SAWIT
PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang sangat
potensial khususnya sebagai bahan oleopangan dan oleokimia. Sebagai bahan
oleopangan, minyak kelapa sawit umumnya digunakan untuk minyak goreng,
margarin, vanaspati dan pengganti lemak coklat (cocoa butter), sedangkan sebagai
bahan non pangan (oleokimia) dapat berupa asam lemak, gliserin, sabun, deterjen,
pelumas, plastisizer, kosmetika dan alternatif bahan bakar diesel.
Dengan memperhatikan letak geografis, sumber daya lahan serta sumber daya
manusia, maka kelapa sawit dapat menjadi suatu komoditi andalan untuk agribisnis
di Indonesia. Pada umumnya di Indonesia, produk utama dari kelapa sawit ini adalah
untuk minyak makan, dan para produsen minyak sawit biasanya menjual produknya
dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO) atau langsung menjualnya dalam bentuk
tandan buah segar (TBS). Melihat hal ini, perlu diberi perhatian terhadap
peningkatan nilai tambah minyak sawit dengan merubahnya menjadi oleopangan dan
oleokimia. Pada akhir-akhir ini oleopangan dan oleokimia dari bahan nabati lebih
disenangi para konsumen dibandingkan dengan oleopangan dan oleokimia yang
berasal dari bahan sintetik, karena sifatnya yang biodegradable dan harganya yang
lebih murah.
Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah
asam lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin
meningkat pada tahun-tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai
pada berbagai industri seperti industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, deterjen
dan sabun. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan asam
lemak di Indonesia. Selama ini penyebab utama kurangnya minat para pengusaha
untuk memproduksi asam lemak adalah karena proses pembuatannya yang dinilai
tidak ekonomis, dan juga karena minyak sawit pada saat ini sudah memiliki pangsa
pasar yang baik sebagai bahan minyak makan.
Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh dengan cara
hidrolisa minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu sekitar 240 oC – 260 oC
dan tekanan 45 –50 bar. Cara lain yang digunakan adalah dengan menghidrolisa
minyak sawit secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim lipase. Ditinjau
dari segi ekonomi dan teknik, kedua cara ini dinilai kurang efisien karena untuk
pembuatan asam lemak ini diperlukan terlebih dahulu satu pabrik pengolahan CPO
sebagai bahan bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dikaji suatu alternatif
proses pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang dikaji
adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar kelapa
sawit secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat
pada buah kelapa sawit.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan asam lemak secara langsung dari
buah kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengaktifkan enzim lipase
yang terdapat pada buah kelapa sawit yang akan menghidrolisa trigliserida menjadi
asam lemak dan gliserol. Disamping itu, dengan proses seperti ini diharapkan
kandungan karoten (provitamin A) yang terdapat pada kelapa sawit tidak mengalami
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Sawit dari Berbagai Sumber
Asam Lemak Malaysia Indonesia Zaire
(%) (%) (%)
Miristik 0,5-0,8 0,4-0,8 1.2-2.4
Palmitik 46-51 46-50 41-43
Stearik 2-4 2-4 4-6
Oleik 40-42 38-42 38-40
Linoleik 6-8 6-8 10-11
Sumber : Salunkhe, 1992 [18]
• Karoten
Senyawa ini menimbulkan warna oranye tua pada CPO. Karoten larut dalam asam
lemak, minyak, lemak dan pelarut minyak serta pelarut lemak, tetapi tidak larut
dalam air. Senyawa ini dapat dihilangkan dengan proses adsorpsi dengan tanah
pemucat. Fraksi karoten yang paling berpengaruh dalam CPO adalah β-carotein,
pigmen ini juga tidak stabil terhadap pemanasan.
• Tokoferol
Tokoferol merupakan antioksida di dalam minyak sawit (CPO). Tokoferol dapat
dibedakan atas α, β, θ tokoferol.
• Senyawa Sterol
Sterol adalah komponen karakteristik dari semua minyak. Senyawa ini merupakan
senyawa unsaponifiable. Pengambilan senyawa ini dari minyak banyak dilakukan
karena senyawa ini penting untuk pembentukan vitamin D dan untuk membuat obat-
obat lain. Senyawa sterol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan disebut phytosterol.
Dua senyawa phytosterol yang telah dapat diindentifikasikan karakteristiknya adalah
β-sitosterol dan α-stigmasterol.
• Senyawa Phospatida
Senyawa ini dapat dianggap sebagai senyawa trigliserida yang salah satu asam
lemaknya digantikan oleh asam phosphoric. Senyawa phospatida yang terpenting
dalam CPO ialah lesitin. Senyawa ini larut dalam alkohol.
Dari tabel di atas, umumnya harga K menjadi sekitar 2 kali lipat untuk setiap
kenaikan temperatur 10 oC.
2.2 Enzim
Suatu sel tumbuhan mengandung lebih kurang 5 - 50 x 108 molekul enzim.
Enzim-enzim ini masing-masing bergaris tengah antara 20 - 100 Ǻ, berat 10.000
sampai beberapa juta Dalton, dan tersusun dari asam-asam amino sebanyak 100
sampai 10.000 buah.
Enzim atau disebut juga fermen merupakan suatu golongan biologis yang
sangat penting dari protein. Enzim disebut biokatalisator karena semua perombakan
zat makanan dalam organisme hanya dapat terjadi jika didalamnya terdapat enzim.
Zat-zat yang diuraikan oleh enzim digolongkan sebagai substrat. Fungsi enzim pada
umumnya dapat merombak sesuatu zat dalam bentuk yang lebih kecil untuk
kemudian diuraikan menjadi zat-zat yang siap diresorpsi.
Jika suatu enzim mengalami perubahan dalam bentuknya, misalnya denaturasi
(perusakan), maka struktur kimianya sebagai protein atau proteida akan mengalami
perombakan. Daya katalitiknya menghilang, tetapi susunan rangkaian asam amino
masih terdapat lengkap. Bagian enzim sebagai pembawa protein disebut apo-enzim
dan yang bersifat katalitik disebut ko-enzim.
Dalam ko-enzim terdapat daya kerja yang spesifik, karena itu enzim disebut
juga biokatalisator yang spesifik atau katalisator biospesifik. Suatu ko-enzim dapat
mengkatalisi suatu substrat secara berulang kali. Oleh sebab enzim terdiri atas
pembawa protein (koloidal) dan gugus prostetis atau ko-enzim, maka reaksi
kimianya dapat ditulis sebagai berikut :
apo-enzim + ko-enzim holo-enzim
Ko-enzim sebagai golongan yang aktif secara kimiawi bersifat katalitik dan dapat
dirubah. Disini sifat katalitiknya berlainan. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu
katalisator tidak mengalami perubahan dalam reaksinya, tetapi pada biokatalisator
terjadi perubahan, tetapi setelah itu terdapat reaksi yang sekunder dengan enzim
kedua, sehingga keadaan semula dipulihkan kembali. Pembawa protein bertanggung
jawab terhadap berlangsungnya daya komponen ko-enzim, yaitu pusat semua
aktifitas dan ko-enzim tersebut merupakan organ pelaksana terjadinya perubahan-
perubahan (reaksi) dalam metabolisme. Molekul-molekul yang mengalami perubahan
S +S S
h2
S c
Pada skema di atas terlihat suatu reaksi antara substrat (S) dan enzim (E). Terdapat
3 trayek reaksi, yaitu trayek a yang membentuk kompleks enzim-substrat (ES),
trayek b menguraikan (merombak) kompleks enzim-substrat dan pembentukan hasil
reaksi h1 dan h2, dan trayek c menyusun kembali reaksi-reaksi ulangan.
Aktifitas enzim tergantung pada :
1. Kadar (konsentrasi) dan jenis substrat
Jika konsentasi substrat kecil, maka reaksinya ditentukan oleh substratnya,
sehingga tercapai keseimbangan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi
substrat. Tetapi jika substratnya dalam keadaan berlebih, maka reaksinya
tergantung pada jumlah enzim yang ada. Kecepatan reaksi enzim tidak
tergantung pada konsentrasi substrat yang ada.
2. Temperatur
Reaksi–reaksi enzim sangat tergantung kuat pada temperatur. Temperatur dapat
menentukan aktifitas maksimum dari enzim. Temperatur optimum tergantung
pula pada macamnya enzim, susunan cairan, dan lamanya percobaan. Pada
umumnya setiap kenaikan 10 oC, kecepatan reaksi dapat meningkat menjadi 2
atau 3 kali lipat. Tetapi pada suhu di atas 50 oC, umumnya enzim sudah
mengalami kerusakan.
3. Konsentrasi ion-hidrogen (H+)
pH optimum tergantung pada masing-masing enzim. pH ini juga tergantung pada
macam dan konsentrasi substrat yang dipakai dan syarat-syarat percobaan
lainnya. Pada umumnya pH optimum untuk beberapa enzim adalah sekitar
larutan netral atau asam lemah.
4. Pengaruh dari efektor
Substansi-substansi yang mempertinggi aktifitas suatu enzim disebut aktivator
dan yang menghambat disebut inhibitor. Tiap percobaan dengan enzim
mempunyai aktivator dan inhibitor dalam jumlah dan macam yang berbeda.
CH2RCOO CH2OH
CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3 RCOOH
CH2RCOO CH2OH
trigliserida air gliserol asam lemak
o o
Reaksi ini dilakukan pada suhu 240 C – 260 C dan tekanan 45 – 50 bar. Pada
proses ini derajat pemisahan mampu mencapai 99%. Hal yang membuat proses ini
kurang efisien adalah karena proses ini memerlukan energi yang cukup besar dan
komponen-komponen minor yang ada di dalamnya seperti β-karoten mengalami
kerusakan.
CH2RCOO CH2OH
CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3 RCOOH
CH2RCOO CH2OH
trigliserida air gliserol asam lemak
Reaksi ini dilakukan pada kondisi optimum aktifitas enzim lipase yaitu pada suhu 35
o
C dan pH 4,7-5. Derajat pemisahan pada proses ini mampu mencapai 90%.
PROSEDUR PERCOBAAN
Grafik perolehan kadar asam lemak dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
dilihat sebagai berikut :
30
27
25 oC
FFA (%)
24
35 oC
21
18
15
0 10 20 30 40 50
Penambahan Air (%)
50
45
40 25 oC
FFA (%)
35 35 oC
30
25
20
0 10 20 30 40 50
Penambahan Air (%)
29.0
28.5
28.0
27.5
FFA (%)
27.0
26.5
26.0
25.5
25.0
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72
Jam
Dari grafik diatas terlihat bahwa persentase asam lemak yang paling tinggi
diperoleh pada percobaan-2 dengan suhu 25 oC dan penambahan 40 % air. Tingkat
hidrolisa yang diperoleh pada kondisi ini adalah 44,39 % dan dapat dicapai dalam
waktu 168 jam.
Perbedaan utama antara percobaan-1 dengan percobaan-2 adalah tentang tipe
sampel percobaan. Pada percobaan-1, tipe sampel yang digunakan adalah buah
secara keseluruhan, artinya sampel yang digunakan adalah buah secara lengkap
60
50
40
FFA (%)
30
20
10
0
15 20 25 30 35 40 45 50
Suhu (oC)
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kadar asam lemak
yang paling tinggi didapat pada suhu kamar (25 oC – 27 oC). Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa enzim lipase pada buah kelapa sawit sudah tidak aktif
pada suhu pendinginan 8 oC dan pada pemanasan pada suhu 45 oC.
Secara umum suhu sangat berpengaruh pada reaksi kimia, dimana kenaikan
suhu akan menaikkan kecepatan reaksi. Proses enzimatis pada dasarnya adalah
serangkaian reaksi kimia sehingga kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan
reaksi. Tetapi karena sifat enzim yang inaktif pada suhu tinggi, maka pada proses
enzimatis ada batasan suhu supaya enzim dapat bekerja secara optimal. Penurunan
aktifitas enzim pada suhu tinggi diduga diakibatkan oleh denaturasi protein. Begitu
34
33
FFA (%)
32
31
30
29
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Penambahan Air (%)
Air mempunyai pengaruh pada reaksi yang terjadi, dan pengaruh ini pada
dasarnya adalah membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim.
Sebagaimana kita ketahui, enzim lipase aktif pada permukaan (interface) antara
lapisan minyak dan air, sehingga dengan melakukan pengadukan, maka kandungan
air pada buah akan mampu untuk membantu terjadinya kontak ini.
Pada proses hidrolisa ini, secara stokiometri air pada buah sudah berlebih untuk
menghasilkan asam lemak (kadar air pada buah adalah sekitar 28%), tetapi karena
air ini berada pada padatan maka perlu dilakukan pelumatan buah dan selanjutnya
dilakukan pengadukan. Disamping itu, untuk mengatasi/mencegah kekurangan air,
maka pada beberapa run dilakukan juga variasi penambahan air.
Reaksi balik pada percobaan ini dapat dianggap tidak terjadi karena pengaruh
kadar air pada produk yang dicapai sangat besar, dimana kandungan air yang sangat
besar ini mengakibatkan reaksi antara asam lemak dan gliserol tidak dapat terjadi
dengan baik.
35
34
33
32
FFA (%)
31
30
29
28
27
100 150 200 250 300 350 400 450 500 550
Pengadukan (rpm)
60
55
50
FFA (%)
45
40
35
30
0 8 16 24 32 40 48 56 64 72
Jam
Secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya
waktu, baik karena aktifitas mikroba maupun karena hidrolisa dengan bantuan
katalis enzim lipase. Namun demikian pada penelitian ini asam lemak bebas yang
terbentuk dianggap sebagai hasil hidrolisa dengan menggunakan enzim lipase yang
terdapat pada buah sawit.
29
28
FFA (%)
27
26
25
24
5 10 15 20 25
Penambahan CPO (%)
Pada proses ini, kecepatan reaksi lebih rendah jika penambahan kadar CPO
terhadap campuran antara serat dan minyak semakin meningkat. Hal ini dapat
terjadi karena enzim lipase yang berada pada buah sudah jenuh atau jumlahnya
terbatas, sementara jumlah substrat sudah sangat berlebih. Jadi dalam proses ini,
kecepatan reaksi bergantung kepada konsentrasi enzim lipase, bukan pada
konsentrasi substrat.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hidrolisa buah sawit secara langsung dengan mengaktifkan enzim lipase yang
terdapat pada buat kelapa sawit dapat menghasilkan tingkat hidrolisa sampai
54,45 % dalam waktu 24 jam. Hasil ini dicapai pada suhu kamar (25-27 oC) dan
penambahan air 40% dari massa perikarp.
2. Enzim lipase tidak berada dalam minyak, tetapi berada dalam serat.
3. Variabel-variabel yang berpengaruh pada penelitian ini adalah : suhu,
penambahan air, pengadukan, tingkat kematangan buah, persentase pelukaan
buah, dan lama penyimpanan.
4. Kecepatan reaksi pada penambahan CPO terhadap campuran antara serat,
minyak dan air semakin menurun dengan meningkatnya jumlah CPO yang
ditambahkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham White, dkk, “Principles of Biochemistry”, Second Edition, Mc. Graw Hill
Company, Inc, New York, 1959.
2. Bailey, A. E, “Industrial Oil and Fat Products”, Interscholastic Publishing, Inc,
New York, 1950.
3. Benjamin Harrow, W.B, “Textbook of Biochemistry”, Saunders Company,
Philadelphia, 1946.
4. David, W. Martin, dkk, “Biokimia (Terjemahan),” Edisi 20, Penerbit Buku
Kedokteran.
5. Gunstone, F.D, “Critical Reports on Applied Chemistry, Volume 15, Palm Oil”,
John Wiley & Sons, New York, 1987.
6. Hamilton, R.J and Bhati, A, “Recent Advantages in Chemistry and Technology of
Fats and Oils”, Elsevier Applied Science Publisher, London, 1987.
7. Harry, J and Dewel, Jr, “Biochemistry, Volume II, The Lipids Their Chemistry and
Biochemistry”, Interscience Publisher, Inc, New York, 1955.
8. Harry, W. Lawson, “Standards for Fats & Oils”, Volume V, The Avi Publishing
Company, Inc, Wesport, Connecticut, 1985.
9. Henry Tauber, “The Chemistry and Technology of Enzymes”, John Wiley & Sons,
Inc, New York, 1950.
10. Irwin, H. Segel, “Biochemical Calculations”, John Wiley & Sons, Inc, New York,
1976.
11. Ketaren, S, “Minyak dan Pangan”, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986.
12. Muhamad Wirahadikusumah, “Biokimia, Metabolisme Energi, Karbohidrat dan
Lipid”, Penerbit ITB, Bandung, 1985.
13. Nicholas, C. Price and Lewis Stevens, “Fundamentals of Enzymology”, Second
Edition, Oxford University Press, Inc, New York, 1989.
14. Nord, F.F, “Advances in Enzymology”, Volume XV, Interscience Publishers, Inc,
New York, 1954.
15. Olie, J.J and Tjeng, T.D, “The Extraction of Palm Oil”, Stork Amsterdam, 1988.
16. Paul Woolley & Steffen, B. Petersen, “Lipases : their structure, biochemistry and
application”, Cambridge University Press, Cambridge, 1994.
17. Paul, D. Boyer, “ The Enzymes”, Volume II, Academic Press, New York, 1970.
18. Salunkhe, D.K, dkk, “World Oilseeds, Chemistry, Technology and Utilization”,
Published by Van Nostrand Reinhold, New York, 1992.