Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

MIASTENIA GRAVIS

Dosen pengampu : Ns. Noor Fitriyani, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Kiki Nia Hastutiningsih 9. Niluh Putu Erikawati


2. Latifatul Isnaini 10. Nirmala Monita Devvy
3. Listya Aprilia Obay 11. Novita Juniati
4. Mawar Isndaruwati 12. Okta Fiyanti
5. Minarti Panjukang 13. Puput Istu Widodo
6. Mita Puspitaningrum 14. Putri Tiara Elsaby
7. Muhamad Alfauzi P 15. Retno Wulandari
8. Nanda Yusril Rzal Mahendra

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat di dalam terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10
hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miastenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1
juta orang. Kelemahan otot yang parah yang menyebabkan oleh penyakit tersebut
membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas kesulitan mengunyah
dan menelan, bicara cadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Miastenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering
terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih
dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.

B Rumusan Masalah
1. Apa definisi Miesthania Gravis?
2. Bagaimana Manifestasi Klinin Miasthenia Gravis?
3. Bagaimana patofisiologis dan Pathwaynya ?
4. Apa saja komplikasinya?
5. Bagaimana penatalaksanannya?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Miasthenia Gravis?

C Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi Miesthania Gravis.
2. Mengetahui klasifikasi Miesthania Gravis.
3. Mengetahui etiologi Miesthania Gravis.
4. Mengetahui patofisiologi Miesthania Gravis.
5. Mengetahui manifestasi klinis Miesthania Gravis.
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Miasthnia Gravis.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-
menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena
adanya gangguan dari synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan
tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya
dibawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan
yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu
dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Dewabenny,2008).
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi
neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksireseptor asetilkolin oleh
autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miasteniagravis merupakan penyakit autoimun
yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir
semua pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada
kehamilan. (Chandrasoma dan Taylor, 2005).
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) .
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial
(Brunner and Suddarth 2002).
B Manifestasi Klinis
1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a. Ptosis
b. Diplobia
c. Otot mimik
2. Kelemahan otot bulbar
a. Otot-otot lidah
1) Suara nasal, regurgitasi nasal
2) Kesulitan dalam mengunyah
3) Kelemahan rahang yang berat dapat menyebebkan rahang terbuka
4) Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan
tercekik saat minum
b. Otot-otot leher
Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
3. Kelemahan otot anggota gerak
4. Kelemahan otot pernapasan
a. Kelemahan otot interkostal dan difragma menyebabkan retensi CO2.
Hipoventilasi menyebabkan kedaruratan neuromuskular.
b. Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran napas atas.
C Patofisiologis dan Pathway
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan
batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan
aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranialmenuju ke perifer. Masing-masing
saraf bercabang banyak sekali danmampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka.
Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit
mototrik.Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap
serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik. Daerah khusus yang merupakan
tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular
atau hubunganneuromuscular.
Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimiaantara saraf dan otot
yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps,elemen postsinaps, dan celah
sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å.Unsur presinaps terdiri dari akson terminal
dengan vesikel sinaps yangberisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter.
Asetilkolin disintesisdan disimpan dalam akson terminal (bouton). Membran plasma
aksonterminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari
membranpostsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran
postsinapsdibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan aluratau
palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini
mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangatmenambah luas
permukaan.
Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptorasetilkolin dan mampu
menghasilkan potensial lempeng akhir yangselanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi
otot. Pada membranpostsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan
asetilkolinyaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat
antaramembran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan
melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
D Komplikasi
1. Miatenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
2. Pneumonia
3. Bollous Death
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit
sebelumnya (misalnya, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian
kortikosteroid yang lenyap secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang
panas), kehamilan, dan stress emosional (Widagdo, 2007).
E Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat
antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
1. Obat anti kolinestrase
a. piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin
bromide (Prostigmin).
b. diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan
meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
2. Terapi imunosupresif
a. ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan
antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
b. kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang
menghambat .
c. pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer
antibody.
d. Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan
remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer
timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
F Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian, meliputi:
a. B1 (Breating) Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan
batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang disertai
adanya kelemahan otot-otot pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti
ronchi atau stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan
nafas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
b. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan untuk
memantau perkembangan status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan
tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak
membaiknya status pernafasan.
c. B3 (Brain) Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin
disatrik.
d. B4 (Bladder) Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya
terjadi kondisi dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih.
e. B5 (Bowel) Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah,
disfagia,kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
f. B6 (Bone) Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan aktifitas
atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi hal berikut :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
b. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral.4.
d. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal.
3. Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan kelemahan otot pernapasan
Tujuan :Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi
polapernapasan klien kembali efektif
Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalambatas normal,
bunyi nafas terdengar jelas, respiratorterpasang dengan optimal
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan kapasitas
ventilasi, perawat mengkaji frekuensi
pernapasan, kedalaman, dan bunyi
nafas,pantau hasil tes fungsi paru-paru
(volume)

2. Kaji kualitas, frekuensi,dan Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,


kedalamanpernapasan, dankedalaman pernapasan, kita
laporkansetiap perubahan dapatmengetahui sejauh mana perubahan
yangterjadi. kondisiklien.

