Anda di halaman 1dari 50

HEARTH FAILURE

(Gagal Jantung)

A. Pengertian

Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung

tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang

ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispneu

(sesak nafas), dilatasi vena dan edema yang diakibatkan

oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung

(Sudoyo, 2006).

Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi

penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat

pada penurunan fungsi pompa jantung sehingga tidak mampu

mempertahankan cardiac output (CO) yang cukup untuk


memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Corwin, 2001;

Price, 1995).

B. Etiologi

1. Gangguan kontraksi otot jantung

a. Miokarditis

b. Infark miokard

c. Aritmia

d. Obat-obatan

2. Beban kerja jantung yang meningkat

a. Insufisiensi aorta

b. Insufisiensi mitral

c. Tranfusi yang berlebihan2

d. Hipervolemia sekunder
e. Stenosis aorta

3. Gangguan pengisian jantung

D. Prevalensi

Prevalensi penyakit gagal jantung saat ini semakin

meningkat. Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per

1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anakanak yang menderita kelainan jantung bawaan,
komplikasi

gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan

sisanya terjadi antara umur 5-15 tahun (Sudoyo, 2006).

Perlu diketahui, bahwa dekompensasi kordis pada bayi

dan anak memiliki segi tersendiri dibandingkan pada orang

dewasa, yaitu:

1. Sebagian besar penyebab gagal jantung pada bayi dan

anak dapat diobati (potentially curable).


2. Dalam mengatasi gagal jantung tidak hanya berhenti

sampai gejalanya hilang, melainkan harus diteruskan

sampai ditemukan penyebab dasarnya.

3. Setelah ditemukan penyebabnya, bila masih dapat

diperbaiki maka harus segera dilakukan perbaikan.

4. Lebih mudah diatasi dan mempunyai prognosis yang lebih

baik daripada gagal jantung pada orang dewasa (Corwin,

2001).

Sementara itu, menurut Aulia Sani, penyakit gagal

jantung meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan

hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah

sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal

jantung dalam setahun diperkirakan 2,3-3,7 perseribu


penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin

meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia5

a. Stenosis mitral

b. Stenosis trikuspid

c. Tamponade jantung

d. Perikarditis

4. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan oksigen

a. Anemia

b. Hipertiroidisme

c. Demam

d. Beri-beri

C. Klasifikasi

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan


pemompaan, gagal jantung terbagi atas:

1. Gagal jantung kiri

2. Gagal jantung kanan

3. Gagal jantung kongestif (kiri dan kanan)

Istilah lain terhadap pembagian gagal jantung

disesuaikan dengan keadaan klinis dan mekanisme, antara

lain:

1. Low output heart failure

2. High output heart failure

3. Acute/sub acute heart failure

4. Cronich heart failure6

harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark


miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita

dengan penurunan fungsi jantung (Sudoyo, 2006).

Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita, peningkatan

kasus dari penyakit gagal jantung ini pada tahun 1997

adalah 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat hingga

mencapai puncak pada tahun 2000 dengan 532 kasus

(Rokhaeni dkk., 2001). Karena itulah, penanganan sedini

mungkin sangat dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas

yang minimal terutama pada bayi dan anak-anak.

E. Prognosis

Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang

berat terjadi pada hari/minggu pertama pasca lahir,

misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta,


koarktasio aorta atau anomali total drainase vena

pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi

medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan

invasif diperlukan segera setelah pasien stabil.

Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien

ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.

Pada gagal jantung akibat Penyakit Jantung Bawaan

(PJB) yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan

terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka

dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk

koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang

berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal8

jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh


profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis

sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.

Pada bayi dan anak lebih baik daripada orang dewasa

bila ditolong dengan segera. Hal ini disebabkan oleh

karena belum terjadi perburukan pada miokardium. Ada

beberapa faktor yang menentukan prognosa, yaitu:

1. Waktu timbulnya gagal jantung.

2. Timbul serangan akut atau menahun.

3. Derajat beratnya gagal jantung.

4. Penyebab primer.

5. Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.

6. Keadaan paru.
7. Cepatnya pertolongan pertama.

8. Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.

