Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dengan alam yang subur dan banyak terdapat berbagai macam
sumber energy, vitamin, dan mineral. Namun masalah akibat kurang gizi
dalam Negara yang kaya ini pun banyak terjadi. Kurang gizi dapat terjadi
karena asupan bahan makanan yang tidak seimbang, pengetahuan akan
makanan seimbang yang kurang atau dapat juga terjadi karena pengaruh dari
lingkungan sekitar tempat tinggal. Kasus kurang gizi yang lumrah terjadi di
Indonesia diantaranya Kekurangan Energy Protein (KEP), Kekurangan
Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Dan
Anemia Gizi (ANGI). Penyakit-penyakit kurang gizi tersebut dapat diatasi
jika masyarakat Indonesia memahami pentingnya mengkonsumsi makanan
yang seimbang, bukan hanya makanan yang cepat saji. Diet dengan
mengkonsumsi makanan yang seimbang dengan porsi yang sesuai dapat
membantu dalam proses penyembuhan pada klien-klien dengan masalah
kurang gizi. Maka dari itu pengertian, etiologi, manifestasi, diagnose,
intervensi, evaluasi, pemeriksaan laboratorium dan penunjang, serta contoh
set diet pada klien kurang gizi KEP, KVA, GAKY, dan Anemia Gizi akan
dibahas dalam makalah dengan judul “Diet Kurang Gizi Pada KEP, KVA,
GAKY, dan Anemia Gizi”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimakah penyakit dan diet Kekurangan Energy Protein?
2. Bagaimakah penyakit dan diet Kekurangan Vitamin A?
3. Bagaimakah penyakit dan diet Gangguan Akibat Kekurangan Yodium?
4. Bagaimakah penyakit dan diet Anemia Gizi?

1
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui/membahas tentang penyakit dan diet Kekurangan Energi
Protein
2. Mengetahui/membahas tentang penyakit dan diet Kekurangan Vitamin A
3. Mengetahui/membahas tentang penyakit dan diet Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium
4. Mengetahui/membahas tentang penyakit dan diet Anemia Gizi

2
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Kekurangan Energi Protein


2.1.1 Pengertian
Beberapa pengertian Kurang Energi Protein (KEP):
1. KEP adalah keadaan yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
tertentu sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat
badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS.
2. KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi
buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi
buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus,
kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman
(2000).
2.1.2 Etiologi
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein
dengan berbagai gejala-gejala. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan
dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan
setelah disapih. Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang
energi protein dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Primer meliputi, susunan makanan yang salah, penyedia makanan
yang kurang baik, kemiskinan, ketidaktahuan tentang nutrisi, dan
kebiasan makan yang salah.
2. Sekunder meliputi, gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi
tidak baik, kelainan struktur saluran) dan gangguan psikologis.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan
sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.Tanpa

3
mengukur/melihat BB bila disertai oudema yang bukan karena penyakit
lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor:
1. KWASHIORKOR
a) Edema
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu Pandangan mata sayu
d) Rambut tipis, kemerahan spt warna rambut Rambut tipis,
kemerahan spt warna rambutjagung, mudah dicabut tanpa
jagung, mudah dicabut tanpa sasakit,rontok kit,rontok
e) Perubahan status mental: apatis & rewel Perubahan status
mental: apatis & rewel

2. MARAMUS
a) Tampak sangat kurus
b) Tulang terbungkus kulit
c) Wajah seperti orang tua Wajah seperti orang tua
d) Cengeng, rewel Cengeng, rewel
e) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis Kulit keriput, jaringan
lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (~pakai celana
longgar (~pakai celana longgar--baggy pants)
f) Perut Perut umumnya cekung umumnya cekung
g) Iga gambang Iga gambang
h) Sering disertai: Sering disertai: Penyakit infeksi (umumnya
kronisberulang) dan diare

4
i) Kulit terlihat longgar, tulang rusuk tampak terlihat jelas, kulit
paha berkeriputterlihat, tulangbelakang lebih menonjol dan kulit
dipantat berkeriput ( baggy pant ).

