Anda di halaman 1dari 9

3.

PENATALAKSANAAN POST OPERATIF


Pengkajian
Parameter yang dikaji adalah sebagai berikut;
Ø Status neurologis—tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, refleks,
gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
Ø Status Jantung—frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP = pulmonary artery
wedge pressure). tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dan pipa tekanan darah invasif,
curah jantung atau indeks. tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri
paru (SVO,) bila ada, drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.
Ø Status respirasi—gerakan dada, suana napas, penentuan ventilator (fnekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir ekspirasi [PEEPfl, kecepatan napas,
tekanan ventilator, saturasi oksigen anteri (SaO,), CO2 akhir tidal, pipa drainase rongga dada,
gas darah arteri.
Ø Status pembuluh darah perifer—denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa. bibir
dan cuping telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
Ø Fungsi ginjal—haluaran urin, berat jenis urin, dan osmolaritas
Ø Status cairan dan elektrolit—asupan; haluaran dan semua pipa drainase. serta parameter
curah jantung, dan indikasi ketidakseinibangan elektrolit berikut:
Hipokalemia: intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang T yang datar
atau terbalik)
Hiperkalemia.- konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan, parestesia eksremitas, disrirmia
(tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo, pelebaran kompleks QRS; perpanjangan
interval QT)
Hiponatremia: kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma
Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
Hiperkalsemia intoksikasi digitalis, asistole
Ø Nyeri—sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeri angina):
aprehensi, respons terhadap analgetika.
Ø Catatan: Beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria interns akan
mengalaini parestesis nervus ulnanis pada sisi yang sama dengan graft yang diambil. Parestesia
tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang menjalani CABG dengan arieni
gasiroepiploika juga akan mengalami ileus selama beberapa waktu pascaoperatif dan akan
mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri dada.
Pengkajian juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk menentukan apakah
fungsinya baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir tidal, monitor Sa02, kateter
arteri paru, monitor SO2, pipa arteri dan vena, slat infus intravena dan selang, monitor jantung,
pacemaker, pipa dada, dan sistem drainase urin.
Begitu pasien sadar dan mengalami kemajuan selama periode pascaoperatif, perawat harus
mengembangkan pengkajian dengan memasukkan parameter yang menunjukkan status
psikologis dan emosional. Pasien dapat irternperlihatkan iingkah laku yang mencerminkan
penolakan dan depresi atau dapat pula mengalami psikosis pasca kardiotomi. Tanda khas
psikosis meliputi (1) ilusi persepsi sementara, (2) halusinasi dengar dan penglihatan (3)
disorientasi dan waham paranoid.

Pengkajian Komplikasi
Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi. Perawat dan dokter
bekerja secara kolaboratif unruk mengetahui tanda dan gejala awal komplikasi dan memberikan
tindakan untuk mencegah perkemhangannya.
Penurunan Curah Jantung. Penurunan curah jantung selalu merupakan ancaman bagi pasien
yang baru saja menjalani pembedahan jantung. Hal ini dapat terjadi karena berbagai penyebab:
a. Gangguan preload—terlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang kembali ke jantung
akibat hipovolemia. perdarahan yang berlanjut. tamponade jantung, atau cairan yang
berlebihan.
b. Gangguan afterload—arteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau terlalu dilatasi karena
perubahan suhu tubuh atau hipertensi.
c. Gangguan frekuensi jantung—terlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia
d. Gangguan kontraktilitas—gagal jantung. infark miokardium. ketidakseiinbangan elektrolit,
hipoksia

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.


Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi setelah pembedahan jantung.
Pengkajian keperawatan untuk komplikasi ini meliputi pemantauan asupan dan haluaran, berat
PAWP, hasil pengukuran tekanan atrium kiri dan CVP, tingkat hematokrit, distensi vena leher,
edema, ukuran hati, suara napas (misalnya krekels halus, wheezing) dan kadar elektrolit.
Perubahan elektrolit serum harus dilaporkan segera sehingga penanganan dapat segera
diberikan. Yang penting kadar kalium, natrium dan kalsium tinggi atau rendah.

Gangguan pertukaran gas.


Gangguan pertukaran gas adalah komplikasi lain yang mungkin terjadi pasca bedah jantung.
Semua jaringan tubuh memerlukan suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat untuk bertahan
hidup. Untuk mencapai hal tersebut pada pasca pembedahan, maka perlu dipasang pipa
endotrakeal dengan bantuan ventilator selama 4 sampai 48 jam atau lebih. Bantuan ventilasi
dilanjutkan sampai nilai gas darah pasien normal dan pasien menunjukkan kemampuan
bernapas sendiri. Pasien yang stabil setelah pembedahan dapat diekstubasi segera setelah 4 jam
pasca pembedahan, sehingga mengurangi kecemasannya sehubungan dengan keterbatasan
kemampuan berkomunikasi.
Pasien dikaji terus menerus untuk adanya indikasi gangguan pertukaran gas; gelisah, cemas,
sianosis pada selaput lendir dan jaringan perifer, takikardia dan berusaha melepas ventilator.
Suara napas dikaji sesering mungkin untuk mendeteksi adanya cairan dalam paru dan untuk
memantau pengembangan paru Gas darah arteri selalu dipantau.