9. Seringnya gagal jantung kambuh (Sudoyo, 2006).10

F. Patofisiologi

Preload

meningkat

Afterload

meningkat

Contractcility menurun

Perikarditis,

Temponade

Dysritmia, Obat-obatan,
dan infark miokard

Stenosis aorta/hipertensi,

tranfusi >>

Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel

kiri (Otot jantung menebal, mengeras,

elastisitas menurun, kemampuan kontraksi

turun, ukuran jantung membesar (LVH)

Penurunan ejeksi darah sistemik

Penurunan Cardiac output

pengeluaran katakolamin

peningkatan frekwensi denyut

jantung, peningkatan tahanan perifer


G3 perfusi pada jaringan periper

Bila tak tertanggulangi timbul dekompensasi

(tekanan darah turun) (nadi meningkat)

G3 perfusi jaringan

bendungan pada daerah

proksimal ventrikel kiri

Bendungan pada atrium kiri

Bendungan pada paru

Rh +/+, Sesak nafas, Asidosis

respiratorik

Oedem paru

Ggn pertukaran gas12

G. Diagnosis
1. Gagal jantung kiri

Sindrom klinik sebagai akibat adanya penurunan

curah jantung dari bendungan paru.

Keluhan

a. Semuanya hanya dyspnea on effort kemudian dengan

bertambahnya sesak pada waktu istirahat. Orthpnea,

paroxysmal neotural dengan disertai jantung

berdebar atau palpitasi.

b. Nafsu makan menurun.

c. Lemah badan dan cepat capek.

d. Sulit tidur dan sering kencing pada malam hari.

Pemeriksaan Fisik

a. Pasien tidak dapat tidur terlentang tanpa disertai


bantal.

b. Frekwensi nafas meningkat.

c. Takikardi.

d. Pulsus Alternans.

e. Didapatkan tanda-tanda pembesaran jantung kiri.

f. Terdengar suara jantung yang ketiga dan keempat.

g. Terdengar ronkhi basah dan seluruh lapangan paru

dan tanda efusi pleura.

Elektro Kardiografi (EKG)

a. Didapatkan deviasi sumbu jantung ke kiri.

b. Hipertrofi ventrikel kiri dan pembesaran atrium

kiri.14

Thorax Foto
a. Jantung tampak membesar dan disertai dengan

pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri.

b. Paru menunjukkan adanya kongesti ringan sampai

edema paru.

2. Gagal jantung kanan

Sindrom klinik sebagai akibat adanya bendungan

sistemik dan penurunan volume darah ke paru.

Keluhan

a. Berat badan cepat bertambah.

b. Pembengkakan pada kedua tungkai.

c. Rasa tidaka enak di perut kanan atas.

d. Perut buncit akibat penumpukan cairan acites.


e. Sering kencing terutama pada malam hari.

f. Sesak biasanya akibat adanya gagal jantung kiri,

atau kelainan primer sebagai penyebab yang pada

umumnya merupakan penyakit paru obstruktif menahun.

Pemeriksaan Fisik

a. Bendungan vena di leher.

b. Hepatomegali.

c. Asites

d. Edema tungkai.

e. Pulsasi epigastrial akibat dari hipertensi jantung

kanan.

f. Suara paru-paru mengeras akibat hipertensi

pulmonal.16
Elektro Kardiografi (EKG)

a. Deviasi axis jantung ke kanan.

b. Hipertrofi ventrikel kanan.

c. RAE (Right Atrial Enlargement)

Thorax Foto

a. Jantung membesar dengan apex terangkat.

b. Kelainan paru kronis.

3. Gagal jantung kongestif (kiri dan kanan)

Keluhan dan tanda-tanda klinis berupa kombinasi

keluhan dan tanda klinis gagal jantung kiri dan gagal

jantung kanan.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi


gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart

Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional

dalam 4 kelas, yaitu:

a. Kelas 1: Penderita penyakit jantung tanpa limitasi

aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak

menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.

b. Kelas 2: Penderita penyakit jantung disertai

sedikit limitasi dari aktivitas fisik. Saat

istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari-hari

menimbulkan dyspneu atau kelelahan.

c. Kelas 3: Penderita penyakit jantung disertai

limitasi aktivitas fisik yang nyata. Saat istirahat

tidak ada keluhan. Aktivitas fisik yang lebih18


ringan dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan

dyspnoe atau kelelahan.

d. Kelas 4: Penderita penyakit jantung yang tak mampu

melakukan setiap aktivitas fisik tanpa menimbulkan

keluhan. Gejala-gejala gagal jantung bahkan mungkin

sudah nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik

akan menambah beratnya keluhan.

H. Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung adalah

memperpanjang hidup pasien dengan mengembalikan kepastian

fungsi menjadi normal atau mendekati normal.

Pengobatan yang ideal pada gagal jantung adalah

melakukan koreksi terhadap penyakit yang mendasari,


tetapi hal ini kadang-kadang tidak mungkin dilakukan.

Dasar-dasar pengobatan gagal jantung

1. Koreksi terhadap penyakit yang mendasari.

• Penyakit hipertensi

• Pembedahan untuk penggantian katub.

2. Pencgahan dan pengobatan faktor predisposisi.

• Pengobatan infeksi.

• Pembatasan konsumsi garam.

• Mengontrol aritmia.

3. Memperbaiki kontraktilitas mikard.

• Digitalis

• Beta 1 adrenergik20

• Beta 2 adrenergik
4. Mengurangi beban jantung.

• Aktivitas fisik diturunkan.

• BB diturunkan.

Obat-obatan yang dapat menurunakn preload dan

afterload.

5. Koreksi terhadap garam dan cairan.

6. Penyuluhan bagi pasien atat keluarga.

• Memberi penertian tentang penyakit dan faktor yang

memperberat keadaan.

• Anjurkan melakukan aktivitas sesuai kemampuan

fungsi jantung.

• Pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas dan Istirahat

• Gejala: Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa

berdenyut dan berdebar.

Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal

nokturnal, nokturia, keringat malam hari).

• Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan

karena kerja, takpineu, dan dispneu.

2. Sirkulasi22

• Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik

hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal,

trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi,


serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum,

riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.

• Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung;

S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama

tidak teratur; fibrilasi arterial.

3. Integritas Ego

• Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat,

berkeringat, gemetar. Takut akan kematian,

keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna,

kepribadian neurotik.

4. Makanan/Cairan

• Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan,

sering penggunaan diuretik.


• Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes,

pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan

mengi.

5. Neurosensoris

• Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing

• Tanda: Kelemahan

6. Pernafasan

• Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau

nokturnal.24

• Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi,

sputum berwarna bercak darah, gelisah.

7. Keamanan

• Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi


• Tanda: Kelemahan tubuh

8. Penyuluhan/pembelajaran

• Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.

• Tanda: Menunjukan kurang informasi

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos dada

• Proyeksi A-P: konus pulmonalis menonjol, pinggang

jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.

• Proyeksi RAO: tampak adanya tanda-tanda pembesaran

atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan.

2. Elektro Kardiografi (EKG)

Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu


gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta

tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak

gambaran atrium fibrilasi.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan cardiac output b/d perubahan kontraktilitas

mikard.

Rasional:26Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak sanggup

untuk berperan sebagai pompa secara normal sehingga

menghasilkan insufisiensi cardiac output yang terjadi

baik pada waktu istirahat atau aktivitas. Tindakan

keperawatan bertujuan untuk menurunkan beban kerja

jantung sehingga akan meningkatkan efisiensi jantung

sebagai pompa.
2. Gangguan keseimbangan cairan (volume cairan) b/d

penurunan cardiac output.

Rasional:

Dengan penurunan perfusi ginjal sebagai akibat

sekunder dari penurunan cardiac output cairan dan

sodium akan menyebabkan juga penahanan (retensi)

potasium dengan resiko fatal dysritmia.

3. Pertukaran gas tidak efektif b/d perubahan membran

alveolar capilary.

Rasional:

Pada kondisi normal pertukaran O2 dan CO2 terjadi pada

membran alveoli kapiler. Dengan adanya kelainan paru


akan menyebabkan perubahan membran alveoli kapiler.