3. Baringkan klien dalamposisi yang Dalam posisi dudukPenurunan diafragma


nyaman memperluas daerahdada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
4. Observasi tanda-tandavital Peningkatan RR dan takikardi
(nadi,RR). merupakanindikasi adanya penurunan
fungsi paru
b. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan.
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan
penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor
yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki
paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Kriteria Hasil : Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit,
dan kemampuan batuk efektif dapat optimal,tidak ada tanda
peningkatan suhu tubuh.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan Menjadi data dasar dalam
aktivitas melakukan intervensi
selanjutnya.
Atur cara beraktivitas klien sesuai Sasaran klien adalah
kemampuan. memperbaiki kekuatan dan daya
tahan.
3. Menjadi partisipan dalam pengobatan. Klien harus belajar tentang fakta-
faakta dasar mengenai agen-agen
antikolinesterase-kerja, waktu,
penyesuaian dosis, gejala-gejala
kelebihan dosis, danefek toksik.
Dan yang penting pada
pengguaan medikasi dengan tepat
waktu adalah ketegasan
4. Evaluasi kemampuan aktivitas motorik Menilai singkat keberhasilan dari
terapiyang boleh diberikan.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan
pengucapan kata,gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu
menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria Hasil : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhanklien dapat
dipenuhi, klien mampu merespons setiapberkomunikasi secara
verbal maupun isyarat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji komunikasi verbal klien Kelemahan otot-otot bicara klien krisis
miastenia gravis dapat berakibat pada
komunikasi.
2. Lakukan metode komunikasi Teknik untuk meningkatkan
yang ideal sesuai dengan kondisi komunikasimeliputi mendengarkan klien,
klien. mengulangiapa yang mereka coba
komunikasikan dengan jelas dan
membuktikan yang
diinformasikan, berbicara dengan klien
terhadap kedipan mata mereka dan atau
goyangkan jari-jari tangan atau kaki
untuk menjawab ya/tidak. Setelah periode
krisis klien selalu mampu mengenal
kebutuhan mereka.
3. Beri peringatan bahwaklien di Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan
ruang ini mengalami gangguan ketidakmampuan komunikasi.
berbicara, sediakan belkhusus
bila perlu
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan Membantu menurunkan frustasi oleh
klien. karena ketergantungan atau
ketidakmampuan berkomunikasi.
5. Ucapkan langsungkepada klien Mengurangi kebingungan atau
denganberbicara pelan dantenang, kecemasanterhadap banyaknya informasi.
gunakanpertanyaan dengan jawaban
”ya” atau”tidak” dan perhatikan
respon klien
6. Kolaborasi: konsultasi keahli Mengkaji kemampuan verbal
terapi bicara individual,sensorik, dan motorik, serta
fungsi kognitif untuk mengidentifikasi
defisit dan kebutuhan terapi.
d. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis,ketidakmampuan komunikasi
verbal.
Tujuan : Citra diri klien meningkat.
Kriteria Hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan
denganorang terdekat tentang situasi dan perubahan
yangsedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan
diriterhadap situasi, mengakui dan
menggabungkanperubahan ke dalam kosep diri dengan cara
yangakurat tanpa harga diri yang negatif.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji perubahan darigangguan Menentukan bantuan individual dalam
persepsi danhubungan dengan menyusun rencana perawatan atau pemilihan
derajat ketidakmampuan. intervensi.
2. Bantu dan anjurkan perawatan Membantu meningkatkan perasaan hargadiri
yang baik dan memperbaiki dan mengontrol lebih dari satu area
kebiasaan. kehidupan.
3. Anjurkan orang yang terdekat Menghidupkan kembali perasaan
untuk mengizinkan klien kemandirian dan membantu perkembangan
melakukan hal untuk dirinya harga diri serta mempengaruhi proses
sebanyak-banyaknya rehabilitasi.
4. Evaluasi Keperawatan
a. Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi,pola pernafasan klien kembali
efektif
b. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
c. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
melindungi diri dari cedera.
d. Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
e. Klien mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
BAB III

PENUTUP

A Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat
mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para
wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa keperawatan
terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan
asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada
patofisiologi miastenia gravis. Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik
terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat
dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana
antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Gejala
klinis miastenia gravis antara lain; Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis,
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan tersebut
akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas.
Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita
sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah,
pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis
dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air,
mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.
Daftar Pustaka

Doenges, E Marilyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta


Effendi, Christantie, Niluh Gede Yasmin Asih. Keperawatan Medikal Bedak Klien
Dengan Gangguan Sistem Respirasi. 2004. EGC : Jakarta
Egram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. EGC :
Jakarta
Kim, Ja Mi, dkk. 1995. Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta
Mubarak, Iqbal Wahid, Nurul Chayati. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan
Suddarth Ed. . EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan
Suddarth Ed. 8. EGC : Jakarta
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Ed. 2. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai