Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton sebagai material bangunan paling populer, tersusun dari komposisi utama

agregat kasar, agregat halus, air, dan semen portland menjadi material yang sangat

penting dan banyak digunakan untuk membangun berbagai infrastruktur seperti gedung,

jembatan, jalan raya, di bawah tanah seperti pondasi. Dengan adanya pembangunan

infrastruktur yang semakin hari semakin meningkat mengakibatkan produksi semen yang

meningkat pula. Dengan demikian pada tahu 2018 kapasitas produksi semen Indonesia

diperkirakan akan bertambah menjadi sekitar 53,6 juta ton per tahun (Wasis Sriyadi,

2011).

Pada saat proses produksi semen terjadi pelepasan gas karbondioksida (CO₂) ke

udara yang besarnya sebanding dengan jumlah semen yang diproduksi, yang dapat

merusak lingkungan hidup kita diantaranya pemanasan global. Maka diperlukan bahan

alternatif lain yang bisa menggantikan semen dalam campuran beton untuk mendapatkan

beton yang ramah lingkungan. Diantaranya ialah melalui pengembangan beton dengan

menggunakan bahan pengikat anorganik seperti alumina-silikat polymer atau dikenal

dengan geopolymer yang merupakan sintesa dari material geologi yang terdapat pada

alam yang kaya akan kandungan silika dan alumina (Davidovits, 1999).

Material fly ash dalam pembuatan beton dapat bereaksi secara kimia dengan cairan

alkalin pada temperatur tertentu untuk membentuk material campuran yang memiliki

sifat seperti semen. Material geopolymer ini digabungkan dengan agregat batuan

kemudian menghasilkan beton geopolymer, tanpa menggunakan semen lagi (Sumajouw

dan Dapas, 2014).

1
Sejalan dengan perkembangan dunia konstruksi bangunan di Indonesia, berbagai

penelitian dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan beton tersebut. Banyak

hal yang memungkinkan agar beton lebih kuat. Salah satu cara dengan menambahkan

campuran serat-serat pada campuran beton. Hal ini dimaksudkan agar serat-serat tersebut

dapat berfungsi sebagai tulangan mikro yang tersebar secara acak dalam beton. Serat baja

memiliki sifat yang baik dalam hal kuat lenturnya. Namun di Indonesia, konsep

pemakaian serat baja pada adukan beton geopolimer untuk struktur bangunan belum

banyak dikenal dan belum dipakai dalam praktik. Dengan ini peneliti mencoba untuk

memanfaatkan (kawat bendrat) sebagai bahan tambahan dalam adukan beton geopolimer.

Kawat bendrat dipilih karena mudah didapatkan di pasaran dan harganya cukup murah.

Dengan keinginan mempelajari lebih lanjut tentang beton geopolimer maka dalam

penelitian ini akan diuji kuat lentur beton geopolimer dengan menggunakan tambahan

serat kawat bendrat. Peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh serat kawat bendrat

sebagai kuat lentur beton geopolimer.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penambahan

kawat bendrat terhadap kuat lentur beton geopolimer?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai kuat lentur

dari beton geopolimer yang menggunakan penambahan kawat bendrat pada beton

geopolimer.

2
1.4 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya kesalahan dalam penelitian, sesuai dengan tujuan

penelitian yang dimaksud di atas, maka dalam penelitian ini diperlukan adanya

pembatasan masalah sebagai berikut:

a. Penelitian difokuskan pada analisa pengaruh penambahan serat kawat bendrat terhadap

kuat lentur beton geopolimer.

b. Slump yang digunakan yaitu 10 – 14 cm dari tingkat keruntuhan adukan.

c. Bahan yang digunakan berupa limbah abu terbang (fly ash) kelas F hasil pembakaran batu

bara dari PLTU Asam-Asam, Kalimantan Selatan.

d. Agregat kasar yang digunakan berupa kerikil/sirtu berasal dari kota Palangka Raya.

e. Agregat halus yang digunakan berupa pasir halus yang berasal dari kota Palangka Raya.

f. Alcaline activator (larutan pengikat) berupa Natrium Silikat dan Natrium Hidroksida.

g. Benda uji berbentuk balok dengan ukuran 10𝑥10 cm dan panjang 40 cm.

h. Pengujian benda uji dilakukan pada umur 14 dan 28 hari untuk kuat lentur beton

geopolimer.

i. Molaritas NaOh adalah 10M

j. Rasio alcaline activator terhadap fly ash adalah 0,4

k. Jumlah fly ash adalah 400 kg/m3.

l. Perbandingan massa reaktan Na2SiO3/NaOH sebesar 2:1

1.5 Manfaat Penelitian

3
Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis

1. Mengetahui pengaruh penambahan kawat benrat terhadap kuat lentur beton

geopolimer.

2. Memberikan pengetahuan yang baru dan pemahaman yang lebih mendalam kepada

peneliti dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan Universitas

Palangka Raya tentang pengembangan penelitian beton geopolimer.

b. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan hasil yang nyata terhadap pengembangan

beton geopolimer di dunia pendidikan.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Beton Geopolimer

Geopolimer merupakan sintesis bahan-bahan produk sampingan seperti abu

terbang (fly ash), abu kulit padi (rice husk ash) dan lain-lain yang banyak mengandung

silika dan alumina membentuk sebuah senyawa silikat alumina anorganik (Lloyd dan

Rangga, 2010). Beton geopolimer merupakan beton yang material utamanya

mengandung banyak silika dan alumina tinggi yang direaksikan dengan alcaline

activator. Proses pembentukan beton geopolimer terbentuk melalui proses polimerisasi

bahan yang mengandung silikat dan alumina tinggi yang direaksikan dengan

menggunakan alkali aktivator (polysilicate) menghasilkan ikatan polimer Si-O-Al.

Dengan ikatan polimer ini maka akan terbentuk padatan berupa amorf sampai semi kristal.

Menurut Djedjen Achmad (2012), beton geopolimer memiliki kuat tekan lebih

besar dari 90 MPa pada umur 28 hari, memiliki kuat tarik sebesar 10-15 MPa pada umur

28 hari, dan memiliki penyerapan air kurang dari 3 %. Beton geopolimer memiliki

ketahanan terhadap api, lingkungan korosif dan tahan terhadap reaksi alkali silika. Karena

tidak menggunakan semen sebagai bahan perekat, beton geopolimer hanya memiliki

rangkak susut yang kecil. Kekurangan dari beton geopolimer sendiri yaitu rancangan

campuran untuk pembuatannya masih belum pasti dan rumit, karena membutuhkan

alcaline activator dalam proses pembuatannya.

5
2.2 Material Penyusun Beton Geopolimer

2.2.1 Fly ash (abu terbang)

Abu terbang (fly ash) didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran

batu bara atau bubuk batu bara. Ukuran butirannya yang sangat halus, sangat baik untuk

mengisi rongga yang terdapat di dalam beton. Fly ash bersifat pozzolan, yaitu bahan yang

mengandung silica reaktif, dapat bereaksi dengan kapur membentuk calcium silikat

hidrat, yang bersifat keras dan tidak mudah larut dalam air. Komposisi dari fly ash

sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), Alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3) dan

kalsium (CaO), serta magnesium, potassium, sodium, titanium, sulfur, dalam jumlah

yang kecil. Komposisi fly ash tersebut tergantung dari jenis batu bara (ASTM C618

(ASTM, 1995:304)).

Menurut SNI 06-6867-2002, persyaratan mutu pada abu terbang sebagai berikut:

Tabel 1. Persyaratan Mutu Fly Ash

No. Senyawa Kadar,


%
1 Jumlah oksida SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 minimum 30
2 SO3 maksimum 5
3 Hilang pijar maksimum 6
4 Kadar air maksimum 3
5 Total alkali dihitung sebagai Na2O maksimum 1,5

Sumber: SNI 06-6867-2002

Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi 3 kelas yaitu fly ash kelas F, fly ash kelas

C dan fly ash kelas N. Perbedaan utama dari kedua fly ash tersebut adalah banyaknya

unsur kalsium, silika, aluminium, dan kadar besi dalam ash.

a. Fly ash kelas F merupakan fly Ash yang diproduksi dari pembakaran batu bara

antrachite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat

6
cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly Ash

kelas F memiliki kadar kapur yang rendah (CaO < 10%).

b. Fly ash kelas C merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batu bara lignite

atau subbituminous yang mempunyai sifat pozolanic serta self cementing (kemampuan

untuk mengeras dan menambah kekuatan apabila bereaksi dengan air tanpa

penambahan kapur). Fly ash kelas C biasanya memiliki kadar kapur (CaO) > 10%.

c. Fly ash kelas N adalah hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah

diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa diproses

melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga mempunyai

sifat pozzolan yang baik.

2.2.2 Alcaline activator

Sodium silikat dan sodium hidroksida digunakan sebagai alcaline activator

(Hardjito Djuwantoro, dkk, 2004). Sodium silikat berfungsi untuk mempercepat reaksi

polimerisasi, sedangkan sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al

dan Si yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang

kuat.

Natrium hidroksida merupakan senyawa alkali yang sangat reaktif apabila

direaksikan dengan air. Natrium hidroksida berbentuk padat seperti serbuk. Fungsi dari

Natrium hidroksida yaitu mereaksikan Si dan Al sehingga menghasilkan ikatan

polimerisasi yang kuat. Campuran antara fly ash dan natrium hidroksida membentuk

ikatan yang sangat kuat tetapi menghasilkan ikatan yang lebih padat dan tidak ada retakan

(Septia, 2011).

Menurut Djedjen Achmad (2012), natrium silikat terdapat dalam dua bentuk,

yaitu berupa padat dan larutan. Untuk campuran beton lebih banyak digunakan dalam

7
bentuk larutan. Natrium Silikat atau yang lebih dikenal dengan nama waterglass, pada

mulanya digunakan sebagai campuran dalam pembuatan sabun.

2.2.3 Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral

lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan yang berfungsi sebagai bahan pengisi

dalam campuran mortar dan beton. Kandungan agregat dalam campuran beton sangat

tinggi, yaitu berkisar 60% - 70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya

sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar agregat ini menjadi sangat

penting, karna dihasilkan mempengaruhi yang dihasilkan (Tri Mulyono, 2004).

a. Agregat kasar

Agregat kasar dapat berupa kerikil, pecahan kerikil, batu pecah, terak tanur tiup atau

beton semen hidrolis yang dipecah. Sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002, bahwa agregat

kasar merupakan agregat yang mempunyai ukuran butir antara 5,00 mm sampai 40 mm.

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) yang akan dipakai untuk membuat campuran beton

harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Kerikil atau batu pecah harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori serta

mempunyai sifat kekal (tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik

matahari atau hujan). Agregat yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai

apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat

seluruhnya.

2. Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali jika agregat kasar digunakan

untuk membuat beton yang akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang

akan berhubungan dengan tanah basah. Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh untuk

membuat beton dengan semen yang kadar alkalinya dihitung setara Natrium Oksida tidak

8
lebih dari 0,6 %, atau dengan menambahkan bahan yang dapat mencegah terjadinya

pemuaian yang dapat membahayakan oleh karena reaksi alkali-agregat tersebut.

3. Sifat kekal dari agregat kasar dapat diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai

berikut:

a. Jika dipakai natrium sulfat (Na2SO4), bagian yang hancur maksimum 12% berat

agregat

b. Jika dipakai magnesium sulfat (MgSO4), bagian yang hancur maksimum 12% berat

agregat.

4. Agregat kasar tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat merusak beton seperti

bahan-bahan yang reaktif sekali dan harus dibuktikan dengan percobaan warna dengan

laruta NaOH.

5. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (terhadap berat kering) dan

apabila mengandung lebih dari 1%, agregat kasar tersebut harus dicuci.

6. Kekerasan dari agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji dari Rudeloff dengan

beban pengji 20 ton dan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat.

b. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19-30 mm lebih dari 22% berat.

7. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila

diayak dengan ayakan standard ISO harus memenuhi syarat sebagai berikut.

8. Besar butir agregat kasar maksimum tidak boleh lebih daripada 1/5 jarak terkecil

antarabidang-bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau ¾ dari dari jarak bersih

minimum antara batang-batang atau berkas tulangan.

b. Agregat halus

9
Menurut Tjokrodimuljo (2007), agregat halus (pasir) adalah batuan yang mempunyai

ukuran butir antara 0,15 mm – 5 mm. Agregat halus dapat diperoleh dari dalam tanah,

dasar sungai atau dari tepi laut. Oleh karena itu, pasir dapat digolongkan menjadi 3 macam,

yaitu: pasir galian, pasir sungai dan pasir laut. Syarat agregat halus menurut SNI 03-6821-

2002 adalah sebagai berikut:

a. Susunan butir agregat halus mempunyai kehalusan antara 2,0 - 3,0.

b. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.

c. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.

d. Sifat kekal agregat halus dapat diuji dengan larutan jenuh garam. Jika dipakai natrium

sulfat bagian yang hancur maksimum 10% berat, sedangkan jika dipakai magnesium

sulfat yang hancur maksimum 15% berat.

e. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat kering).

Jika kadar lumpur melebihi 5% pasir harus dicuci.

2.3 Perancangan Campuran Beton Geopolimer

Standar campuran beton geopolimer belum ada sampai saat ini, sehingga dibutuhkan

metode pendekatan, maka dapat digunakan perancangan beton konvensional yang

dihitung berdasarkan SNI 03-2834-2002. Prinsip utama dalam perancangan campuran

beton geopolimer yaitu fly ash + alkaline aktivator + agregat.

2.4 Kuat Lentur Beton

10
Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan

untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang diberikan padanya,

sampai benda uji patah.

Kuat lentur dihitung menggunakan persamaan berikut:

3.𝑃.𝐿
flt = 2.𝑏.𝑑² ............................................................................................1)

Keterangan:

flt = kuat lentur, dalam Mpa;

P = beban maksimum yang mengakibatkan keruntuhan balok uji, dalam Newton;

L = panjang bentang di antara kedua blok tumpuan, dalam mm;

b = lebar balok rata-rata pada penampang runtuh, dalam mm;

d = tinggi balok rata-rata pada penampang runtuh, dalam mm.

2.5 Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian (Andre Kusuma Putra, 2014), yaitu “Kuat Tarik Belah Beton Geopolimer

berbasis Abu terbang (Fly Ash)”. Pada penelitian tersebut kuat tarik beton pada umur

tujuh hari diuji melalui tes kuat tarik belah. Material yang digunakan adalah abu

terbang (fly ash) asal PLTU Amurang, sodium silikat, sodium hidroksida dengan

konsentrasi 8M, dan Superplastisizer Viscocrete-10. Benda uji yang digunakan adalah

silinder ukuran 10/20 cm, dengan metode curing menggunakan oven dengan variasi

curing time 4, 8, 12, dan 24 jam masing-masing 6 sampel. Nilai maksimum rata-rata

kuat tarik belah beton geopolymer berbasis fly ash dalam penelitian ini sebesar 1,685

MPa didapatkan pada variasi curing time 24 jam menggunakan oven dengan umur

saat tes 7 hari. Dan jika dibandingkan dengan kuat tekannya menghasilkan nilai ft =

