Anda di halaman 1dari 34

6

BAB II
KERANGKA TEORITIS

A. Deskripsi Konseptual
1. Malaria
a. Pengertian Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit

(protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan

nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari bahasa Italia, yaitu Mal

(buruk) dan Area (udara) atau udara buruk, karena dahulu banyak terdapat

rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai

beberapa nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropic,

demam charges, demam kura dan paludisme (Yuni, 2012).


Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang

disebabkan oleh plasmodium, yang ditandai dengan gejala demam

rekuren, anemia, dan hepatosplenomegali (Marni, 2016).


Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh

parasite yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Malaria

disebabkan oleh parasit plasmodium, parasit ini ditularkan melalui gigitan

nyamuk anopheles yang merupakan vektor malaria, yang terutama

menggigit manusia malam hari mulai magrib (dusk) sampai fajar (dawn)

(Soedarto, 2011).
Istilah malaria adalah diambil dari bahasa Italia, yaitu mal (buruk)

dan Area (udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di

daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga

mempunyai beberapa nama lain seperti demam roma, demam rawa,


7

demam tropic, demam pantai, demam charges, dan demam kura. Penyakit

malaria disebabkan oleh parasit malaria (yaitu suatu protozoa daerah yang

termasuk genus plasmodium) yang dibawa oleh nyamuk anopheles

(Sucipto, 2015).
Ada empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia

yaitu plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae,

dan plasmodium ovale. Masing-masing plasmodium menyebabkan infeksi

malaria yang berbeda. Plasmodium vivax menyebabkan malaria

vivax/tertian, plasmodium falciparum menyebabkan malaria

falciparum/tropika, plasmodium malariae menyebabkan malaria

malariae/quartana, dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale

(Sucipto, 2015).
Malaria adalah penyakit yang telah diketahui sejak zaman Yunani.

Penyakit tersebut khas, mudah dikenal, dengan demam yang naik turun

dan teratur disertai menggigil. Febris tersina dan febris kuartana telah

dikenal pada masa itu. Selain menyebabkan limpa membesar dan

mengeras atau splenomegaly, penyakit malaria dahulu disebut “demam

kura” (Sorontou, 2014).

Malaria adalah disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium dan

merupakan infeksi protozoa paling penting di seluruh dunia, 300 juta

orang terkena malaria setiap tahunya dan 1 juta orang meninggal, terutama

anak-anak berusia <5 tahun di sub-Sahara Afrika (Mandal, 2008).


b. Etiologi Malaria
Penyakit ini disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium.

Plasmodium falciparum merupakan penyebab dari malaria tropika.


8

Plasmodium jenis ini merupakan penyebab infeksi paling berat yang dapat

menimbulkan kematian. Plasmodium vivax merupakan penyebab dari

malaria tartiana. Selain itu, plasmodium malariae merupakan penyebab

dari malaria quartana, dan plasmodium ovale merupakan penyebab dari

malaria ovale. Namun demikian, dapat pula dijumpai seseorang yang

menderita 2 jenis plasmodium , bahkan 3 jenis, walaupun sangat jarang.

Kejadian ini dilaporkan biasanya kejadian ini di daerah yang angka

penularannya sangat tinggi. Penyakit ini jarang menyerang bayi. Penyakit

ini biasanya menyerang anak setelah berusia beberapa tahun yang dapat

terserang malaria tropika yang berat, yang bias menyebabkan kematian

pada anak yang mengalami gangguan gizi (Marni, 2016).


c. Siklus Hidup Plasmodium Malaria
Menurut Sorontou (2014) siklus hidup plasmodium malaria

berlangsung pada manusia dan nyamuk. Parasit plasmodium yang

menginfeksi manusia terbagi menjadi empat spesies dan pada umumnya

berlangsung dalam tubuh manusia. Siklus hidup plasmodium terbagi

menjadi dua yakni:


1). Siklus seksual (sporogoni) dalam tubuh nyamuk anopheles, sebagai

penjamu atau host definitive.


2). Siklus aseksual (skizogoni) terjadi dalam tubuh manusia sebagai

penjamu intermediet. Siklus aseksual terbagi menjadi 2 siklus, yaitu

siklus eritrosit dalam darah (skizigoni eritrosit) dan siklus dalam sel

parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan dengan

skizogoni praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah

sporozoit masuk dalam sel hati dan skizogoni eksoeritrosit sekunder


9

yang berlangsung dalam hati. Dengan demikian, dalam tubuh

manusia, terjadi siklus hiddup aseksual yang terdiri atas empat

tahapan, yaitu tahap skizogoni, tahap skizogoni eksoeritrositik, tahap

skizogoni eritrositik, dan tahap gametogoni. Tahap skizigoni

preeritrositik, skizogoni eritrositik, dan gametogoni berlangsung di

dalam eritrosit.
Stadium soprozoit yang masuk bersama gigitan nyamuk dan

liurnya, mula-mula masuk dan berkembang biak dalam jaringan sel-

sel parenkim hati pada tahap skizogoni preeritrositik. Tahap skizogoni

preeritrositik berlangsung selam 8 harin pada plasmodium vivak, 6

hari pada plasmodium falciparum, dan 9 hari pada plasmodium ovale,

namun sulit ditentukan pada lamanya pada plasmodium malariae.