3. MARASMIK – KWASHIORKOR
Beberapa gejala klinik Kwashiorkor danMarasmus dengan BB/
Marasmus dengan BB/TB TB <<--3 SD 3 SD disertai disertai
edema yang tidak mencolok.

2.1.4 Diagnosa Kurang Energi Protein (KEP)


Diagnosa Gambaran klinis, biokimiawi, dan fisiologi KEP
bervariasi dari orang-orang dan bergantung pada keparahan KEP, usia
penderita, ada atau tidaknya kekurangan gizi zat lain, keberadaaan

5
penyakit penyerta, dan kekurangan yang dominan eneridan protein.
Keparahan KEP diukur dengan menggunakan parameter
antropometrik, karena tanda dan gejala klinis serta hasil pemeriksaan
laboratorium biasanya tidak mengalami perubahan, terkecuali jika
pnyakit ini telah sedemikian “parah”. Klasifikasi serta lamanya
penyakit yang telah berlangsug juga ditentukan secara antropometris.
Dalam penilaian antropometris bergantung pada kesederhanaan,
ketepatan,kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; disamping
keberadaaan nilai bahan baku acuan yang akan digunakan sebagai
pembanding. Jika nilai baku suatu negara (Indonesia) belum tersedia,
boleh digunakan baku Internasional. Pembolehan ini didasarkan pada
asumsi bahwa potensi tumbuh kembang-anak pada umunya serupa.
Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama berat dan tinggi
badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap. Baku
acuan ditunjukkan sebagai perbandingan semata, bukan menggambar
keidealan.
2.1.5 Intervensi Kurang Energi Protein (KEP)
Penganggulangan orang yang menderita KEP sangat di anjurkan
dirawat di rumah saja. Menginap di rumah sakit justru meningkatkan
risiko infeksi silang, sementara suasana yang berlainan dengan
keadaan rumah menyebabkan seseorang merasa diasingkan.
Penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal, dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa, sementara fase rahabilitasi diarahkan untuk
memulihkan keadaan gizi. Yang pertama saat pasien tiba dirumah
sakit hingga kondisi pasien stabil dan nafsu makan pulih. Fase ini
biasanya berlangsung selama 2-7 hari. Jika lebih dari 10 hari keadaan
pasien tidak juga pulih, berarti diperlukan upaya tambahan. Upaya
pengobatan awal meliputi:
1. Pengobatan atau pencegahan terhadap hipoglikemia, hipitermia,
dehidrasi, dan pemulihan ketidakimbangan elektrolit
2. Pencegahan jika ada ancaman atau perkembangan renjatan septik

6
3. Pengobatan infeksi
4. Pemberian makanan
5. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan
vitamin, anemia berat, dan payah jantung.
2.1.6 Contoh Set Diet Gizi

Tujuan Prinsip/ Syarat Diet


1. Memberikan makanan 1. Energi 100 kkal/kg BB/ hr
tinggi energi dan protein
2. Protein 1 – 1,5 g/ kg BB/ hr,
secara bertahap sesuai
dengan kemampuan pasien
3. Cairan 100 ml/ kg BB/ hr
untuk mencapai keadaan
gizi optimal. 4. Bila selera makan anak baik,
tahapan pemberian formula
2. Menambah berat badan dapat lebih cepat dalam waktu 2
hingga mencapai berat – 3 hari
badan normal
5. Porsi kecil dan sering

2.2 Penyakit Kekurangan Vitamin A (KVA)


2.2.1 Pengertian
Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan
oleh kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapat
menyebabkan rabun senja, xeroftalmia dan jika kekurangan
berlangsung parah dan berkepanjangan akan mengakibatkan
keratomalasia (Tadesse, Lisanu, 2005). Sedangkan menurut Arisman
tahun 2002, Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik
yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi
keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna.
Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan
penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat

7
pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an
KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.
2.2.2 Etiologi
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena
menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain
serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang
diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Vitamin A
diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan
diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai
pada anak-anak yang terkait dengan kemiskinan, pendidikan rendah,
kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A
(karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih awal, dan
pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A.
Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan
vitamin A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak
balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko
menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir rendah kurang
dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI
sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping
ASI yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di
bawah garis merah pada KMS, anak yang menderita penyakit infeksi
(campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga
miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber vitamin A yang
kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan
imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang
makan makanan sumber vitamin A.
2.2.3 Manifestasi Kekurangan Vitamin A (KVA)
Tanda-tanda awal kekurangan vitamin A:
* Kulit kering
* Lemahnya penglihatan pada malam hari.
* Meningkatnya risiko infeksi, dan metaplasia (kondisi pra-kanker).
* Kekurangan vitamin A yang parah, dapat menyebabkan kebutaan.

8
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika
menderita penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut:
1. Buta senja = XN
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Pada
keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya yang terang.
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tidak dapat
melihat lingkungan yang kurang cahaya.
2. Xerosis konjunctiva = XI A
Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
kusam.
3. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.
Gejala XI B adalah tanda-tanda XI A ditambah dengan bercak bitot,
yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama celah mata
sisi luar. Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel
yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga
dipakai sebagai penentuan prevalensi kurang vitamin A pada
masyarakat. Dalam keadaan berat tanda-tanda pada XI B adalah,
tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva,
konjunctiva tampak menebal, berlipat dan berkerut.
4. Xerosis kornea = X2
Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea, kornea
tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
5. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini
dapat terjadi perforasi kornea. Keratomalasia dan tukak kornea dapat
berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan
membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan

9
umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia
dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.
6. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea
Kornea tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila
luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa
sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak
dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
7. Xeroftalmia Fundus (XF).
Tampak seperti cendolXN, XI A, XI B, X2 biasanya dapat sembuh
kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2
merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena
dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A dan X3 B bila
diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan
dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas
sehingga menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar untuk mencegah
xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup
untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi. Selain itu perlu
memperhatikan kesehatan secara umum (Wardani, 2012).
2.2.4 Diagnosa Dan Intervensi Penyakit Kekurangan Vit A
a) Gangguan sensori-persepsi penglihatan berhubungan dengan:
- gangguan penerimaan sensori/status organ indra
- lingkungan secara terapeutik dibatasi
- menurunnya ketajaman,gangguan penglihatan
- perubahan respons biasanya terhadap rangsang
Intervensi atau tindakan:
1. Kaji ketajaman penglihatan
Rasional: untuk mengetahui ketajaman penglihatan klien dan
member penglihatan menurut ukuran yang baku.
2. Dorong menegkspresikan perasaan tentang kehilangan atau
kemungkinan kehilangan penglihatan.
Rasional : sementara intervensi dini mencegah kebutaan, psien
menghadapi kemungkinan kehilangan penglihatan sebagian atau

10
total.meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tidak dapat
diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapt
dicegah.
3. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan
penglihatan.
Contoh: kurangi kekacauan, atur perabot, perbaiki sinar yang suram
dan masalah penglihatan malam.
Rasional: menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan
perubahan lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan
akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
4. Kolaborasi
a. Test adaptasi gelap
Rasional : untuik mengetahui adanya kelainan atau
abnormalitas dari fungsi penglihatan klien.
b. Pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah.
Rasional: untuk mengetahui keadaan defisiensi keadaan
vitamin A dalama darah sebagai pemicu terjadinya penyakit
xeroftalmia.
c. Pemberian obat sesuai indikasi:
Pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A
oral 50.000 – 75.000 IU/kg BB tidak lebih dari 400.000 -
500.000 IU.
Rasional : pemberian vitamin A dosis terapeutok dapat
mengatasi gangguan penglihatan tahap dini. Dengan
memlberikan dosis vitamin secara teratur dapat
mengembalikan perubahan penglihatan pada mata.
b) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
keterbatasan penglihatan ditandai dengan:
- mata hitam menjadi kering, kusam, keruh, keriput, dan timbul
bercak yang mengganggu penglihatan.
- keluhan PA penglihatan pada senja hari