0,322 √ f’c.
11
Komposisi Campuran

2. Penelitian (Roger Manuahe, 2014), yaitu “Kuat Tekan Beton Geopolimer berbahan

dasar Abu Terbang (Fly Ash)”. Pada Penelitian tersebut dilakukan pengujian kuat

tekan beton terhadap sejumlah benda uji berbentuk kubus 15x15x15 cm3 dengan

variasi curing time: 4 jam, 8 jam, 12 jam dan 24 jam menggunakan oven. Berdasarkan

hasil penelitian dapat diperoleh grafik hubungan antara kuat tekan beton terhadap

curing time. Trend menunjukkan bahwa semakin lama curing time maka semakin

besar kuat tekan yang dihasilkan. Terlihat juga bahwa kuat tekan optimum dihasilkan

pada curing time 24 jam.

12
3. Penelitian (PATRIA, Agustinus Sungsang Nana, 2014) yang berjudul Pengaruh

Penambahan Serat Kawat Benrat Terhadap Kuat Lentur Balok menggunakan tulangan

yaitu penambahan baja tulangan pada struktur beton pun belum memberikan hasil

yang memuaskan. Retak-retak halus masih sering dijumpai di daerah tarik beton.

Berbagai penelitian dilakukan untuk mengatasi kelemahan beton tersebut. Salah satu

cara dengan menambahkan fiber ke dalam campuran beton, yang dimaksudkan agar

fiber tersebut dapat berfungsi sebagai tulangan mikro. Penelitian ini dilakukan untuk

meninjau pengaruh penambahan fiber kawat bendrat terhadap kuat lentur balok beton.

Pada penelitian ini, campuran adukan beton menggunakan faktor air semen sebesar

0,44 dan superplastizicer SikaCim concrete additive sebanyak 0,4% dari berat semen.

Fiber kawat bendrat yang digunakan berbentuk lurus, berdiameter 1 mm dan panjang

60 mm, dengan volume fraksi (vf) sebanyak 0,7% dari volume adukan. Benda uji

berjumlah 12 silinder beton yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Berupa enam

silinder beton normal dan enam silinder beton fiber bendrat untuk pengujian kuat

tekan, kuat tarik dan modulus elastisitas beton. Selain itu, benda uji berupa empat

balok beton berukuran (80 x 150 x 2000) mm. Masing-masing dua balok beton normal

dan beton fiber bendrat untuk pengujian kuat lentur. Pada pengujian kuat lentur balok

beton menggunakan tipe empat pembebanan, dengan penambahan beban secara

konstan sampai terjadi keruntuhan. Setiap penambahan beban diamati defleksi, retak

pertama, beban pada retak pertama, beban maksimum yang dicapai, pola dan jenis

retak yang terjadi. Berdasarkan hasil pengujian modulus elastisitas, kuat tekan dan

kuat tarik belah beton, menunjukkan bahwa beton normal memiliki modulus

elastisitas beton sebesar 30093,0407 MPa, kuat tekan sebesar 41,1149 MPa dan kuat

tarik belah sebesar 3,3485 MPa. Sedangkan untuk beton fiber mengalami kenaikan

modulus elastisitas sebesar 13,18%, kuat tekan sebesar 17,6804% dan kuat tarik belah

13
sebesar 27,4460%, sehingga modulus elastisitas mencapai 34060,022 MPa, kuat tekan

mencapai 48,3842 MPa dan kuat tarik belahnya mencapai 4,2675 MPa. Pada

pengujian kuat lentur balok beton, beban maksimum yang diperoleh balok beton

normal sebesar 16,6206 kN, sedangkan untuk balok fiber sebesar 19,4264 kN. Namun

beban maksimum hasil analisis balok beton normal lebih kecil 57,2104%

dibandingkan hasil pengujian, yaitu sebesar 10,5722 kN. Sedangkan beban maksimum

hasil analisis balok beton fiber lebih besar 6,8848% dibandingkan hasil pengujian,

yaitu sebesar 20,7639 kN.

14

Anda mungkin juga menyukai