Siklus preeritrositik dalam jaringan hati pada plasmodium falciparum

hanya berlangsung satu kali (local liver cycle). Keadaan tersebut

disebut skizogoni eksoerittrositik yang merupakan sumber

pembentukan stadium aseksual parasite yang menjadi penyebabnya

relaps (kekambuhan) pada malaria vivax, malaria ovale, dan malaria

malariae.
Tahap skizogoni eritrositik berlangsung di dalam sel darah merah

atau eritrosit selama 48 jam pada plasmodium falciparum,

plasmodium vivax, sedangkan plasmodium ovale berlangsung selama

50 jam dan plasmodium malariae berlangsung selama 72 jam. Terjadi

bentuk trofozoid, skizon dan merozoid pada tahap ini. Bentuk-bentuk

itu ditemukan dalam darah 12 hari setelah terinfeksi plasmodium


10

vivax, dan 9 hari setelah terinfeksi plasmodium falciparum.

Multiplikasi parasit malaria pada tahap skizogoni eritrositik dapat

menyebabkan sel darah merah atau eritrosit pecah sehingga terjadi

demam yang khas pada gejala klinik malaria. Tahap gametogoni atau

gametosit disebut juga dengan stadium seksual pada tubuh manusia.


Hasil penelitian malaria pada primata menunjukkan bahwa

terdapat dua populasi sporozoit yang berbeda, yaitu sporozoit atau

dorman selama priode tertentu yang disebut hipnozoit, sampai

menjadi aktif kembali dan mengalami pembelahan skizogoni. Hanya

terdapat satu generasi aseksual dalam hati sebelum daur dalam darah

dimulai pada infeksi plasmodium falciparum dan plasmodium

malariae. Setelah itu, daur dalam hati tidak dilanjutkan lagi. Daur

eksoeritrosit pada infeksi plasmodium vivax dan plasmodium ovale

berlangsung terus sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan

penyakit yang dapat berlangsung lama yang bila tidak diobati, dapat

menjadi relaps.

Tabel 2.1
Beberapa sifat pembanding dan diagnostik pada empat spesies

plasmodium yang terdapat pada manusia (dikutip dari

Gandahusada dkk, 2000 cit Sorontou 2014)

Plasmodium Plasmodium Plasmodiu Plasmodium


falciparum vivax m ovale malariae
Daur 5,5 hari 8 hari 9 hari 10-15 hari
praeritrosit
Hipnozoit (-) (+) (+) (-)
Jumlah 40.000 10.000 15.000 15.000
11

merozoit hati
Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron
Daur eritrosit 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
Eritrosit yang Muda, tua, Rektikulosit Retikulosi Tua
dihinggapi dan dan normosit tdan
normosit normosit
muda

Pembesaran (-) (++) (+) (-)


eritrosit
Titik-titik Maurer schuffner Schuffner ziemann
eritrosit (james)
pigmen Hitam Kuning Tengguli Tengguli
tengguli tua hitam
Jumlah 8-24 12-18 8-10 8
merozoit
Daur dalam 10 8-9 12-14 26-28
nyamuk pada
suhu 270oC

d. Gambaran Klinis Malaria


Menurut Marni (2016) Penyakit ini sering kali ditandai dengan

demam yang paroksisme, yang diselingi oleh suatu periode bebas demam

(priode laten). Sebelum demam, biasanya diawali dengan tanda dan gejala

yaitu badan terasa lemah, nyeri kepala, tidak nafsu makan, mual, muntah.

Namun demikian, menurut Siahaana (2011) Demam tidak selalu ada pada

pasien malaria.
Priode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang

berurutan, yaitu stadium dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat

(Tabel 2.1). Pada anak berusia di bawah 5 tahun, stadium dingin sering

kali dimanifestasikan sebagai kejang. Masa inkubasi penyakit ini berkisar

antara 9-30 hari, tergantung dari plasmodium. Plasmodium falciparum


12

mempunyai masa inkubasi yang paling pendek, sedangkan plasmodium

malariae mempunyai masa inkubasi yang paling panjang (Marni, 2016).


Pasien malaria berat sering kali memiliki tanda-tanda klinis seperti

demam 40oC, nadi cepat dan lemah, tekanan darah sistolik pada anak-anak

sebesar <50 mmHg, frekuensi napas pada balita >40 kali/menit; dan

terjadi penurunan kesadaran (GCS <11), perdarahan (Hematoam, petekie,

dan purpura), serta tanda-tanda anemia berat (Depkes RI, 2008 cit Marni,

2016). (Table 2.2) menjelaskan tentang jenis, penyebab dan manifestasi

klinis malaria.

Tabel 2.2
Stadium Plasmodium
Sumber : Marni, 2016

Stadium dingin 1. Pada stadium ini biasanya diawali dengan gejala


(cold stage) menggigil, perasaan yang sangat dingin, disertai
dengan gigi gemeretak, dan menutupi tubuh dengan
pakaian dan selimut yang tersedia.

2. Tanda dan gejala lain yang sering menyertai yaitu


nadi cepat tetapi lemah, terjadi sianosis, jari-jari dan
bibir pucat, kulit kering dan pucat, serta sering kali
disertai dengan kejang.
Stadium demam 1. Pada stadium ini pasien merasa kepanasan, pasien
(hot stage) merasa sangat panas dan terbakar, muka memerah,
kulit kering, nyeri kepala dan disertai mual-muntah,
serta denyut nadi menjadi kuat kembali.

2. Pada pemeriksaan suhu tubuh akan di dapatkan


peningkatan suhu sampai 41oC dan bias lebih
tinggi.

3. Pasien merasa sangat haus.


Stadium 1. Pada stadium ini pasien banyak mengeluarkan
berkeringat keringat, bantal dan tempat tidur basah karena
(sweating stage) keringat, dan suhu tubuh menurun dengan cepat
13

sampai dibawah normal.

2. Pada malaria tropika terjadi pengumpulan parasite


di organ tubuh misalnya otak, hati, dan ginjal, yang
mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah
organ tersebut.