Gangguan Peredaran Darah Otak.


Fungsi otak sangat tergantung pada suplai oksigen darah yang berkesinambungan. Otak tidak
memiliki kapasitas untuk menyimpan oksigen dan sangat bergantung pada perfusi
berkesinambungan yang adekuat dan jantung. Jadi sangat penting mengobservasi pasien
mengenai adanya gejala hipoksia: gelisah, sakit kepala, konfusi. dispnu, hipotensi. dan sianosis.
Gas darah arteri, SaO, SO dan CO akhir tidal harus dikaji bila ada penurunan oksigen dan
peningkatan karbondioksida. Pengkajian status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran.
respons terhadap perintah verbal dan stimulus nyeri, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya.
gerakan ekstremitas. kekuatan menggenggarn tangan. adanya denyut nadi poplitea dan kaki,
begitu juga suhu dan warna ekstremitas. Setiap tanda yang menunjukkan adanya perubahan
status harus dicatat dan setiap temuan yang abnormal harus dilaporkan ke ahli bedah segera
karena bisa merupakan tanda awal komplikasi pada periode pascaoperatif. Hipoperfusi dan
mikroemboli dapat rnenyebahkan kerusakan sistem saraf pusat setelah pembedahan jantung.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan. diagnosis utama
keperawatan mencakup yang berikut:
a. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung yang
terganggu.
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada
ekstensif
c. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit berhubungan dengan
berkurangan volume darah yang beredar
d. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan penginderaan yang berlebihan
(suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman pembedahan)
e. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada
f. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena, embolisasi. penyakit
aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor, atau rnasalah pembekuan darah.
g. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah jantung, hemolisis,
atau terapi obat vasopresor
h. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca perikardiotomi
i. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri

Masalah Kolaboratif / Komplikasi Potensial


Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi mencakup:
a. Komplikasi jantung: gagal jantung kongestif, infark miokardium, henti jantung. disritmia.
b. Komplikasi paru: edema paru, emboli paru. efusi pleura, pneumo atau hematotoraks, gagal
napas. sindrom distres napas dewasa
c. Perdarahan
d. Komplikasi neurologis: cedera serebrovaskuler, emboli udara
e. Nyeri
f. Gagal ginjal, akut atau kronis
g. Ketidakseimbangan elektrolit
h. Gagal hati
i. Koagulopati
j. Infeksi, sepsis

Perencanaan dan Implementasi


Tujuan. Tujuan utama meliputi restorasi curali jantung, pertukaran gas yang adekuat,
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit. berkurangnya gejala penginderaan yang
berlebihan. penghilangan nyeri, usaha untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi jaringan yang
memadai, pemeliharaan perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu tubuh normal,
mempelajari aktivitas perawatan diri. dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi Keperawatan
Menjaga Curah Jantung.
Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung pasien dan
segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan penurunan curah jantung.
Perawat dan ahli bedah kemudian bekerja sarna secara kolaboratif untuk memperbaiki masalah
yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan indikator
penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi selama peniode
pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik. Observasi terus-menerus
pantauan jantung untuk adanya berbagai disritmia merupakan bagian penting dalam
penatalaksanaan dan perawatan pasien.
Setiap petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter. Data dan
hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk menentukan penyebab
masalahnya. Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter bersama perawat bekerja secara
kolaboratif untuk menjaga curah jantung dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu,
dokter dapat membenikan komponen darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau
vasopresor. Bila perlu dilakukan pembedahan lagi, maka pasien dan keluanganya harus
dibenitahu mengenai prosedur tersebut.

Promosi Pertukaran Gas yang Memadai.


Untuk meyakinkan adanya pertukaran gas yang memadai, perawat harus mengkaji dan menjaga
patensi selang endotrakheal. selang harus dihisap bila ada wheezing atau krekel (ronkhi).
Pengisapan dapat dilakukan melalui kateter yang sudah ada; perawat dan ahli terapi napas
harus menaikkan fraksi oksigen inspirasi ventilator (Fi02) selama tiga tarikan napas atau lebih,
sebelurn mulai menghisap. Bisa juga, oksigen 100% diherikan kepada pasien dengan resusitator
manual (Ambu) sebelum dan sesudah penghisapan untuk mencegah hipoksia yang dapat terjadi
akibat prosedur penghisapan. Pengukuran gas darah arteri harus dibandingkan dengan data
awal dan setiap ada perubahan harus dilaporkan kepada dokter segera.

Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.


Untuk promosi keseimbangan cairan dan elektrolit, peravat harus mengkaji dengan cermat
setiap pemasukan dan pengeluaran. Pergunakan lembar khusus untuk mencatat keseimbangan
cairan positif atau negatif. Semua masukan cairan harus dicatat, termasuk cairan intravena,
larutan pembilas yang digunakan untuk membilas kateter arteri dan vena dan pipa nasogastrik,
dan cairan peroral. Begitu pula, semua keluaran juga harus dicatat, meliputi urin, drainase
nasogastrik, dan drainase dada.
Parameter hemodinamika (tekanan darah, tekanan baji pulmonal dan atrium kiri, dan CVP) harus
sesuai dengan asupan, haluaran dan berat badan untuk menentukan kecukupan hidrasi dan
curah jantung. Elektrolit serum harus dipantau dan pasien harus diobservasi mengenai adanya
tanda ketidakseimbangan kalium, natrium dan kalsium (hipokalemia, hiperkalemia, hiponatremia
dan hipokalsemia).

Menurunkan Gejala Penginderaan yang Berlebihan.


Penginderaan yang berlebihan mempakan efek yang biasa terjadi, yang berhubungan dengan
pengalaman pembedahan dan faktor lingkungan di unit perawatan kritis. Psikosis pasca
kardiotomi dapat terjadi setelah pembedahari jantung. Istilah mi mengacu pada sekelompok
tingkah laku abnormal yang terjadi dalam intensitas dan durasi yang beragam pada kebanyakan
pasien. Pada tahun-tahun awal pembedahn jantung, fenomena ini lebih sering terjadi dibanding
sekarang. Pada saat itu disebabkan karena kurangnya perfusi otak selama pembedahan,
mikroemboli, dan lamanya pasien berada dalam mesin pintasan jantung paru. Kemajuan dalam
teknik pembedahan telah menurunkan secara bermakna faktor-faktor tadi. Sekarang, apabila
terjadi, mungkin disebabkan oleh kecemasan, kurang tidur, masukan indrawi yang berlebihan,
dan disorientasi terhadap malam dan siang saat pasien kehilangan perjalanan waktu. Ada
temuan penting yang menunjukkan bahwa pasien yang tak mampu mengekspresikan
kecemasannya sebelum pembedahan akan lebih rentan mengalami psikosis pada periode pasca
operasi.

Pengurangan Nyeri.
Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi ke tempat
yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung akan
mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf interkostal sepanjang irisan dan iritasi pleura oleh
kateter dada. (Begitu pula, pasien dengan CABG arteria mamaria interna dapat mengalami
parestesia saraf ulna pada sisi yang sama dengan sisi grafnya.)
Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun tidak diucapkan
oleh pasien perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara akurat sifat, jenis, lokasi, dan
durasi nyeri. (Nyeri irisan harus dibedakan dengan nyeri angina.) Pasien harus dianjurkan minum
obat sesuai resep untuk mengurangi nyeri. Kemudian pasien harus dapat berpartisipasi dalam
benlatih menarik napas dalam dan batuk. dan secara progresif memngkatkan perawatan diri.
Nyeri menyebabkan ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat untuk
mengeluarkan adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan afrerload dan penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat mcngurangi nyeri dan
kecemasan serta merangsang tidur, yang pada gilirannya menurunkan kecepatan metabolik dan
keburuhan oksigen. Setelah pemberian opioid (narkotika), setiap tanda-tanda adanya
penurunan aprehensi dan nyeri harus dicatat dalam status pasien. Pasien juga harus dipantau
akan adanya tanda efek depresi pernapasan akibat analgetika. Bila terjadi depresi pernapasan.
harus diberikan antagonis opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan efek rersebut.

Meningkatkan Istirahat.
Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan pembehan
analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan istirahat. Pasien harus dibantu
merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari ketegangan pada daerah luka operasi dan selang dada. Penekanan pada daerah
irisan selama batuk dan nenarik napas clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan
dijadwalkan sebanyak mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah
mulai stabil dan prosedur terapi serta pemantauan sudah mulai berkurang, maka pasien dapat
beristirahat lebih lama lagi.

Menjaga Perfusi Jaringan yang Adekuat.


