Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN

IBU DENGAN MIOMA UTERI

NAMA KELOMPOK:

1. ANTESA PRADITA
2. IKE APRILIA NURJANAH
3. LINA NURKHOFIVAH
4. NURSINTA DEVI
5. RAHMAD
6. TIARA ASIH PANGESTU
7. WIDDYA
8. YULIA MONICA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
tentang “Asuhan Keperawatan Mioma Uteri.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata


kuliah Sistem Reproduksi II. Keberhasilan kami dalam penulisan
makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
kami menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini maih jauh dari kesempurnaan


baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Pringsewu, 25 februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................i
Kata Pengantar ....................................................................................................ii
Dafta Isi ...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan masalah .......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ....................................................................................................3
B. Patofisiologi ................................................................................................4
C. Tanda dan Gejala .........................................................................................4
D. Pemeriksaan penunjang ...............................................................................14
E. Komplikasi ..................................................................................................15
F. Penatalaksanaan ..........................................................................................15
G. Pengkajian ...................................................................................................15
H. Diagnosa keperawatan .................................................................................20
I. Intervensi Keperawatan ...............................................................................22

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................43
B. Saran ............................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal adalah
dengan memperhatikan kesehatan wanita khususnya kesehatan reproduksi,
karena hal tersebut dampaknya luas dan menyangkut berbagai aspek
kehidupan. Kesehatan reproduksi wanita memberikan pengaruh yang besar
dan berperan penting terhadap kelanjutan generasi bangsa. Kesehatan
reproduksi wanita juga merupakan parameter kemampuan negara dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan
reproduksi wanita yang menjadi masalah salah satunya adalah mioma uteri
yang insidennya terus mengalami peningkatan. Kejadian mioma uteri di
indonesia sebesar 2,39% - 11,70% pada semua penderita ginekologi yang di
rawat. Mioma uteri merupakan salah satu tumor jinak pada daerah rahim lebih
tepatnya otot rahim dan jaringan ikat disekitarnya. Tumor jinak ini berasal dari
otot uteri dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri dikenal juga
dengan istilat fibromioma leoimioma atau fibroid (desen, 2013 ). Mioma ini
paling sering ditemukan pada wanita usia 35-45 tahun (<25%) dan jarang
ditemukan pada wanita usia kurang dari 20 tahun. Wanita yang sering
melahirkan sedikit kemungkinanya untuk perkembangan mioma ini
dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah hamil atau hanya 1x hamil.
Statistik menunjukan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak
pernah hamil atau hanya 1x hamil. Prevalensi meningkat apabila ditemukan
riwayat keluarga, ras dan nulipara. Mioma uteri terjadi pada 10% wanita ras
kaukasia dan 30% wanita kulit hitam predisposisi genetik dan faktor faktor
lingkungan misalnya fariasi hormon dapat menjadi pencetusnya. Setelah
menopause mioma menyusut karena stimulasi estrogen sudah menurun.
Sekitar 1 dari 1000 kasus mioma merupakan leiomiosarkoma atau karsinoma
(sinclair, 2010) sebagian besar kasus mioma uteri merupakan asimtomatik,

1
sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan pada
uterusnya. Gejala klinik yang terutama ditimbulkan diantaranya perdarahan
menstruasi yang berlebihan, nyeri pelvis atau nyeri akibat penekanan masa
tumor abortus berulang infeksi dan infertilitas (sinclair, 2010) mioma uteri
yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0.32% sampai 0.6% dari
seluruh mioma dan merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus
(prawirohardjo, 2007). Studi yang dilakukan oleh ekine dkk 2015
menyebutkan bahwa angka kejadian gangguan reproduksi dinegara
berkembang mencapai 36% dari total beban sakit yang diderita selama masa
produktif. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-35% dari seluruh
wanita didunia (ekine dkk, 2015). National Center For Chronick Disease
Prevention and Health Promotion Periode 1994-1999, melaporkan bahwa
mioma uteri merupakan salah satu penyebab dilakukannya tindakan
histerektomi pada wanita usia reproduktif 7.403 dari 3.525,237 histerektomi
atau sekitar 2.1 per 1000 wanita. Menurut Center of Disease Prevention and
Control (CDC tahun 2013) yang dikutip dari Medikal Journal menyebutkan
bahwa tindakan histerektomi dilakukan pada sekitar 5/1000 wanita amerika
setiap tahun (Bhati 2013).

B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar mioma uteri, yang meliputi definisi,
etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksaan dalam lingkup medis dan keperawatan.
2. Mambantu menyusun asuhan keperawatan untuk kasus yangakan datang,
mulai dari pengkajian, menganalisa data, menentukan prioritas masalah,
menyusun intervensi, melakukan tindakan keperawatan.

C. Manfaat penulisan
Diharapkan dengan adanya asuhan keperawatan pada pasien dengan mioma
uteri, bisa membantu perawat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
terhadap pasien yang mengalami mioma uteri, serta dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien serta dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mioma Uteri


Mioma uteri adalah suatu tumor jinak pada rahim yang berasal dari otot
rahim. Biasa disebut mioma atau myom atau tumor otot rahim (Rukiah,
2012: 141).
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot
polos rahim (Winkjosastro, 2011: 274).
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim yang disertai jaringan
ikatnya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot
polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat
jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya
yang dominan. Tumor ini membutuhkan waktu 4-5 tahun dan untuk
mencapai ukuran sebesar buah jeruk. Tumor ini sering pula ditemukan
pada wanita yang belum pernah hamil atau sulit hamil ( infertil). (Setiati,
2009: 82- 84).
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot
polos rahim. Mioma uteri pada 20-50% perempuan pada usia produktif,
tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidennya 3-9 kali
lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih.
Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri pada ras
kulit berwarna ( Sarwono, 2011: 274).
Neoplsama jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat, sehingga
diekanl juga dengan istilah fibromioma, lelomioma, ataupun fibroid.
Berdasarkan otopsi 27% wanita berumur 25 tahun mmempunyai sarang
mioma. Mioma uteri belum pernah di laporkan sebelum menarce. Setelah
menopouse hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di
indonesia mioma uteri ditemukan 2,37%- 11,7 pada semua penderita
ginekologi yang di rawat . ( Sarwono, 2011 : 338).

3
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mioma uteri
adalah sebuah tumor jinak yang ada didalam rahim dan tumor tersebut
berasal dari otot polos rahim. Karena berasal dari otot polos rahim maka
biasa disebut tumor otot rahim atau mioma dan myom.

B. Anatomi fisiologi

Secara umum alat reproduksi wanita dibagi atas organ eksternal dan
internal. Organ interna yang terletak dalam rongga velpis dan ditopang
oleh lantai pelvis dan genital eksterna yang terletak di perineum.
 Organ Eksterna
1) Mons veneris/mons pubis
Adalah bantalan berisi lemak subkutan bebentuk bulat yang lunak
dan padat yang terletak dipermukaan anterior simphisis pubis.
Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak)
berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan sex.
2) Labia mayora
merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang
ditutupi kulit dari rectum. Panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3
cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Labia mayora
melindungi memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis

4
sampai ke sekitar I inci labia minora, meatus urinarius, dan introtus
vagina (muara vagina).
3) Labia minora
Terletak diantara 2 labia mayora, merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah
bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, sementara bagian
lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan
medial labia minora sama dengan mukosa vagina merah muda dan
basah. Pembuluh darah yang sangat anyak membuat labia berwarna
merah kemerahan dan memungkinkan labia minora membengkak.
4) Klitoris
Adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil,
silinder, erektik dan letaknya dekat ujung superior vulva. organ ini
menonjo ke bawah diantara ujung labia minora. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
5) Vulva
Berbentuk lonjong, dengan ukuran panjang dari muka ke belakang
dan dibatasi di muka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir
kecil, dan di belakang oleh perineum, embriologik sesuai dengan
sinus urogenitalis. Di vulva 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan
orisifium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-
5 mm dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup oleh
lipatan-lipatan selaput vagina.
6) Vestibulum
Merupakan daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak diantara labia minora, klitoris dan fourchette, vestibulum
terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar
paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir
mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodorant,semprot,garam-
garaman,busa sabun) panas, dan friksi (celana jins yang ketat).

5
7) Perineum
Merupakan daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
Penggunaan istilah vulva dan perineum tertukar, tetapi secara tidak
tepat.
8) Fourchette
Merupakan lipatan jaringan tranversal yang pipih dan tipis.
Terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan labia
minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan
kecil dan fosa nafikularis terletak diantara fourchette dan himen.

 Organ Interna
1) Vagina
Suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di
belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus
(muara eksterna di vestbulum diantara labia minora vulva) sampai
serviks. Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat
melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks
ke bagian dan vagina, panjang dinding anterior vagina hanya
sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior 9 cm. ceruk
yang terbentuk disekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut
foniks kanan, kiri, anterior dan posterior. Mukosa vagina berespon

6
dengan cepat terhadap stimulus estrogen dan progesterone. Sel-sel
mukosa tanggal terutama siklus menstruasi dan selama masa hamil.
Sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari
traktus genitalia atas atau bawah. Cairan sedikit asam, intraksi
antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan
keasaman. Apabila ph di atas 5 koma insiden infeksi vagina
meningkat.

2) Uterus
Uterus merupakan organ berdingding tebal,muscular,pipih,cekung
yang tampak mirip buah pir terbalik. Pada wanita dewasa yang
belum pernah hamil, berat uterus adalah 60 gram (2 ons) uterus
normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan
teraba padat, derajat kepadatan ini bervariasi bergantung pada
beberapa faktor. Misalnya, uterus lebih banyak mengandung
rongga selama fase sekresi, silus menstruasi, lebih lunak selama
masa hamil, dan lebih padat setelah menopause. 3 fungsi uterus
adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium,
kehamilan dan persalinan. Fungsi-fungsi ini esensial untuk
reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk kelangsungan fisiologi
wanita.
3) Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara korpus
uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan
ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm,
tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran
mukosa.

7
Tuba fallopi terdiri atas:
a) Pars intersisialis
Bagian yang terdapat di dinding uterus
b) Pars ismika
Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
c) Pars ampularis
Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi
d) Pars infundibulum
Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbria
4) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel,
fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum. Serta sintesis
dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm,
lebar 1,5-3cm, dan tebal 0,6-1cm.
Ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang
tuba falopi. Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni
bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan
ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi kristal
iliaka anterior superior, dan ligamentum ovari proprium.
(Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004)

C. Etiologi
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang
sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon
reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif
(Winkjosastro, 2011: 274). Namun, pertumbuhannya tampak berkaitan
dengan stimulasi estrogen karena mioma sering membesar pada saat
kehamilan dan penggunaan obat kontrasepsi oral, dan menyusut saat
menopouse. Mungkin juga terdapat komponen genetik (Suslia, 2014: 463).

8
Ada beberapa faktor yang diduga merupakan penyebab terjadinya mioma
uteri, antara lain ( aspiani, 2017) :
1) Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun. Ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis pada usia antara 35-45 tahun.
2) Paritas
Lebih sering terjadi pada multipara atau pada wanita yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya, mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas atau apakah keadaan kedua ini saling
mempengaruhi.
3) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek esterogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
4) Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke,
berkembang setelah kehamilan, dan mengalami regresi setelah
menopouse. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga
terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Pertumbuhan
mioma uteri sangat cepat saat kehamilan dan jika dilakukan terapi
ekstrogen eksogen. Mioma akan mengecil pada saat menopouse dan
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim
hydroxydesidrosenase mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Efek estrogen pada pertumbuhan

9
mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen
terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Progesteron
merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan mioma dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydsidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron,
faktor pertumbuhan epidermal, dan insuline-like growth factor
pertama yang distimulasi oleh estrogen (Setiati, 2009: 86-88).
5) Makanan
Makanan dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri.
6) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderitamioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinana untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
mioma uteri.

Selain itu terdapat faktor lain yang juga merupakan faktor-faktor


terbentuknya tumur, yaitu :
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor terjadinya reflikasi pada saat sel-sel
yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan
genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak serta merta semua anak perempuannya
akan mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami
kesalahan genetika harus mengalami kerusakan terlebih dahulu
sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidakdapat di
cegah, namun faktor eksternal dapat di cegah. Menurut WHO, 10-

10
15% kanker disebabkan oleh faktor internal dan 85% disebabkan
oleh faktor eksternal. ( Aspiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasal dari bahan kimia, baik bahan kimi
yang ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang
berasal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam
makanan seperti pengawet dan pewarna makanan. Cara memasak
juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang
berbahaya.
Kuman yang hdiup dalam makanan juga dapat menyebarkan
racun, misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat
hubungannya dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang
virus, makin besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker.
Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya
sering menghasikan senyawa yang lebih berbahaya bagi tubuh
yaitu senyawa yang bersifat radikal atau karsinogenik. Zat
karsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan


tumor pada mioma, disamping faktor predisposisi genetik, yaitu :
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menache. Sering kali
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan
dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil
pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium
dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase
mengubah estradiol ( sebuah esterogen kuat) menjadi estogen (
estrogen lemah). Aktivasi enzim ini berkurang pada jaringan

11
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua
cara, yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan ( growth hormon)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktifitas biologik
serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi
kesaan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan esterogen.

D. Patofisiologi
Asal mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim.
Beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan
rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor
estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium)
sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering sekali tumbuh lebih cepat pada
kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang
ukurannya setelah menopouse (mengecil pada pasca menopouse). Sering
kali tumor jinak rahim kearah rongga ini membesar dan bertumbuh keluar
dari mulut rahim. Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari
satu, teraba seperti kenyal, bentuknya bulat dan berbenjol-benjol sesuai
ukuran tumor. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun
bisa juga mencapai lima kilogram atau lebih (Rukiyah, 2012: 141)
Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka
mioma dapat mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai
berikut :

12
1. Degenerasi Jinak
a) Atrofi
Ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah
persalinan atau menopouse.
b) Hialin
Terjadi pada mioma yang telah matang atau “tua” di mana bagian
yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan
pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan,
melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda
terjadinya degenerasi hialin.
c) Kistik
Setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan
cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik.
Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut dapat
menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum
peritonium, atau retroperitonium.
d) Kalsifikasi
Disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai
mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang
dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di
dalam tumor.
e) Septik
Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di
bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai
dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut.
f) Kaneus
Disebut juga degenerasi merah yang diakibatkan oleh trombosis
yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan
sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi jenis
ini, seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena
kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih &

13
diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan
terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa
nyeri tetapi akan menghilang sendiri (self limited).
g) Miksomatosa
Disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah proses
degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan
umumnya asimtomatik.

2. Degenerasi Ganas
Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) terjadi pada
0,1% - 0,5% penderita mioma uteri (Winkjosastro, 2011: 275-276).

E. Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%,
sisanya adalah dari korpus uteri. Sesuai dengan lokasinya, mioma ini
dibagi menjadi tiga jenis, antara lain :
1) Mioma uteri Submukosum
Mioma ini berada di bawah lapisan endometrium dan menonjol ke
dalam kavum uteri, dapat tumbuh bertangkai dan dilahirkan melalui
serviks (myomgemburt) (Rasjidi, 2010: 25). Pengaruhnya pada
vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan
terjadinya perdarahan ireguler. Mioma jenis ini dapat bertangkai
panjang sehingga dapat keluar melalui ostium serviks. Yang harus
diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan
terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi
(Winkjosastro, 2011: 275).
2) Mioma Intramural
Mioma ini terletak di dalam dinding uterus diantara serabut
miometrium (Rasjidi, 2010: 26).
Mioma intramural atau insterstisiel adalah mioma yang berkembang
diantara miometrium (Winkjosastro, 2011: 275).

14
Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti, kecuali
rasa tidak enak Karena adanya masa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan
kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat
besar, padat ( jaringan ikat dominan), lunak ( jaringan otot rahim
dominan).
3) Mioma Subserosum/ subserosa
Tumbuh keluar dinding uterus hingga menonjol pada permukaan
uterus, diliputi oleh lapisan serosa (Rasjidi, 2010: 26). Mioma
subserosa juga dapat menjadi parasit omentum atau usus untuk
vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya (Winkjosastro, 2011:
275).

Gambar Klasifikasi Mioma Uteri

F. Tanda dan Gejala


Gejala klinik hanya terjadi pada 35% -50% penderita mioma. Hampir
sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di
dalam uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan
penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang
diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa :
1. Perdarahan Abnomal Uterus

15
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini
terjadi pada 30% penderita. Bentuk pendarahan yang ditemukan
berupa menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Bila terjadi secara
kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila
berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk
dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Pendarahan abnormal dapat
disebabkan oleh karena bertambahnya area permukaan dari
endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otor rahim,
distorsi dan kongersti dari pembuluh darah dan sekitarnya serta
ulserasi dari lapisan endometrium. Perdarahan pada mioma submukosa
seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium,
tekanan dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena)
atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali
menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan
dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang
keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek
tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.
2. Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila
kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait
dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi
tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk
mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen
akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau
degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti
peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga
menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi
pada penderita mioma yang menekan persarafan yang berjalan di atas
permukaan tulang pelvis.
3. Efek Penekanan

16
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi
tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ
dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan
terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi
saluran cerna perlekatannya dengan omentum menyebabkan
strangulasi (penyumbatan), dispareunia, dan infertilitas.
Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter,
kandung kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali
melalui pemeriksaan Intra Vena Pielografi (IVP), kontras saluran
cerna, rontgen, dan Magnetic Resonan Imaging (MRI). Abortus
spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma
terhadap kavum uteri (Winkjosastro, 2011: 277).
Menurut Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti (2012: 142), gejala yang
timbul pada pasien mioma uteri bergantung pada lokasi dan besarnya
tumor, namun yang paling sering ditemukan adalah :
a) Sering abortus karena terdapat gangguan tumbuh kembang janin
dalam rahim melalui plasenta.
b) Gejala sekunder biasanya terjadi anemia (pendarahan), uremia
(desakan ureter menimbulkan gangguan fungsi ginjal).
c) Pendarahan yang banyak dan lama selama masa haid ataupun
diluar masa haid.
d) Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkai tumor,
serta adanya infeksi di dalam rahim
e) Penekanan organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter,
rektum atau organ rongga panggul lainnya, menimbulkan gangguan
buang air basar dan buang air kecil, pelebaran pembuluh darah
vena dalam pangggul, gangguan ginjal karena pembengkakan
tangkai tumor .
f) Gangguan sulit hamil karena terjadi penekanan pada saluran indung
telur .
g) Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal;

17
h) Sering kali penderita merasa nyeri akibat mioma mengalami
degenerasi atau kontraksi uterus berlebihan pada mioma yang
tumbuh ke dalam rongga rahim. Pasangan suami istri sering kali
sulit untuk punya anak (infertilitas) disebabkan gangguan pada
tuba, gangguan implantasi pada endometrium, penyumbatan dan
sebagainya.

G. Pemeriksaan penunjang
1. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium
dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat di deteksi
dengan CT Scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih
mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leimiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Laboratorium
Darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
3. Foto BNO/IVP
Pemeriksaan penunjang ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histereskopi
Untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi
Untuk mengevaluasi masa pada pelvis
6. D/K (dilatasi dan kuretase)
Pada enderita yang disertai pendarahan untuk menyingkirkan
kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau adenosarkoma
endometrium) (Achdiat M, 2004), ( Mansjoer, Arif, 2001),
(Prawiharjo,S, 1999)

18
H. Komplikasi
1. Pendarahan sampai terjadi anemia
2. Torsi tungkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa
b. Mioma uter submukosa
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dpat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik terhadap kehamilan
a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan
1) . Infertilitas
2) . Abosrtus
3) . Persalinan prematuritas dan kelainan letak
4) . Inersia uteri
5) . Gangguan jalan persalinan
6) . Pendarahan post partum
7) . Retensio plasenta
b. Pengaruh kehamilan pada mioma uteri
1). Mioma cepat membesar karena rangsangan esterogen
2). Kemungkinan torsi mioma bertungkai
3). Nekrobiosis ( degenerasi merah) , pasien dapat mengeluh nyeri
dan demam derajat rendah.

I. Penatalaksanaan Medik
Penanganan mioma harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan,
konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum, dan gejala yang
ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya perbaikan
yang diperlukan termasuk nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun
tranfusi. Pada keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal
akut, siapkan tindakan bedah gawat darurat untuk menyelamatkan
penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri adalah
miomektomi atau histerektomi (Winkjonsatro 2011: 278) .

