Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan Bahan Bakar Minyak (BBM)


yang semakin meningkat dari tahun ke tahun berbanding terbalik dengan
ketersediaannya. Menurunnya total suplai bahan bakar minyak tersebut salah
satunya dikarenakan sumber penghasil BBM yaitu fosil semakin lama semakin
berkurang. Salah satu upaya untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap
BBM adalah dengan memanfaatkan energi alternatif terbarukan seperti yang
tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres Republik Indonesia nomor 5 tahun
2006) tentang Kebijakan Energi Nasional, adalah melalui pengembangan energi
terbarukan berbasis nabati atau sering disebut Bahan Bakar Nabati (BBN). Salah
satu contoh bahan bakar berbasis nabati adalah bioetanol.
Bioetanol dapat diperoleh dari fermentasi bahan-bahan yang mengandung
amilum, sukrosa, glukosa maupun fruktosa. Selain sebagai bahan baku farmasi
dan kosmetika, etanol juga dimanfaatkan sebagai bahan cita rasa, obat-obatan dan
komponen anti beku. Namun beberapa tahun ini, perhatian mengarah pada
produksi etanol sebagai bahan bakar dan pelarut kimia (Crueger dan Crueger
1990). Bahan baku bioetanol dapat terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bahan berpati,
berupa ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu ; bahan bergula, berupa molase (tetes
tebu), nira tebu, nira kelapa ; dan bahan berselulosa, berupa limbah logging,
limbah pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung,
onggok (limbah tapioka) (Rama 2008). Salah satu mikroba yang dapat digunakan
dalam produksi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae.
Waktu fermentasi sangat berpengaruh dalam menghasilkan etanol.
Menurut Putra dan Amran (2009), waktu yang dibutuhkan yeast untuk mengubah
gula menjadi etanol berbeda-beda, tergantung kadar gula dan yeast yang
diberikan. Dengan demikian waktu terbaik yang dibutuhkan untuk fermentasi
setiap jenis bahan berbeda-beda. Banyaknya jumlah yeast yang diberikan akan
mempebanyak jumlah mikroba. Mikroba berperan untuk mengubah gula menjadi
etanol. Semakin banyak yeast yang diberikan maka kemungkinan waktu
fermentasi lebih cepat. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai jumlah
yeast dan waktu fermentasi, sehingga didapatkan etanol yang optimal.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui proses pembuatan bioetanol dengan


menggunakan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae dan waktu optimal
dalam menghasilkan yield bioetanol yang maksimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

[Terlampir].