11
Intervensi/tindakan
1. Orientasi klien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional: meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
2. Anjurkan keluarga untuk tidak memberikan mainan kepada
klien yang yang mudah pecah seperti kaca dan benda-benda
tajam.
Rasional: menghindari pecahnya alat mainan yang dapat
mencedera klien atas benda tajam yang dapat melukai klien.
3. Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada
tempat yang sentral dari pandangan klien.
Rational: memfakuskan lapang pandang dan menghindari
cedera.
c) Ansietas berhubungan dengan:
- Factor fisiologis
- Perubahan status kesehatan: kemungkinan/kenyataan
- Kehilangan penglihatan
Intervensi/Tindakan
1. Kaji tingkat ansietas, timbulnya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional: factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
ancaman diri, potensial siklus ansietas dan dapat
mempengaruhi upaya medic untuk mengontrol terapi yang
diberikan.
2. Berikan informaasi yang akurat dan jujur. Diskusikan
kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat
mencegah kehilangan penglihatan tambahan
Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan
ketidaktahuan/harapan yang akan dating dan berikan dasar
fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan.

12
Rasional: memberikan kesempatan untuk pasien menerima
situasi nyata, mengkelarifikasi salah konsepsi dan pemecahan
masalah.
4. Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional: meberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri
dalam menghadapi masalah.
2.2.5 Evaluasi Penyakit Kekurangan Vitamin A
a. Ketajaman penglihatan klien dalam batas normal.
b. Klien dapat mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan.
c. Klien dapat memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
d. Klien dapat menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam
kemungkinan cedera.
e. Klien dapat Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit
dan pengobatan.
2.2.6 Pemeriksaan Lab dan Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan serum retinol
Bila ditemukan serum retinol <20 ug/dl berarti anak tersebut
menderita KVA subklinis
b. Pemeriksaan serum RBP
c. Pemeriksaan hematologi
d. Pemeriksaan radiografi dan tulang panjang bagi anak-anak
2.2.7 Contoh Set Diet Gizi
Makan pagi Selingan I Makan siang Selingan II Makan malam
Nasi Mangga Nasi Ubi rebus Nasi

Tumis tempe + Sayur bening Jus apel Tumis kangkung


wortel wortel +
bayam
Ikan kembung Semur ayam Hati sapi goreng
goreng

13
Bahan Makanan Satuan Bahan Makanan Satuan
Internasional Internasional
(SI)/100gram (SI)/100gram
Bahan Makanan Bahan Makanan Hewani
Nabati
Jagung muda, kuning, 117 Ayam 810
biji
Jagung kuning panen 440 Hati sapi 43900
baru, biji
Jagung kuning panen 510 Ginjal sapi 1150
lama, biji
Ubi rambat, merah 7700 Telur itik 1230
Lamtoro, biji muda 423 Ikan segar 150
Kacang ijo kering 157 Daging sapi kurus 20
Wortel 12000 Buah :
Bayam 6000 Apokat 180
Daun melinjo 10000 Belimbing 170
Daun singkong 11000 Mangga masak 6350
pohon
Genjer 3800 Apel 90
Kangkung 63000 Jambu biji 25

Tabel Daftar Bahan Makanan Sumber Vitamin A/Karoten

2.3 Penyakit Akibat Gangguan Akibat Kekurangan Yodium


2.3.1 Pengertian
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah rangkaian efek
kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum
seluruhnya terdiri dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik
yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan pendengaran,
gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa. Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY) juga merupakan defisiensi yodium yang