3. Gejala yang dapat muncul antara lain koma, kejang,


dan fungsi ginjal terganggu, serta paling berbahaya
yaitu malaria tropika karena kematian sering kali
disebabkan oleh malaria jenis ini.

Tabel 2.3

Jenis, Penyebab, dan Manifestasi Klinis Malaria


Sumber : Marni, 2016

Jenis Penyebab Manifestasi Masa Inkubasi


Klinis (hari)
Malaria tropika Plasmodium Malaria berat 9-14 (12)
falciparum
Malaria Plasmodium 18-40 (28)
quartana malariae
Malaria tertiana Plasmodium vivax 12-17 (15)
Malaria ovale Plasmodium ovale 13.17hari

Menurut Sorontou (2014) gejala klinis utama yang disebabkan oleh

parasite plasmodium malaria yang menginfeksi manusia adalah demam,

anemia, dan splenomegali.


1) Demam
Demam yang terjadi secara periodik pada infeksi malaria

berhubungan dengan pemecahan sejumlah skizon matang yang

mengeluarkan merozoit, kemudian memasuki aliran darah yang

disebut sporulasi. Demam mulai timbul bersamaan dengan


14

pemecahan skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam

antigen. Antigen tersebut dapat merangsang sel-sel makrofag,

monosit alimfosit yang mengeluarkan bermacam-macam sitokin,

antara lain TNF (Tumor Necrosis Factor). TNF dapat dibawa

aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu

tubuh dan terjadi demam.


Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan

waktu yang berbeda-beda. Skizon setiap kelompok menjadi

matang setiap 48 jam pada malaria vivax (tersiana) dan malaria

falciparum sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana.

Skizon menjadi matang setiap 50 jam pada malaria ovale,

sedangkan skizon menjadi matang dengan interval 72 jam pada

malaria kuartana yang disebabkan oleh plasmodium malariae.

Demam pada plasmodium falciparum dapat terjadi setiap hari,

sedangkan plasmodium vivac atau ovale dalam satu hari, dan

plasmodium malariae dalam 2 hari.


Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan

pertama (first attack). Setiap serangan terdiri atas beberapa

serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan

dengan sporulasi. Timbulnya demam bergantung juga pada

jumlah parasit (pyrogenic level, fever threshold). Berat infeksi

pada individu ditentukan dengan hitung jumlah parasit (parasite

count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermiten

(febris kontinu). Serangan demam malaria biasanya dimulai


15

dengan gejala prodromal, yaitu lesu, sakit kepala, tidak nafsu

makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah.

Serangan demam yang khas terdiri atas beberapa stadium:


a). Stadium mengigil
stadium menggigil dimulai dengan perasaan dingin

sekali, hingga mengigil. Penderita menutupi seluruh

tubuhnya dengan baju tebal dan selimut. Nadi penderita

cepat, namun lemah, bibir dan jari tangannya membiru,

kulit kering dan pucat, kadang-kadang disertai muntah.

Kejang-kejang sering menyertai gejala ini pada anak.

Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.


b). Stadium puncak demam
stadium puncak demam dimulai saat klien merasa

dingin sekali, kemudian berubah menjadi panas sekali.

Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas

seperti terbakar, sakit kepala semakin hebat, disertai

mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras.

Perasaan haus sekali, terutama pada saat suhu tubuh naik

sampai 41oC (160oF) atau lebih. Stadium ini berlangsung

selama 2 sampai 6 jam.


c). Stadium berkeringat
stadium berkeringat ini dimulai dengan penderita

berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah.

Suhu tubuh turun dengan cepat, kadang-kadang sampai

di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur

nyenyak dan saat terbangun, penderita merasa lemah,


16

meskipun sehat. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.

Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada

siang hari dan berlangsung 8-12 jam. Setelah itu, terjadi

stadium apireksia. Lama serangan dari demam ini untuk

setiap spesies malaria tidak sama. Gejala infeksi yang

timbul kembali setelah serangan pertama biasanya

disebut relaps.
Relaps dapat bersifat rekrudesensi (relaps jangka

pendek) yang timbul karena parasit dalam darah (dour

eritrosit) menjadi banyak. Demam timbul dalam waktu 8

minggu sesudah serangan pertama hilang. Rekurens

(relaps jangka panjang) yang timbul karena parasit

dalam hati (daur eksoeritrosit) masuk ke dalam darah

dan menjadi banyak sehingga demam timbul lagi dalam

24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang.

Apabila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala di

antara serangan pertama atau relaps, keadaan ini disebut

priode laten klinis, walaupun mungkin ada parasitemia

(parasit di dalam darah) dan gejala lain seperti

splenomegali. Priode laten parasit terjadi, bila parasit

tidak dapat ditemukan dalam darah tepi. Akan tetapi,

stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan

hati. Serangan demam semakin lama semakin berkurang


17

beratnya karena tubuh manusia dapat beradaptasi dengan

adanya parasit di dalam darah dan respon imun.


Menurut Sorontou (2014) mengatakan siklus

demam terjadi seiring terbentuknya skizogeni eritrositik

pada masing-masing spesies plasmodium. Pada malaria

tertian, baik maligna maupun benigna, demam

berlangsung setiap hari ke-3 (siklus 48 jam) dan pada

malaria malariae, demam terjadi setiap hari ke-4 (siklus

72 jam). Siklus demam 24 jam dapat terjadi jika terdapat

pematangan dua generasi plasmodium vivax dalam

waktu 2 hari (disebut tertiana dupleks), atau pematangan

tiga generasi plasmodium malariae dalam waktu 3 hari

(disebut kuartana tripleks).


