KASUS 1
1. KOPING
2. STRES
3. HARGA DIRI
4. HALUSINASI
5. PERAN PERAWAT PADA GANGGUAN JIWA
6. KONSEP DIRI
7. PENYEBAB PASIEN GANGGUAN JIWA
MENGAMUK
Disusun Oleh:
RIMA AFRIANI
NIM. 15010079
A. Pengertian
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi
yang mengancam. Upaya individu dapat berupa perubahan cara berfikir
(kognitif), perubahan perilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan
untuk meyelesaikan stres yang dihadapi. Koping yang efektif akan
menghasilkan adaptasi. Koping dapat diidentifikasi melalui respon,
manifestasi (tanda dan gejala) dan pertanyaan klien dalam wawancara
(Keliat, 2006).
B. Sumber Koping
Menurut Stuart GW & Laraia (2006) mengemukakan sumber koping
ada 5 yaitu: aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik-teknik
pertahanan, dukungan sosial serta dukungan motivasi.
C. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart GW &
Laraia, 2006).
A. Pengertian
Stres adalah satu kondisi ketika individu berespons terhadap
perubahan dalam status keseimbangan normal (Kozier, 2011).
Menurut Santrock (2003) stres merupakan respon individu terhadap
keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan
mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).
Selye (dalam Munandar, 2001) menyatakan bahwa stres adalah
tanggapan menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang dating
atasnya. Jadi stres bersifat subyektif tergantung bagaimana orang tersebut
memandang kondisi penyebab stress (stressor).
E. Pengobatan Stres
1. Reframing: maknai ulang apa yang terjadi dengan lebih positif.
2. Lihat gambaran besarnya: apa sebenarnya yang terjadi jika terjadi dalam
sebulan atau 1 tahun apa yang lebib baik?
3. Atur standar anda–buat standar yang mudah dicapai dan tidak terlalu
muluk.
4. Hipnoterapi.
5. Konseling.
F. Macam-macam Stres
Berikut ini adalah beberapa jenis stres yang perlu Anda kenali
(Munandar, 2001):
1. Stres baik
Stres tidak hanya dipicu sepenuhnya oleh pengalaman negatif.
Bahkan, pengalaman positif juga dapat membawa stres, seperti upacara
kelulusan atau pernikahan. Namun, tipe stres seperti ini dalam dosis kecil
sebenarnya baik untuk sistem imun kita. Selain itu, tipe stres ini juga
dapat membuat banyak orang lebih mudah untuk menciptakan tujuan dan
menikmati proses mencapainya dengan penuh energi.
2. Distres internal
Ini adalah tipe stres yang buruk. Distres merupakan tipe stres
negatif hasil dari pengalaman buruk, ancaman, atau perubahan situasi
yang tidak terduga dan tidak nyaman.
3. Distres akut
Distres akut terjadi ketika seseorang mengalami distres yang
dipicu oleh peristiwa buruk yang berlalu dengan cepat. Sementara stres
kronik terjadi ketika seseorang harus menahan stres dalam waktu yang
lama. Kedua tipe stres ini akan memicu timbulnya hiperstres.
4. Hipostres
Hipostres merupakan “ketidakadaan” stres, tetapi bisa juga
diartikan kebosanan yang ekstrem. Seseorang yang mengalami hipostres
mungkin merasa tidak tertantang, tidak memiliki motivasi untuk
melakukan apa pun. Hipostres dapat memicu perasaan depresi dan kesia-
siaan.
5. Eustres
Eustres merupakan stres yang sangat berguna lantaran dapat
membuat tubuh menjadi lebih waspada. Eustres membuat tubuh dan
pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak tantangan, bahkan bisa
tanpa disadari.
H. Tahap Stres
1. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan
nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan
pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan
menjadi tajam.
2. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi
tidak segar dan letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkung dan punggung
tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
3. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi
tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,
insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia),
bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi
tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
4. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan
pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,
serta timbul ketakutan dan kecemasan.
5. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik
dan mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas ,
bingung dan panik.
6. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-
tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar,
dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.
HARGA DIRI
A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri
(Stuart, 2005).
Harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya,
yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss
memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu
terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan
(Stuart, 2006).
C. Sumber
1. Penghargaan dari diri sendiri
Penghargaan dari diri sendiri yaitu kepercayaan bahwa individu
terasa safe bersama suasana dirinya, terasa punya nilai dan kuat.
2. Penghargaan dari orang lain
Penghargaan ini dikaitkan bersama penerimaan, perhatian dan
termasuk afeksi yang ditunjukkan lingkungan.
A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
B. Jenis Halusinasi
1. Pendengaran: Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata
yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan: Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan
bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu: Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan: Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan: Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
6. Cenesthetic: Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
7. Kinisthetic: Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Tahapan Halusinasi
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
d. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
e. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
PERAN PERAWAT DALAM MENANGANI PASIEN JIWA
A. Pengertian
Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam
suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun
dari luar yang besifat stabil (Kozier dan Barbara, 2004).
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan baik oleh
individu, keluarga maupun masyarakat terhadap perawat sesuai
kedudukannya dalam sistem pelayanan kesehatan (Kusnanto, 2005).
Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh
perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang
dimilikinya (Gaffar, 2005).
A. Pengertian
Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah
kebutuhan psikososial yang tidak didapat sejak lahir, akan tetapi dapat
dipelajari sebagai hasil dari pengalaman sesseorang terhadap dirinya. Konsep
diri ini berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan
psikososial seseorang (Stuart, 2006).
A. Pengertian
Gangguan jiwa mengamuk adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di
mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
b. Perilaku
c. Sosial Budaya
d. Bioneurologis
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2007):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
C. Cara Mengatasi Pasien Gangguan Jiwa Mengamuk
Dalam menangani pasien yang mengamuk sebaiknya dilakukan oleh
sebuah team yang sudah terlaltih. Beberapa prinsip yang perlu dilaksanakan
adalah:
1. Jaga jarak
2. Jangan melakukan konfrontasi atau menantang penderita
3. Ajak penderita untuk bicara
4. Bicara jelas dan pendek.
5. Kenali kebutuhan dan keinginan penderita
6. Dengarkan dengan sungguh sungguh apa yang dikatakannya.
7. Setuju atau setuju untuk tidak setuju
8. Sampaikan ketentuan dan peraturan yang harus diikuti.
9. Berikan berbagai pilihan dan optimisme
10. Berikan penjelasan singkat kepada penderita dan keluarga bila diperlukan
tindakan paksa (mengikat pasien atau memberi suntikan)
DAFTAR PUSTAKA
Davison, G.C & Neale J.M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Maramis, W.F. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh (2009), Asuhan Keperawatan Jiwa (Edisi1),
Cetakan pertama, Yogyakarta : Graha Ilmu