apabila buah mengalami luka. Buah yang baru
dipanen dan dilepas dari tandannya pada umumnya telah mengalami luka, tetapi hal
ini tidak cukup untuk memberi peluang berkembangnya aktifitas enzim lipase secara
optimum. Salah satu perlakuan secara mekanik untuk melukai buah sawit ini adalah
dengan melakukan perajangan sampai berukuran ± 1 cm. Rajangan ini kemudian
dikempa dengan menggunakan mesin kempa atau dengan screw-type press.

2.2.2 Proses Hidrolisa Trigliserida dengan Enzim


Pada saat ini enzim lipase yang sudah dapat digunakan secara komersil antara
lain adalah Immobilize lipase yang berasal dari Candida antartica (Novozyme 435),
Mucor miehe (Lipozyme IM), serta Candida cilindracea (Sigma).
Sifat-sifat enzim lipase adalah sebagai berikut :
• Temperatur optimum: 35 oC, pada suhu 60 oC enzim sebagian besar sudah rusak.
• pH optimum : 4,7 – 5,0
• Berat molekul : 45000-50000
• Dapat bekerja secara aerob maupun anaerob
• ko-faktor : Ca++, Sr++, Mg++. Dari ketiga ko-faktor ini yang paling efektif adalah
Ca++
• Inhibitor : Zn2+, Cu2+, Hg2+, iodine, versene
Tahap hidrolisis trigliserida dengan lipase dapat dilihat seperti berikut ini :

R1COOH R3COOH R2COOH

CH2R1COO CH2OH CH2OH CH2OH

CHR2COO → CHR2COO → CHR2COO → CHOH


lipase lipase lipase

CH2R3COO CH2R3COO CH2OH CH2O


trigliserida digliserida monogliserida gliserol

2002 digitized by USU digital library 8


2.3 Asam Lemak

2.3.1 Sumber dan Penggunaan


Asam lemak diperoleh dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti kelapa sawit,
kelapa, jagung, kedelai, biji jarak dan biji bunga matahari. Sedangkan asam lemak
sintetik dapat diperoleh dari industri petrochemical. Dalam penggunaannya, asam
lemak memegang peranan penting pada industri oleochemical, seperti pada industri
ban, sabun, detergent, alkohol lemak, polimer, amina lemak, kosmetik dan farmasi.

2.3.2 Proses Pembuatan Asam Lemak

2.3.2.1 Hidrolisa CPO dengan H2O


Hidrolisa CPO dengan H2O merupakan metoda yang umum dipakai untuk
menghasilkan asam lemak. Reaksi ini akan menghasilkan gliserol sebagai produk
samping. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CH2RCOO CH2OH
CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3 RCOOH
CH2RCOO CH2OH
trigliserida air gliserol asam lemak
o o
Reaksi ini dilakukan pada suhu 240 C – 260 C dan tekanan 45 – 50 bar. Pada
proses ini derajat pemisahan mampu mencapai 99%. Hal yang membuat proses ini
kurang efisien adalah karena proses ini memerlukan energi yang cukup besar dan
komponen-komponen minor yang ada di dalamnya seperti β-karoten mengalami
kerusakan.

2.3.2.2 Hidrolisa CPO secara Enzimatik


Hidrolisa CPO secara enzimatik dilakukan dengan cara immobilized enzim
lipase. Pada proses ini, kebutuhan energi yang diperlukan relatif kecil jika
dibandingkan dengan proses hidrolisa CPO dengan H2O pada suhu dan tekanan
tinggi. Pada proses ini, pemakaian enzim lipase dilakukan dengan cara berulang-
ulang (reuse), karena harga enzim lipase yang sangat mahal. Reaksi yang terjadi
pada proses hidrolisa secara enzimatik adalah sebagai berikut :

CH2RCOO CH2OH
CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3 RCOOH
CH2RCOO CH2OH
trigliserida air gliserol asam lemak

Reaksi ini dilakukan pada kondisi optimum aktifitas enzim lipase yaitu pada suhu 35
o
C dan pH 4,7-5. Derajat pemisahan pada proses ini mampu mencapai 90%.