14
berlangsung lama akibat dari pola konsumsi pangan yang kurang
mengkonsumsi yodium sehingga akan mengganggu fungsi kelenjar
tiroid, yang secara perlahan menyebabkan kelenjar membesar sehingga
menyebabkan gondok. Defisiensi yodium akan menguras cadangan
yodium serta mengurangi produksi tetraiodotironin/T4. Penurunan kadar
T4 dalam darah memicu sekresi Thyroid Stimulating Horrmon (TSH)
yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih giat sehingga
fisiknya kemudian membesar (hiperplasi). Pada saat ini efisiensi
pemompaan yodium bertambah yang dibarengi dengan percepatan
pemecahan yodium dalam kelenjar.
2.3.2 Etiologi GAKY
Faktor – Faktor penyebab masalah GAKI antara lain :
 Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah
GAKI. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses
adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam
makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Kelebihan yodium
terjadi apabila yodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus
menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang)
yang mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila
iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi hambatan
hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling.
 Faktor Geografis dan Non Geografis
GAKI sangat erat hubungannya dengan letak geografis suatu daerah,
karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah
pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di
Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit
Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan. Daerah yang
biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain
sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang
notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air
dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun pasti daerah

15
tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik
iodium.
 Faktor Bahan Pangan Goiterogenik
Zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap
hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna,
karena zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan
metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam tubuh.
Giterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat
iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam
kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat
menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk
organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat. Beberapa
jenis Goitrogen yaitu:
a. Kelompok Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat, contoh: ubi
kayu, jagung, rebung, ubi jalar, buncis besar
b. Kelompok tiourea, tionamide, tioglikoside, vioflavanoid dan
disulfida alifatik, contoh : berbagai makanan pokok di daerah
tropis seperti sorgum, kacang-kacangan, bawang merah dan
bawang putih
c. Kelompok Sianida, contoh: daun + umbi singkong , gaplek,
gadung, rebung, daun ketela, kecipir, dan terung
d. Kelompok Mimosin, contoh: pete cina dan lamtoro
e. Kelompok Isothiosianat, contoh: daun papaya
f. Kelompok Asam, contoh: jeruk nipis, belimbing wuluh dan cuka
g. Kelompok yang bekerja pada proses proteolisis dan rilis hormon
tiroid
 Faktor Zat Gizi Lain
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap
pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap
transportasi hormon. Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam
serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan
bebas. Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3

16
dan T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH
maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.
2.3.3 Manifestasi Klinis GAKY
Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang
ditimbulkan , seperti:
1. Terhadap Pertumbuhan
- Pertumbuhan yang tidak normal.
- Pada keadaan yang parah terjadi kretinisme
- Keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan
- Tingkat kecerdasan yang rendah
- Mulut menganga dan lidah tampak dari luar
- Bayi yang terganggu perkembangan sistem sarafnya sehingga
mempengaruhi kemampuan psikomotoriknya.
2. Kelangsungan Hidup
- Wanita hamil didaerah endemik GAKY akan mengalami
berbagai gangguan kehamilan antara lain: abortus, bayi lahir
mati, dan hipothryroid pada neonatal
3. Perkembangan Intelegensia
- Setiap penderita Gondok akan mengalami defisit IQ Point
sebesar 5 Point dibawah normal
- Setiap Penderita Kretinisme akan mengalami defisit sebesar
50 Point dibawah normal. Iodium diperlukan khususnya
untuk biosintesis hormon tiroid yang beriodium. Iodium
dalam makanan diubah menjadi iodida dan hampir secara
sempurna iodida yang dikonsumsi diserap dari sistem
gastrointestinal. Yodium sangat erat kaitannya dengan tingkat
kecerdasan anak. Dampak yang ditimbulkan dari kekurangan
konsumsi yodium yang berada dalamtubuh, akan sangat
buruk akibatnya bagi kecerdasan anak, karena bisa
menurunkan 11-13 nilai IQ anak.

