Anda di halaman 1dari 14

THALASEMIA

1.DEFINISI

Thalassemia mempunyai banyak definisi. Menurut penelitian yang


dilakukan oleh Renzo Galanello, thalassemia adalah sekelompok kelainan darah
herediter yang ditandai dengan berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis
rantai globin, sehingga menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah,
penurunan produksi sel-sel darah merah dan anemia. Kebanyakan thalassemia
diwariskan sebagai sifat resesif.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Azhar Ibrahim
Kharza, thalassemia merupakan suatu kelainan bawaan sintesis hemoglobin (Hb).
Kelainan ini bervariasi, dari asimtomatik sampai parah, dan bervariasi sesuai
dengan rantai hemoglobin darah yang terpengaruh. Rantai yang mengalami
kelainan mempengaruhi usia onset gejala (α-Thalassemia mempengaruhi janin, β-
Thalassemia mempengaruhi bayi yang baru lahir). Menurut studi yang dilakukan
oleh Sylvia Morais de Souza et al, thalassemia adalah penyakit monogenik paling
umum dan ditandai dengan anemia hipokromatik dan mikrositik, yang terjadi
akibat dari tidak adanya atau berkurangnyasintesis rantai globin.
Menurut studi yang dilakukan oleh Deborah Rund dan Eliezer
Rachmilewitz, talasemia adalah anemia turunan yang disebabkan olehkelainan
produksi hemoglobin.
Thalassemia menyebabkan tubuh mensintesa lebih sedikit sel-sel darah merah
yang sehat dan hemoglobin kurang dari biasanya. Hemoglobin adalah zat protein
yang kaya zat besi dalam sel darah merah. Hemoglobin bekerja untukmembawa
oksigen ke seluruh bagian tubuh. Hemoglobin juga membawa karbon dioksida
dari tubuh ke paru-paru untuk dilepaskan melalui pernafasan. Penderita
thalassemia dapat mengalami anemia ringan atau berat. Kondisi ini disebabkan
oleh angkasel darah merah yang lebih rendah dari biasanya atau hemoglobin yang
tidak cukup pada sel darah merah.
2. ETIOLOGI
Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada
kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak
pada kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control
region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasargen
menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA
yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau
pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan
sindrom thalassemia beta. Mutasi Beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya
produksi beta-globin, yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau
splicing. Sedangkan mutasi beta-plus(β+) ditandai dengan adanya produksi
beberapa beta-globin tetapi dengan sedikit cacat splicing. Mutasi yang spesifik
memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis atau kelompok berbeda yang
lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali, sebagian besar individu yang
mewarisi penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal, dengan individu
heterozigot memiliki kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu heterozigot
atau individu compound homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit
beta-thalassemia mayor atau intermedia.

3.FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko thalassemia meliputi:

a. Riwayat keluarga thalassemia.

Thalassemia diwariskan dari orang tua kepada anak-anak mereka melalui


gen hemoglobin yang bermutasi.

b. Keturunan ras tertentu.

Thalassemia cenderung lebih sering terjadi pada orang-orang Italia,


Yunani, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

4. EPIDEMIOLOGI
Thalassemia dan hemoglobinopati merupakan penyakit kelainan gen
tunggal (single gene disorders) terbanyak jenis dan frekuensinya di dunia.
Penyebaran penyakit ini mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Anak Benua
(sub-continent) India dan Burma, serta di daerah sepanjang garis antara Cina
bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan Pasifik dan
Indonesia. Daerah-daerah tersebut lazim disebut daerah sabuk thalassemia,
dengan kisaran prevalens thalassemia sebesar 2,515%. World Health
Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak kurang dari 250
juta penduduk dunia, yang meliputi 4,5% dari total penduduk dunia adalah
pembawa sifat (bentuk heterozigot). Dari jumlah tersebut sebanyak 80-90 juta
adalah pembawa sifat thalassemia dan sisanya adalah pembawa sifat thalassemia ,
jenis lain pembawa sifat hemoglobin varian seperti HbE, HbS, HbO, dan lain-lain.
Saat ini sekitar 7% dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat kelainan ini.
Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak
ditemukan. Angka pembawa sifat thalassemia- adalah 3-5%, bahkan di beberapa
daerah mencapai 10%, sedangkan angka pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-
36%. Berdasarkan hasil penelitian di atas dan dengan memperhitungkan angka
kelahiran dan jumlah penduduk Indonesia, diperkirakan jumlah pasien
thalassemia baru yang lahir setiap tahun di Indonesia cukup tinggi, yakni sekitar
2.500 anak. Sementara itu, biaya pengobatan suportif seperti transfusi darah dan
kelasi besi seumur hidup pada seorang pasien thalassemia sangat besar, yakni
berkisar 200-300 juta rupiah/anak/tahun, diluar biaya pengobatan jika terjadi
komplikasi. Selain itu, beban psikologis juga menjadi hal yang harus ditanggung
oleh pasien dan keluarganya.
Sampai saat ini, thalassemia belum dapat disembuhkan. Pengobatan satu-
satunya bagi pasien adalah dengan melakukan transfusi darah rata-rata sebulan
sekali seumur hidupnya, di samping terapi kelasi besi untuk mengeluarkan
kelebihan besi dalam tubuh akibat transfusi darah rutin. Komplikasi seperti gagal
jantung, gangguan pertumbuhan, pembesaran limpa, dan lainnya umumnya
muncul pada dekade kedua, tetapi dengan tatalaksana yang baik usia pasien dapat
diperpanjang. Data Pusat Thalassaemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak,
FKUI-RSCM, mencatat usia tertua pasien mencapai 40 tahun dan bisa
berkeluarga serta memiliki keturunan. Jumlah pasien yang terdaftar di Pusat
Thalassaemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, sampai dengan
bulan Agustus 2009 mencapai 1.494 pasien dengan rentang usia terbanyak antara
11-14 tahun. Jumlah pasien baru terus meningkat setiap tahunnya mencapai 100
orang/tahun. (HTA. 2010)