19
Menurut Setiati Eni (2009: 97-100) penanganan mioma uteri dibagi atas
kelompok-kelompok sebagai berikut :
1. Penanganan konservatif, dilakukan jika mioma yang kecil muncul
pada pra dan post menopouse tanpa adanya gejala. Cara
penanganannya adalah :
a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6
bulan .
b) Jika terjadi anemia, maka Hb kurang, yang dilakukan adalah
pemberian zat besi ke pasien .
c) Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari
pertama sampai hari ketiga menstruasi setiap minggu, sebanyak
tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa dengan yang
ditemukan pada periode postmenopouse. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi
agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan karena
memberikan beberapa keuntungan, antara lain mengurangi
hilangnya darah selama pembedahan dan mengurangi kebutuhan
akan transfusi darah.

2. Penanganan operatif, dilakukan jika terjadi hal-hal berikut


a) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran usia kehamilan 12-14
minggu .
b) Pertumbuhan tumor cepat
c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi
d) Dapat mempersulit kehamilan berikutnya
e) Hipermenorea pada mioma submukosa
f) Penekanan pada organ sekitarnya
Jenis penanganan operatif yang dilakukan untuk mengatasinya
dapat berupa :

20
1) Enukleasi Mioma (Pengangkatan Mioma)
Langkah ini dilakukan pada penderita yang infertil, masih
menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi
kelangsungan fertilitas. Sejauh ini, tampaknya langkah ini aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya
tidak dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya karsinoma
endometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa
kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan tumor yang dengan mudah dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya
harus dilahirkan dangan seksio sesarea. Menurut American
Collage of Obstetricians Gynekologist (ACOG), kriteria
preoperasi adalah sebagai berikut:
 Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang
 Terdapat mioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas
 Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang tidak ditemukan.
2) Histerektomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak
lagi dan pada pasien yang memiliki mioma yang simptomatik
atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi
adalah sebagai berikut :
 Terdapat satu sampai tiga mioma asimptomatik atau yang
dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien
 Perdarahan uterus berlebihan
 Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-
ulang selama lebih dari delapan hari
 Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah
 Rasa tidak nyaman pada bagian pelvis akibat mioma meliputi
hal-hal berikut:

21
- Nyeri hebat dan akut
- Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau
perut bagian bawah
- Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-
ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
3) Penanganan Radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Langkah ini dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi
sebagai berikut :
 Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad
risk patient)
 Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu
 Bukan jenis submukosa
 Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum
 Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat
menyebabkan menopouse.

J. Tindakan keperawatan
Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat berupa
langkah langkah :
1. Enukleusi mioma
Enukleusi mioma dilakukan pada penderita yang infertil masih
menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Enukleusi dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa
kehamilan. Tindakan ini seharsunya di batasi pada tumor dengan
tangkai dan tumor yang dengan mudah dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebaban cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endomerium, maka kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio secaria.

22
2. Menurut american college of obstetricans gynecologists (ACOG),
kriteria pre operasi adalah sebagai berikut :
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil danberbatas tegas
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang tidak ditemukan.
3. Histerektomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan
pada pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang
sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai
berikut :
a. Terdapat tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan harus dikeluarkan oleh pasien.
b. Pendarahan uterus berlebihan
c. Pendarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang ulang
selama lebih dari 8 hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilagan darah
4. Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal hal
berikut :
a. Nyeri hebat atau akut
b. Rasa tertekan yang kronis di bagian punggung bawah atau perut
bagian bawah.
c. Penekan buli-buli dan frekuensi urin yang berulang ulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
5. Penangan radioterapi
Tujuan dari radio terapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Langkah ini dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai
berikut :
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat di operasi ( bad risk
patient)
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu

23
c. Bukan jenis submukosa
d. Tidak dsertai radang pelvis atau penekanan pada rektum
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan
menopouse.

24
Faktor

usia kehamilan hormon genetik karsinogen paritas


n

Mioma uteri

Mioma intramural Mioma submukosa mioma subserosa

Tumbuh dinding uterus Berada dibawah Tumbuh keluar


endrometrium dan dinding uterus
menonjol kedalam rongga
Pecahnya pembuluh
uterus
darah

Tanda dan gejala

pendarahan Pembesaran uterus

Penurunan Gg. hematologi anemia Kurang pengetahuan


suplai darah Gg. sirkulasi Penekanan syaraf

Penurunan MK: resiko syok MK: Ansietas


MK: Gg. respon imun hipovolemik nekrosis
Perfusi
jaringan
MK: resiko infeksi radang
perifer

MK: nyeri akut atau kronis

25
penekanan

Kandung kemih uretra ureter rektum Kolon sigmoid

Poli uria Retensio urin hidronefrosis obstipasi Kolon desenden


dan illeum

MK: konstipasi
MK: Gangguan eliminasi urin Kolon asenden

Kolon transversum
dan duodenum

terjadi
pendarahan usus

Fungsi pencernaan Terjadi infeksi usus

MK: Usus membusuk


ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kolostomy
kebutuhan tubuh

MK: resiko Gg.


Identitas pribadi

26
Operasi

Pre operatif Post operatif

Informasi tidak
adekuat Terputusnya Pengaruh obat
jaringan kulit anestesi

Kurangnya
support Robekan pada
jaringan saraf Gastrointestinal Kesadaran Pernafasan
bsistem
perifer
Kurangnya
Peristaltic Reflek batuk Ekspansi rongga
pengetahuan
Nyeri akut dada

anorexia Pola nafas tidak


efektif Pengembangan
paru tidak efektif
Gangguan nutrisi
Bersihan jalan
nafas tidak sesak
efektif
Gangguan pola
Proses epilepsi Terpapar agen nafas
infeksi

Pembatsan
aktivitas Resiko tinggi
infeksi

Perubahan pola
aktivitas

27
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas klien : meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan perut bagian bawah yang relative lama.
Kadang kadang disetai gangguan haid.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang perlu dikaji
pada rasa nyeri adalah lokasi nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi
serta kualitas nyeri.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan terdahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat atau dioperasi sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada nggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung,
penyakit kelainan darah dan riwayat kehamilan kembar dan riwayat
penyakit mental.

28
5. Riwayat obstetric
Untuk mengetahui riwayat obstetric pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah
a) Keadan haid
Tanyakan tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atropi pada masa menopause
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah
yang besar.

c. Faktor Psikososial
1. Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, factor factor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki
pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan
perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2. Tanyakan tentang konsep diri: body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan
terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang
disukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi
social pasien mioma uteri dengan orang lain.

d. Pola Kebiasaan Sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang
terjadi.

29
e. Pola Eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsistensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus dikaji adalah frekuensi, warna, dan bau.

f. Pola Aktifitas, Latihan, dan Bermain


Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaanya, jenis olahraga dan
frekuensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi.

g. Pola Istirahat dan Tidur


Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

h. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2. Tanda tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan.
3. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kepala dan rambut: lihat kebersihan kepal dan keadaan rambut.
b. Mata: lihat konjungtifa anemis, pergerakan bola mata simetris
c. Hidung: lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal atau tidak.
d. Telinga: lihat kebersihan telinga.
e. Mulut: lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya pembesaran tonsil.
f. Leher dan tenggorokan: raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening atau tidak.
g. Dada atau thorax: paru paru atau respirasi, jantung atau
kardiovaskuler dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h. Abdomen
Inspeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol

30
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi : timpani, pekak.
Auskultasi: bagaiman bising usus
i. Ekstremitas atau muskuloseletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
j. Genetalia dan anus perhatikan kebersihan, adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut b.d nekrosisi atau trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder akibat tumor
2) Resiko syok b.d perdarahan
3) Resiko infeksi b.d penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan
hematologis (perdarahan)
4) Retensi urin b.d penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada organ
sekitarnya, gangguan sensorik motorik
5) Resiko konstipasi b.d penekanan pada rectum (prolaps rectum )
6) Ansietas b.d perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri ( kurangnya sumber informasi terkait penyakit )

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Intervensi
NIC NOC
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
nekrosisi atau tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri
trauma jaringan selama 1x24 jam, komprehensif yang meliputi
dan reflek spasme pasien mioma uteri lokasi, karakteristik, onset atau
otot sekunder mampu mengontrol durasi, frekuensi, kualitas,
akibat tumor nyeri dibuktikan intensitas atau beratnya nyeri
dengan criteria hasil: dan factor pencetus

31
Mengontrol Nyeri 2. Observasi adanya petunjuk non
1. Mengenali kapan verbal mengenai
nyeri terjadi ketidaknyamanan terutama
2. Menggambarkan pada mereka yang tidak dapat
factor penyebab berkomunikasi secara efektif
nyeri 3. Pastikan perawatan analgesic
3. Menggunakan bagi pasien dilakukan dengan
tindakan pemantauan yang ketat
pencegahan nyeri 4. Gali pengetahuan dan
4. Menggunakan kepercayaan pasien mengenai
tindakan nyeri
pengurangan nyeri 5. Tentukan akibat dari
(nyeri) tanpa pengalaman nyeri terhadap
analgesic kualitas hidup pasien
5. Menggunakan (misalnya, tidur, nafsu makan,
analgesic yang pengertian, perasaan, performa
direkomendasikan kerja dan tanggung jawab)
6. Melaporkan 6. Gali bersama pasien factor
perubahan factor yang dapat menurunkan
terhadap gejala atau memperberat nyeri
nyeri pada 7. Evaluasi bersama pasien dan
professional tim kesehatan lainya mengenai
kesehatan efektifitas, pengontrolan nyeri
7. Melaporkan gejala yang pernah digunakan
yang tidak sebelumnya
terkontrol pada 8. Berikan informasi mengenai
professional nyeri, seperti penyebab nyeri,
kesehatan berapa nyeri yang dirasakan,
8. Menggunakan dan antisipasi dari
sumber daya yang ketidaknyamanan akibat
tersedia untuk prosedur

32
menangani nyeri 9. Kendalikan factor lingkungan
9. Mengenali apa yang dapat mempengaruhi
yang terkait respon pasien dari
dengan gejala ketidaknyamanan (misalnya.
nyeri Suhu ruangan, pencahayaan,
10. Melaporkan nyeri suara bising)
yang terkontrol 10. Ajarkan prinsip menejemn
nyeri
11. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat dan tim
kesehatan lainya untuk
memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologi, sesuai
kebutuhan
12. Priksa ketidaknyamanan
bersama pasien, catat
perubahan dalam catatan medis
pasien, informasikan petugas
kesehatan lain yang merawat
pasien
13. Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan
respon pasien
14. Dukung istirahat atau tidur
yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
15. Dorong pasien untuk
mendiskusikan pengalaman
nyerinya sesuai kebutuhan