Berbagai gejala dan keluhan penderita dapat

mengikuti stadium demam, seperti pada stadium rigor,

penderita mengigil, meskipun suhu tubuh penderita

diatas normal. Pada stadium panas, kulit penderita

menjadi kering, muka merah dan denyut nadi

meningkat. Penderita juga mengeluh pusing, mual, dan

kadang-kadang muntah. Demam yang tinggi dapat

menimbulkan kejang pada anak. Penderita merasa

sangat lelah dan lemah pada stadium berkeringat akibat

keluarnya cairan yang berlebihan.


2). Anemia
18

Anemia pada penderita malaria terjadi karena pecahnya sel

darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.

Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah

merah. Anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronik.

Plasmodium vivax dan plasmodium ovale yang hanya

menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2 1/2

dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan plasmodium

malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya

1% dari jumlah sel darah merah. Anemia yang disebabkan oleh

plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae

umumnya terjadi pada keadaan kronis.


Derajat anemia bergantung pada spesies parasit

plasmodium yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak

jelas pada malaria kronis. Jenis anemia yang disebabkan oleh

penyakit adalah anemia hemolitik, anemia normokrom, dan

anemia normositik. Pada serangan akut, kadar hemoglobin turun

secara mendadak. Anemia disebabkan oleh beberapa factor

autoimun. Reducet survival time atau eritrosit normal yang tidak

mengandung parasit yang tidak dapat hidup lama, sedangkan

diseritropoiesis atau ganggu dalam pembentukan eritrosit karena

depresi eritropoiesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak

dilepaskan dalam peredaran darah tepi atau perifer.


3). Splenomegali
19

Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Plasmodium

yang menginfeksi organ ini dapat difagosit oleh sel-sel makrofag

dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini dapat menyebabkan

limpa membesar. Pembesaran limpa merupakan gejala khas

terutama pada malaria kronis. Perubahan pada limpa biasanya

disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah

berwarna hitam karena pigmen yang ditimbn dalam eritrosit

yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid hati.

Eritrosit yang tampaknya normal dan mengandung parasit dalam

kapiler dan sinusoid hati. Eritrosit yang tampaknya normal dan

mengandung parasit dan granula hemozoin tampak dalam

histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid hati. Pigmen tampak

bebas atau dalam sel fagosit raksasa. Hiperplasia, sinus melebar

dan kadang-kadang trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis

tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria kronik, jaringan ikat

semakin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras.

Menurut Sorontou (2014) jenis penyakit malaria ada 2 jenis

yaitu:
1). Malaria Campuran (Mix infection)
Penyakit malaria dengan infeksi campuran sering

terjadi di Indonesia, khususnya di Papua. Dilaporkan

sering terjadi infeksi campuran plasmodium falciparum


20

dan plasmodium vivax di Negara Asia lain seperti di

Thailand. Jumlah parasitemia yang tinggi selama

pemeriksaan dapat menutupi pengidentifikasian

plasmodium satu dengan lainnya. Terjadi infeksi

campuran plasmodium falciparum dan plasmodium

malariae di Afrika, sedangkan di Srilangka dan

Malaysia, terjadi infeksi campuran plasmodium

malariae dengan plasmodium vivax. Akan tetapi,

berdasarkan laporan penelitian di Papua, sering terjadi

infeksi campuran plasmodium falciparum dan

plasmodium vivax di kota Jayapura dan di Kabupaten

Jayapura, sering terjadi infeksi campuran plasmodium

falciparum dan plasmodium vivax (daerah Sentani dan

sekitarnya). Sementara di Genyem dan Lereh sekitarnya,

terjadi infeksi campuran plasmodium falciparum dan

plasmodium malariae selain plasmodium vivax. Di

Kabupaten Keerom pada Arso XII dan XIII, ditemukan

infeksi campuran plasmodium falciparum, plasmodium

vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae.

Sementara di Kabupaten Marauke, terjadi infeksi

campuran plasmodium falciparum dan plasmodium

ovale, selain plasmodium vivax.


21

Bila dijumpai dalam pemeriksaan diagnosis

laboratorium, ditemukan adanya kasus malaria berat

dengan campuran plasmodium vivax, maka plasmodium

falciparum akan menutupi lapang pandang pemeriksaan.

Cara membedakannya adalah dengan melihat bentuk

eritrosit, jika eritrosit membesar, terdapat campuran

plasmodium vivax dan plasmodium falciparum pada

slide tersebut, walaupun kelihatan tertutup oleh

plasmodium falciparum pada sediaan tetes tebal. Pada

malaria tapak komplikasi namun ditemukan infeksi

campuran plasmodium falciparum dan plasmodium

vivax, pengobatan yang dilakuka adalah pengobatan

radiakal dan klorokuin untuk dosis malaria vivax dan

primakuin 15 mg/hari selam 14 hari.


2). Malaria Berat
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi

plasmodium falciparum yang disertai dengan gangguan

multisistem. Penyakit ini mempunyai gambaran klinis

yang luas dan sesuai dengan pola organ yang terinfeksi.

WHO menetapkan kriteria diagnosis malaria berat, yaitu

adanya satu atau lebih komplikasi seperti

hiperparasitemia, malaria serebral, anemia berat,

ikterus, gangguan asam basa dan elektrolit, gagal ginjal,

hipertermia, komplikasi infeksi lain, edema paru,


22

hipoglikemia, kolaps sirkulasi, pendarahan dan

gangguan koagulasi, muntah-muntah pada terapi peroral,

dan hemoglobinuria, pada penderita dengan bentuk

aseksual plasmodium falciparum. Malaria berat,

terutama malaria serebral yang merupakan komplikasi

terberat sering mengakibatkan kematian, sekurang-

kurangnya 2 juta orang setiap tahun di seluruh dunia.


Faktor-faktor penyebab mlaria berat adalah:
a). faktor Parasit
faktor parasit yang mempengaruhi terhadap

terjadinya malaria malaria berat adalah

intensitas transmisi, densitas parasit, dan

virulensi parasit.
b). faktor Host
factor penjamu atau host yang berperan

dalam terjadinya malaria berat adalah endemisitas,

genetic, umur, status nutrisi, dan setatus imunologi.


e. Penyebaran Malaria
Malaria merupakan penyakit endemis yang menyerang Negara-

negara dengan penduduk yang padat. Batas penyebaran malaria adalah 64 o

Lintang utara (Rusia) dan 32o lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang

memungkinkan parasit malaria adalah 400 m di bawah permukaan laut

(Laut Mati) dan 2.600 meter diatas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium

vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah

beriklim dingin, subtropis sampai kedaerah tropik. Plasmodium

falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin penyakit


23

malaria hampir sama dengan penyakit falciparum, meskipun jauh lebih

jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika

dibagian beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.


Di Indonesia penyakit malaria terbesar diseluruh pulau dengan

derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah

dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Angka

kesakitan malaria dipulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar antara

1-2 per 1000 penduduk, sedangkan diluar Jawa-Bali sepuluh kali lebih

besar. Sepecies yang terbanyak dijumpai adalah plasmodium falciparum

dan plasmodium vivax. Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia

bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Iran dan Nusa

Tenggara Timur (WHO Ragional Publikations Series No. 9. 1986, cit

Sucipto, 2015).
Diseluruh dunia terdapat sekitar 2000 spesies anopheles, 60 spesies

diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada sekitar 80

jenis anopheles sp hidup didaerah iklim tropis dan subtropics, tetapi juga

bisa hidup didaerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan

pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2000-2500 meter (Sucipto,

2015).
Menurut Sorontou (2014) klasifikasi penyebaran malaria terbagi

antara lain:
1). Berdasarkan Etnis
Etnis non-Papua lebih banyak menderita penyakit malaria. Hal

tersebut mungkin terjadi karena imunitas tubuh etnis non-Papua belum

terbentuk dengan sempurna terhadap parasite malaria, sementara itu,


24

hanya sedikit etnis Papua yang menderita penyakit malaria. Alasannya,

imunitas tubuh etnis Papua telah terbentuk sejak bayi secara

kongenital dan dari lahir hingga dewasa, mereka harus terpajan di

tempat yang sama sehingga tidak mudah terionfeksi. Akan tetapi, tidak

menutup kemungkinan bahwa etnis Papua dapat terinfeksi oleh parasit

dengan galur (stain) yang berbeda dan didapat dari tempat lain, seperti

luar kota. Karena terinfeksi, tubuh mereka akan menghasilkan antibodi

terhadap penyakit malaria.

2). Berdasarkan Usia


Menurut Sorontou (2014) Penyakit malaria falciparum di RSU

Jayapura lebih didominasi penderita berusia 21-30 tahun. Usia tersebut

tergolong usia produktif dengan karakter penderita yang mempunyai

mobilitas yang tinggi serta kebiasaan berada diluar rumah samapai

larut malam. Kebiasaan diluar rumah ini sampai larut malam

berpotensi besar untuk berkontak dengan verktor malaria. Nyamuk

anopheles mencari makan pada malam hari dengan kebiasaan

mengigit pada petang hingga menjelang pagi hari, dengan puncak

gigitan untuk spesies yang berbeda. Selain itu, terdapat spesies

nyamuk anopheles yang bersifat eksofilik dan eksofagik sehingga

meningkatkan resiko.
3). Berdasarkan Derajat Parasitemia Plasmodium Falciparum
Tingkat parasitemia paling tinggi pada penderita malaria yang

dirawat di RSU Jayapura rata-rata adalah plasmodium falciparum


25

(Pf++++) sebesar 57%, dengan 64% penderita mengalami anemia

ringan dan sedang.


4). Berdasarkan Iklim
Curah hujan yang tinggi disertai genangan air dengan cuaca panas

yang silih berganti tak menentu di Kota dan Kabupaten Jayapura pada

bulan Maret dan April memengaruhi resiko infeksi penyakit.

f. Penularan Malaria
Menurut Widoyono (2008) plasmodium akan mengalami dua siklus.

Siklus aseksual (skizogoni) terjadi pada tubuh manusia, sedangkan siklus

seksual (sporogoni) terjadi pada nyamuk. Siklus seksual dimulai dengan

bersatunya gamet jantan dan betina untuk membentuk ookinet dalam perut

nyamuk. Ookinet akan menembus dinding lambung untuk membentuk

kista diselaput luar lambung nyamuk. Waktu yang diperlukan sampai pada

proses ini adalah 8-35 hari, tergantung dari situasi lingkungan dan jenis

parasitnya. Pada tempat inilah kista akan membentuk ribuan sporozoit

yang terlepas dan kemudian tersebar ke seluruh organ nyamuk termasuk

kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar ini sorozoit menjadi matang dan

siap ditularkan bila nyamuk mengigit merozoit manusia.


Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami gejala sesuai

dengan jumlah sporozoit, kualitas plasmodium, dan daya tahan tubuhnya.

Sporozoit akan memulai stadium eksoeritrositer dengan masuk ke sel hati.

Di hati sporozoit matang ,enjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan

jaringan. Merozoit akan memasuki aliran darah dan menginfeksi eritrosit

untuk memulai siklus eritrositer. Merozoit dalam eritrosit akan mengalami


26

perubahan morfologi yaitu: merozoit dan membentuk cincin dan akan

membentuk tofozoit lalu menjadi merozoit. Proses perubahan ini

memerlukan waktu 2-3 hari. Di antara morozoit-morozoit tersebut akan

ada yang berkembang membentuk gametosit untuk kembali memulai

siklus seksual menjadi mikrogamet (jantan) dan mikrogamet (betina).

Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah yang bermanifestasi pada gejala

klinis. Jika ada nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka

gametosit yang ada pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk.

Dengan demikian, siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian

seterusnya penularan malaria.


Sedangkan menurut Sucipto (2015) penularan malaria ditularkan

melalui dua cara yaitu secara alamiah dan non alamiah:


1) Secara alamiah, yaitu penularan melalui gigitan nyamuk anopheles sp

yang mengandung parasit malaria. Saat mengigit nyamuk

mengeluarkan sporosit yang masuk ke peredaran darah tubuh manusia

sampai sel-sel hati manusia. Setelah satu sampai dua minggu digigit,

parasit kembali masuk ke dalam darah dan mulai menyerang sel darah

merah dan mulai memakan haemoglobin yang membawa oksigen

dalam darah. Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium

ini menyebabkan timbulnya gejala demam disertai menggigil dan

menyebabkan anemia.
2) Secara non alamiah, yaitu penularan yang bukan melalui gigitan

nyamuk anopheles. Berikut beberapa penularan malaria secara non

alamiah:
27

a). Malaria Bawaan (kongenital)


Malaria kongenital adalah malaria pada bayi yang baru

dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi

karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang

melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi dari

ibu kepada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan dari ibu

kepada bayinya juga dapat melalui tali pusat. Gejala pada bayi

yang baru lahir berupa demam, iritabilitas (mudah terangsang

sehingga sering menangis), pembesarah hati dan limpa, anemia,

tidak mau makan dan minum, kuning pada kulit dan selaput lender.

Pembuktian pasti dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada

darah bayi.
b). Menular Secara Mekanik
penularan secara mekanik adalah infeksi malaria yang

ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi

malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama pada

pecandu narkoba atau melalui transplantasi organ.


c). Penularan Secara Oral
Cara penularan ini telah dibuktikan pada burung, ayam

(p.gallinasium) burung dara (p.relection) dan monyet (p.knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah

manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa
28

gejala klinis, kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi

oleh penyakit malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat

menjadi sumber bagi plasmodia yang biasanya yang menyerang

manusia infeksi malaria pada waktu yang lalu sengaja dilakukan

untuk mengobati penderita neurosifilitis yaitu penderita sifilitis

yang sudah mengalami kelainan pada susunan sarafnya cara ini

sekarang tidak pernah lagi dilakukan. Beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya penularan alamiah seperti adanya

gametosit pada penderita, umur nyamuk kontak antara manusia

dengan nyamuk dan lain-lain.


g. Patofisiologi Malaria
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti.

Bermacam-macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan

patofisiologi pada penderita malaria terutama mungkin berhubungan

dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya

eritrosit yang mengandung parasit pada endotelum kapiler. Perubahan ini

berlangsung cepat dan bersifat reversibl pada mereka yang dapat bertahan

hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti,

tetapi mungkin peran ini terlibat dalam proses pathogenesis demam dan

peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi

leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak

menimbulkan perubahan patofisiologik.


29

Patofisiologi malaria merupakan multifactorial dan mungkin

berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:


1). Penghancuran eritrosit
Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahannya eritrosit

yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit

yang mengandung parasite dan yang tidak mengandung parasite

sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan

adanya hemolisis intravaskular yang berat, dapat terjadi

hemoglobinuria (blackwater faver) dan dapat mengakibatkan

gagal ginjal.
2). Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit

memicu magrofag yang sensitiv endotoksin untuk melepaskan

berbagai mediator yang rupanya menyebabkan perubahan

patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Tumor Necrotik

Factor (TNF) adalah suatu monokin yang ditemukan dalam

peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit

malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan yang

menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit

pernapasan pada orang dewasa disebut adult respiratory disease

syndrome atau ARDS dengan sekuestrasi sel neutrophil dalam

pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan

plasmodium falciparum secara in vivo dan dapat meningkatkan

perlekatan parasite pada eritrosit dan pada endothelium kapiler.

Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria


30

falciparum akut dapat menyebabkan keadaan seperti

hipoglikemia, hiperparasitemia hingga penyakit malaria berat

yang berakibat kematian.


h. Pengobatan Malaria
Menurut Sucipto (2015) secara global WHO telah menetapkan

dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT (artemisinin

base combination therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih

sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang

resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga berkerja

membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga

efektis terhadap semua spesies, plasmodium falciparum, plasmodium

vivax, maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum

dilaporkan saat ini.


Pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy).

Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan

terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk

penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat

antimalarial yang lain hal ini disebut Artimisinin base Combination

Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap

(fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non fixed dose), kombinasi dosis

tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan. Contoh ialah “co-artem”

yaitu kombinasi artemeter (20mg) + lumefantrine (120mg). dosis coartem

4 tablet 2 x 1 sehari selam 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah

dihidroartemisinin (40mg) + piperakuin (320mg) yaitu “Artekin”. Dosis


31

artekin ungtuk dewasa: dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24

jam dan 32 jam, masing-masing 2 tablet


Edangkan kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya:
1). Artesunate + mefloquine
2). Artesunate + amodiaqine
3). Artesunate + klorokuin
4). Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
5). Artesunate + pyronaridine
6). Artesunate + chlorproguanil-dapsone (CDA/Lapdap plus)
7). Dihidroartemisinin + piperakuin + trimethoprim (Artecom)
8). Artecom + primakuin (CV8)
9).dihidroartemisin + naphthoquine
Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah

kombinasi artesunate + amodiakuin dengan nama dagang

“ARTESDIAQUINE” atau artesumoon. Dosis untuk orang dewasa yaitu

artesunate (50mg/tablet) 200mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk

amodiaquine (200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 11/2 tablet hari

ke III. Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan

aturan pakai tiap blister / hari (artesunate + amodiaquin) diminum selama

3 hari. Dosis amodiaquin adalah 25-30 mg/kg BB selama 3 hari.


