Anda di halaman 1dari 56

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Menimbang : a. bahwa wilayah pesisir dan laut merupakan karunia dari


Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia yang
mengandung sumberdaya potensial untuk dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat Indonesia;

b. bahwa pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan


pengelolaan sumberdaya lainnya merupakan kegiatan
pokok yang harus dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya degradasi lingkungan dalam program
penataan kelembagaan dan penegakan hukum
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
lingkungan hidup;

- 146 -
- 147 -

c. bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut perlu


dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan
pemerataan dalam pemanfaatannya dengan
mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan
peningkatan taraf hidup bagi masyarakat pesisir,
nelayan, pembudidaya ikan dan/atau pihak-pihak yang
terkait dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya di
wilayah pesisir dan laut serta terbinanya kelestarian
sumberdaya dan lingkungannya;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a, b dan c di atas, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang


Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun
1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1953 Nomor 9) Sebagai Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1820);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-


Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum


Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang


Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
- 148 -

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan


Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 3647);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang


Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888);

8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang


Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur
di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);

9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);

10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang


Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4436);
- 149 -

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4548);

12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);

13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang


Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);

14. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 1999 dan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838).
- 150 -

16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);

17. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang


Pengelolaan Kawasan Lindung;

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997


tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Daerah;

19. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :


KEP.10/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum
Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu;

20. Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Tengah Nomor 4


Tahun 2000 tentang Izin Usaha Perikanan;

21. Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Tengah Nomor 8


Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Daerah
Propinsi Kalimantan Tengah Tahun 2003 Nomor 28
Seri E);

22. Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 205


tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksana Peraturan
Daerah Propinsi Kalimantan Tengah Nomor 4 tahun
2000 tentang Izin Usaha Perikanan;

23. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat


Nomor 24 tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten
Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor 14 Seri D);
- 151 -

24. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat


Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kelembagaan Struktur
Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran
Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000
Nomor 15 Seri D), sebagaimana diubah pertama kali
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin
Barat Nomor 29 Tahun 2000 (Lembaran Daerah
Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor 23
Seri D), dan diubah untuk kedua kalinya dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat
Nomor 18 Tahun 2002 (Lembaran Daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor 6 Seri D);

25. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat


Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha
Perikanan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin
Barat Tahun 2002 Nomor 1 seri C);

26. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat


Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pengujian Mutu Hasil
Perikanan dan Kelautan (Lembaran Daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor 2 Seri C);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

dan

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN


WILAYAH PESISIR
- 152 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat;

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat


Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah;

3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten


Kotawaringin Barat selanjutnya disebut DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah;

5. Dinas Perikanan dan Kelautan adalah Dinas Perikanan dan


Kelautan Kabupaten Kotawaringin Barat;

6. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat


Daerah;

7. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki


batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasar-kan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di
Kabupaten Kotawaringin Barat;

8. Desa pesisir adalah desa yang memiliki garis pantai;


- 153 -

9. Wilayah Pesisir adalah ruang kesatuan geografis antara


perairan laut dan darat yang berisi berbagai aspek
ekologis, dimana wilayah darat adalah wilayah yang
meliputi seluruh wilayah administratif yang dipengaruhi
oleh laut, sedangkan di bagian wilayah laut adalah wilayah
perairan Kabupaten sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku;

10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat


Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa;

11. Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disingkat


BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagai unsur penyelengara Pemerintahan Desa;

12. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan


yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa;

13. Pengelolaan Wilayah Pesisir adalah rangkaian kegiatan


terhadap sumberdaya wilayah pesisir yang dilakukan
secara swadaya dan partisipatif aktif dari oleh dan untuk
masyarakat disertai kerjasama aktif pihak-pihak terkait
meliputi perencanaan, perlindungan dan pemanfaatan
secara berdaya guna dan berhasil bagi masyarakat;

14. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu adalah suatu proses


pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan jasa lingkungan
yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia
usaha dan masyarakat, perencanaan horisontal dan
vertikal, ekosistem darat dan laut, ilmu pengetahuan dan
manajemen sehingga pengelolaan sumberdaya tersebut
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
berkelanjutan;

15. Pengelolaan Berbasis Masyarakat adalah pengelolaan yang


dilakukan secara bersama antara pemerintah, masyarakat
dan pihak lain, dalam merencanakan, melaksanakan
memantau dan mengevaluasi pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir;
- 154 -

16. Sumberdaya wilayah pesisir adalah unsur lingkungan


hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya
alam baik hayati maupun non hayati dan sumberdaya
buatan termasuk sumberdaya perairan laut, estuari (mulut
sungai), mangrove (hutan bakau), terumbu karang, pasir
batu-batuan, padang lamun, pulau-pulau kecil dan tata
permukiman desa;

17. Rencana strategis adalah rencana yang memuat arah


kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan
pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran strategi
yang luas dan target pelaksanaan dengan indikator yang
tepat untuk memantau rencana tingkat nasional;

18. Rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arahan


penggunaan sumberdaya dari masing-masing satuan
disertai penetapan kisi-kisi tata ruang pada kawasan
perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan
dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh izin;

19. Rencana pengelolaan adalah rencana yang memuat


susunan kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab
dalam rangka pengkoordinasian pengambilan keputusan
diantara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai
kesepakatan penggunaan sumberdaya atau kegiatan
pembangunan di kawasan perencanaan;

20. Rencana aksi/tahunan adalah rencana yang memuat


penataan waktu dan anggaran untuk beberapa tahun ke
depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai
kegiatan yang diperlukan oleh instansi-instansi pemerintah
guna mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya dan
pembangunan di kawasan perencanaan;

21. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati


bersama antar berbagai pemangku kepentingan dan telah
ditetapkan status hukumnya;
- 155 -

22. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan


ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai
dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-
proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan
dalam ekosistem pesisir;

23. Ketergantungan pemanfaatan pada wilayah pesisir adalah


suatu kegiatan dan pemanfaatan yang mempunyai
hubungan khusus dengan sumberdaya pesisir yang
dilakukan di wilayah pesisir untuk hasil pemanfaatan;

24. Kesepakatan masyarakat desa adalah kesepakatan antar


masyarakat dan atau dengan pihak lain yang dituangkan
dalam suatu kesepakatan bersama yang ditandatangani
oleh pemerintah desa, tokoh-tokoh masyarakat dan agama
serta saksi-saksi;

25. Pulau adalah daerah daratan yang terbentuk secara alamiah


yang berada di atas permukaan air;

26. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan


kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional;

27. Pantai adalah luasan tanah termasuk sedimen yang


membentang di sepanjang tepian laut yang merupakan
perbatasan pertemuan darat dan laut terdiri dari sempadan
pantai dan pesisir;

28. Garis pantai adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan


garis air rendah dengan daratan pantai yang dipakai untuk
menetapkan titik terluar di pantai wilayah laut;

29. Garis sempadan pantai adalah garis batas yang diukur dari
air pasang tertinggi ke arah daratan mengikuti lekukan
pantai dan atau disesuaikan dengan topografi setempat;
- 156 -

30. Daerah Perlindungan Laut dan atau nama lain adalah


daerah pesisir dan laut yang dapat meliputi terumbu
karang, hutan bakau, lamun atau habitat lainnya secara
sendiri atau bersama-sama yang dipilih atau ditetapkan
untuk ditetapkan secara permanen dari kegiatan perikanan
dan pengambilan biota laut yang dikelola oleh masyarakat
setempat serta ditetapkan dalam peraturan desa;

31. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemberian


fasilitas, dorongan atau bantuan kepada masyarakat pesisir
agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam
memanfaatkan sumberdaya pesisir secara lestari;

32. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat


dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir;

33. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bermukim di


wilayah pesisir yang terdiri dari masyarakat adat dan
masyarakat lokal;

34. Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang


memiliki asal leluhur secara turun temurun di wilayah
geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, ideologi,
ekonomi, politik, sosial dan wilayah sendiri.;

35. Masyarakat lokal adalah kelompiok masyarakat pesisir


yang memperlihatkan tata kehidupan sehari-hari
berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-
nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya
tergantung terhadap sumberdaya pesisir tertentu;

36. Tokoh masyarakat adalah seseorang yang dipandang


memiliki pengetahuan yang luas tentang kemasyarakatan
dan lingkungan pada umumnya dan dihormati oleh
masyarakat, pemerintah serta pihak lainnya;

37. Komisis Pengelola Wilayah Pesisir adalah suatu komisi


yang dibentuk untuk menjalankan fungsi koordinasi antara
berbagai pemangku kepentingan meliputi instansi
pemerintah dan/atau pemerintah daerah, perguruan tinggi,
lembaga non-pemerintah, swasta dan masyarakat;
- 157 -

38. Kawasan adalah bagian dari wilayah pesisir yang memiliki


fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria
karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk
mempertahankan keberadaannya;

39. Kawasan pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah


pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai
sektor;

40. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan,


hewan dan organisme lainnya serta proses yang
menghubungkan mereka dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas;

41. Bio-ekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam


satu hamparan kesatuan ekologis yang dibatasi oleh batas-
batas alam, misalnya daerah aliran sungai, teluk dan arus;

42. Perairan pesisir adalah lautan yang berbatasan dengan


daratan meliputi perairan yang menghubungkan pantai dan
pulau-pulau, estuary, teluk, perairan dangkal, rawa payau
dan laguna;

43. Konservasi adalah upaya memelihara keberadaan serta


keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi ekologis
sumberdaya pesisir agar senantiasa tersedia dalam kondisi
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan
makhluk hidup lainnya, baik pada waktu sekarang maupun
yang akan datang;

44. Rehabiliasi adalah proses memelihara keberadaan serta


perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah
rusak walaupun hasilnya mungkin berbeda dari kondisi
semula;

45. Reklamasi Kawasan Pesisir selanjutnya disebut reklamasi


adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara
penimbunan dan pengeringan laut di perairan laut;
-158 -

46. Daya dukung adalah kemampuan sumberdaya pesisir


untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lain dalam bentuk kegiatan ekonomi yang dapat
didukung oleh suatu ekosistem;

47. Bencana pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam


maupun karena ulah manusia yang menimbulkan
perubahan sifat fisik dan/atau hayati pesisir dan
mengakibatkan korban jiwa, harta dan/atau kerusakan di
wilayah pesisir;

48. Pencemaran pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya


makhluk hisup, zat, energi dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan pesisir oleh kegiatan manusia sehingga
kualitas pesisir turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan pesisir tidak dapat berfungsi
sesuai dengan peruntukkannya;

49. Pusat Informasi Pesisir (PIP) adalah sarana yang


disediakan oleh pemerintah Kabupaten yang dijadikan
sebagai tempat bekerja, mengolah serta penyebaran
informasi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan
wilayah pesisir bagi semua pihak termasuk mengumpul
dan menyimpan semua peraturan perundang-undangan,
informasi ilmu pengetahuan maupun hasil penelitian yang
berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya di wilayah
pesisir;

50. Gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil


masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam
jumlah besar dalam rangka mengajukan tuntutan atas dasar
kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntuan ganti
rugi;

51. Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban


berupa orang pribadi dan atau Badan Hukum.
- 159 -

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN SASARAN

Pasal 2

Asas Pengelolaan Wilayah Pesisir adalah :

a. keseimbangan dan berkelanjutan;


b. keterpaduan;
c. pengelolaan berbasis masyarakat pesisir;
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. akuntabel dan transparan;
f. pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat
lokal.

Pasal 3

Tujuan Pengelolaan Wilayah Pesisir adalah :

a. mengendalikan pemanfaatan sumberdaya wilayah


pesisir dan laut secara bertanggung jawab, lestari dan
berkelanjutan;
b. meningkatkan pengelolaan wilayah pesisir dan laut
secara terpadu antara masyarakat pesisir, pemerintah,
swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya.
c. meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
desa pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

Pasal 4

Sasaran Pengelolaan Wilayah Pesisir adalah :

a. terwujudnya rencana, penetapan dan koordinasi


prioritas-prioritas pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir dan laut dalam rangka memanfaatkan secara
efisien dan konsisten kapasitas dan sumberdaya wilayah
pesisir dan laut.
- 160 -

b. terlindunginya wilayah-wilayah penting dari degradasi


akibat pemanfaatan dan konsumsi yang berlebihan dan
perusakan habitat.
c. berkembangnya sumberdaya wilayah pesisir dan laut
bagi pemanfaatan ekonomi melalui cara-cara keilmuan
yang benar dan adil secara ekonomis;
d. terwujudnya akuntabilitas dan kepemimpinan dalam
pengelolaan pesisir dan laut.

BAB III

RUANG LINGKUP

Pasal 5

Peraturan Daerah ini diberlakukan di seluruh wilayah pesisir


dan laut Kabupaten Kotawaringin Barat serta ruang laut
sampai sepertiga dari wilayah laut kewenangan Provinsi
Kalimantan Tengah.

BAB IV

PERENCANAAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 6

(1) Dalam melaksanakan tujuan dan sasaran pengelolaan


wilayah pesisir dan laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4. Pemerintah Daerah menetapkan
ketentuan-ketentuan mengenai norma, standar dan
pedoman perencanaan pengelolaan yang terdiri atas :
a. Rencana Strategis Wilayah Pesisir (RSWP);
b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir (RZWP);
c. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir (RPWP);
d. Rencana Aksi/Tahunan Wilayah Pesisir (RATWP).
- 161 -

(2) Pemerintah Daerah wajib menyusun semua rencana


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
kewenangan masing-masing.

(3) Pemerintah Daerah menyusun Rencana Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Laut dengan melibatkan
masyarakat berdasarkan norma, standar dan pedoman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Pemerintah Daerah menyusun Rencana Zonasi secara


rinci di setiap zona kawasan pesisir tertentu di dalam
wilayahnya.

Bagian Kedua
Rencana Strategis Wilayah Pesisir (RSWP)

Pasal 7

(1) RSWP Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat


merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana
pembangunan jangka panjang di Kabupaten
Kotawaringin Barat.

(2) RSWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib


dipertimbangkan kepentingan pusat dan daerah.

(3) Jangka waktu RSWP Pemerintah Kabupaten


Kotawaringin Barat selama 20 (dua puluh) tahun dan
dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sekali.

(4) RSWP ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


- 162 -

Bagian Ketiga
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir (RZWP)

Pasal 8

(1) RZWP merupakan arahan pemanfaatan sumberdaya di


wilayah pesisir Kabupaten Kotawaringin Barat.

(2) RZWP diserasikan, diselaraskan dan diseimbangkan


dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Kotawaringin Barat.

(3) Perencanaan RZWP dilakukan dengan


mempertimbangkan :

a. keserasian, keselarasan dan keseimbangan dengan


daya dukung ekosistem, fungsi pemanfaatan dan
fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu,
dimensi teknologi dan soial budaya serta fungsi
pertahanan dan keamanan;
b. keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis
sumberdaya, fungsi dan estetika lingkungan, serta
kualitas lahan pesisir;
c. kewajiban untuk mengalokasikan ruang bagi akses
masyarakat pesisir dalam pemanfaatan wilayah
pesisir yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi.

(4) Jangka waktu berlakunya RZWP selama 15 (lima belas)


tahun dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.

(5) RZWP ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Bagian Keempat
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir (RPWP)

Pasal 9

(1) RPWP berisi:


- 163 -

a. Kebijakan pengaturan serta prosedur administrasi


penggunaan sumberdaya yang diijinkan dan
dilarang;
b. Skala prioritas pemanfaatan sumberdaya sesuai
dengan karakteristik wilayah pesisir;
c. Jaminan terakomodasinya pertimbangan-
pertimbangan hasil konsultasi publik dalam
penetapan tujuan pengelolaan kawasan, revisi
terhadap penetapan tujuan dan perizinan;
d. Mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis
untuk menjamin tersedianya data dan informasi
yang akurat dan dapat diakses;
e. Ketersediaan sumberdaya manusia yang terlatih
untuk mengimplementasikan kebijakan dan
prosedurnya.

(2) RPWP berlaku selama 5 (lima) tahun dan dievaluasi


kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) kali.

(3) RPWP ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Rencana Aksi Tahunan Wilayah Pesisir (RATWP)

Pasal 10

(1) RATWP dilakukan dengan mengarahkan rencana


pengelolaan dan rencana zonasi sebagai upaya
mewujudkan rencana strategis.

(2) RATWP berlaku 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun


dan dievaluasi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali.

(3) RATWP ditetapkan dengan Peraturan Bupati.


- 164 -

Bagian Keenam
Rencana Pengelolaan di Desa

Pasal 11

(1) Perencanaan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir


terpadu berbasis masyarakat di desa, dilaksanakan
berdasarkan asas, tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam Pasal 2, 3 dan 4.

(2) Komponen perencanaan pengelolaan sumberdaya


wilayah pesisir terpadu berbasis masyarakat di desa
meliputi :

a. konservasi sumberdaya lingkungan;


b. pengembangan kapasitas masyarakat;
c. pengakuaan hak masyarakat lokal terhadap akses
dan sumberdaya, wilayah pesisir;
d. penguatan kelembagaan desa;
e. program pengembangan ekonomi masyarakat lokal
secara berkelanjutan;
f. program rehabilitasi sumberdaya alam pesisir.

(3) Tahapan perencanaan wilayah pesisir desa meliputi :

a. identifikasi isu dan potensi;


b. pembuatan perencanaan;
c. persetujuan perencanaan dan pendanaan;
d. pelaksanaan program;
e. monitoring dan evaluasi.

(4) Tahap perencanaan dilaksanakan melalui proses :

a. pembuatan rencana oleh kelompok dalam desa;


b. pelibatan masyarakat secara aktif;
c. melakukan perbaikan, jika diperlukan oleh
kelompok yang dibentuk untuk itu.
- 165 -

(5) Rencana Pengelolaan di Desa ditetapkan dengan


Peraturan Desa.

Pasal 12

(1) Untuk melaksanakan perencanaan pengelolaan


sumberdaya wilayah pesisir terpadu berbasis
masyarakat di desa, maka desa dapat membentuk
Kelompok Pengelola Pesisir Desa.

(2) Kelompok Pengelola Pesisir Desa dibentuk oleh


masyarakat desa melalui Rapat musyawarah Desa
dengan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa dan
ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa.

(3) Tugas dan tanggung jawab Kelompok Pengelola Pesisir


Desa antara lain :

a. melakukan koordinasi dengan Pemerintah Desa,


Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah
Kecamatan, Komisi Pengelola Wilayah Pesisir
Kabupaten dan Dinas Perikanan dan Kelautan
Daerah;
b. membuat rencana pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir terpadu berbasis masyarakat;
c. bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa dan
Pemerintah Desa menyusun dan merumuskan
peraturan-peraturan desa yang berhubungan dengan
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu
berbasis masyarakat;
d. membantu pemerintah desa dalam melaksanakan,
memantau dan mendiskusi pelaksanaan rencana
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu
berbasis masyarakat;
e. melaporkan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir terpadu berbasis masyarakat kepada
masyarakat desa, Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, Komisi Pengelola Wilayah Pesisir
Kabupaten dan Dinas Perikanan dan Kelautan
Daerah.
- 166 -

(4) Kelompok Pengelola Pesisir Desa bersama-sama


Pemerintah Desa, masyarakat desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dapat mengajukan Rencana Tata
Ruang Wilayah Pesisir Desa kepada Komisi Pengelola
Wilayah Pesisir Kabupaten.

(5) Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Desa sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) akan dikoordinasikan oleh
Komisi Pengelola Wilayah Pesisir Kabupaten kepada
Dinas Perikanan dan Kelautan.

Pasal 13

(1) Pemerintah Desa bersama-sama Kelompok Pengelola


Pesisir, Badan Permusyawaratan Desa dan Masyarakat
Desa dapat membuat Rencana Tata Ruang Pesisir Desa.

(2) Prioritas Tata Ruang Pesisir Desa diarahkan kepada


kegiatan-kegiatan yang memiliki ketergantungan
pemanfaatan pada wilayah pesisir desa.

(3) Rencana Tata Ruang Pesisir Desa ditetapkan melalui


Peraturan Desa.

Bagian Ketujuh
Data dan Informasi

Pasal 14

(1). Pengelolaan data dan informasi wilayah pesisir


dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
membidangi Perikanan dan Kelautan.

(2) Pemutakhiran data dan informasi wilayah pesisir


dilakukan secara periodik dan didokumentasikan, serta
dipublikasikan secara resmi.

(3) Setiap orang yang memanfaatkan Sumber Daya Pesisir


wajib menyampaikan data dan informasi kepada Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang membidangi Perikanan
dan Kelautan.
- 167 -

(4) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi


Perikanan dan Kelautan wajib membentuk Unit
Pelaksanan Teknis Dinas (UPTD) pengelola data dan
informasi wilayah pesisir yang ditetapkan melalui
Keputusan Bupati.

(5) Standar Operasional dan Prosedur (SOP) pengelolaan


data dan informasi wilayah pesisir diatur melalui
Peraturan Bupati.

BAB V

PEMANFAATAN

Bagian Pertama
Pemanfaatan Secara Tradisional

Pasal 15

(1) Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara


tradisional yang hasilnya untuk memenuhi kebutuhan
fisik minimum rumah tangga tidak diwajibkan untuk
memiliki izin.

(2) Pemerintah daerah dan Komisi Pengelola Wilayah


Pesisir (KPWP) menyelenggarakan dan memelihara
kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir secara
tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Bagian Kedua
Pemanfaatan Untuk Tujuan Usaha

Pasal 16

(1) Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut untuk


kegiatan usaha (kegiatan untuk tujuan mendapatkan
keuntungan) diwajibkan memiliki izin.
- 168 -

(2) Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Hak
Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) untuk jangka waktu
selama 20 (dua puluh tahun) dan dilakukan evaluasi
setiap 6 (enam) tahun sekali.

(3) HP3 dapat diperpanjang masa berlakunya 10 (sepuluh)


tahun dengan memperhatikan daya dukung ekosistem.

(4) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 17

Hak pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


diberikan kepada badan hukum dan atau perorangan.

Pasal 18

HP3 meliputi pengusahaan atas permukaan laut, kolom air,


dasar laut dan tanah di bawahnya dalam batas tertentu.

Pasal 19

(1) Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang


dilakukan oleh pihak lain selain masyarakat setempat
harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada
Dinas Perikanan dan Kelautan dengan terlebih dahulu
mendapat izin dari Pemerintah Desa.

(2) Izin Pemerintah Desa dibuat secara tertulis setelah


melalui musyawarah dengan Badan Permusyawaratan
Desa dan Masyarakat Desa.
- 169 -

Pasal 20

(1) Pemerintah Desa membuat perjanjian tertulis dengan


pihak lain dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah
pesisir dan laut.

(2) Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan laut oleh


pihak lain selain masyarakat setempat harus
memberikan jaminan terhadap kelestarian lingkungan
wilayah pesisir

(3) Pedoman mengenai perjanjian dan jaminan lingkungan


hidup diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati

(4) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut yang berkenaan


dengan izin usaha, pencabutan surat izin, berakhirnya
surat izin dan hal-hal lain yang dipandang perlu dalam
hal perizinan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan laut ditetapkan oleh Bupati.

BAB VI

SEMPADAN PANTAI

Pasal 21

(1) Pemerintah Daerah menetapkan batas sempadan pantai


yang disesuaikan dengan karakteristik topografi,
biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi
dan budaya serta ketentuan lainnya.

(2) Penetapan batas sempadan pantai mengikuti ketentuan :

a. perlindungan terhadap gempa dan atau tsunami;


b. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;
c. perlindungan sumberdaya buatan di pesisir dari
badai, banjir dan bencana alam lainnya;
- 170 -

d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti


lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang
lamun, gumuk pasir, esturia dan delta;
e. pengaturan akses publik; dan
f. pengaturan untuk saluran air limbah dan air kotor.

(3) Pengaturan mengenai batas sempadan pantai diatur


lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB VII

KONSERVASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT

Pasal 22

(1) Konservasi wilayah pesisir dan laut diselenggarakan


dengan tujuan untuk :

a. menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan laut;


b. melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lainnya;
c. melindungi habitat biota laut, dan
d. melindungi situs budaya tradisional.

(2) Kawasan konservasi yang mempunyai ciri khas sebagai


satu kesatuan ekosistem diselenggarakan dengan tujuan
antara lain untuk melindungi :

a. sumberdaya ikan;
b. jalur migrasi ikan paus dan spesies langka;
c. tempat pemijahan ikan;
d. wilayah yang diatur oleh adat tertentu;
e. ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan
terhadap perubahan.

(3) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) Bupati menetapkan :
- 171 -

a. kategori kawasan konservasi pesisir;


b. kawasan konservasi pesisir Kabupaten;
c. pola dan tatacara pengelolaan kawasan konservasi
pesisir, dan
d. hal-hal lain yang dianggap penting dalam
pencapaian tujuan tersebut.

(4) Pengusulan kawasan konservasi sebagaimana dimaksud


dalam ayat (2) dilakukan oleh perorangan, kelompok
masyarakat dan atau oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan ciri khas kawasan yang ditunjang dengan
data dan informasi ilmiah.

Pasal 23

(1) Kawasan Konservasi pesisir sebagaimana dimaksud


pada Pasal 22 ayat (2) dibagi atas 3 (tiga) zona, yaitu
Zona inti, Zona penyangga dan Zona pemanfaatan
terbatas.

(2) Bupati dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (1)


di atas menetapkan wilayah pesisir tertentu sebagai
kawasan konservasi sesuai kewenangannya yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pasal 24

(1) Untuk menjaga dan melindungi sumberdaya perikanan


di perairan laut, setiap desa dapat membuat Daerah
Perlindungan Laut berbasis masyarakat, dalam wilayah
pesisir dan laut sebagaimana telah ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Daerah perlindungan laut sebagaimana dimaksud ayat


(1) diatas, ditetapkan melalui Peraturan Desa.
- 172 -

Pasal 25

Prinsip pengelolaan Daerah Perlindungan Laut antara lain :

a. harus dilakukan secara terpadu dan Berbasis


Masyarakat serta memperhatikan asas, tujuan dan
sasaran yang diatur dalam pasal 2, 3 dan 4 Peraturan
Daerah ini;
b. dilakukan oleh masyarakat desa yang berada di wilayah
pesisir;
c. berdasarkan kondisi ekologis wilayah pesisir, maka
pembuatan Daerah Perlindungan laut dapat dilakukan
oleh 2 (dua) desa yang berdampingan;
d. Wilayah Pesisir yang telah ditetapkan oleh masyarakat
sebagai Daerah Perlindungan Laut wajib dilestarikan;
e. perencanaan yang ditetapkan dalam Daerah
Perlindungan Laut, merupakan hak masyarakat
setempat;
f. pelaksanaan kegiatan dalam Daerah Perlindungan Laut,
wajib memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan
pelestarian maupun keberlanjutan sumberdaya alam;
g. pemanfaatan Daerah Perlindungan Laut yang ditetapkan
oleh masyarakat adalah sebesar-besarnya untuk
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat setempat;
h. Daerah Perlindungan Laut yang ditetapkan secara
permanen tertutup bagi berbagai kegiatan pengambilan
dan perusakan sumberdaya di dalam dan di sekitar
Daerah Perlindungan Laut, antara lain seperti
penggunaan bahan peledak, segala jenis racun, alat-alat
tangkap serta cara yang merusak Kelestarian
Sumberdaya Alam dengan aliran listrik dan atau baterai/
accu.

Pasal 26

Penyelenggaraan dan penetapan Daerah Perlindungan Laut


dilakukan melalui langkah-langkah yang melibatkan
partisipasi Masyarakat Desa yaitu :
- 173 -

a. pengenalan masyarakat dan sosialisasi tujuan dan


manfaat Daerah Perlindungan Laut.
b. melakukan inventarisasi kasus-kasus lingkungan hidup
di desa bersama-sama masyarakat desa, Badan
Permusyawaratan Desa atau lembaga lainnya, melalui
pertemuan-pertemuan formal dan in-formal.

Pasal 27

Penetapan status Daerah Perlindungan Laut dilakukan


melalui proses sebagai berikut:

a. penentuan lokasi Daerah Perlindungan Laut adalah di


dalam wilayah pesisir laut dan atau pulau kecil tidak
berpenghuni dengan luas minimal 5 (lima) hektar, atau
15 (lima belas) sampai dengan 20 (dua puluh) persen
dari luas terumbu karang, hutan bakau dan habitat
lainnya dalam wilayah administrasi satu desa atau lebih;
b. Lokasi Pesisir Laut dan atau Pulau Kecil yang akan
dijadikan Daerah Perlindungan Laut adalah suatu
wilayah ekologis laut pada hamparan terumbu karang
dengan kondisi tutupan karang setidaknya masih baik
yaitu tutupan karangnya dikategorikan baik yang masuk
dalam wilayah administratif satu desa atau lebih;
c. Lokasi Daerah Perlindungan Laut yang dipilih harus
mudah dijangkau dan dapat dimonitor oleh masyarakat
secara langsung;
d. Kawasan Daerah Perlindungan Laut yang ditetapkan
dapat mencakup ekosistem hutan bakau, padang lamun,
rataan, landaian dan kemiringan terumbu; estuary dan
habitat penting lainnya, baik secara bersama-sama
ataupun sendiri-sendiri;
e. Pulau atau pulau-pulau kecil yang akan dijadikan
Daerah Perlindungan Laut adalah pulau atau gugusan
pulau, karang kecil (napo) yang tidak berpenghuni, yang
masuk atau terletak dalam wilayah administratif satu
desa atau lebih;
- 174 -

f. Lokasi Daerah Perlindungan Laut yang berada di dalam


2 (dua) wilayah administrasi desa yang berdampingan,
pengelolaannya dilakukan secara bersama-sama melalui
suatu kelompok yang dibentuk untuk itu;
g. Lokasi Daerah Perlindungan Laut yang telah ditetapkan
sebelum ada Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap
berlaku sesuai dengan peruntukannya;
h. peralihan status Daerah Perlindungan Laut, akibat
kepentingan khusus, harus dimusyawarahkan bersama
oleh masyarakat, kelompok Pengelola Pesisir Desa, dan
Pemerintah Desa, kemudian melaporkan kepada Bupati
melalui Komisi Pengelola Wilayah Pesisir Kabupaten.