2.3.2.3 Hidrolisa Secara Langsung Buah Kelapa Sawit Secara Enzimatik


Hidrolisa secara langsung buah kelapa sawit dengan mengaktifkan enzim lipase
sebagai biokatalisator yang terdapat pada buah kelapa sawit merupakan suatu
alternatif proses yang dapat dilakukan untuk memperoleh asam lemak. Enzim lipase
yang terdapat pada buah sawit akan membantu air dalam menghidrolisa trigliserida
menjadi asam lemak dan gliserol.

2002 digitized by USU digital library 9


Jika proses ketiga dibandingkan dengan proses pertama dan kedua, dimiliki
kelebihan dan kekurangan, antara lain :
1. Hidrolisa minyak sawit dengan air pada suhu dan tekanan tinggi mampu
menghasilkan pemisahan asam lemak dengan gliserol sampai 99%, tetapi proses
ini menggunakan CPO yang telah diolah dari tandan, disamping itu juga dapat
merusak komponen-komponen minor yang terdapat dalam minyak sawit.
Pada proses hidrolisa CPO secara enzimatik, kebutuhan energi relatif kecil.
Kekurangan dari proses ini adalah harga enzim lipase yang sangat mahal.
Pemakaian enzim lipase secara berulang-ulang dapat dilakukan, tetapi hal ini
memerlukan tambahan proses untuk mendapatkan enzim lipase yang
mempunyai kemampuan yang sama seperti semula. Disamping itu, karena sifat
enzim yang sangat sensitif terhadap temperatur dan pH, maka kemungkinan
kerusakan pada enzim lipase secara tiba-tiba tentu saja dapat terjadi, sementara
pemenuhan enzim lipase ini relatif sulit dilakukan karena faktor biaya dan
supplier enzim lipase yang terbatas di pasaran.
2. Hidrolisa dengan mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa
sawit jika ditinjau dari segi ekonomi dan teknik sangat baik sekali, karena sesuai
dengan tujuannya yaitu untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol, maka
proses ini tidak perlu lagi melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap tandan
buah segar menjadi minyak. Tetapi, sampai saat ini penelitian di bidang ini belum
ada yang dipublikasikan.

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Percobaan Pendahuluan

3.1.1 Percobaan I (Tipe sampel : buah secara keseluruhan)


Prosedur :
1. Buah sawit dilepas dari tandannya
2. Buah dilukai/dimemarkan dan dilakukan variasi penambahan air
3. Buah disimpan pada suhu ruangan (25 – 27 oC) dan pada suhu optimum aktifitas
enzim lipase (35 oC)
4. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap
5. Perikarp kemudian dirajang ± 1 cm
6. Rajangan kemudian di press dengan menggunakan screw press selama ± 2 jam
7. Cairan yang diperoleh dari screw press kemudian dititrasi dengan menggunakan
larutan NaOH

3.1.2 Percobaan II (Tipe sampel : minyak dan serat dicampur)


Prosedur :
1. Buah sawit dilepas dari tandannya
2. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap, lalu
dirajang ± 1 cm
3. Rajangan kemudian di press menggunakan screw press sambil dilakukan variasi
penambahan air (± 2 jam)
4. Minyak/cairan yang diperoleh kemudian dicampur dengan seratnya, lalu di aduk
hingga homogen
5. Campuran kemudian disimpan pada suhu kamar (25 – 27 oC) dan suhu optimum
aktifitas enzim lipase (35 oC)
6. Campuran di press dengan menggunakan hand press
7. Cairan kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH. Cairan dititrasi
setelah kadar airnya dibuang (diuapkan pada suhu 105 oC selama 30 menit)

2002 digitized by USU digital library 10


3.1.3 Percobaan III (Tipe sampel : minyak)
Prosedur :
1. Buah sawit dilepas dari tandannya
2. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap, lalu
dirajang ± 1 cm
3. Rajangan kemudian di press menggunakan screw press
4. Minyak yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu kamar selama selang
waktu tertentu
5. Minyak ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kadar asam lemak bebasnya
dengan cara titrasi menggunakan larutan NaOH

3.2 Percobaan Utama


Prosedur :
1. Buah sawit dilepas dari tandannya
2. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap, lalu
dirajang ± 1 cm
3. Rajangan kemudian di blender ± 2 menit
4. Kemudian dilakukan variasi penambahan air dan CPO, lalu diaduk
5. Campuran disimpan pada berbagai variasi suhu lalu dianalisa kadar asam
lemaknya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik perolehan kadar asam lemak dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
dilihat sebagai berikut :

4.1 Percobaan Pendahuluan

4.1.1 Percobaan-1 (tipe sampel : buah secara keseluruhan)

30
27
25 oC
FFA (%)

24
35 oC
21
18
15
0 10 20 30 40 50
Penambahan Air (%)

Grafik 4.1 Kurva Perolehan FFA pada Percobaan-1 (θ =144 jam)

2002 digitized by USU digital library 11


4.1.2 Percobaan-2 (tipe sampel : serat dan minyak dicampur)

50
45
40 25 oC
FFA (%)

35 35 oC
30
25
20
0 10 20 30 40 50
Penambahan Air (%)

Grafik 4.2 Kurva Perolehan FFA pada Percobaan-2 (θ =168 jam)

4.1.3 Percobaan-3 (Tipe sampel : minyak)

29.0
28.5
28.0
27.5
FFA (%)

27.0
26.5
26.0
25.5
25.0
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72
Jam

Grafik 4.3 Kurva Perolehan FFA pada Minyak, T=25 oC

Dari grafik diatas terlihat bahwa persentase asam lemak yang paling tinggi
diperoleh pada percobaan-2 dengan suhu 25 oC dan penambahan 40 % air. Tingkat
hidrolisa yang diperoleh pada kondisi ini adalah 44,39 % dan dapat dicapai dalam
waktu 168 jam.
Perbedaan utama antara percobaan-1 dengan percobaan-2 adalah tentang tipe
sampel percobaan. Pada percobaan-1, tipe sampel yang digunakan adalah buah
secara keseluruhan, artinya sampel yang digunakan adalah buah secara lengkap

2002 digitized by USU digital library 12


yang dilukai/dimemarkan lalu disimpan pada suhu yang dikehendaki, kemudian
dilakukan penggilingan dengan screw press. Sedangkan pada percobaan-2 tipe
sampel yang dipakai adalah campuran antara minyak dan serat, artinya buah yang
telah dirajang di giling dengan screw press, lalu minyaknya (cairannya) dicampur
dengan seratnya, kemudian campuran ini disimpan pada suhu yang dikehendaki.
Dengan kata lain bahwa perbedaan antara percobaan-1 dengan percobaan-2 adalah
pada persentase pelukaan buah yang menyebabkan kontak antara enzim dan
substrat (minyak) berbeda.
Pada percobaan-3, tipe sampel yang digunakan adalah minyak yang diperoleh
dengan menggunakan screw press tanpa mengalami perlakuan pemanasan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui keberadaan enzim lipase apakah berada di dalam
minyak atau serat. Dari hasil yang diperoleh pada percobaan-3 ternyata kenaikan
kadar asam lemak sangat lambat/kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa enzim
lipase tidak berada dalam minyak, tetapi berada dalam serat. Jadi pada penelitian
selanjutnya sampel yang digunakan adalah campuran serat dan minyak.

4.2 Percobaan Utama


Pada percobaan utama ini dilakukan beberapa variabel proses yang sangat
berpengaruh terhadap perolehan asam lemak seperti pengaruh suhu, kematangan
buah, kadar pelukaan buah, pengadukan, penambahan air, penambahan CPO dan
lama penyimpanan.

4.2.1 Pengaruh Suhu

60
50
40
FFA (%)

30
20
10
0
15 20 25 30 35 40 45 50
Suhu (oC)

Grafik 4.4 Pengaruh Suhu terhadap Perolehan FFA


(θ = 24 jam, Penambahan Air = 40%)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kadar asam lemak
yang paling tinggi didapat pada suhu kamar (25 oC – 27 oC). Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa enzim lipase pada buah kelapa sawit sudah tidak aktif
pada suhu pendinginan 8 oC dan pada pemanasan pada suhu 45 oC.
Secara umum suhu sangat berpengaruh pada reaksi kimia, dimana kenaikan
suhu akan menaikkan kecepatan reaksi. Proses enzimatis pada dasarnya adalah
serangkaian reaksi kimia sehingga kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan
reaksi. Tetapi karena sifat enzim yang inaktif pada suhu tinggi, maka pada proses
enzimatis ada batasan suhu supaya enzim dapat bekerja secara optimal. Penurunan
aktifitas enzim pada suhu tinggi diduga diakibatkan oleh denaturasi protein. Begitu

2002 digitized by USU digital library 13


juga pada suhu rendah, aktifitas enzim juga menurun yang diakibatkan oleh
denaturasi enzim.

4.2.2 Pengaruh Penambahan Air

34
33
FFA (%)

32
31
30
29
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Penambahan Air (%)

Grafik 4.5 Pengaruh Penambahan Air terhadap Perolehan FFA


(θ = 24 jam, T=25 oC, v = 250 rpm)

Air mempunyai pengaruh pada reaksi yang terjadi, dan pengaruh ini pada
dasarnya adalah membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim.
Sebagaimana kita ketahui, enzim lipase aktif pada permukaan (interface) antara
lapisan minyak dan air, sehingga dengan melakukan pengadukan, maka kandungan
air pada buah akan mampu untuk membantu terjadinya kontak ini.
Pada proses hidrolisa ini, secara stokiometri air pada buah sudah berlebih untuk
menghasilkan asam lemak (kadar air pada buah adalah sekitar 28%), tetapi karena
air ini berada pada padatan maka perlu dilakukan pelumatan buah dan selanjutnya
dilakukan pengadukan. Disamping itu, untuk mengatasi/mencegah kekurangan air,
maka pada beberapa run dilakukan juga variasi penambahan air.
Reaksi balik pada percobaan ini dapat dianggap tidak terjadi karena pengaruh
kadar air pada produk yang dicapai sangat besar, dimana kandungan air yang sangat
besar ini mengakibatkan reaksi antara asam lemak dan gliserol tidak dapat terjadi
dengan baik.

2002 digitized by USU digital library 14


4.2.3 Pengaruh Pengadukan dan Pelukaan Buah

35
34
33
32
FFA (%)

31
30
29
28
27
100 150 200 250 300 350 400 450 500 550
Pengadukan (rpm)

Grafik 4.6 Pengaruh variasi pengadukan


(θ = 24 jam) T = 25 oC: Penambahan Air = 40%

Tingkat pelukaan buah dan pengadukan sangat berpengaruh terhadap proses


hidrolisa karena akan membantu terjadinya kontak antara enzim dan minyak
(substrat). Hal ini karena posisi enzim lipase pada buah sawit belum diketahui secara
pasti, sehingga untuk mengatasi hal ini maka buah harus dilumat sampai halus,
kemudian minyak dan seratnya dicampur kembali. Dengan proses seperti ini terbukti
bahwa kadar asam lemak yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan jika buah tidak
dilumat sampai halus (hanya dimemarkan/dilukai).
Pengaturan kecepatan pengadukan pada reaksi ini perlu dilakukan, karena pada
proses ini pengadukan berpengaruh kepada waktu kontak antara air, substrat dan
enzim. Disamping itu, karena yang diaduk adalah campuran serat dan minyak, maka
pemilihan rancangan pengaduk sangat perlu untuk diperhatikan.

4.2.4 Pengaruh Kematangan Buah


Buah yang terdapat pada satu tandan buah kelapa sawit tidak akan matang
secara serempak. Buah yang berada pada lapisan luar biasanya lebih matang jika
dibandingkan dengan buah yang berada pada bagian yang lebih dalam. Hal ini
mengakibatkan adanya perbedaan persentase minyak yang terdapat pada setiap
buah yang berada dalam satu tandan.
Pada buah kelapa sawit, semakin matang buah maka kadar minyaknya akan
semakin tinggi. Dengan semakin tingginya kadar minyak pada buah maka proses
hidrolisa secara enzimatis akan semakin cepat terjadi, sehingga perolehan asam
lemak akan lebih tinggi. Pada penelitian ini pengamatan pengaruh kematangan buah
terhadap kadar asam lemak tidak dilakukan.

2002 digitized by USU digital library 15


4.2.5 Pengaruh Lama Penyimpanan

60
55
50
FFA (%)

45
40
35
30
0 8 16 24 32 40 48 56 64 72
Jam

Grafik 4.7 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Perolehan FFA


(T=25 oC, Penambahan Air = 40%)

Secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya
waktu, baik karena aktifitas mikroba maupun karena hidrolisa dengan bantuan
katalis enzim lipase. Namun demikian pada penelitian ini asam lemak bebas yang
terbentuk dianggap sebagai hasil hidrolisa dengan menggunakan enzim lipase yang
terdapat pada buah sawit.

