Pengertian
21
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan
klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba
glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan
fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang
cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma
klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal
yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan
cepat serta terjadinya azotemia.
Klasifikasi
Etiologi
a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat
hipoperpusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomeruls. Gagal
21
ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa
adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron.
Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan
menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA). Kondisi
ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar,
kehilangan cairan dari gastrointestinal pankreatitis,
pemakaian diuretik yang berlebih)
Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard,
gagal jantung, syok kardioenik dn emboli paru)
Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli,
trombosis)
b. Renal
21
Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi
progresif.
c. Pascarenal / Postrenal
Manifestasi Klinis
b. Stadium oliguria
c. Stadium diuresis
21
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah
urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi
glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal
atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien
harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama
tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
1. Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih
dari 400 ml/hari
2. Berlangsung 2-3 minggu
3. Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter,
asalkan pasien tidak mengalami hidrasi yang berlebih
4. Tingginya kadar urea darah
5. Kemungkinan menderita kekurangan kalium,
natrium dan air
6. Selama stadium dini dieresis, kadar BUN
mungkin meningkat terus
d. Stadium penyembuhan
21
9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit,
dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah,
yaitu 1.010 gr/ml)
10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap),
kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi
renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat
pada kerusakan glomerulus.
11. Pada kasus yang datang terlambat gejala
komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala
kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif,
edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa
hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun
sampai koma.
Patofisiologi
21
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
3. Asidosis
4. Anemia
21
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina dan sesak napas.
Fathway
21
Fathway Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik (GGK)
21
Komplikasi
Pemeriksaan Penunjang
Darah: ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan
berat jenis.
Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan
asam urat.
Gangguan keseimbangan asam basa: asidosis
metabolik.
Gangguan keseimbangan elektrolit: hiperkalemia,
hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan
hiperfosfatemia.
Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam
yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
Warna urine: kotor, sedimen kecoklatan menunjukan
adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan
penyakit ginjal, contoh: glomerulonefritis, piolonefritis
21
dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis
tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
Osmolaritas urine: kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering.
Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna
menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan
peningkatan bermakna.
Natrium Urine: Biasanya menurun tetapi dapat lebih
dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi
natrium.
Bikarbonat urine: Meningkat bila ada asidosis
metabolik.
SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma,
tumor, atau peningkatan GF.
Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat
menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna
tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan
SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA
biasanya ada proteinuria minimal.
Warna tambahan: Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui
infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan
dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada
NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Pemeriksaan Diagnostik
Elektrokardiogram (EKG), Perubahan yang terjadi
berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan
gagal jantung.
Kajian foto toraks dan abdomen, Perubahan yang
terjadi berhubungan dengan retensi cairan.
Osmolalitas serum, Lebih dari 285 mOsm/kg
Pelogram Retrograd, Abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
Ultrasonografi Ginjal, Untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan
bagian atas
Endoskopi Ginjal, Nefroskopi,Untuk menentukan pelvis
ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
Arteriogram Ginjal,Mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular
21
Penatalakasanaan
21
dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari
kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan
hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya
ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
6. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak
ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia, atau
terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi
30-40 mmol/L. Secara umum continous haemofiltration
dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang
intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan
kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain dan
sebagai tambahan untuk pasien katabolik yang tidak
adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
7. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan
dan pengeluaran cairan atau makanan, menimbang
berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai
BUN dan nilai kreatinin.
8. Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan
dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang
paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh
karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia
melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit
serum (nilai kalium >5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L),
perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren
sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
Pengkajian
a. Pengkajian Anamnesis
21
yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan,
hubungan dengan si penderita.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
2. RiwayatPenyakit Sekarang
c. Pemeriksaan Fisik
21
frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh
dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari
hipetensi rinagan sampai berat.
a) B1 (Breathing).
b) B2 (Blood).
c) B3 (Brain).
d) B4 (Bladder).
21
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi
penurunan frekuensi dan penurunan urine output
<400 bertahap="" br="" didapatkan="" disertai="" diuresis=""
filtrasi="" gelap.="" glomerulus.="" hari="" jumlah="" lebih=""
menjadi="" menunjukkan="" ml="" pada="" pekat=""
pemeriksaan="" peningkatan="" perbaikan="" periode=""
perubahan="" secara="" sedangkan="" tanda="" terjadi="" urine=""
warna="" yang="">
e) B5 (Bowel).
f) B6 (Bone).
d. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
21
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat
emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis
asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain
itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon
dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik
progresif menyertai gagal ginjal.
e. Penatalaksanaan Medis
Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan fase
diuresis dari gagal ginjal akut.
2. Pola nafas nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan pH pada ciaran serebrospinal,
perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan
interstisial dari edema paru pada respons asidosis
metabolik.
3. Risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf
sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
21
4. Aktual/risiko perubahan perfusi serebral b.d.
penurunan pH pada cairan serebrospinal efek
sekunder dari asidosis metabolik
5. Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan
konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi
Diagnosa. 1
Intervensi:
21
4. Timbang berat badan tiap hari.
Diagnosa. 2
Intervensi:
21
Mengeidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari
asidosis metabolic.
6. Berikan bikarbonat.
Dianosa. 3
21
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam
diharapkan kejang berulang tidak terjadi
Intervensi:
21
R: Tingkatan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1.000
hingga 1.500 mg/hari pada orang dewasa sangat dianjurkan
(produk dari susu: sayuran berdaun hijau; salmon kaleng,
sadin, dan oyster segar)
Diagnosa.4
Intervensi:
1. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
21
R: Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
Diagnosa. 5
Intervensi:
21
cranbeery, bir jahe, permen karet, atau gula-gula (permen),
root beer, gula dan madu.
21
8. Pemberian natrum bikarbonat.
Daftar Pustaka
21
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
21