BAB VII

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 28

(1) Sengketa yang terjadi dalam pengelolaan di wilayah


pesisir akan diselesaikan melalui musyawarah mufakat
antara para pihak, sepanjang tidak menyangkut perkara
pidana.

(2) Apabila tidak terjadi musyawarah mufakat dalam


sengketa yang dimaksud pada ayat (1) di atas, maka
para pihak dapat meminta penyelesaiannya di luar
pengadilan, melalui badan yang dibentuk untuk itu.

(3) Dalam hal terjadi kerusakan lingkungan akibat kegiatan


usaha yang bersifat bisnis, maka masyarakat yang
terkena dampak kegiatan yang merugikan lingkungan
tersebut, dapat mengajukan gugatan secara
"classaction" terhadap pelaku usaha.
- 175 -

Pasal 29

Apabila terjadi konflik pemanfaatan wilayah pesisir dan laut


antara 2 (dua) desa yang saling berdekatan, diselesaikan
secara musyawarah mufakat antara desa yang difasilitasi
oleh pihak ketiga.

BAB IX

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR

Bagian Pertama
Umum

Pasal 30

(1) Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu


Berbasis Masyarakat meliputi :

a. pembuatan Rencana Pengelolaan Sumberdaya


Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat;
b. peraturan Daerah Perlindungan Laut Berbasis
Masyarakat;
c. pembuatan Rencana Tata Ruang Pesisir Kabupaten;
d. perlindungan, pengakuan serta persetujuan atas
pengelolaan yang dilakukan secara tradisional yang
sudah ada tentang pemanfaatan sumberdaya
wilayah pesisir.
e. pengakuan hak masyarakat lokal untuk
memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir
berdasarkan hukum adat dan kebiasaan tradisional;
f. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
lingkungan secara formal maupun informal.
- 176 -

(2) Hal-hal pada ayat (1) butir (a) sampai (d) diatas, serta
hal-hal yang berhubungan dengan Pengelolaan Wilayah
Pesisir yang belum di atur dalam Peraturan Daerah ini,
untuk tingkat desa dituangkan dalam Peraturan Desa.

(3) Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu


Berbasis Masyarakat dilaksanakan melalui partisipasi
masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam semua
tahapan perencanaan dan pengambilan keputusan,
pemantauan dan evaluasi, dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan pengelolaan.

(4) Partisipasi masyarakat meliputi :

a. mengidentifikasi isu, masalah dan potensi;


b. menyusun dan meninjau usulan kegiatan program
dan rencana;
c. memberikan masukan terhadap usulan kegiatan
sesuai waktu yang cukup dan disediakan untuk itu;
d. menghadiri pertemuan dan konsultasi yang dihadiri
oleh mayoritas masyarakat yang di undang dalam
pertemuan dan konsultasi;
e. memberikan persetujuan dan atau penolakan
terhadap usulan kegiatan berdasarkan masukan
masyarakat dan alasannya;
f. menyusun kegiatan, program dan rencana
pelaksanaan program;
g. menyetujui atau menolak kegiatan, program dan
rencana pelaksanaan program;
h. turut serta dalam pelaksanaan program sepanjang
hal tersebut merupakan bagian yang dilaksanakan
oleh masyarakat.
- 177 -

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Mayarakat Pesisir

Pasal 31

(1) Hak masyarakat pesisir dalam pengelolaan wilayah


pesisir meliputi hak-hak sebagai berikut :

a. memperoleh manfaat atas pelaksanaan pengelolaan


wilayah pesisir;
b. memperoleh informasi berkenaan dengan
perumusan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir;
c. memperoleh penyuluhan dan pelatihan dalam
rangka pemberdayaan masyarakat pesisir;
d. mengajukan usul dan pendapat dalam proses
permohonan ijin usaha dan atau kegiatan
pemanfaatan sumber daya pesisir;
e. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak
yang berwenang atas kerugian yang menimpa
dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengelolaan wilayah pesisir;
f. menyatakan keberatan terhadap rencana
pengelolaan yang sudah diumumkan dalam jangka
waktu tertentu;
g. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap
berbagai masalah pesisir yang merugikan
kehidupannya; dan
h. memperoleh ganti rugi yang layak atas kerugian
yang timbul dari pelaksanaan pengelolaan wilayah
pesisir.

(2) Kewajiban masyarakat pesisir dalam pengelolaan


wilayah pesisir dan laut meliputi kewajiban sebagai
berikut :

a. memberikan informasi berkenaan dengan


pengelolaan wilayah pesisir dan laut;
b. menjaga, melindungi dan memelihara kelestarian
wilayah pesisir dan laut;
- 178 -

c. menyampaikan laporan terjadinya bahaya,


pencemaran atau perusakan lingkungan di wilayah
pesisir dan laut;
d. memantau peklaksanaan rencana pengelolaan
wilayah pesisir dan laut; dan
e. melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir
yang disepakati di tingkat desa.

Bagian Ketiga
Peran Serta Organisasi Non-Pemerintah

Pasal 32

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan


lingkungan hidup wilayah pesisir dan laut sesuai dengan
pola kemitraan organisasi non-pemerintah yang
bergerak dalam lingkungan hidup dan pemberdayaan
masyarakat pesisir dapat berperan sebagai berikut :

a. menyampaikan pendapat dan saran sebagai


masukan dalam rangka perumusan kebijakan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut;
b. meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab
para anggota masyarakat dalam pengelolaan
wilayah pesisir dan laut;
c. menumbuhkembangkan peran serta anggota
masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian
terhadap pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan laut;
d. menyampaikan informasi mengenai kegiatan di
wilayah pesisir dan laut;
e. mengajukan gugatan dan laporan tentang terjadinya
tindak pidana untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup wilayah pesisir dan laut.
- 179 -

(2) Hak mengajukan gugatan dan pelaporan telah terjadinya


tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e terbatas pada tuntutan untuk melakukan
tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi,
kecuali biaya atau pengeluaran riil.

(3) Organisasi lingkungan hidup dan pemberdayaan


masyarakat pesisir berhak mengajukan gugatan dan
pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila
memenuhi persyaratan:

a. berbentuk badan hukum atau yayasan;


b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup
dan pemberdayaan masyarakat pesisir yang
bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa
tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan
anggaran dasarnya.

(4) Tata cara pengajuan gugatan dan pelaporan telah


terjadinya tindak pidana dalam masalah lingkungan
hidup oleh orang, masyarakat dan/atau organisasi
lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat pesisir
mengacu pada Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara
Pidana yang berlaku.

Bagian Keempat
Peran Serta Perguruan Tinggi

Pasal 33

Dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi


(Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat),
Perguruan Tinggi dapat berperan serta sebagai berikut:
- 180 -

a. memberikan dukungan ilmiah berupa nasihat, pendapat


dari hasil penelitian dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi baik dalam perumusan
kebijakan dan/atau dalam pelaksanaan kebijakan;
b. membantu pengembangan sistem dan mekanisme
pengelolaan wilayah pesisir dan laut;
c. menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pelatihan
dalam rangka mengembangkan sumberdaya pesisir;
d. mengembangkan sumber data dan informasi tentang
wilayah pesisir dan laut serta sistem dan mekanisme
diseminasinya agar mudah diakses apabila diperlukan.

Bagian Kelima
Pendidikan Lingkungan Hidup
Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Pasal 34

Masyarakat berhak memperoleh pendidikan lingkungan


hidup mengenai tujuan dan manfaat sumberdaya wilayah
pesisir bagi kesejahteraan masyarakat lokal masa kini dan
masa mendatang maupun bagi keberlanjutan lingkungan
hidup.

Pasal 35

Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup Pengelolaan


Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat
adalah :

a. untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia di


wilayah pesisir secara terpadu, menyeluruh dan
berkelanjutan;
b. untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang tinggal
di wilayah pesisir dalam hal pemanfaatan,
pemeliharaan, pengawasan, dan pengamanan;
- 181 -

c. untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di wilayah


pesisir sehingga sumberdaya wilayah pesisir dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan guna menjamin
kebutuhan generasi masa mendatang.

Pasal 36

Manfaat Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Pengelolaan


Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat
adalah :

a. terpeliharanya sumberdaya dan lingkungan wilayah


pesisir;
b. meningkatnya keterampilan masyarakat dalam
mengelola, memanfaatkan maupun memelihara
sumberdaya wilayah pesisir;
c. meningkatkan hak dan tanggung jawab masyarakat
dalam pemanfaatan dan pemeliharaan sumberdaya
wilayah pesisir bagi kepentingan bersama baik di masa
kini maupun di masa mendatang.

Pasal 37

Kegiatan-kegiatan yang digunakan dalam Pendidikan


Lingkungan Hidup untuk Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat adalah :

a. Peningkatan kapasitas pemerintah dan masyarakat desa;


b. Peningkatan pengetahuan bagi guru-guru Taman
Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama dan sederajat, Sekolah Menengah
Umum/Kejuruan dan sederajat melalui pendidikan
formal yang berjenjang, dan pendidikan non-formal
serta program lainnya;
c. Pengembangan kurikulum muatan lokal, ekstra-
kurikuler di sekolah-sekolah;
d. Penyuluhan, pelatihan, seminar, diskusi, lokakarya,
maupun studi banding;
- 182 -

e. Melakukan penyebaran informasi melalui poster, brosur


surat kabar, tabloid, majalah, radio dan televisi maupun
media lainnya.

Pasal 38

(1) Penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pelatihan


secara formal maupun non-formal kepada siswa-siswa
di sekolah-sekolah, melalui penyuluhan, pelatihan,
lokakarya dilaksanakan oleh lembaga atau badan yang
ditunjuk melalui keputusan Bupati, setelah memperoleh
masukan dari Badan Pengelola Pesisir Kabupaten.

(2) Keikutsertaan pihak-pihak tersebut di atas pada ayat (1),


dilakukan melalui bentuk pembuatan kurikulum
bermuatan lokal, atau melalui ekstra kurikuler sekolah-
sekolah.

(3) Penyelenggaraan program Pendidikan Lingkungan


Hidup Terpadu Berbasis Masyarakat di desa,
dilaksanakan dengan bantuan pendamping masyarakat.

BAB X

KOMISI PENGELOLA WILAYAH PESISIR

Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas Pokok Komisi

Pasal 39

(1) Komisi Pengelola Wilayah Pesisir sebagai komisi


pembantu pemerintah daerah dalam pengelolaan
wilayah pesisir yang bersifat ad hoc dan bertanggung
jawab langsung kepada Bupati.

(2) Tugas pokok dari Komisi Pengelola Wilayah Pesisir


adalah untuk mengintegrasikan kegiatan-kegiatan
Dinas/ Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat.
- 183 -

Bagian Kedua
Susunan Organisasi Komisi

Pasal 40

(1) Susunan organisasi Komisi Pengelola Wilayah Pesisir


terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris (merangkap
anggota) dan para anggota yang terdiri dari unsur-unsur
pemerintah (dinas-dinas), tokoh masyarakat/agama,
organisasi non-pemerintah, perguruan tinggi, himpunan
nelayan dan para pemangku kepentingan lainnya;

(2) Untuk anggota Komisi Pengelola Wilayah Pesisir


jumlahnya akan disesuaikan dengan jumlah
dinas/instansi terkait dan tenaga ahli dan perguruan
tinggi yang berkompetensi untuk melakukan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut;

(3) Pembentukan Komisi Pengelola Wilayah Pesisir


ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga
Fungsi Komisi Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pasal 41

Komisi Pengelolaan Wilayah Pesisir sebagai organisasi


pengelola mengemban tiga fungsi utama yaitu :

a. Fungsi Perencana :

 mengkoordinasikan perencanaan pemanfaatan


ruang dan sumberdaya wilayah pesisir dan laut;
 memfasilitasi peran serta masyarakat dalam
perumusan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir
dan laut;
- 184 -

 mengupayakan transparansi melalui


penyelenggaraan konsultasi publik sebelum
dokumen perencana ditetapkan secara resmi; dan
 memfasilitasi perencanaan dan pelaksanaan mitigasi
bencana di wilyah pesisir dan laut.

b. Fungsi Pelaksanaan :

 mengkoordinasikan pelaksanaan pemanfatan ruang


dan sumberdaya wilayah pesisir dan laut;
 memfasilitasi pelaksanaan fungsi pengawasan dan
pengendalian terhadap kegiatan yang telah
diterbitkan ijinnya;
 menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan
wilayah pesisir dan laut;
 mengkoordinir bantuan teknis dan pendanaan dalam
rangka pengelolaan wilayah pesisir dan laut;
 memfasilitasi penyelesaian sengketa dalam
pemanfaatan ruang dan atau sumberdaya wilayah
pesisir dan laut; dan
 mendirikan dan mengelola pusat data dan informasi
pesisir.

c. Fungsi Lingkungan Hidup :

 melakukan pemantauan dan pengkajian terhadap


kondisi lingkungan pesisir, khususnya dalam
kaitannya dengan setiap rencana pemanfaatan ruang
dan sumberdaya wilayah pesisir baik yang berasal
dari instansi pemerintah, swasta maupun
masyarakat;
 menyampaikan rekomendasi kepada Bupati untuk
penetapan keputuan dalam perizinan kegiatan di
wilayah pesisir dan laut;
- 185 -

 melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap


dampak pemanfaatan ruang dan sumberdaya
wilayah pesisir, baik dari dalam maupun dari luar
kewenangan Kabupaten Kotawaringin Barat;
 melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan
oleh Bupati sepanjang berkaitan dengan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

BAB XI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 42

(1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan dan atau


pemanfaatan sumberdaya pesisir secara terpadu dan
berkelanjutan dilakukan pengawasan dan/atau
pengendalian terhadap pelaksanaan ketentuan-
ketentuan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan
laut.

(2) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan/atau


pengendalian pengelolaan wilayah pesisir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pemerintah daerah diwajibkan
melakukan pemantauan dan/atau pengamatan lapangan
dan/atau evaluasi terhadap perencanaan serta
pelaksanaannya sekurang-kurangnya sekali setahun.

(3) Pemeriksaan pelaksanaan program dan pembiayaan


dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

(4) Masyarakat dapat berperan serta dalam proses


pemantauan, pengamatan lapangan dan evaluasi
terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan
sumberdaya wilayah pesisir dan laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
- 186 -

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 43

Pengawasan terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan


pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara terkoordinasi
oleh instansi terkait bersama Komisi Pengelola Wilayah
Pesisir (KPWP).

Pasal 44

Pengawasan oleh masyarakat dilakukan melalui


penyampaian laporan dan/atau pengaduan kepada pihak
yang berwenang.

Pasal 45

Ketentuan mengenai pengawasan terhadap perencanaan dan


pelaksanaan pengelolalan wilayah pesisir dan sumberdaya
pesisir disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Bagian Ketiga
Pengendalian

Paragraf 1
Mitigasi Bencana Wilayah Pesisir

Pasal 46

(1) Pengendalain bencana wilayah pesisir dilakukan secara


menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan wilayah pesisir dan
laut.
- 187 -

(2) Pengendalian bencana wilayah pesisir sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada upaya
pencegahan melalui perencanaan pengendalian bencana
pesisir yang disusun secara terpadu dan menyeluruh
dalam pola pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

(3) Pengendalian bencana wilayah pesisir dan laut


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
dengan melibatkan masyarakat.