5.PATOFISIOLOGI

PATOFISIOLOGI THALASSEMIA

Hemoglobin past natal (Hb A)

Rantai alfa Rantai beta

Thalassemia beta Defisiensi rantai beta

Hyperplasia Hemopoiesis Defisieni sintesa


menstimuli sumsum rantai beta
tulang Eritropoiesis Ekstramedular
Sintesa rantai alfa
Perubahan skeletal Splenomegali
SDM rusak
limfadenopati
Kerusakan
Anemia Hemolisis pembentukan Hb
Hemokromatosis
Maturasi seksual & Hemosiderosis Hemolisis
pertumbuhan Fibrosis
teganggu
Kulit kecoklatan Anemia berat

Pembentukan eritrosit
o/ sumsum tulang
disuplai dr transfusi

Fe meningkat

Hemosiderosis

Jantung Liver Kantung empedu Pankreas Limpa

Gagal jantung Sirosis Kolelitiasis Diabetes Splenomegali


6.TANDA DAN GEJALA

1. Muka pucat
2. Insomnia atau sulit tidur
3. Tubuh mudah lemas
4. Menurunnya pola makan
5. Tubuh mudah terkena infeksi
6. Jantung bekerja lebih keas untuk mencukupi pembentukan hemoglobin
7. Terjadi kerapuhan tulang.

7.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis


thalassemia ialah:
o Darah
o Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai
menderita thalasemia adalah :
- Darah rutin
 Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN.
Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
- Hitung retikulosit
 Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
- Gambaran darah tepi
 Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.
Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,
poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
- Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
 Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan
menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
- Tes Fungsi Hepar
 Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan
hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT
akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari
kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan
darah.
o Elektroforesis Hb
o Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis
hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita
thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara
sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α
adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β
kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan
normal kadarnya tidak melebihi 1%.
o Pemeriksaan sumsum tulang
o Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang
sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid
adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya
10 : 3
o Pemeriksaan rontgen
o Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis.
Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang
meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan
pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak
optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang.
Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut
dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan
pendek pada anak besar.
o EKG dan echocardiography
 untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang ditemukan
jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
o HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum
tulang.
o Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin
untuk memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating
agent.

8.PENATALAKSANAAN
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut
setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan
kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan
apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan
konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang
memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia
berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen
transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.
Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala
dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat
mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
o Transfusi Darah
- Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai
Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.
- Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler,
maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan
pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel
darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis.
- Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit;
10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap
3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat
untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
- Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan
difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam
dan reaksi alergi.
 Komplikasi Transfusi Darah
o Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan
transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload.
Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena
infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan
transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima
transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya
imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis
C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di
atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme
opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada
penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat
terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak
jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan
Trimetoprim-Sulfametoksazol.
o Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
- Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi,
terapi khelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung
dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah
kelainan jantung tersebut.
- Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang
merupakan kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi
terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk
mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai
keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi
dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di
usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral
(intravena, intramuskular, atau subkutan).
- Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari
diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5
hari/minggu.
o Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
o TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk
thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca
TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal,
dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan.
Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini
adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki
ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan
setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus
mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang
berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang
pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya
jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya
transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.
o Terapi Bedah
o Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang
digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui
mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi
penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah
merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu
dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi..
Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik,
sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut.
Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
o Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi
hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang
berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi
darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
o Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan
lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan
tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel
darah merah sampai 30%.
o Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak
prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya,
prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5
tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu
diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil
kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika
platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca
splenektomi.
o Transplantasi sumsum tulang
o Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali
dilakukan tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan
satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan
karena mahal dan sulit.
o Diet talasemia (11)
o Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai
berikut :
 Vitamin C à 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
 Asam Folat à 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E à 200-400 IU setiap hari.
o Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan
zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu
mengurangi penyerapan zat besi di usus.

9.PENCEGAHAN
 Ada 2 pendekatan untuk menghinadari thalassemia:
o Karena karier thalassemia β bisa diketahui dengan mudah,
skrinning populasi dan koseling tentang pasangan bisa dilakukan.
Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
o Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya
bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari
diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan
thalassemia β berat.
o Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
skrinning premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai
skrinning.
 Mencegah perkawinan antara dua orang pembawa sifat thalassemia
 Memeriksa janin yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat
thalassemia, dan menghentikan kehamilan bila janin dinyatakan sebagai
penderita thalassemia mayor

10.KOMPLIKASI THALASEMIA

Jantung dan Liver Disease

Transfuse darah adalah perawatan standart untuk pnderita thalassemia. Sebagai


hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak
organ dan jaringan terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan
oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab utama kematian pada orang
penderita thalassemia. Penyakit jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut
jantung, dan terlebih lagi serangan jantung. Gagal jantung bisa disebabkan karena
sernignya transfusi. Pada transfusi berulang, penyerapan zat besi meningkat dan
kelebihan zat besi tersebut bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung
yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.

1. Infeksi

Di antara orang-orang penderita thalassemia infeksi adalah penyebab utama


penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang
limpanya telah diangkat berada pada resiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak
lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.

2. Sindrom miopati : kelemahan otot-otot proksimal, terutama ekstremitas


bawah
3. Akibat iksemia serebral : kelainan neurologi fokal ringan
4. Anemia hemolitik : gangguan pendengaran
5. sel dalam sum-sum tulang : serangan pirai sekunder
6. Hemosiderosis
Akibat transfuse yang berulang-ulang atau salah pemberian obat yang
mengandung besi, mengakibatkan pigmentasi kulit yang meningkat.
7. Kardiomiopati
kelainan fungsi otot jantung yang ditandai dengan hilangnya kemampuan
jantung untuk memompa darah dan berdenyut.
8. Hemokromatosis
Penimbunan pigmen besi hemosiderin dalam tubuh secara berlebihan,
disertai gangguan fungsi alat tubuh bersangkutan.Hemokromatosis sering
terjadi pada anak-anak yang menderita talassemia sebagai akibat dari tranfusi
darah yang terus menerus diberikan selama hidupnya. Hemosiderin akan
timbun dalam jaringan hati, jantung, pancreas, otak dan kulit (kulit menjadi
kelabu)
9. Splenomegali
Pengangkatan limpa secara keseluruhan atau pengangkatan sebagian limpa
akibat dari suatu gangguan yang tidak dapat diatasi.
10. Deformitas dan kelainan tulang (osteoporosis)
Banyak penderita thalssemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk
osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi dimana tulang menjadi sangat lemah,
rapuh dan mudah patah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa mengakibatkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Kompensasi anemia tahap
berikutnya dilaksanakan oleh hati dan limpa yang turut membantu membuat
sel darah merah. Akibatnya pada dua organ tersebut terjadi pembesaran.
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi
darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan
sirosis hepatis, diabetes mellitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat
apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata,
2008)
DAFTAR PUSTAKA

Lynn Betz Cecily; A. Sowden Linda.2004.Buku saku keperawatan pediatri,


Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Wong Donna L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2;
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Mehta,Atul B,Victor Hoffband.2006.At a Glance ematologi.Jakarta:Penerbit


Erlangga

American Cancer Society. 2013. Leukemia-Acute Lymphocytic (ALL) in


Adults. http://www.cancer.org/cancer/leukemia-acutelymphocyticallinadults

Baldy CM, Gangguan sel darah putih. 2006. In: Price SA, Wilson LM,
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC
Rudolph, M. Abraham.2006.Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar
Pediatrik Rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC

Hassan R dan Alatas H. 2002. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. Bagian
19 Hematologi hal. 419-450, Bagian ilmu kesehatan anak
FakultasKedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Marks B, Dawn. 2008. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.

Mikrajuddi, dkk. 2007. IPA Terpadu SMP dan MTs jilid 2A. Jakarta:
Erlangga.

Permono B, Sutaryo, dkk. 2006. Buku Ajar Hematologi-Onkologi, Cetakan


Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.

Santoso, Bogot. 2007. Pelajaran Biologi untuk SMA/MA Kelas XII.


Bekasi:Interplus.

Anda mungkin juga menyukai