Denyut nadi perifer (pedis, poplitea. tibialis, femoralis, radialis, brakhialis) dipalpasi secara rutin
untuk mengkaji adanya obstruksi arteri. Bila tidak teraba denyutan pada satu ekstremitas,
penyebabnya mungkin akibat kateterisasi sebelurnnya pada ekstremitas tersebut. Bila ada
denyut yang baru saja menghilang harus segera dilaporkan kepada dokter.
Setelah pembedahan harus diupayakan mencegah stasis vena yang dapat mengakibatkan
pembentukan trombus dan selanjutnya emboli: (1) memakai stoking elastik atau halutan elastik,
(2 menghindari menyilang kaki. (3) menghindari pengunaan peninggi lutut pada tempat tidur,
(4) mengambil semua bantal pada rongga popliteal. dan (5) memberikan latihan pasif diikuti
dengan latihan aktif umuk meningkaikan sirkulasi dan mencegah hilangnya tonus otot.
Gejala embolisasi, yang berbeda menurut tempatnya, bisa ditandai dengan (1) nyeri abdomen
atau punggung tengah (2) nyeri, hilangnya denyutan, pucat, rasa baal, atau dingin pada
ekstremitas (3) nyeri dada atau distres pernapasan pada emboli paru dan infark miokardium:
dan (4) kelemahan satu sisi dan perubahan pupil, seperti yang terjadi pada cedera pembuluh
darah otak. Semua gejala yang timbul harus segera dilaporkan.

Menjaga Kecukupan Perfusi Ginjal.


Perfusi ginjal yang tidak mencukupi dapat tenjadi sebagai akibat pembedahan janrung terbuka.
Salah satu penyebab yang mungkin adalah rendahnva curah jantung. Selain itu trauma terhadap
sel darah selama pintasan jantung paru menyebabkan hernolisis sel darah merah. Kejadian ini
mengakibatkan terbentuknya senyawa racun karena glomerulus tersumbat oleh debris sel darah
merah yang rusak tadi. Penggunaan bahan vasopresor untuk meningkatkan tekanan darah juga
dapat menyebabkan penurunan alinan darah ke ginjal.
Penatalaksanaan keperawatan meliputi pengukuran haluaran urin yang akurat. Haluaran urin
kurang dari 20 ml jam menunjukkan adanya hipovolemia. Berat jenis juga harus diukur untuk
mengetahui kemampuan ginjal mengkonsentrasilcan urin dalam tubulus renalis. Diuretik kerja
cepat atau obat inotropika (digitalis, isopnoterenol) dapat diberikan untuk meningkatkan cunah
jantung dan aliran darah ginjal. Perawat harus memperhatikan nitrogen urea darah (BUN) dan
kadar kreatinin serum serta kadar elektrolit serum. Bila ditemukan ketidaknormalan segera
laporkan kepada dokter karena mungkin diperlukan pembatasan cairan dan pembatasan
pemakaian ohat-obat yang biasanya diekskresi melalui ginjal.

Menjaga Suhu Tubuh Tetap Normal.


Pasien biasanva hipotermik saat dimasukkan ke unit perawatan intensif dan prosedur
pembedahan jantung. Pasien harus dihangatkan secara bertahap sampai ke suhu normal, yang
sebagian dapat diperoleh dari proses metabolisme basal pasien itu sendiri dan ditambah
bantuan udara ventilator yang dihangatkan, selimut hangat, atau lampu pemanas. Selain pasien
masih hipotermik, proses pembekuan menjadi kurang efisien. jantung rentan terhadap disritmia,
dan oksigen tidak segera siap dipindahkan dan hemoglobin ke jaringan. Karena anestesi
menekan metabolisme basal. suplai oksigen yang ada biasanya sudah mencukupi kebutuhan sel.
Setelah pembedahan jantung, pasien berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh akibat infeksi
atan sindrorn pascaperikardiotomi. Peningkatan kecepatan metabolisme yang terjadi akan
meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan sehingga meningkatkan beban kerja jantung. Upaya
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya urutan kejadian tersebut atau menghentikannya
begitu diketahui.

Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Tercapainya curah jantung yang adekuat
b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat
c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap orang. tempat
dan waktu
e. Hilangnya nyeri
f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat
g. Tercapainya istirahat yang adekuat
h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat
i. Terpeliharanya suhu tubuh normal
j. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A. Price et. Al (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4 Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smeltzer S.C dan Bare Brenda G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth(Ed. 8 Vol 2), EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (1999). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan (Ed.
2), Jakarta : Penerbit buku kedokteran. EGC.
Barbara C Long, (1996). Perawatan Medikal Bedah, Edisi II, Yayasan ikatan alumni pendidikan
keperawatan padjajaran Bandung: Bandung.
Engram (1999). Rencanan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Terjemahan dari
Medical Surgical Nursing Planning, (1993), Alih bahasa Suharyati, EGC: Jakarta.
Doenges E Marlynn (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Edisi 3) Penerbit buku kedokteran. EGC

Anda mungkin juga menyukai