Pertukaran gas O2 dan CO2 akan terganggu dan menjdi

tidak efektif, yang mana hal tersebut akan

mempengaruhi jantung baik untuk tugasnya sebagai pompa

atau untuk kebutuhan O2 metabolisme jantung sendiri.

4. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah.

Rasional:28Gagal janung kongesti terjadi ketika jantung tidak

sanggup berperan sebagai pompa secara normal,

menghasilkan suatu insufisiensi cardiac output yang

terjadi baik waktu istirahat atau aktivitas. Tindakan

perawatan bertujuan menurunkan beban kerja jantung

sehingga akan meningkatkan efisiensi jantung sebagai

pompa sehingga akan terjadi perbaikan sirkulasi darah.


D. Perencanaan

1. Penurunan cardiac output b/d perubahan kontraktilitas

miokard.

Tujuan: Penurunan cardiac output tidak terjadi

Kriteria standart:

Subyektivitas standart:

• Pasien mengatakan nyeri dada berkurang.

• Pasien mengatakan sesak nafas berkurang.

• Pasien mengatakan dapat melakukan aktivitas

sendiri.

Obyektifitas pasien:

• Vital sign dalam batas normal.


• Diaphoreses tidak ada.

• Pengeluaran urine adekwat.

• Sesak nafas berkurang.

Intervensi dan Rasionalisasi

a. Catat suara jantung

Rasionalisasi:30S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan

dalam memompa. Irama Gallop sering ada (S3 dan S4)

sebagai akibat masuknya darah ke dalam bilik yang

membesar. Murmur merupakan gambaran adanya ketidak

normalan/ stenosis katup.

b. Monitor tekanan darah

Rasionalisasi:

Pada awal, pertengahan, atau kronik CHF, tekanan


darah meningkat karena peningkatan SVR. Pada CHF

yang berat, badan jantung tidak bisa bertambah

panjang agar untuk bisa kompensasi dan bisa terjadi

hipotensi yang berat/irreversible.

c. Monitor pengeluaran urine, catat penurunan

pengeluaran urine, warna, dan kekentalan urine.

Rasionalisasi:

Sebagai akibat peningkatan bendngan vena, maka

ginjal bereaksi karena adanya penurunan cardiac

output dengan retensi air dan sodium. Pengeluaran

urine biasanya menurun oleh karena perpindahan

cairan kembali ke dalam sirkulasi ketika berbaring.


d. Palpasi denyut peripher.

Rasionalisasi:

Penurunan cardiac output akan menyebabkan kelemahan

denyut pada arteri radialis, poplitea, dorsalis

pedis, dan posttibial. Denyut dapat cepat atau32reguler dan mungkin terdapat pulsus alternans

(denyut yang kuat diselingi denyut yang lemah).

e. Lihat warna kulit, pucat atau cyanosis.

Rasionalisasi:

Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi peripher

sebagai akibat sekunder dari tidak adekwatnya

cardiac output, vasokonstriksi, dan anemia cyanosis

terjadi oleh karena CHF yang sukar sembuh.

f. Istirahatkan pasien dengan posisi semi fowler pada


tempat tidur atau kursi. Bantu perawatan fisik

sesuai indikasi.

Rasionalisasi:

Istirahat harus dijaga selama akut atau CHF yang

sukar sembuh untuk memperbaiki efisiensi dari

kontraksi jantung dan mengurangi kebutuhan O2

miokard dan beben kerja jantung.

g. Tinggikan kaki, hindari tekanan di bawah lutut.

Menganjurkan aktive/ pasive exercise meningkatkan

latihan jalan yang di toleransi.

Rasionalisasi:

Akan menurunkan statis pada vena dan bisa


mengurangi terjadinya thrombus/emboli.

h. Colaborative:

• Berikan O2 lewat nasal canule/masker sesuai

indikasi.

Rasionalisasi:34Meningkatnya persediaan O2 untuk kebutuhan miokard

untuk menanggulangi hipoxia/iskemia.

• Pemberian diuretik

Rasionalisasi:

Jenis dan dosis diuretik tergantung dari derajat

gagal jantung dan stadium dari fungsi ginjal.

Pengurangan preload adalah penting dalam

pengobatan pada pasien dengan cardiac output yang

relatif normal yang disertai oleh gejalala-gejala


bendungan. Pemberian loup diuretik akan

mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.

• Pemberian digoxin

Rasionalisasi:

Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan

melambatkan kecepatan denyut jantung (heart rate)

dengan menurunkan kecepatan konduksi dan

memperpanjang periode refrakter dari AV junction

untuk meningkatkan efisiensi cardiac output.

2. Gangguan keseimbangan cairan (volume cairan) b/d

penurunan cardiac output.

Tujuan: Keseimbangan cairan tidak terganggu.


Kriteria standart:

Subyektivitas standart:

• Pasien mengatakan tubuhnya tidak bengkak lagi.

• Pasien mengatakan sesak nafas berkurang.

Obyektifitas pasien:36• Berat badan stabil

• Vital sign dalam batas normal.

• Edema tidak ada.

• Suara nafas jelas.

• Volume cairan stabil dengan pemasukan dan

pengeluaran.

Intervensi dan Rasionalisasi

a. Monitor pengeluaran urine, catat jumlah, warna, dan

berapa kali sehari.


Rasionalisasi:

Urine yang keluar mungkin sedikit dan pekat

(terutama selama sakit) karena penurunan perfusi

ginjal. Tidur dengan posisi setengah duduk dakan

memperbaiki deuresis, oleh karena itu pengeluaran

urine mungkin meningkat pada malam hari/selama

istirahat.

b. Monitor masukan dan pengeluaran dalam 24 jam.

Rasionalisasi:

Terpai diuretik menghasilakn pengeluaran urine yang

banyak/mendadak (hipovolemia), sekalipun edema,

acites sudah tidak ada.


c. Jaga posisi bed rest dalam posisi semi fowler

selama fase akut.

Rasionalisasi:38Posisi setengah duduk meningkatkan filtrasi

glomerulus dan menurunkan produksi ADH, sehingga

mempertinggi diuresis.

d. Monitor BB tiap hari.

Rasionalisasi:

Diuretik dapat menghasilkan perpindahan cairan dan

hilangnya BB secara cepat/berlebihan.

e. Nilai distensi leher dan pembuluh darah peripher.

Awasi daerah-daerah yang mudah terjadi edema dan

catat adanya edema yang menyeluruh.

Rasionalisasi:
f. Ubah posisi sesering mungkin, tinggikan kaki ketika

duduk, lihat permkaan kulit jaga agar tetap kering,

sediakan alas apabila ada indikasi.

Rasionalisasi:

Adanya edema, sirkulasi yang lambat, perubahan

intake nutrisi, dan bedrest yang lama merupakan

kumpulan sterssor yang mempengaruhi kelangsungan

kesehatan kulit sehingga membutuhkan pengawasan

yang cermat.

g. Dengarkan suara nafas, catat peningkatan atau

adanya suara seperti cracles (gemeretak), dan

whesing.
Rasionalisasi:

Volume caira yang berlebihan sering menyebabkan

bendungan paru (pulmonal). Gejala dari edema paru40mungkin merupakan merupakn refleksi dari gagal

jantung kiri.

h. Monitor BP dan CVP.

Rasionalisasi:

Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan adanya

volume cairan yag berlebihan dan mungkin

direfleksikan pada bendungan pulmonal.

i. Colaborative: Pemberian diuretika.

Rasionalisasi:

Meningkatkan kecepatan peneluaran urine dan mungkin

menghambat reabsorbsi dari sodium di tubulus


renalis.

3. Pertukaran gas tidak efektif b/d perubahan membran

alveolar capilary.

Tujuan: Pertukaran gas efektif.

Kriteria standart:

• Menunjukkan ventilasi dan axygenasi jaringan yang

adekwat denagn ABGS/oxygenatori. Dalam pengukuran

tersebut klien masih dalam batas normal dan bebas

dari tanda-tanda respiratory distress.

• Klien mampu berpartisipasi dalam terapi sesuai

kemampuan.

Intervensi dan Rasionalisasi


a. Auskultasi suara nafas, catat adanya cracles, dan

whezing.

Rasionalisasi:42Hal tersebut menunjukkan adanya bendungan

pulmonal/penumpukan sekret yang membutuhkan

penanganan lebih lanjut.

b. Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan nafas

dalam.