(4) Pengendalaian bencana wilayah pesisir sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Pasal 47

Setiap orang yang berada di Wilayah Pesisir wajib


mencegah kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan wilayah pesisir.

Pasal 48

(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 46


dilakukan melalui kegiatan struktur dan atau non-
struktur.

(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih


diutamakan pada kegiatan non-struktur.

(3) Pilihan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditentukan oleh Komisi Pengelola Wilayah Pesisir
(KPWP) yang bersangkutan.

Pasal 49

Penanggulangan bencana wilayah pesisir yang berskala


nasional menjadi tanggung jawab pemerintah, dengan
terlebih dahulu melaporkan skala bencana yang terjadi pada
masyarakat di wilayah pesisir.
- 188 -

Pasal 50

(1) Penanggulangan bencana wilayah pesisir sebagaimana


dimaksud pada Pasal 49 dilakukan dengan mitigasi
bencana.

(2) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan secara terpadu oleh instansi terkait dan
masyarakat melalui organisasi pengelola wilayah pesisir
pada tingkat nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

(3) Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan


bencana wilayah pesisir diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Bupati.

Pasal 51

Dalam keadaan yang membahayakan, Bupati berwenang


mengambil tindakan darurat guna keperluan penaggulangan
bahaya sebagaimana dimaksud Pasal 50 ayat (2).

Pasal 52

(1) Pemulihan kerusakan Wilayah Pesisir dilakukan dengan


memulihkan kembali fungsi-fungsi dan sistem prasarana
pesisir.

(2) Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan
masyarakat.

(3) Ketentuan mengenai pemulihan kerusakan pesisir


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Bupati.
- 189 -

Pasal 53

Pemerintah Daerah wajib menyusun rencana dan prosedur


pelaksanaan mitigasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 46
sampai dengan Pasal 51 dalam rangka penanggulangan
bencana wilayah pesisir dan laut.

Paragraf 2
Program Akreditasi

Pasal 54

(1) Dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana


dimaksud pada Pasal 46 pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan akreditasi terhadap program
pengelolaan wilayah pesisir yang dapat diajukan
kelompok masyarakat atau organisasi non-pemerintah.

(2) Pemerintah Daerah menetapkan norma, standar dan


pedoman akreditasi untuk program pengelolaan wilayah
pesisir prioritas daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang mencakup :
a. relevansi isu prioritas;
b. proses Konsultasi publik;
c. dampak positif terhadap pelestarian lingkungan
d. dampak terhadap peningkatan kesejahteraaan
masyarakat;
e. kemampuan implementasi yang memadai; dan
f. dukungan kebijakan dan program dari pemerintah
daerah.

(3) Pemerintah Daerah memberikan insentif kepada


pengelola program pengelolaan wilayah pesisir yang
telah mendapat akreditasi berupa :
a. bantuan program sesuai dengan kemampuan
pemerintah yang dapat diarahkan untuk
mengoptimalkan program akreditasi;
b. bantuan teknis.
- 190 -

(4) Pemerintah Daerah berwenang untuk menyusun


dan/atau mengajukan inisiatif pengelolaan pesisir
daerah kepada pemerintah pusat sesuai dengan standar
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(5) Pemerintah Daerah kabupaten berwenang untuk


menyusun dan/atau mengajukan inisiatif pengelolaan
pesisir daerah kepada pemerintah daerah provinsi sesuai
dengan standar kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).

(6) Komisi Pengelola Wilayah Pesisir dan/atau kelompok


masyarakat dapat menyusun dan/atau mengajukan
inisiatif pengelolaan pesisir daerah kepada pemerintah
daerah provinsi dan/atau kabupaten sesuai dengan
standar kriteria senagaimana dimaksud pada ayat (2).

Bagian Keempat
Program Mitra Bahari

Pasal 55

(1) Dalam rangka peningkatan kapasitas pemangku


kepentingan utama dalam pengelolaan pesisir dibentuk
program mitra bahari sebagai forum kerjasama antara
pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha.

(2) Program mitra bahari sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) difasilitasi oleh pemerintah daerah dalam rangka
penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi di tingkat daerah.

(3) Program Mitra Bahari difokuskan pada kegiatan-


kegiatan untuk membantu :
a. pengembangan strategi kebijakan;
b. pendampingan atau penyuluhan;
c. pendidikan, pelatihan; dan
d. penelitian terapan ilmu pengetahuan.
- 191 -

BAB XII

PEMBIAYAAN

Pasal 56

(1) Pemerintah Kabupaten akan mengalokasikan dana


untuk melaksanakan Peraturan Daerah ini, di dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
setiap tahun, dan desa-desa menyiapkan kontribusi
berupa uang, material/ benda dan atau tenaga kerja.

(2) Dana yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan


pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dapat diperoleh
dari pungutan-pungutan atas berbagai komunitas
lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(3) Dana yang, dialokasikan untuk pelatihan,


pengembangan kapasitas, masyarakat, bantuan tehnis,
publikasi dan monitoring serta koordinasi program
dialokasikan kepada desa-desa yang telah mempunyai
program-program dilengkapi dengan rencana
kegiatannya.

(4) Sebagai tambahan atas bantuan keuangan yang diterima


dari Pemerintah Kabupaten, desa-desa memiliki
kebebasan untuk memperoleh dana dari masyarakat atau
pihak-pihak lain sesuai kesepakatan bersama dan tidak
bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

(5) Dana-dana yang diperlukan untuk menjalankan program


pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu berbasis
masyarakat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan desa
dan berdasar keputusan Rencana Pembangunan
Tahunan Desa (RPTD) yang ditetapkan dalam Rapat
Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) atau sejenisnya,
sebagai tambahan atas dana-dana yang dipungut oleh
desa dari para donatur, pendapatan asli desa, dan atau
dari pihak-pihak lain yang tidak mengikat.
- 192 -

(6) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Komisi Pengelola


Wilayah Pesisir dibiayai melalui anggaran dari
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat dan atau
dana yang tidak bertentangan dengan peraturan yang
berlaku.

BAB XIII

JAMINAN LINGKUNGAN

Pasal 57

(1) Jaminan lingkungan adalah upaya penggantian kerugian


untuk mengembalikan keseimbangan keadaan semula,
khususnya apabila suatu kegiatan telah menimbulkan
dampak yang merugikan pihak tertentu.

(2) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup,


setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar
kriteria baku mutu lingkungan hidup.

(3) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup,


pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta
pemulihan daya tampungnya dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Ketentuan mengenai kriteria baku mutu kerusakan


lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan
kerusakan serta pemulihan daya dukungnya
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan Peraturan


Daerah ini, seluruh instruksi, petunjuk atau pedoman yang
ada atau yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini
dinyatakan tetap berlaku.
- 193 -

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini,


sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.

Pasal 60

Peratuan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Ditetapkan di Pangkalan Bun


pada tanggal 26 Maret 2008

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

ttd

H. UJANG ISKANDAR, ST, M.Si


Diundangkan di Pangkalan Bun
pada tanggal 27 Maret 2008.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN


KOTAWARINGIN BARAT,

ttd

Drs. KUSNAN ARIADY N.


NIP. 010 072 420

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT


TAHUN 2008 NOMOR : 5.
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

I. PENJELASAN UMUM
Sumberdaya pesisir dan laut selama ini telah memberi
kesejahteraan bagi ± 60 persen penduduk Indonesia. Demikian juga
wilayah pesisir dan laut di Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan
Tengah merupakan wilayah yang cukup penting, mengandung sumber
daya alam hayati yang sangat potensial dan bermanfaat bagi
kesejahteraan penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat. Namun sumber
daya tersebut belum dikelola secara memadai.

Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut di Kabupaten


Kotawaringin Barat dihadapkan pada kondisi yang mendua. Di satu
pihak, masih ada kawasan pesisir dan laut yang belum dimanfaatkan
atau dikembangkan secara intensif. Di lain pihak, ada beberapa kawasan
pesisir dan laut yang telah dimanfaatkan atau dikembangkan dengan
intensif namun tidak terkendali, sehingga indikasi telah terlampauinya
daya dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi lestari) dari
ekosistem pesisir dan lautan seperti pencemaran, tangkapan berlebihan
(over fishing), degradasi fisik habitat pesisir dan abrasi pantai telah
berlangsung. Fenomena ini telah dan masih berlangsung terutama di
kawasan-kawasan pesisir dan laut yang padat penduduknya dan tinggi
tingkat pembangunannya.

Pembangunan ekosistem wilayah pesisir dan laut adalah


pembangunan seluruh wilayah perairan dengan segenap sumber daya
yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh
karenanya pengelolaan sumber daya pesisir dan laut perlu dilakukan
secara terpadu yang mengintegrasikan antara berbagai kegiatan
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sehingga dapat tercipta
pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut yang berhasil guna.

- 194 -
- 195 -

Alasan ini membawa implikasi bahwa kebijakan dan strategi yang


diterapkan harus bersifat menyeluruh (holistic) dan terpadu antara
sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Apabila hal ini tidak
dilakukan maka kerusakan wilayah pesisir dan laut akan terus
berlangsung.

Kondisi di atas semakin krusial dengan lemahnya dukungan


peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pengelolaan
sumber daya pesisir dan laut yang selama ini belum menampung semua
aspirasi stake holder dan kebanyakan masih bersifat sektoral dan tidak
memihak kepada kepentingan masyarakat.

Fenomena penting lainnya yang cukup memprihatinkan adalah


pada tataran implementasi peraturan perundang-undangan tentang
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut yang tidak
dapat diterapkan oleh masyarakat pesisir dan laut, sehingga sering
terjadi konflik horizontal maupun vertikal yang berpangkal dari aplikasi
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Kotawaringin Barat


merupakan wilayah yang cukup penting, mengandung sumberdaya
alam hayati yang sangat potensial.
Potensi sumberdaya pesisir dan laut yang demikian besar tersebut
memberikan peluang untuk dikembangkan sehingga dapat memberikan
kemakmuran bagi masyarakat dan sekaligus menjadi sumber yang besar
bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun demikian dalam
pemanfaatannya perlu pengelolaan secara benar dan bertanggung jawab.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka diperlukan suatu pengaturan
tentang pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut Kabupaten
Kotawaringin Barat dalam bentuk suatu Peraturan Daerah yang dapat
dijadikan acuan dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu
berbasis masyarakat secara lestari dan berkelanjutan.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas.
- 196 -
Pasal 2
huruf a
Prinsip keseimbangan dan berkelanjutan adalah tiap
kegiatan yang dijalankan harus memperhatikan pemulihan
fungsi ekosistem sehingga pengembangan dan pemanfaatan
sumberdaya mempertimbangkan kelestari-an sumberdaya
yang ada.
huruf b
Prinsip keterpaduan adalah semua kegiatan dalam
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dijalankan
berdasarkan keterpaduan antar sektor, keterpaduan
pengelolaan dan ilmu pengetahuan, keterpaduan antar pihak
dan keterpaduan ruang.
huruf c
Prinsip pengelolaan berbasis masyarakat pesisir adalah
kegiatan dijalankan secara swadaya dan partisipasi aktif dari
oleh dan untuk masyarakat disertai kerjasama semua pihak
terkait, berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
huruf d
Prinsip pemberdayaan masyarakat pesisir adalah kegiatan
dijalankan bertujuan untuk membangun kapasitas dan
kemampuan masyarakat melaksanakan dan mengawasi
pelaksanaan kegiatan sehingga masyarakat memiliki akses
yang adil dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
huruf e
Prinsip akuntabel dan transparan adalah mekanisme
kegiatan dilakukan secara transparan, demokratis, dapat
dipertanggungjawabkan, menjamin kesejahteraan
masyarakat, serta memenuhi kepastian hukum, dijalankan
oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta serta berbagai
pihak yang berkepentingan.
huruf f
Prinsip pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat
lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir adalah
penerimaan oleh pemerintah tentang kenyataan adanya
ketentuan-ketentuan memelihara lingkungan alam sekitar
oleh kelompok-kelompok masyarakat yang telah dijalani
turun-temurun dan telah menunjukan adanya manfaat yang
diterima masyarakat maupun lingkungan.
- 31 -

Pasal 3
Cukup Jelas.

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Cukup Jelas.

Pasal 6
Cukup Jelas.

Pasal 7
Cukup Jelas.

Pasal 8
Cukup Jelas.

Pasal 9
Cukup Jelas.

Pasal 10
Cukup Jelas.

Pasal 11
Cukup Jelas.

Pasal 12
Cukup Jelas.

Pasal 13
Cukup Jelas.

Pasal 14
Cukup Jelas.

Pasal 15
Cukup Jelas.

Pasal 16
Cukup Jelas.
- 198 -

Pasal 17
Cukup Jelas.

Pasal 18
Cukup Jelas.

Pasal 19

ayat (1)
Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang dilakukan
oleh pihak lain selain masyarakat desa setempat, dapat
diberikan ijin oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah
apabila sebelumnya sudah ada ijin tertulis dari Pemerintah
Desa.

ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 20

ayat (1)
Perjanjian tertulis antara pemerintah desa dengan pihak lain
dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dapat
dilakukan setelah pengelolaan oleh pihak lain selain
masyarakat desa mendapat ijin dari Dinas Perikanan dan
Kelautan Daerah. Perjanjian tertulis dapat dibuat di hadapan
dan atau oleh Notaris.

ayat (2)
Jaminan terhadap kelestarian lingkungan hidup dapat berupa
deposito, dan atau bank garansi dan atau jaminan pribadi
sebagai jaminan kelestarian dan pemilihan lingkungan.

ayat (3)
Cukup Jelas.

ayat (4)
Cukup Jelas.

Pasal 21
Cukup Jelas.
- 199 -

Pasal 22
Cukup Jelas.

Pasal 23
Cukup Jelas.

Pasal 24
Cukup Jelas.

Pasal 25
Cukup Jelas.

Pasal 26
Cukup Jelas.

Pasal 27
Cukup Jelas.

Pasal 28
Cukup Jelas.

Pasal 29
Cukup Jelas.

Pasal 30
Cukup Jelas.

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup Jelas.

Pasal 34
Cukup Jelas.

Pasal 35
Cukup Jelas.
- 200 -

Pasal 36
Cukup Jelas.

Pasal 37
Cukup Jelas.

Pasal 38
Cukup Jelas.

Pasal 39
Cukup Jelas.

Pasal 40
Cukup Jelas.

Pasal 41
Cukup Jelas.

Pasal 42
Cukup Jelas.

Pasal 43
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup Jelas.

Pasal 46
Cukup Jelas.

Pasal 47
Cukup Jelas.

Pasal 48
Cukup Jelas.

Pasal 49
Cukup Jelas.
- 201 -

Pasal 50
Cukup Jelas.

Pasal 51
Cukup Jelas.

Pasal 52
Cukup Jelas.

Pasal 53
Cukup Jelas.

Pasal 54
Cukup Jelas.

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Cukup jelas

Pasal 57
Cukup Jelas.

Pasal 58
Cukup Jelas.

Pasal 59
Cukup Jelas.

Pasal 60
Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN


KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1.

Anda mungkin juga menyukai