4.2.6 Pengaruh Penambahan CPO

29
28
FFA (%)

27
26
25
24
5 10 15 20 25
Penambahan CPO (%)

Grafik 4.8 Pengaruh Penambahan CPO terhadap Perolehan FFA


(θ = 24 jam, T=25 oC, v = 250 rpm)

Pada proses ini, kecepatan reaksi lebih rendah jika penambahan kadar CPO
terhadap campuran antara serat dan minyak semakin meningkat. Hal ini dapat
terjadi karena enzim lipase yang berada pada buah sudah jenuh atau jumlahnya
terbatas, sementara jumlah substrat sudah sangat berlebih. Jadi dalam proses ini,
kecepatan reaksi bergantung kepada konsentrasi enzim lipase, bukan pada
konsentrasi substrat.

2002 digitized by USU digital library 16


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hidrolisa buah sawit secara langsung dengan mengaktifkan enzim lipase yang
terdapat pada buat kelapa sawit dapat menghasilkan tingkat hidrolisa sampai
54,45 % dalam waktu 24 jam. Hasil ini dicapai pada suhu kamar (25-27 oC) dan
penambahan air 40% dari massa perikarp.
2. Enzim lipase tidak berada dalam minyak, tetapi berada dalam serat.
3. Variabel-variabel yang berpengaruh pada penelitian ini adalah : suhu,
penambahan air, pengadukan, tingkat kematangan buah, persentase pelukaan
buah, dan lama penyimpanan.
4. Kecepatan reaksi pada penambahan CPO terhadap campuran antara serat,
minyak dan air semakin menurun dengan meningkatnya jumlah CPO yang
ditambahkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham White, dkk, “Principles of Biochemistry”, Second Edition, Mc. Graw Hill
Company, Inc, New York, 1959.
2. Bailey, A. E, “Industrial Oil and Fat Products”, Interscholastic Publishing, Inc,
New York, 1950.
3. Benjamin Harrow, W.B, “Textbook of Biochemistry”, Saunders Company,
Philadelphia, 1946.
4. David, W. Martin, dkk, “Biokimia (Terjemahan),” Edisi 20, Penerbit Buku
Kedokteran.
5. Gunstone, F.D, “Critical Reports on Applied Chemistry, Volume 15, Palm Oil”,
John Wiley & Sons, New York, 1987.
6. Hamilton, R.J and Bhati, A, “Recent Advantages in Chemistry and Technology of
Fats and Oils”, Elsevier Applied Science Publisher, London, 1987.
7. Harry, J and Dewel, Jr, “Biochemistry, Volume II, The Lipids Their Chemistry and
Biochemistry”, Interscience Publisher, Inc, New York, 1955.
8. Harry, W. Lawson, “Standards for Fats & Oils”, Volume V, The Avi Publishing
Company, Inc, Wesport, Connecticut, 1985.
9. Henry Tauber, “The Chemistry and Technology of Enzymes”, John Wiley & Sons,
Inc, New York, 1950.
10. Irwin, H. Segel, “Biochemical Calculations”, John Wiley & Sons, Inc, New York,
1976.
11. Ketaren, S, “Minyak dan Pangan”, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986.
12. Muhamad Wirahadikusumah, “Biokimia, Metabolisme Energi, Karbohidrat dan
Lipid”, Penerbit ITB, Bandung, 1985.
13. Nicholas, C. Price and Lewis Stevens, “Fundamentals of Enzymology”, Second
Edition, Oxford University Press, Inc, New York, 1989.
14. Nord, F.F, “Advances in Enzymology”, Volume XV, Interscience Publishers, Inc,
New York, 1954.
15. Olie, J.J and Tjeng, T.D, “The Extraction of Palm Oil”, Stork Amsterdam, 1988.
16. Paul Woolley & Steffen, B. Petersen, “Lipases : their structure, biochemistry and
application”, Cambridge University Press, Cambridge, 1994.
17. Paul, D. Boyer, “ The Enzymes”, Volume II, Academic Press, New York, 1970.
18. Salunkhe, D.K, dkk, “World Oilseeds, Chemistry, Technology and Utilization”,
Published by Van Nostrand Reinhold, New York, 1992.

2002 digitized by USU digital library 17

Anda mungkin juga menyukai