Rasionalisasi:

Membebaskan jalan nafas agar jalan nafas efektif

sehingga pemasukan O2 ke dalam tubuh adekwat.

c. Anjurkan pasien untuk sering mengubah posisi.

Rasionalisasi:

Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.


d. Atur posisi fowler dan bed rest.

Rasionalisasi:

Mengurangi konsumsi/kebutuhan O2 dan merangsang

pengembangan paru secara maksimal.

e. Colaborasi pemberian O2 sesuai dengan indikasi.

Rasionalisasi:

Meningkatkan konsentrasi O2 alveolar yang akan

mengurangi hipoxemia jaringan.

f. Colaborasi pemberian:

• Deuretik

Rasionalisasi:

Mengurangi bendungan alveolar sehingga


meningkatkan pertukaran gas.

• Bronchodilator

Rasionalisasi:44Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi

saluran nafas yang menyempit.

4. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah.

Tujuan: Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.

Kriteria standart:

• Tanda Vital dalam batas normal yaitu: sistole: 100-

140 mmHg, diastole: 70-90 mmHg, nadi: 60-100 x/mnt,

respirasi: 16-24 x/mnt.

• Daerah perifer hangat.

• Pasien tidak pucat/cyanosis.

Intervensi dan Rasionalisasi


a. Berikan posisi fowler atau semi fowler.

Rasionalisasi:

Fasilitas engembangan diafragma, memperluas

pertukaran gas, dan mengurangi terjadinya hypoxia.

b. Observasi TTV

Rasionalisasi:

Pada mulanya tekanan darah bisa meningkat, kemudian

apabila cardiac output membahayakan maka tekanan

darah akan turun. Perubhan TTV menunjukkan gangguan

dalam perfusi jaringan.

c. Anjurkan pasien istirahat di tempat tidur atau

mengurangi aktivitas.
Rasionalisasi:

Dengan istirahat akan menurunkan kebutuhan O2

miokard.

d. Kaji bila ada kecemasan.46

Rasionalisasi:

Kecemasan meningkatkan katekolamin dimana akan

meningkatkan kerja jantung.

e. Jaga lingkungan nyaman dan tenang. Batasi

pengunjung bila perlu.

Rasionalisasi:

Emosional akan meningkatkan kerja jantung.

f. Observasi adanya gangguan irama jantung.

Rasionalisasi:
Irama jantung yang tidak teratur menyebabkan

cardiac output yang tidak adekwat sehingga perfusi

jaringan menurun.

g. Observasi adanya takikardi, perubahan pulse, kulit

dingin, dan keringat banyak.

Rasionalisasi:

Adanya tanda-tanda diatas merupakan petunjuk adanya

perfusi jaringan dimana hal tersebut akan

memperburuk kondisi jantung.

h. sama dengan tim medis dalam EKG, pemberian O2, β

blocker, obat yang memudahkan BAB.

Rasionalisasi:

EKG: Segmen ST depresi dan gelombang T mendatar


dapat menunjukkan adanya peningkatan

kebutuhan O2 miokard.

O2: Meningkatkan O2 bagi miokard dan mencegah

dari hipoxia/ischemik.48

β blocker: Efek menurunkan hearth rate dan

sistole.

Obat yang memudahkan BAB:

Mekanisme kerja dari sistem pencernaan

mempengaruhi dari kerja jantung. Dengan

pemberian laksatif, maka akan mengurangi

kerja jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi, Ed.1, EGC,


Jakarta.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi

Keperawatan. Ed. 3, EGC, Jakarta.

Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22, EGC,

Jakarta.

Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11, EGC,

Jakarta.

Indra M.R. 2007. Fisiologi Kardiovaskuler, Laboratorium Ilmu

Faal FK Unibraw, Malang.

Rokhaeni, H. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler,

Ed.1, Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pusat Kesehatan

Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita,


Jakarta.50

Smeltzer, S.C & Bare,B.G. 2003. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddart, Ed.8, EGC, Jakarta.

Sudoyo WA. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. IV,

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,

Jakarta50

Anda mungkin juga menyukai