33
16. Beritahu dokter jika tindakan
tidak berhasil atau keluhan
pasien saat ini berubah
signifikan dari pengalaman
nyeri sebelumnya
Pemberian analgesic
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
2. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat dan analgesic
yang diresepkan
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Monitor tanda vital sebelum
dan setelah memberikan
analgesic pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda tanda yang
tidak biasanya
5. Berikan analgesic sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
yang berat
6. Dokumentasikan respom
terhadap analgesic dan adanya
efek samping
7. Kolaborasikan dengan dokter
apakah obat, dosis, rute,
pemberian, atau perubahan
interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus

34
berdasarkan prinsip analgesic
2 Resiko syok b.d Setelah dilakkan Pencegahan syok
perdarahan perawatan selama 1x24 1. Monitor adanya respon
jam diharapkan tidak kompensasi terhadap syok
terjadi syok (misalnya tekanan darah
hipovolemik dengan normal tekanan nadi melemah,
criteria hasil : perlambatan pengisian kapiler,
1. Tanda vital dalam pucat atau dingin pada kulit
batas normal atau kulit kemerahan, takipneu
2. Turgor kulit baik ringan, mual dan muntah,
3. Tidak ada sianosis peningkatan rasa haus, dan
4. Suhu kulit hangat kelemahan)
5. Tidak ada diforesis 2. Monitor adanya tanda tanda
6. Membrane mukosa respon sindroma inflamasi
kemerahan sistemik (misalnya peningkatan
suhu, takikardi, takipneu,
hipokarbia, leukositosis,
leucopenia)
3. Monitor akibat adanya tanda
awal reaksi alergi (misalnya
rhinitis, mengi, stridor, dispnea
gatal gatal disetai kemerahan,
gangguan saluran pencernaan,
nyeri abdomen, cemas dan
gelisah)
4. Monitor terhadap adanya tanda
tanda ketidakadekuatan perfusi
oksigen kejaringan (misalnya,
peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan,
perubahan status mental,

35
egitasi, oliguria dan akral
teraba dingin dan warna kulit
tidak merata)
5. Monitor suhu dan status
respirasi
6. Periksa urin terhadap adanya
darah dan protein sesuai
kebutuhan
7. Monitor terhadap tanda atau
gejala asites dan nyeri
abdomen atau punggung
8. Lakukan skintest untuk
mengetahui agen yang
menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai
kebutuhan
9. Berikan saran kepada pasien
yang beresiko untuk memakai
atau membawa tanda informasi
kondisi medis
10. Anjurkkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
syok yang mengancam jiwa
11. Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai langkah langkah
timbulnya gejala syok
3 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Menejemn alat therapy
penurunan imun tindakan keperawatan pervaginaan
tubuh sekunder selama 1x24 jam, 1. Kaji ulang riwayat
akibat gangguan pasien mioma uteri kontraindikasi pemasangan alat
hematologis menunjukkan pasien pervaginaan pada pasien

36
(perdarahan) mampu melakukan (misalnya, infeksi pelvis,
pencegahan infeksi laserasi, atau adanya massa
secara mandiri, ditandai sekitar vagina )
dengan criteria hasil: 2. Diskusikan mengenai aktifitas
1. Kemerahan tidak aktifitas sektual yang sesuai
ditemukan pada sebelum memilih alat yang
tubuh dimasukkan
2. Vesikel yang tidak 3. Lakukan pemeriksaan pelvis
mengeras 4. Intruksikan pasien untuk
permukaannya melaporkan ketidaknyamanan,
3. Cairan tidak berbau disuria, perubahan warna,
busuk konsistensi, dan frekuensi
4. Piuria atau nanah cairan vagina.
tidak ada dalam 5. Berikan obat-obat berdasarkan
urin resep dokter untuk mengurangi
5. Demam berkurang iritasi
6. Nyeri berkurang 6. Kaji kemampuan pasien untuk
7. Nafsu makan melakukan perawatan secara
meningkat mandiri
7. Observasi ada tidaknya cairan
vagina yang tidak normal dan
berbau
8. Infeksi adanya lubang, laserasi,
ulserasi pada vagina
Control infeksi
1. Bersihkan lingkungan dengan
baik setelah digunakan untuk
setiap pasien
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Anjurkan pasien untuk
mencuci tangan yang benar

37
4. Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
5. Gunakan sabun antimikroba
untuk cuci tangan yang sesuai
6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan perawatan
pasien
7. Pakai sarung tangan
sebagaimana dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan
universal
8. Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
9. Cukur dan siapkan untuk
daerah persiapan prosedur
invasive atau operasi sesuai
indikasi
10. Pastikan teknik perawatan luka
yang tepat
11. Tingkatkan intake nutrisi yang
tepat
12. Berikan therapy antibiotic yang
sesuai
13. Ajarkan pasien dan kelarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkan nya
kepadapenyedia perawatan
kesehatan