Sedangkan menurut Widoyoni (2011) pengobatan malaria, untuk

membunuh semua parasit malaria pada berbagai stadium (di hati maupun

di eritrosit), dilakukan pengobatan secara radikal. Dengan pengobatan ini

diharapkan terjadi kesembuhan serta terputusnya rantai penularan.

Meningat sifatnya yang iritatif, semua obat antimalaria sebaiknya tidak

diberikan dalam kondisi perut kosong. Penderita harus makan terlebih

dulu sebelum minum obat antimalarial.


2. Hutan Bakau
a. Mengenal mangrove lebih dekat
32

Menurut Febrina (2013) kalin tentu mengatahui bahwa Indonesia

adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Begitu banyak

flora yang tumbuh dengan subur dinegara kepulauan ini. Flora-flora

tersebut tidak hanya tumbuh di daratan, tetapi juga di lautan. Bahkan, ada

flora yang dapat tumbuh dengan baik diantara daratan dan lautan dan zona

peralihan. Apakah kalian mengetahui apa nama flora itu? Flora itu

bernama mangrove.
Hutan bakau adalah tumbuhan kayu atau kelompok tumbuhan yang

hidup di antar daratan dan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air

laut. Asal-usul istilah mangrove tidak diketahii secara pasti. Namun, ada

yang menganggap istilah itu merupakan kombinasi dari bahasa Portugis

“mangue” dan bahasa Inggris “grove” sehingga disatukan menjadi

“mangrove” atau “mangrave”. Dalam bahasa Portugis, istilah mangrove

digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan.


Sementara itu, dalam bahasa Inggris, istilah mangrove digunakan,

baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang

surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun

komunitas tersebut. Selain itu, ada juga orang yang menganggap

mangrove berasal dari bahasa Malay yang menyebutkan dengan

“mengimangi” atau “mangi”.


b. Definisi Hutan Bakau
Menurut Snedaker dalam Kusmana, dkk (Febrina, 2013) hutan bakau

(mangrove) adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang

garis pantai tropis sampai subtropis. Mangrove memiliki fungsi istimewa


33

disuatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa

pantai dengan reaksi tanah anaerob.


Sementara itu, berdasarkan SK Dirjen Kabupaten (NO.60 /kpts / DJ. /

I / 1978, cit Febrina,2013). Hutan mangrove dikatan sebagai hutan yang

terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai. Keberadaan mangrove

dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang

dan bebas gangguan pada waktu surut. Dengan demikian, secara ringkas

dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh

di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna dan

muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada

saat surut yang komunitas tumbuhnya bertoleransi terhadap garam.

Sedangkan menurut Tiarani (2014) hutan bakau atau disebut juga

mangrove adalah hutan yang tumbuh diatas rawa-rawa berair payau yang

terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Mangrove dicirikan oleh adanya hutan yang dipengaruhi oleh pasang surut

air laut dengan kondisi tanah yang anaerobik. Secara biologis dalam

keadaan alami, tumbuhan mangrove merupakan sumberdaya utama pada

lahan pesisir pantai yang membentuk komunitas ekosistem mangrove.


Hutan bakau adalah sebutan umum yang digunakan untuk

menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi

oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang

mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan

mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong kedalam 8

famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicenni,


34

sonneratia, rhyzophora, bruguiera, ceriops, xylocarpus, lummitzera,

laguncularia, aegiceras, aegiatilis, snaeda, dan conocarpus (Tiarani,

2014).
Hutan bakau dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah tropis dan

subtropis, terutapa pada pantai yang landau, dangkal, terlindung dari

gelombang besar, dan muara sungai. Secara umum, hutan mangrove dapat

berkembang dengan baik pada habitat dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1) Jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan

bentukan berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang atau koral.
2) Habitat tergenang air laut secara berkala dengan frekuensi sering

(harian) atau hanya saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini

akan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.


3) Menerima pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai,

mata air, maupun air tanah yang berguna untukmenurunkan kadar

garam dan menambah pasokan unsur hara dan lumpur.


4) Berair payau (2-22o/oo) sampai dengan asin yang dapat mencapai

salinitas 38 o/oo.
c. Karakteristik Hutan Bakau
1). Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air

laut. Hutan mangrove akan tergenang air laut pada saat pasang dan

bebas genangan air laut pada saat surut.


2). Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan

substrat anaerobb berupa lampung (firm clay soil), gambut (peat),

berpasir (sandy soil), dan tanah koral.


3). Struktur tajuk tegakkan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum

tunggal). Komposisi jenisnya dapat bersifat homogen (hanya satu


35

jenis) atau heterogen (lebih dar satu jenis). Jenis kayu yang terdapat

pada areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat

dengan lainnya, tergantung pada kondisi tanah, intensitas genangan

pasang surut air laut, dan tingkat salinitas.


4). Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan

langsung dengan laut. Zona ini umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis

avicennia sp, dan sonneratia sp. (tumbuh pada lumpur yang dalam,

kaya bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada

umunya didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora sp. sementara itu,

zona terluar dekat dengan daratan pada umumnya didominasi oleh

jenis-jenis Brugiera sp.


d. Mengenal jenis-jenis hutan bakau (mangrove)
berdasarkan kadar air, kekuatan gelombang, dan kadar garam, hutan

mangrove dibedakan menjadi enam jeni. Keenam jenis hutan mangrove

itu adalah sebagai berikut:


1). Fringe Mangroves
Fringe mangroves terdapat di sepanjang garis pantai yang

terlindungi serta perairan teluk dan laguna yang terbuka. Hutan ini

biasanya memiliki profil vertikal karena terkena pecahannya penuh

dari sinar matahari. Mangrove merah mendomionasi hutan ini. Kondisi

pasang merupakan faktor fisik utama dari fringe mangroves dengan

siklus harian genangan pasang surut. Jenis mangrove ini ditemukan di

Teluk Honda, Palawan, Filipina.


2). Overwash Islands Mangroves
Seperti halnya fringe mangroves, overwash islands mangroves

juga dipengaruhi oleh genangan pasang surut. Jenis hutan ini juga
36

didominasi oleh mangrove merah. Namun, ada perbedaanya dengan

fringe mangroves, yaitu secara khusus seluruh pulaunya tergenang

pada setiap siklus pasang surut.


3). Riverine Mangrove Forests
Riverine mangrove forests terdapat di daerah pasang surut sungai

dan teluk yang mengalami pembilasan regular. Hutan ini didominasi

oleh tumbuhan bakau putih (laguncularia racemosa), bakau hitam

(avicennia germinas), dan mangrove merah. Jenis mangrove ini

ditemukan di Kuraburi dan Kapoe, Ranong, Thailand.


4). Basin mangrove forests
Basin mangrove forests merupakan jenis komunitas yang paling

umum dijumpai dengan tanah basah yang sering berubah. Basin

mangrove forests terdapat di daerah perdalaman dangkal yang secara

tidak teratur digenang saat pasang. Karena gerakan pasang surut yang

tidak teratur, kondisi hipersalin seperti terjadi secara berkala. Jenis

hutan ini dapat ditemukan di Maduganga, Galle, Srilanka.


5). Hammock forests
Hammock forests umumnya serupa dengan basin mangrove

forests. Namun, jenis hutan ini ditemukan pada lokasi sedikit lebih

tinggi dari area yang melingkupinya.


6). Dwarf atau scrub mangrove forests
Dwarf atau scrub mangrove forests terdapat di daerah dimana

nutrisi, air tawar, dan penggenangan oleh pasang terbatas. Setiap jenis

mangrove dapat dikerdilkan dengan pohon-pohonnya terbatas pada

ketinggian satu meter atau kurang.


B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian lain yang dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut :
37

1. Putra (2015) yang berjudul “Peranan Ekosistem Hutan Mangrove Pada

Imunitas Terhadap Malaria” menyatakan bahwa faktor yang dapat

meningkatkan imunitas adalah jenis kelamin laki-laki 37,42 kali

perempuan, umur setiap bertambah tua 1 tahun berlipat menjadi 1,17 kali

semula, pendidikan semakin tinggi maka berkurang menjadi 0,001 kali

semula, mata pencaharian selain nelayan 0,001 kali nelayan, jarak rumah

terhadap fasilitas kesehatan, setiap berkurang 1 meter berlipat menjadi

1,09 kali semula, jarak rumah terhadap mangrove setiap bertambah 1

meter berlipat menjadi 1,001 kali semula, tempat sampah ada tempat

sampah 239,71 dari padatidak ada, program malaria berlipat 3,71E+0,5

kali semula daripada tidak ada, luas mangrove setiap bertambah 1 m 2

menjadi 1,001 kali semula, dan kerapatan vegetasi mangrove setiap

bertambah populasi/ha berlipat 1,18 kali semula.


C. Keranga Teoritik
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis pada dasarnya merupakan penjelasan tentang teori

yang dijadikan landasan dalam suatu penelitian, dapat berupa rangkuman dari

berbagai teori yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka (Dharma, 2011).


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka kerangka teori

pada penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1
Post penanaman hutan Kerangka Teori Malaria
bakau
2. Definisi Konseptual
38

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan antara konsep

suatu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Dalam kerangka konsep ini terdapat dua variabel, yaitu

variabel independent (bebas) dan variabel dependent (terikat).

VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT

Malaria

Post penanaman
hutan bakau

Tidak Malaria

Gambar 2.2
Kerangka Konsep
3. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu batasan yang digunakan untuk

membatasi ruang lingkup variabel-variabel yang diamati (Notoatmodjo,

2010).
Adapun variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam definisi

operasional sebagai berikut:


Tabel 2.4
Definisi Operasional “Pengaruh Pengalihan Fungsu Hutan Bakau

Terhadap Kejadian Malaria Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berakit Tahun 2015

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Sekala Hasil


Ukur Ukur Ukur
Hutan Bakau Hutan bakau Melihat data Data Nominal
39

(Variabel (mangrove) daerah yang


Dependen) adalah kelompok telah
jenis tumbuhan ditanami
yang tumbuh di hutan bakau
sepanjang garis
pantai tropis
sampai subtropis.
Malaria Malaria Melihat table Data Nominal Malaria
(dependent) merupakan (data) atau tidak
penyakit infeksi malaria
akut atau kronis
yang disebabkan
oleh plasmodium,
yang ditandai
dengan gejala
demam rekuren,
anemia, dan
hepatosplenomeg
ali.

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.

Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel,

variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) (Notoatmodjo, 2012).


Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh pengalihan fungsi hutan bakau

terhadap kejadian malaria pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas berakit

tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai