Anda di halaman 1dari 25

Penanganan Kejahatan Seksual pada Anak di Bawah Umur

dan Aspek Medikolegal

F5
102013416 Jerrymias Salimulyo Nugroho
102014096 Dicky Alfian Ade Muda
102014237 Lim Kee Zhen
102014001 Sari Budi Safitry
102014054 Irena
102014079 Yussi Septiana
102014120 Hariani
102014199 Kurnia Datu Kanoena Lethe
102014246 Retno Wulandari

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

1
Pendahuluan

Anak adalah cikal-bakal penerus bangsa, memprihatinkan jika mereka rusak oleh
budaya yang mengarah ke liberal. Globalisasi telah melahirkan lingkungan baru dimana
masyarkatnya lebih individualis sehingga kontrol sosial pun semakin renggang. Norma-
norma kemasyarakatan seperti norma kesusilaan, kesopanan, dan agama pun kehilangan
kekuatan sehingga disepelekan dan bahkan sering dilanggar. Ini akibat perubahan sosial
kemasyarakatan yang tidak terkontrol. Memang diakui globalisasi memberikan kemajuan
pola kehidupan menjadi lebih modern, mandiri, serta maju kualitas kehidupannya. Tetapi itu
hanya terjadi pada sebagian kecil masyarakat saja.

Melalui media sosial facebook dan twitter, kejahatan melarikan perempuan di bawah
umur terus terjadi. Kejahatan seksual termasuk aspek dari ilmu kedokteran forensik yang
perlu diperhatikan. Kejahatan terhadap kesusilaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang terhadap orang lain yang menimbulkan kepuasan seksual bagi dirinya dan
mengganggu kehormatan orang lain.

Kejahatan Seksual

Kejahatan seksual adalah tindakan seksual apa pun yang dilakukan seseorang pada
yang lain tanpa persetujuan dari orang tersebut. Kejahatan seksual terdiri dari penetrasi
genital, oral, atau anal oleh bagian tubuh pelaku atau oleh sebuah objek benda.

Beberapa varian kejahatan seksual antara lain pemerkosaan dalam pernikahan (marital rape)
dilakukan oleh suami/istri dengan paksa terhadap pasangannya; acquitance rape, dilakukan
oleh orang yang telah dikenal sebelumnya, incest dilakukan terhadap saudara kandung
sendiri; date rape dilakukan pada saat sedang kencan; statutory rape bermakna adanya
hubungan seksual dengan seorang perempuan dibawah umur, yang rentang usianya
ditentukan oleh hukum (rentang usia 14-18 tahun); child sexual abuse diartikan dengan
interaksi antara seorang anak dengan dewasa dimana anak tersebut digunakan sebagai
perangsang seksual dari orang dewasa itu atau orang lain.

Lingkungan sosial kita sering salah persepsi tentang kejahatan seksual.Korban sering
disalahkan bahwa kejahatan susila itu diakibatkan oleh tingkah lakunya sendiri.1

A. Dampak Kejahatan Seksual pada Anak

2
Dampak kejahatan seksual lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Stephen J.
Sossetti dengan tepat mengatakan bahwa ”dampak kejahatan seksual pada anak adalah
membunuh jiwanya”. Luka kejahatan akan dibawa oleh seorang anak hingga ia dewasa,
menjadi luka abadi yang sulit dihilangkan.

Korban kejahatan seksual akan mengalami pasca trauma yang pahit. Kejahatan
seksual dapat merubah kepribadian anak seratus delapan puluh derajat.Dari yang tadinya
periang menjadi pemurung, yang tadinya energik menjadi lesu dan kehilangan semangat
hidup. Pada beberapa kasus, ada pula anak yang menjadi apatis dan menarik diri, atau
menjadi psikososial dengan prilaku agresif, liar dan susah diatur.1

Dampak lain yang akan muncul dari kekerasan pelecehan pelajar akan melahirkan
pesimisme dan apatisme dalam sebuah generasi. Selain itu terjadi proses ketakutan dalam diri
anak untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan inventif. Kekerasan yang terjadi pada
peserta didik di sekolah dapat mengakibatkan dampak psikis yaitu:

Trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya
konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa
percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari
penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap.1

Anak yang mengalami tindakan kekerasan kejahatan seksual tanpa ada


penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa
terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya.Mereka juga jadi
pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi
mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.1

Sebagai korban, mereka kehilangan haknya atas pendidikan, dan haknya untuk bebas
dari segala bentuk kekerasan fiisik dan mental yang tidak manusiawi.Martabat anak
direndahkan. Pertumbuhan dan perkembangan anak akan terhambat.1

Aspek Hukum

Aspek hukum mengenai kejahatan terhadap kesusilaan dan kejahatan seksual ialah :2

1. KUHP

a) Pasal 284 KUHP

3
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun :
1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa
pasal 27 BW berlaku baginya
1b. Seorang wanita telah kawin yang melakuakn zinah, pada hal diketahui, bahwa
pasal 27 berlaku baginya
b) Pasal 285 KUHP
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan,
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
c) Pasal 286 KUHP
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun
d) Pasal 287 KUHP
1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun,
atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan
pidanan penjara paling lama sembilan tahun
e) Pasal 288 KUHP
1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam,
apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
f) Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling
lama 9 tahun.
g) Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana palinh lama tujuh tahun :
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang pada ha diketahui,
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang pada hal diketahui
atau sepatutunya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau

4
kalu umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu kawin;
3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutunya harus
diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kala umurnya tidak
ternyata, bahwa belum mampu kawin, untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang
lain.

h) Pasal 292 KUHP


Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama
kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur,
diancam pidana penjara paling lama lima belas tahun

2. UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK2

a. Pasal 81
Dengan kekerasan atau ancaman memaksa anak (belum18 tahun) bersetubuh
dengannya atau dengan orang lain dikenai pidana penjara paling lama lima belas
tahun atau pidana denda sebesar paling banyak tiga ratus juta rupiah
b. Pasal 82
Dengan kekerasan atau ancaman, tipuan, kebohongan, bujukan terhadap anak (belum
18 tahun) berbuat cabul dengannya atau dengan orang lain dikenai pidana penjara
paling lama lima belas tahun atau pidana sebesar paling banyak tiga ratus juta rupiah

Aspek Medikolegal3

Pengertian dari medikolegal sendiri adalah aspek hukum dari dunia medis atau dari
profesi dokter, di dalam medikolegal dokter berkewajiban menjalankan praktek profesi dan
membantu penyidik dalam menangani suatu kasus pidana.
Pengaturan prosedur medikolegal diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Didalam KUHAP disebutkan pengaturan dari penemuan atau pelaporan
hingga dijatuhkannnya vonis atau hukuman.
a. Penemuan dan Pelaporan
Sesuai dengan pasal 1 ayat 25 KUHAP, Laporan adalah pemberitahuan
yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau

5
diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Penemuan dan pelaporan dilakukan
oleh warga masyarakat yang melihat, mengetahui atau mengalami suatu
kejadian yang diduga merupakan suatu tindak pidana. Pelaporan dilakukan ke
pihak yang berwajib dan dalam hal ini yaitu Kepolisian RI, dll. Pelaporan juga
bisa dilakukan melalui instansi pemerintah terdekat seperti RT (Rukun
Tetangga) atau RW (Rukun Warga). Hak dan kewajiban pelaporan ini diatur
didalam pasal 108 KUHAP.

b. Penyelidikan
Sesuai dengan pasal 1 ayat 5 KUHAP, penyelidikan adalah
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang-undang.
Penyelidik yang dimaksud adalah setiap pejabat polisi negara Republik
Indonesia yang tertera didalam Pasal 4 KUHAP. Didalam Pasal 5 KUHAP
disebutkan wewenang dan tindakan yang dilakukan oleh penyelidik:
(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud pasal 4:
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana
2. Mencari keterangan dan barang bukti
3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan
dan penyitaan
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik
(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan sebgaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan b kepada penyidik.

6
c. Penyidikan
Sesuai dengan pasal 1 ayat 1 KUHAP, penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh penyidik yaitu pejabat polisi Negara
RI dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang sebagaimana diatur di dalam pasal 6 KUHAP. Penyidik dapat
meminta bantuan seorang ahli dan didalam hal kejadian mengenai tubuh
manusia, maka penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk dilakukan
penanganan secara kedokteran forensik. Kewajiban seorang dokter antara lain:
1. Melakukan pemeriksaan kedokteran forensik atas korban apabila
diminta secara resmi oleh penyidik.
2. Menolak melakukan kedokteran pemeriksaan kedokteran
forensik tersebut diatas dapat dikenai pidana penjara , selama
lamanya 9 bulan.
Kewajiban untuk membantu peradilan sebagai seorang dokter forensik itu diatur
dalam asal 133 KUHAP dimana seperti yang disebutkan diatas penyidik
berwenang muntuk mengajukan permintaan keterangan ahli pada dokter
forensik atau kedokteran kehakiman. Untuk Hak dokter menolak menjadi
saksi/ahli diatur dalam Pasal 120, 168, 170 KUHAP. Sedangkan sangsi bagi
pelanggar kewajiban dokter diatur di dalam Pasal 216, 222, 224, 522 KUHP.
Untuk melakukan prosedur Bedah mayat klinis, anatomis, dan transplantasi oleh
seorang dokter forensik diatur menurut peraturan pemerintah No.18 Tahun
1981. Dan bagi seorang dokter forensik yang membuat sebuah keterangan palsu
didalam hasil akhir pemeriksaan dikenakan Pasal 267 KUHP dan pasal 7
KODEKI.

d. Pemberkasan Perkara
Hal dilakukan oleh penyidik, menghimpun semua hasil penyidikannya,
termasuk hasil pemeriksaan kedokteran forensik yang dimintakan kepada
dokter. Dan nanti hasil berkas perkara ini akan diteruskan ke penuntut umum.

7
e. Penuntutan
Sesuai dengan pasal 1 ayat 7 KUHAP. Penuntutan yaitu tindakan penuntut
Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang
Pengadilan.

f. Persidangan
Didalam persidangan dipimpin oleh hakim atau majelis hakim. Dimana
didalam persidangan itu dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, para saksi
dan juga para ahli. Dokter dapat dihadirkan di sidang pengadilan untuk
bertindak selaku saksi ahli atau selaku dokter pemeriksa. Dokter pun berhak
menolak menjadi saksi/ahli yang sebagaimana diatur dalam pasal 120, 168,
179 KUHAP.
g. Vonis
Vonis dijatuhkan oleh hakim dengan ketentuan sebagai berikut:
 Keyakinan pada diri hakim bahwa memang telah terjadi suatu tindak pidana
dan bahwa terdakwa memang bersalah melakukan tindak pidana tersebut
 Keyakinan Hakin Harus Ditunjang oleh sekurang-kurangnya 2 alat bukti
yang sah yang diatur dalam pasal 184 KUHAP ( keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa).3

Pemeriksaan Medis

a. Anamnesis

Anamnesis merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter
sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang obyektif. Jadi, seharusnya anamnesis tidak
dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada
Visum et Repertum dengan judul "keterangan yang diperoleh dari korban". Dalam
mengambil anamnesis, dokter meminta pada korban untuk menceritakan segala sesuatu
tentang kejadian yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang
bersifat umum dan khusus. Anamnesa diberikan bila diminta oleh penyidik dan tidak secara
otomatis dilampirkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis umum meliputi pengumpulan
8
data tentang umur, tanggal, dan tempat lahir, status perkawinan, siklus haid untuk anak yang
tidak diketahui umurnya, penyakit kelamin, penyakit kandungan dan penyakit lainnya seperti
epilepsi, katalepsi, syncope. Keterangan pernah atau belum pernah bersetubuh, saat
persetubuhan terakhir, adanya penggunaan kondom.4

Anamnesis umum meliputi :

 Berapa umur korban, tempat dan tanggal lahir korban


 Apakah sudah menikah atau belum
 Apakah sudah menstruasi/haid dan bagaimana siklus haidnya
 Apakah memiliki penyakit kelamin dan penyakit kandungan
 Apakah memiliki penyakit lain seperti epilepsi, katalepsi dan syncope
 Apakah pernah melakukan hubungan seksual
 Kapan melakukan hubungan seksual yang terakhir
 Apakah saat berhubungan menggunakan kondom
Adapun anamnesis khusus :

 Kapan dan dimana peristiwa tersebut terjadi


 Apakah korban melakukan perlawanan
 Apakah korban dalam keadaan pingsan
 Apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi
 Apakah setelah kejadian, korban mencuci, mandi dan mengganti pakaian
b. Tempat Kejadian

Adanya rumput, tanah dan lainnya yang melekat pada pakaian dan tubuh korban dapat
dijadikan petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian. Perlu
diketahui pula apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin
ditemukan robekan, pada tubuh korban akan ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan
pada alat kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan
adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang. Temukan
adanya kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan atau dibuat pingsan dengan
pemberian obat tidur/bius. Dalam hal ini diperlukan sampel pengambilan urin dan darah
untuk pemeriksaan toksikologik.Perlu ditanyakan pula apakah setelah kejadian korban
mencuci, mandi, dan mengganti pakaian. 4

9
c. Pemeriksaan Pakaian

Pada pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti seperti :

 Apakah terdapat robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada
pakaian
 Apakah ada kancing terputus akibat tarikan, bercak darah, air mani, lumpul dan lain-
lain dari tempat kejadian
 Apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak
 Adakah benda-benda yang melekat pada pakaian dan mengandung trace evidence.4
d. Pemeriksaan Tubuh Korban

Pemeriksaannya dibagi 2 yaitu pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan umum

 Bagaimana penampilannya (rambut dan wajah), rapi atau kusut


 Bagaimana keadaan emosionalnya (tenang atau sedih atau gelisah)
 Adakah tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius dan
needle marks
 Adakah tanda-tanda
 bekas kekerasan
 Bagaimana perkembangan alat kelamin sekunder
 Bagaimana kondisi pupil, refleks cahaya, berat badan, tekanan darah, jantung, paru
dan abdomen
Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan bagian khusus daerah genitalia meliputi adanya rambut kemaluan yang
saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering yang akan digunting untuk
pemeriksaan laboratorium. Jika dokter menemukan rambut kemaluan yang lepas pada badan
wanita maka harus diambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki sebagai
bahan pembanding (matching). Perlu ditemukan bercak air mani di sekitar alat kelamin
dengan cara dikerok menggunakan sisi tumpul skapel atau swab dengan kapas lidi yang
dibasahi dengan garam fisiologis. Pada vulva, perlu diteliti adanya tanda-tanda bekas
kekerasan seperti hiperemi, edema, memar dan luka lecet (goresan kuku). Introitus vagina

10
apakah hiperemi/edema dan penggunaan kapas lidi untuk pengambilan bahan pemeriksaan
sperma dari vestibulum.

Pemeriksa jenis selaput dara untuk melihat adanya ruptur dan penentuan apakah
ruptur tersebut baru atau lama. Bedakan ruptur dengan celah bawaan dari ruptur dengan
memperhatikan sampai di pangkal selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai pangkal
sedangkan ruptur dapat sampai ke dinding vagina. Pada vagina akan ditemukan parut bila
ruptur sudah sembuh, sedangkan ruptur yang tidak mencapai basis tidak akan menimbulkan
parut. Ruptur akibat persetubuhan biasa ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan
asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan. Tentukan pula besar
orifisium apakah sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk, atau 2 jari. Ukuran pada seorang
perawan kira-kira 2,5 centimeter sedangkan lingkaran persetubuhan yang dapat terjadi
menurut Voight minimal 9 centimeter. Pada persetubuhan tidak selalu disertai deflorasi.

Pemeriksaan pada frenulum labiorum pudendi dan comissura labiorum posterior


untuk melihat keutuhannya. Pemeriksaan vagina dan serviks dilakukan dengan spekulum bila
keadaan alat genital memungkinkan dan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit
kelamin.4

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan cairan mani (semen)4,5

Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau
khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair
dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5ml
pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7.2 – 7.6. Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel
epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan disebut plasma seminal yang
mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai
bentuk khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai
120 juta per ml. Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan
adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

 Pemeriksaan spermatozoa (mikroskopis)

11
Tanpa pewarnaan

Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang bergerak.
Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya
persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini
menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan
menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan. Cara
pemeriksaan: satu tetes lender vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran
500x serta kondensor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma. Bila sperma tidak
ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan
azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalan
cairan vagina.

Dengan pewarnaan

Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala
api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite green. Cara pewarnaan yang mudah
dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green dengan prosedur
sebagai berikut:

Warnai dengan larutan Malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.

 Penentuan cairan mani (kimiawi)


Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat
yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut:

Reaksi fosfatase asam

Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar
prostate. Aktifitas enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500 U.K.A. (kaye). Dalam
sekret vagina setelah 3 hari abstinensi seksualis ditemukan aktifitas 0-6 Unit (Risfeld).

12
Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat
ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A. per 1
cc ekstrak yang diperoleh dari 1cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.

Reagens untuk pemeriksaan ini adalah:

Larutan A: Brentamin Fast Blue B 1 g (1)

Natrium acetat trihyrate 20 g (2)

Glacial acetat acid 10 ml (3)

Aquadest 100 ml (4)

(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5,
kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.

Larutan B : Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang berwarna
gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya
endapan tidak akan mengganggu reaksi.

Cara pemeriksaan :

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi
dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan /
diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul
warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.

Hasil :

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan
intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan intensitas
warna secara berangsur-angsur.

13
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 – 65
detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik,
belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan
waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat di
dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-
bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.

Reaksi Berberio

Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.

Dasar reaksi :Menentukan adanya spermin dalam semen.

Reagen : Larutan asam pikrat jenuh.

Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :

Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan
mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca
penutup.

Hasil : Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum
dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal.
Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.4,5

Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani

Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi golongan
darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina, cairan mani, dan
lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2
– 100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan dalam
semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi.4,5

Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian

a. Secara visual

14
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Bercak yang
sudah agak tua berwarna kekuningan.

 Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya.
 Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat
dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna
kuning sampai coklat.
 Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
 Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih. Bercak
pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas
pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin,
sekret vagina, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi
juga.
b. Secara taktil (perabaan)

Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba
kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar.

c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)

Cara pemeriksaan :

Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak yang
dicurigai selama 5 – 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan dengan reagen. Bila
terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya
semula untuk mengetahui letak bercak pada kain.

Pemeriksaan Pria Tersangka

Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan dengan
seseorang wanita.

Cara lugol

Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian kolum,
korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen menghadap kebawah diatas

15
tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan
tersebut. Hasil akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat
karena mengandung banyak glikogen.

Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan
adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran besar, perhatikan inti sel
epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada
permukaan membran inti dengan diameter kira-kira 1 µ yang berbatas jelas dengan tepi tajam
dan terletak pada satu dataran fokus dengan inti. Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila
persetubuhan tersebut telah berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat
kelamin pria, maka pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.

Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita dewasa dan
anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan terhadap korban.
Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam
sebelum pemeriksaan fisik.

INTERPRETASI HASIL

1. Tanda-tanda seks sekunder

Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur
korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk
badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannya. Keadaan perkembangan payudara dan
pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan.
Tanner membagi tahapan yang terjadi selama pubertas. Tahapan ini dibagi menjadi dari
T1 sampai T5, di mana T1 identik dengan perkembangan masa anak-anak dan T5 identik
dengan maturitas penuh.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam tanda-tanda seks sekunder pada wanita
antara lain :
i. telarche, yaitu pembesaran payudara,
ii. pubarche, yaitu tumbuhnya rambut pubis,
iii. menarche, yaitu menstruasi yang pertama kali terjadi, dan
iv. adrenarche, yaitu tumbuhnya rambut aksila sebagai akibat peningkatan
androgen dari adrenal.

16
Untuk mempermudah pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi selama
pubertas pada wanita, Tanner menggolongkannya menjadi beberapa tahapan yang ditandai
dengan dari T1 (Tanner 1) sampai T5.4

Tabel 2. Penggolongan Oleh Tanner4


Tanner Perkiraan Telarche Pubarche Kecepatan Lain-lain
(T) usia pertumbuhan
tinggi
badan/tahun

1 10 tahun atau Elevasi puting susu, Tidak ada 5-6 cm Adrenarche


kurang areola masih sejajar rambut, atau ada
dengan permukaan rambut namun
dada bentuknya seperti
vilus

2 10-11,5 tahun Tunas payudara bisa Rambut jarang, 7-8 cm Pembesaran


teraba, areola sedikit klitoris,
membesar berpigmentasi pigmentasi
labia

3 11,5-13 tahun Payudara melebar Menjadi lebih 8 cm Acne vulgaris,


melebihi batas areola kasar, gelap, dan rambut aksila
keriting

4 13-15 tahun Putting susu berada Tipe dewasa, <7cm Menarche


di atas bukit areola namun
penyebarannya
sebatas pubis

5 15 tahun atau Integrasi puting susu Tipe dewasa dan Mencapai Organ genital
lebih penyebarannya tinggi dewasa
hingga ke paha maksimal pada
sebelah dalam usia 16 tahun

17
2. Tanda-tanda persetubuhan
 Robekan Hymen
Variasi anatomi dari keadaan yang hymen imperforata sampai keadaan dimana
hampir tidak terdapat hymen dapat ditemukan, tetapi pemeriksaan yang dilakukan
secara hati-hati akan selalu memperlihatkan unsur-unsur dari hymen. Laserasi vaginal
biasa timbul pada coitus normal ataupaun pada perkosaan. Biasanya laserasi vaginal
disebabkan karena coitus namun dapat juga disebabkan oleh masturbasi, dengan
memasukkan benda asing seperti tampon . Perlukaan vaginal bukanlah hal yang
jarang, dan derajatnya bervariasi dari perlukaan minor akibat koitus normal hingga
introital mayor atau minor dan robekan vaginal, dan robekan dinding vagina. Trauma
minor pada vagina biasanya disebabkan oleh koitus normal. Hymen dan introitus
ditahan pada bagian anterior dimana daerah ini jarang terkena luka. Hymen yang
kresentik merupakan penampakan yang sering ditemukan pada wanita yang masih
perawan. Trauma atau luka sering diharapkan terjadi pada bagian posterior dimana
pada bagian ini terdapat daerah jaringan tanpa penyokong yang luas. Trauma vaginal
pada saat koitus biasanya terdapat pada bagian bawah, posterior , bagian dari
introitus, termasuk bagian bawah hymen dan fourchette posterior. Robekan hymen
biasanya terdapat pada bagian posterior (63% antara posisi jam 5 dan jam 7, dengan
posisi pasien supinasi). Robekan yang lebih parah lagi terdapat pada perluasan
laserasi hymen ke dinding vagina atau corpus penineum dan rektum dan disertai
dengan perdarahan nyata.

 Cairan semen
Cairan seminal ditambahkan kedalam saluran vagina ketika ejakulasi terjadi selama
koitus. Ketika penis ditarik, maka saluran vagina akan meluas sejauh panjang vagina.
Kelemahan dari bagian-bagian atau perubahan dari postur lubang vagina perempuan
akan menyebabkan kebocoran, yang akan membuat cairan semen tertinggal dan
menetap di rambut pubis, perineum, dan paha bagian atas dan tentu juga pada sprei
atau pakaian dalam pada waktu kejadian. Maka pada korban dilakukan pemeriksaan
cairan semen dari swab atau bilasan forniks posterior dan pada bercak pakaian.
Apabila ditemukan spermatozoa dan cairan mani pada pemeriksaan ini, ini
menunjukkan persetubuhan telah terjadi.

3. Tanda-tanda kekerasan4
18
Cedera Akibat Kekerasan Fisik atau Perlawanan
 Menampar, memukul, menendang, dan menjatuhkan semuanya merupakan tindakan
yang dilakukan pada saat terjadi perlawanan. Bukti-bukti dari kekerasan ini sering
kali terlihat sebagai kontusio disekitar mata, pipi, bibir tetapi bukti ini juga
ditemukan tersebar hampir di seluruh bagian tubuh.
 Bagian belakang dari kepala biasanya dibenturkan ke tanah. Jika benturannya cukup
berat, hentakan yang mengenai bagian tulang akan menyebabkan laserasi, hidung
mungkin dapat patah; gigi-geligi tanggal; rahang mungkin akan mengalami fraktur.
 Goresan berbentuk garis pada perut dan lengan bawah memberikan kesan bahwa
korban terseret pada permukaan yang kasar. Partikel-partikel dari kotoran mungkin
membantu dalam mengidentifikasi tempat penyerangan.
 Luka-luka lainnya yang masih berhubungan dengan penyerangan termasuk memar
pada daerah ruas jari, daerah perbatasan ulnar pada sikut atau pada daerah betis.
 Kuku jari korban terkadang patah jika ia mencakar penyerangnya. Bahan-bahan di
bawah kuku seperti jaringan epitel dan darah dapat dikumpulkan dan sangat
membantu dalam mengidentifikasi sang pelaku.

Cedera pada Bagian Genital Ekxterna dan Anal

Pelebaran anus (notch atau cleft) selaput dara di daerah posterior, mencapai dekat dasar
(sering merupakan artefak pada posisi pemeriksaan tertentu, tetapi bila konsisten pada
beberapa posisi, maka mungkin akibat kekerasan tumpul atau penetrasi sebelumnya)
 Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum
 Jejak gigitan atau hisapan di genitalia atau paha bagian dalam
 Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai selaput
dara
 Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti chron’s
disease atau akibat tindakan medis sebelumnya)
 Eritema (kemerahan/memar) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat zat
iritan, infeksi atau iritan)
 Adesi labia (mungkin akibat iritasi atau rabaan)
 Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau traksi labia
mayor pada pemeriksaan)

19
 Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak
karena infeksi atau trauma)
 Kulit genital semu
 Fisura ani (biasanya iritasi perianal)
 Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter aksterna)
 Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
 Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental

Cedera akibat gigitan


Gigitan agresif ini dapat menyebabkan kerusakan dari jaringan. Goresan-goresan yang
tertinggal sebagai goresan dari gigi disepanjang kulit yang tergigit memiliki bentuk
yang beragam dengan bentuk dari ujung insisi, dan sekali lagi hal ini dapat berharga
dalam proses identifikasi. Tekanan dari gigi itu sendiri, biasanya jika dilakukan secara
perlahan oleh gigi seri, akan meninggalkan sebuah area berbentuk bulan sabit yang
berwarna pucat, masing-masing dikelilingi oleh sebuah gambaran leher yang livid,
keseluruhan dari lesi mencerminkan sebuah lengkungan dari gigi-geligi. Dimensi dan
bentuknya akan menolong untuk mengindikasi apakah si penggigit itu adalah seorang
manusia atau bukan, dan dapat memperkirakan usia dari sang penggigit. Cairan saliva
yang ada dan imunologi mungkin dapat membantu untuk penyelidikan dari sang pelaku.
Dokter harus mengingat bahwa swabdilakukan sebelum sang korban mencuci
badannya..

Cedera Seksual Orogenital


a. Sindroma Fellatio Cedera oral akibat fellatio diduga disebabkan oleh kombinasi dari
tekanan negatif intraoral dan dampak langsung dari penis pada daerah palatum. Lesi
patologis yang terjadi biasanya berupa perdarahan submukosa, dengan temuan klinis
meliputi eritema, petekie, atau ekimosis pada sambungan antara palatum durum dan
mole. Lesi dapat unilateral atau bilateral, dapat terpisah atau membentuk gabungan,
dan biasanya tidak melibatkan uvula atau dinding faring. Lesi yang timbul tersebut
biasanya tidak nyeri dan rata (datar).
b. Sindroma Cunnilingus Saat melakukan cunnilingus, lidah terjulur jauh ke luar, dan
bergerak-gerak, secara tidak disadari akan menggesek frenulum lingual pada gigi

20
insisivus mandibular. Temuan klinis menunjukkanlesi ulseratif kecil dengan eksudat
fibrin berwarna keputihan dengan tepi eritem pada bagian tengah dari frenulum
lingual. Pada aktivitas cunnilingus berulang dapat menyebabkan fibroma traumatik
kecil. Gejala meliputi nyeri pada lidah dan tenggorokan.

Aspek Psikososial

Pelaku merupakan pelaksana utama dalam hal terjadinya perkosaan tetapi bukan
berarti terjadinya perkosaan tersebut semata-mata disebakan oleh perilaku menyimpang
dari p e l a k u , tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar diri si
pelaku.Namun secara umum dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya
kejahatan dibagi dalam 2 bagian yaitu: faktor interna, dan faktor eksterna.

FAKTOR INTERNA

Faktor-faktor yang terdapat pada diri individu.Faktor ini khusus dilihat dari individu serta
dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan perkosaan. Hal ini dapat ditinjau
dari:

 Faktor Kejiwaan, yakni kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak
normal dari seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan
kejahatan. Misalnya, nafsu seksyang abnormal, sehingga melakukan perkosaan
terhadap korban wanita yang tidak menyadari keadaan diri si penjahat, yakni sakit
jiwa, psycho patologi dan aspek psikologis
 Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya
kejahatan.Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang
menyimpang, sebab moral itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan
dan merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkah laku. Dengan
b e r m o r a l n y a seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar dari segala
perbuatan yang tercela. Sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung untuk
melakukan kejahatan.6

FAKTOR EKSTERNA

21
Faktor eksterna adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku.Faktor eksterna
ini berpangkal pokok pada individu. Dicari hal -hal yang mempunyai hubungan
dengan kejahatan kesusilaan. Hal ini dapat ditinjau dari:
(a) Faktor Sosial Budaya, meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan
terkait erat dengan aspek sosial budaya. Karena aspek sosial budaya yang berkembang
ditengah-tengah masyarakat itu sendiri sangat mempengaruhi naik
turunnya moralitas seseorang. Suatu kenyataan yang terjadi dewasa ini,
sebagai akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak
dapat dihindarkan timbulnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Akibat
modernisasi tersebut, berkembanglah budaya yang s e m a k i n t e r b u k a p e r g a u l a n
y a n g s e m a k i n b e b a s , c a r a b e r p a k a i a n k a u m h a w a ya n g semakin
merangsang, dan kadang-kadang dan berbagai perhiasan yang mahal,
kebiasaan bepergian jauh sendirian, adalah factor - faktor dominan yang
mempengaruhi tingginya frekuensi kasus perkosaan.6

Upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual (perkosaan) terhadap anak di bawah
umur

Kejahatan atau tindakan kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilakumenyimpang
yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku menyimpang itu
merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial dan
merupakan ancaman real atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial, ia juga
merupakan masalah kemanusiaan. Oleh sebab itu para praktisi hukum maupun pemerintah
setiap negara selalu melakukan berbagai usaha untuk menanggulangi kejahatan dalam arti
mencegah sebelum terjadi dan menindak pelaku kejahatan yang telah melakukan perbuatan
atau pelanggaran atau melawan hukum.6

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik


kriminal) sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana),
tetapi dapat juga menggunakan sarana yang non penal.6

UPAYA NON PENAL

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan


(politik kriminal) sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal,

22
tetapijuga dapat menggunakan sarana non penal.Penanggulangan secara non penal
maksudnya adalah penanggulangan dengan tidak menggunakan sanksi hukum, yang berarti
bahwa penanggulangan ini adalah penanggulangan kejahatan yang lebih bersifat preventif.
Usaha-usaha non penal bisa berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka
mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa
masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan sebagainya, peningkatan usaha dan
kesejahteraan anak remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh
polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainya. Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi
bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial.6

UPAYA PREVENTIF

Penanggulangan kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan


dengan cara yang bersifat preventif maksudnya adalah upaya penanggulangan yang lebih
dititikberatkan pada pencegahan kejahatan yang bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai
terjadi. Kejahatan dapat dikurangi dengan melenyapkan faktor-faktor penyebab kejahatan itu
sebab bagaimanapun kejahatan tidak akan pernah habis. Dalam hal ini usaha pencegahan
kejahatan tersebut lebih diutamakan, karena biar bagaimanapun usaha pencegahan jelas lebih
baik dan lebih ekonomis daripada tindakan represif. Disamping itu usaha pencegahan dapat
mempererat kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota
masyarakat. Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti antara
laimengadakan usaha perubahan yang positif, dalam hal perkosaan khususnya perkosaan
terhadapanak dibawah umur, seperti memberikan perlindungan terhadap anak karena anak
merupakan orang yang paling mudah dibujuk dan selain itu anak belum dapat memberontak
seperti yangdilakukan oleh orang-orang dewasa. Penanggulangan secara non penal kejahatan
perkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dengan meningkatkan kesadaran hukum bagi
anggotakeluarga untuk lebih memahami kepentingan anak di masa depan.6

UPAYA REFORMATIF.

Upaya reformatif adalah segala cara pembaharuan atau perbaikan kepada semua
orangyang telah melakukan perbuatan jahat yang melanggar undang-undang. Upaya ini
bertujuanuntuk mengurangi jumlah residivis atau kejahatan ulangan. Upaya ini dapat
dilakukan denganberbagai cara yang kesemuanya adalah menuju kepada kesembuhan,
sehingga si pelaku kejahatan dapat menjadi manusia yang baik kembali.

23
Upaya reformatif ini dilakukan setelah adanya upaya-upaya yang lain serta upaya ini
bertujuan mengembalikan atau memperbaiki jiwa si penjahat kembali, yang mana untuk
kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan dengan metode
reformatif dinamik (dalam hal ini metode klasik dan metode moralisasi) serta metode
profesional service. Melalui metode reformatif dinamik, metode yang memperlihatkan
carabagaimana mengubah penjahat dari kelakuannya yang tidak baik, terdapat metode klasik
dengan jalan memberikan hukuman yang berat. Walaupun metode ini tidak berlaku bagi
semua kejahatan, mengingat hukuman yang berat semata-mata tidak menubah tingkah laku
penjahat itu sendiri. Metode moralisasi diterapkan dengan jalan memberikan bimbingan dan
khotba-hkhotbah keagamaan di dalam penjara sehingga dapat merubah perilakunya untuk
menginsyafi semua perbuatannya yang tidak terpuji dan ia tidak akan mengulangi kembali
perbuatan terkutuk tersebut di kemudian hari. Sedangkan melalui metode profesional service,
diharapkanpengadilan dan penjara mendapat bantuan dari ahli-ahli profesional yang
membantu di dalampeyelidikan sehingga mendapatkan penilaian yang obyektif terhadap
keadaan si terdakwa.6

Kesimpulan

Salah satu praktek kejahatan seksual anak terhadap anak di bawah umur yang dinilai
menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual. Jelas praktek tersebut bertentangan dengan
nilai-nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku dan membuat masyarakat termotivasi
untuk membasmi praktek seks yang kini telah banyak dilakukan di kota-kota maupun di desa.
Disini sangat penting peran aktif masyarakat, individu, dan pemerintah untuk menanggulangi
praktek kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan penjualan anak serta untuk
tujuan prostitusi dan pornografi. Sebenarnya ditinjau dari faktor penyebab terjadinya praktek
kejahatan seksusal adalah faktor kejiwaan pada pelaku. Hal-hal yang demikian perlu
dicermati dan diwaspadai terhadap pelaku kejahatan.

Pada kasus ini, awalnya Ayah anak A yang membawa A langsung ke IGD untuk
diperiksa. Saat hasil pemeriksaan keluar ternyata memang benar kalau A sudah disetubuhi.
Selain itu, ditemukan pula tanda-tanda kekerasan seperti luka lebam di paha dan luka lecet
ditempat lainnya. Namun, hasil pemeriksaan tersebut hanyalah surat keterangan medis, bukan
visum et repertum sehingga tidak bisa dijadikan sebagai bukti yang sah. Oleh karena itu kami
menganjurkan agar A segera dibawa ke kantor polisi. Lalu pihak penyidik akan memberikan
surat kepada ahli, dalam hal ini dokter. Setelah itu, barulah didapatkan visum et repertum

24
yang merupakan bukti yang sah di peradilan. Dengan bukti yang sah ini, Ayah anak A dapat
menggugat pacar A yaitu X.

Daftar pustaka

1. Kusuma SE. Kejahatan seksual. Diunduh dari :


http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/KEJAHATAN%20%20SEKSU
AL.pdf ,pada tanggal 3 januari 2018.
2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta: Pustaka
Dwipar. 2007. Hlm.57-70.
3. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Ed ke-1. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.
4. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian kedokteran forensik FK UI. 1997. Hlm.147-58.
5. Kalangit A, Mallo J, Tomuka D. Peran limu kedokteran forensik dalam pembuktian
tindak pidana pemerkosaan sebagai kejahatan kekerasan seksual. Diunduh dari :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/4861/4387, pada tanggal 3
Januari 2018.
6. Nainggolan LH. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak di bawah umur. Vol. 13 No.1.
Jurnal Equality: Universitas Sumatra Utara; Februari 2008.Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18417/1/equ-feb2008-13%20(2).pdf
,pada tanggal 3 Januari 2018.

25

Anda mungkin juga menyukai