38
14. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai bagaimana
menghindari infeksi
4 Retensi urin b.d Setelah dilakukan Menejemen eliminasi urin
penekanan oleh tindakan keperawatan 1. Monitor eliminasi urin
massa jaringan 1x24 jam diharapkan termasuk frekuensi,
neoplasma pada eliminasi urin kembali konsistensi, bau, volume dan
organ sekitarnya, normal dengan criteria warna urin sesuai kebutuhan
gangguan hasil : 2. Monitor tanda dan gejala
sensorik motorik 1. Pola eliminiasi retensio urin
kembali normal 3. Ajarkan pasien tandadan gejal
2. Bau urin tidak ada infeksi saluran kemih
3. Jumlah urin dalam 4. Anjurkan pasien atau keluarga
batas normal untuk melaporkan urin output
4. Warna urin normal sesuai kebutuhan
5. Intake cairan dalam 5. Anjurkan pasien untuk banyak
batas normal minum saat makan dan waktu
6. Nyeri saat kencing pagi hari
tidak ditemukan 6. Bantu pasien dalam
mengembangkan rutinitas
toileting sesuai kebutuhan
7. Anjurkan pasien untuk
memonitor tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
Kateterisasi urin
1. Jelaskan prosedur dan alasan
dilakukan kateterisasi urin
2. Pasang kateter sesuai
kebutuhan
3. Pertahankan teknik aseptic
yang ketat

39
4. Posisikan pasien dengan tepat
(misalnya, perempuan
terlentang dengan kedua kaki
diregangkan atau fleksi pada
bagian panggul dan lutut )
5. Pastikan bahwa kateter yang
dimasukkan cukup jauh
kedalam kandung kemih untuk
mencegah trauma pada
jaringan uretra dengan invlasi
balon
6. Isi balon kateter untuk
menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan ukuran
tubuh sesuai rekomendasi
pabrik (misalnya dewasa 10 cc,
anak 5 cc)
7. Amankan kateter pada kulit
dengan plester yang sesuai
8. Monitor intake dan output
9. Dokumentasikan perawatan
termasuk ukuran kateter, jenis,
dan pengisian bola kateter

40
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma,
fibromioma, atau fibroid.
2. Etiologi dari mioma uteri menurut Manuaba (2007), ada 2 teori yaitu teori
stimulus dan teori cellnest. Sedangkan menurut Muzakir (2008), yaitu usia
penderita, hormon endogen, riwayat keluarga, IMT, makanan, kehamilan,
paritas dan kebiasaan merokok.
3. Manifestasi dari mioma uteri yaitu perdarahan abnormal, rasa nyeri pada
pinggang dan perut bagian bawah, tanda-tanda penekanan/pendesakan,
infertilitas, abortus, dan gejala sekunder.
4. Patofisiologi dari mioma uteri yaitu reseptor estrogen yang lebih banyak
sehingga menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur.
Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti
konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekunder pada mioma uteri
sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke
mioma uteri.
5. Komplikasi dari mioma uteri yaitu :
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma
uteri sub mukosum.
2. Kemungkinan aborrtus bertambah.
3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan
letak subserus.
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya
di serviks.
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di
dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.

41
6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus
dan intramural.
6. Penatalaksanaan dari mioma uteri yaitu kalau menurut usia, lokasi, dan
ukuran tubuh, maka dengan penanganan konservatif dan operatif. Jenis
operasi yang bisa dilakukan adalah miomektomi dan histerektomi.
Sedangkan pada wanita hamil adalah dengan tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma.
7. Pemeriksaan penunjang dari mioma uteri yaitu pemeriksaan darah lengkap
(Hb, Albumin, Lekosit, Eritrosit), USG, vaginal toucher, sitologi, rontgen,
ECG, ultrasonografi, histeroskopi, dan MRI.
8. Asuhan keperawatan pada mioma uteri yaitu :
Pengkajian :
Data umum, keluhan utama, riwayat reproduksi, data psikologi, status
respiratori, tingkat kesadaran, status urinari, dan status gastrointestinal.
Diagnosa :
1) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf
yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah neyeringai.
2) Retensi urine berhubungan dengantrauma mekanik, manipulasi
pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan hematom,
kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
3) Gangguan konsep diri berhubungan dengan kekhawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan,
akibat dari hubungan seksual.
4) Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan
selanjutnya berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi
dan sumber imformasi yang kurang benar.
5) Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh berhubungan dengan
perdarahan pervaginam berlebihan

42
B. Saran
1. Pada wanita yang mulai haid (menarke) untuk memeriksakan alat
reproduksinya apabila ada keluhan-keluhan haid/menstruasi untuk dapat
menegakkan diagnosis dini adanya mioma uteri.
2. Wanita yang mempunyai faktor-faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri
terutama wanita berusia 40-49, wanita yang sering melahirkan (multipara)
tahun agar waspada dan selalu memeriksakan diri kepada tenaga ahli

43
DAFTAR PUSTAKA

Armantius. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien Mioma Uteri di Ruang


Ginekologi Kebidanan RSUP dr. M Jamil Padang. Jurnal Poltekes Padang

Derek Llwelyn Jones. 2011. Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

Wiji. 2015. Perawatan Post Operasi Mioma Uteri. Jurnal Akademik Kebidanan
An Nur.

Thirafi. 2017. Laparoskopi Miomektomi pada Mioma Uteri Subserosa.

44

Anda mungkin juga menyukai