17
4. Pertumbuhan Sosial
Dampak sosial yang ditimbulkan oleh GAKY berupa
terjadinya gangguan perkembangan mental, lamban berpikir,
kurang bergairah sehingga orang semacam ini sulit dididik dan di
motivasi.
5. Perkembangan Ekonomi
GAKI akan mengalami gangguan metabolisme sehingga
badannya akan merasa dingin dan lesu sehingga akan
berakibatnya rendahnya produktivitas kerja, yang akan
mempengaruhi hasil pendapatan keluarga.
2.3.4 Diagnosa GAKY

Tabel Kriteria Keparahan dan Signifikasi Masalah Kesehatan


GAKY(WHO: 1994)

Gambaran klinis Rata –


TGR rata kadar Prioritas
Keparahan
G H K (%) urine koreksi
(µg/L)

Derajat 0 0 0 0 <5,0 ≤100 -


[normal]

Derajat I [ringan] + 0 0 5,0-19,9 50-99 Penting

Derajat II ++ + 0 20,0- 20-49 Segera


[sedang] 29,9

Derajat III ++ +++ ++ ≥30,0 <20 Kritis


[parah]

Keterangan:

0 = tidak ada; + = ringan; ++ = sedang; +++ = sangat berat


G = goitre; H = hipotiroidisme; K= kretin; TGR = total goitre rate

18
2.3.5 Implementasi GAKY
1. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), merupakan sebuah
strategi pemberdayakan masyarakat dan komponen terkait agar
mempunyai visi dan misi yang sama untuk menanggulangi GAKY
melalui kegiatan pemasyarakatan informasi, advokasi,
pendidikan/penyuluhan tentang ancaman GAKY bagi kualitas
sumber daya manusia.
2. Surveillans, merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan
secara berkesinambungan terhadap beberapa indikator untuk dapat
melakukan deteksi dini adanya masalah yang mungkin timbul agar
dapat dilakukan tindakan/intervensi sehingga keadaan lebih buruk
dapat dicegah. Kegunaan surveillans yaitu mengetahui luas dan
beratnya masalah pada situasi terakhir, mengetahui daerah yang
harus mendapat prioritas, memperkirakan kebutuhan sumber daya
yang diperlukan untuk intervensi, mengetahui sasaran yang paling
tepat dan mengevaluasi keberhasilan program.
3. Iodisasi garam, merupakan kegiatan fortifikasi garam dengan
Kalium Iodat (KOI3). Tujuan kegiatan ini agar semua garam
yodium yang dikonsumsi masyarakat mengandung yodium
minimal 30 ppm. Target program ini 90% masyarakat
mengkonsumsi garam beryodium yang cukup (30 ppm).
2.3.6 Pemeriksaan Lab dan Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Diagnostik
Adapun cara – cara pemeriksaan untuk mengetahui adanya GAKI
adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan antropometri tang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan pemeriksaan klinis GAKI dapat dilihat
dari gejala - gejala yang muncul pada tubuh seseorang, antara
lain:
- Seseorang menjadi malas dan lamban
- Kelenjar tiroid membesar yang biasa disebut sebagai
gondok di masyarakat. Gondok ini diakibatkan

19
karenakonsentrasi hormon tiroid menurun dan hormone
perangsang tiroid / TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
meningkat
- Pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin, dan dalam keadaan berat bayi
lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta
hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme.
2. Pemeriksaan laboratorium
Penilaian status GAKI yaitu menggunakan urine, di daerah
endemis berat (<25 ug/ g kreatinin) dan sedang (25-50 ug/g
kreatinin). Iodium urine biasanya akan menurun sebelum struma
muncul. Selain itu dapat juga denganmelakukan pemeriksaan pada
kadar hormone tiroid serum yang dilakukan dengan mengambil
sampel pada pembuluh darah vena. Tetapi pemeriksaan ini
dianggap kurang efektif karena biaya yang dibutuhkan
untuk pemeriksaan akan lebih mahal dan tingkat kesulitannya
yang tinggi. Pemeriksaan status gizi secara lab dapatmendiagnosis
kurang gizi lebih dini sebelum tanda-tanda klinis muncul.
3. Pemeriksaan dietetic
Pemeriksaan dietetic pada penderita GAKI dapat dilihat
dari asupan makanan yang dikonsumsi, antara lain
sebagai berikut:
 Asupan energy dan protein
Gangguan akibat kekurangan yodium secara tidak langsung
dapat disebabkan oleh asupan energi yang rendah,karena
kebutuhan energy akan diambil dari asupan protein. Protein
(albumin, globulin, prealbumin) merupakanalat transport
hormon tiroid. Protein transport berfungsi mencegah hormon
tiroid keluar dari sirkulasi dansebagai cadangan hormon.
 Status gizi
Pengaruh status gizi terhadap kejadian GAKI masih belum
banyak diteliti, namun secara teoritis cadanganlemak

20
merupakan tempat penyimpanan yodium. Jumlah simpanan
yodium di dalam tubuh setiap individu akan berbeda sesuai
dengan kondisi status gizinya (Oenzil, 1996). Kadar yodium
urin anak dengan status gizi baik lebih tinggi dibandingkan
dengan anak dengan status gizi kurang setelah diberikan kapsul
yodium selama 3hari berturut-turut (Prihartini, 2004). Status
gizi kurang atau buruk akan berisiko pada biosintesis hormon
tiroidkarena kurangnya TBP (Thyroxin binding Protein),
sehingga sintesis hormon tiroid akan
berkurang(Djokomoeljanto, 1987).
 Pangan goitrogenik
Ada dua jenis zat goitrogenik yang berasal dari bahan pangan
yaitu: Tiosianat, terdapat dalam sayuran kobis, kembang kol,
sawi, rebung, ketela rambat dan jewawut, singkong;
Isotiosianat, terdapat pada kobis. Zat goitrogenik adalah
senyawa yang dapat mengganggu struktur dan fungsi hormon
tiroid secara langsung dan tidak langsung.
2.3.7 Contoh Set Diet Gizi
a. Pemberian makanan atau bahan makanan yang tinggi akan
yodium, seperti hasil laut (sea food) dan hasil olahannya, dan lain –
lain.
b. Batasi atau hindari makanan atau bahan makanan yang tinggi zat
goitrogenik, seperti kol, sawi, ubi kayu (pohong), ubi
jalar, rebung, buncis, makanan yang panas, pedas dan
rempah-rempah, dan lain sebagainya.
c. Pemberian makanan yang mengandung vitamin A,
karena vitamin A dapatmenghambat absorbsi yodium.
Karena vitamin A bersifat larut lemak, maka pemberian
vitamin A harus cukup.
d. P e m b e r i a n c a i r a n c uk u p .

21
2.4 Penyakit Anemia Gizi (ANGI)
2.4.1 Pengertian
Anemia gizi adalah keadaan dengan kadar hemoglobin, hematocrit,
dan sel darah merah yang lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat
dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan esensial.
2.4.2 Etiologi
ANGI disebabkan oleh kekurangan zat gizi besi, asam folat atau
vitamin B12.Secara umum ada 3 penyebab anemia gizi, yaitu:
1. Kehilangan darah secara kronis sebagai dampak pendarahan
kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, investasi
parasite, dan proses keganasan.
2. Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat.
3. Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel
darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan
bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui.
2.4.3 Manifestasi Klinis
Tanda:
- Tanda khas: stomatitis angularis, glositis, disfagia, hipokloridia,
koilonikia, dan pagofagia
- Tanda yang kurang khas: kelelahan, anoeksia, kepekaan terhadap
infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja intelektual
serta kemampuan kerja menyusut.
Gejala:
Mudah lelah, letih, lesu, berdebar, takikardia, sering mengeluh pusing
dan mata berkunang-kunang. Gejala lanjut berupa pucat pada telapak
tangan, kuku, dan konjungtiva palpebral, bibir, dan lidah
2.4.4 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin
leukopenia atau penurunan granulosit)respon inflamasi tertekan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan

22
mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen /
nutrisi ke sel.
2.4.5 Interrvensi
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin
leukopenia atau penurunan granulosit) respon inflamasi tertekan.
a. Tujuan: agar infeksi tidak terjadi
b. Kriteria hasil: mengidentifikasi perilaku untuk mencegah /
menurunkan risiko infeksi dan meningkatkan penembuhan
luka.
c. Intervensi:
- Anjuran pasien untuk mencuci tangan.
- Berikan perawatan kulit, perianal, dan oral.
d. Rasional:
- Mencegah kontaminasi mikroorganisme.
- Menurunkan risiko kerusakan kulit, jaringan atau infeksi.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen /
nutrisi ke sel.
a. Tujuan: peningkatan perfusi jaringan
b. Kriteria hasil: penunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda
vital stabil.
c. Intervensi:
- Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit /
membran mukosa, dasar kuku.
- Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

23
d. Rasional:
- Memberikan informasi tentang derajat / keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
- Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
a. Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan / mempertahankan berat badan
dengan nilai laboratorium normal.
- Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
- Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan atau mempertahankan berat badan yang
sesuai.
c. Intervensi
- Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
- Observasi adn catat untuk masukan makanan untuk
penderita anemia.
- Timbang berat badan setiap hari.
- Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau
makan diantara waktu makan.
d. Rasional
- Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukkan kalori
atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
- Memudahkan intervensi.
- Mengawasi penurunan berat badan.
- Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukan
nutrisi.

24
2.4.6 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan
melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya (Lynda
Juall Capenito, 1999:28). Evaluasi pada pasien dengan diagnose
medis anemia adalah, infeksi tidak terjadi, kebutuhan nutrisi
terpenuhi, dan peningkatan perfusi jaringan.
2.4.7 Pemeriksaan Laboratorium
1. Jumlah Hb lebih rendah dari nornal (12-14 g/dl)
2. Kadar Ht menurun (normal 37%-41%)
3. Peningkatan bilirubin total
4. Terlihat retikulositosis dan sverositosis pada apusan darah tepi
5. Terdapat pansitopenia,sumsum tulang kosong diganti lemak
2.4.8 Contoh Set Diet Gizi
 Makan pagi: sajikan empat sendok makanoatmeal ditambah
dengan taburan kismis dan satu cangkir jus jeruk.
 Makan siang: daging sapi panggang dan dua potong roti,
tambahkan satu cangkir stroberi, wortel, dan yoghurt.
 Makan malam: dada ayam panggang dan kentang panggang
dengan margarin, tambahkan satu cangkir kacang dan brokoli
kukus sebagai sayurannya.

25
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Diet makanan yang dilakukan pada klien kurang gizi KEP, KVA, GAKY,
dan Anemia Gizi dapat dilakukan dengan memberikan porsi makanan yang
seimbang dan sesuai kebutuhan. Dalam pemberian makanan pada klien
kurang gizi dilakukan dengan porsi kecil dan sering. Dalam pemberian diet
harus diperhatikan bahan makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi oleh klien. Sehingga dapat membantu dalam proses
penyembuhan klien.

3.2 Saran
Pemberian diet pada klien kurang gizi harus diperhatikan zat gizi apa yang
diperlukan oleh klien. Bahan makanan apa yang boleh diberikan dan tidak
boleh diberikan juga harus diperhatikan dalam pemberian diet pasien.

26
DAFTAR RUJUKAN

27

Anda mungkin juga menyukai