Pembahasan

Mikroorganisme yang umumnya digunakan dalam proses produksi


bioetanol adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan mikroorganisme lain yang dapat
memproduksi bioetanol. Kelebihan tersebut antara lain lebih mudah beradaptasi
dengan lingkungan, lebih tahan terhadap kadar alkohol tinggi dan lebih mudah
didapat. Substrat merupakan bahan baku fermentasi yang mengandung nutrien.
Nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh maupun menghasilkan
produk fermentasi. Nutrien yang paling dibutuhkan oleh mikroba baik untuk
tumbuh maupun untuk menghasilkan produk fermentasi adalah karbohidrat.
Karbohidrat merupakan sumber karbon yang berfungsi sebagai penghasil energi
bagi mikroba, sedangkan nutrien lain seperti protein dibutuhkan dalam jumlah
lebih sedikit daripada karbohidrat. Substrat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah molases yang berasal dari hasil samping produksi gula. Gula-gula tersebut
kemudian akan dikonversi menjadi bioetanol dengan bantuan Saccharomyces
cerevisiae.
Saccharomyces cerevisiae secara prinsipnya dapat mengkonversi gula
menjadi etanol karena adanya enzim invertase dan zimase. Dengan adanya enzim-
enzim ini, Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengkonversi
baik gula dari kelompok monosakarida maupun dari kelompok disakarida. Jika
gula yang tersedia dalam substrat merupakan gula disakarida maka enzim
invertase akan bekerja menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida. Setelah
itu, enzim zimase akan mengubah monosakarida tersebut menjadi alkohol dan
CO2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Judoamidjojo et al (1992), yang
menyatakaan bahwa Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan etanol yang
berasal dari fermentasi gula. Gula akan diubah menjadi bentuk yang paling
sederhana oleh enzim invertase baru kemudian gula sederhana tersebut akan
dikonversi menjadi etanol dengan adanya enzim zimase. Kedua enzim tersebut
dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae. Meskipun Saccharomyces cerevisiae
dapat mengubah gula sederhana menjadi etanol, namun sejumlah penelitian
menyebutkan bahwa Saccharomyces cerevisiae tidak mampu mengkonversi
galaktosa menjadi etanol. Sehingga dalam proses fermentasi bioetanol dari
sumber laktosa, hanya glukosa saja yang diubah menjadi etanol. Hal ini
diungkapkan oleh O’leary et al (2004), yang menyatakan bahwa Saccharomyces
cerevisiae menghidrolisis laktosa whey menjadi glukosa dan galaktosa. Kemudian
glukosa akan dikonversi menjadi etanol sedangkan galaktosa tidak mampu diubah
menjadi etanol. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rubio dan Texeira (2005),
yang menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae lebih mampu beradaptasi
dalam substrat yang mengandung glukosa daripada galaktosa.
Molases atau tetes tebu merupakan hasil samping (by product) pada proses
pembuatan gula. Molases berwujud cairan kental yang diperoleh dari tahap
pemisahan kristal gula. Molases mengandung sebagian besar gula, asam amino
dan mineral. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25-40 %, dan
kadar gula reduksinya 12-35 %. Tebu yang belum masak biasanya memiliki kadar
gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak. Senyawa gula
merupakan komponen dasar yang kemudian dikonversi khamir menjadi etanol.
Fermentasi dari senyawa pati maupun selulosa harus dikenakan perlakuan
pendahuluan terlebih dahulu untuk mendapatkan senyawa gula sehingga tidak
efisien, berbeda dengan senyawa gula dalam molases yang langsung dikonversi
menjadi etanol. Potensi molases di Indonesia pun cukup besar. Komposisi yang
penting dalam molases adalah TSAI (Total Sugar as Inverti) yaitu gabungan dari
sukrosa dan gula reduksi. Molases memiliki kadar TSAI antara 50-65%. Angka
TSAI ini sangat penting bagi industri fermentasi karena semakin besar TSAI akan
semakin menguntungkan (Rochani et al 2016).
Urea merupakan salah satu sumber nutrisi yang mempunyai kadar nitrogen
yang besar yaitu sekitar 46%. Artinya setiap 100 kg urea, di dalamnya terkandung
46 kg unsur hara nitrogen (Wahyuni 2011). Urea merupakan pupuk hasil buatan
persenyawaan NH4 (ammonia) dengan CO2. Jumlah nitrogen yang cukup tinggi
yang terdapat di dalam urea dapat dijadikan sebagai sumber nutrisi untuk yeast
Sachharomyces cerevisiae.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah N, Al-Baarri AN, Mulyani S. 2012. Pengaruh lama fermentasi terhadap


kadar alkohol, pH, dan produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari whey
dengan substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1(2): 72-77.

Judoamidjojo M, Darwis AA, Sa’id EG. 1992. Teknologi Fermentasi Edisi 1.


Jakarta (ID): Rajawali Press.

O'Leary VS, Green R, Sullivan BC, Holsinger VH. 2004. Alcohol production by
selected yeast strains in lactase-hydrolyzed acid whey. Biotechnology and
Bioengineering. 19(10): 19-35.

Rubio, Texeira MA. 2005. Comparative analiysis of the gal genetic switch
between not-so-distant cousins: Saccharomyces cerevisiae versus Kluyveromyces
lactis. FEMS Yeast Research. 5(1): 1115-1128.

Rochani A, Yuniningsih S, Ma’sum Z. 2016. Pengaruh konsentrasi gula larutan


molases terhadap kadar etanol pada proses fermentasi. Jurnal Reka Buana. 1(1):
43-48.

Wahyuni. 2011. Produksi Pupuk Urea di Pabrik Pupuk Sriwijaya. Palembang


(ID): Universitas Sriwijaya.
Crueger W, Crueger A. 1990. Biotechnology a Text Book of Industrial
Microbiology 2nd edition. Sunderland (UK): Sinaver Associates Inc.

Rama P. 2008. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta (ID):
Penerbit Agro Media.

Anda mungkin juga menyukai